Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH WAWASAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

Di susun guna memenuhi tugas

mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan

Dosen Pengampu Ibu Ratna Nulinnaja M.PdI.

Oleh:

Kelompok 10

Khumairoh Hanif Masyitha (230103110046)

Almira Izza Nur Aini (230103110059)

KELAS B

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Esa kami memanjatkan
puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya. Sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Makalah yang berjudul
“Wawasan Sistem Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Pendidikan Islam”
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
penulis.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ratna Nulinnaja
M.PdI selaku Dosen Pengampu mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan yang telah
membimbing kita dalam membuat makalah ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik dan tidak lupa kepada seluruh rekan yang telah banyak membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharap segala bentuk saran serta kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah yang kami susun dapat
bermanfaat bagi dunia pendidikan.

Malang, September 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB 1.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................................
2.1 Pengertian Sistem pendidikan nasional dalam perspektif pendidikan islam di
Indonesia..............................................................................................................3
2.2 sejarah sistem pendidikan nasional dalam perspektif pendidikan islam di
indonesia...............................................................................................................5
2.3 Perubahan sistem pendidikan nasional dalam perspektif Pendidikan islam
..............................................................................................................................9
2.4 Mengetahui cara menerapkan sistem pendidikan nasional dalam perspektif
pendidikan islam.................................................................................................13
BAB 3.......................................................................................................................................
PENUTUP................................................................................................................................
3.1 Kesimpulan...................................................................................................17
3.2 Saran Dan Kritik...........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia dalam rangka
melestarikan hidupnya karena sesederhananya peradaban suatu masyarakat, di
dalamnya pasti terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan
merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya (Fatoni, 2020). Hewan juga “belajar”
tetapi lebih ditentukan oleh instingnya, sedangkan manusia belajar berarti
merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk menuju kehidupan
yang lebih berarti. Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya
dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus
(Fatoni, 2020). Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang
peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer
pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer
nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat
sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban (Fatoni,
2020).
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya dan adat istiadat (Farida, 2016). Dari segi etimologi, karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam,
rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.
Sebaliknya, orang yang berprilaku sesuai dengan kaidah moral disebut
dengan berkarakter mulia. Secara umum, istilah karakter sering
diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan temperamen yang
memberinya, seolah definisi yang menekankan unsur psikososial

1
yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan
(Koesoema, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian sistem pendidikan nasional dalam perspektif pendidikan
islam?
2. Bagaimana sejarah sistem pendidikan nasional dalam perspektif
pendidikan islam?
3. Bagaimana perubahan sistem pendidikan nasional dalam perspektif
pendidikan islam?
4. Bagaimana cara menerapkan sistem pendidikan nasional dalam perspektif
pendidikan islam?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian sistem pendidikan nasional dalam perspektif
pendidikan islam di Indonesia
2. Mengetahui sejarah sistem pendidikan nasional dalam perspektif
pendidikan islam
3. Mengetahui perubahan sistem pendidikan nasional dan dalam perspektif
Pendidikan islam
4. Mengetahui cara menerapkan sistem pendidikan nasional dalam
perspektif pendidikan islam

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem pendidikan nasional dalam perspektif pendidikan


islam di Indonesia
Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan Nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap
perubahan zaman.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Darajat adalah pembentukan kepribadian
seorang muslim atau perubahan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan
petunjuk ajaran islam. Muhammad Quthb yang dikutip oleh Abdullah Idi,
menyatakan Pendidikan Islam adalah usaha melakukan pendekatan yang
menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani maupun rohani, baik
dari kehidupan fisik maupun mentaknya dalam kegiatan dibumi ini.
Pendidikan islam adalah kegiatan yang dilaksankan secara terencana dan
sistematis untuk mengembangun potensi peserta didik berdasarkan pada kaidah-
kaidah agama islam. Pendidikan islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui
latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan serta panca indera
yang dimilikinnya.
Dalam perspektif budaya, Pendidikan islam adalah sebagai pewarisan budaya,
yaitu sebagai alat transmisi unsur-unsur pokok budaya kepada para generasi,
sehingga identitas umat tetap erpelihara dalam mengahadapi tantangan zaman,

3
bahkan dalam terma sosio kultural yang plural dikatakan Pendidikan islam tanpa
daya sentuhan budaya akan menjadi tontonan artifisial yang membosankan
ditengah percaturan arus globalisasi.
Sementara dalam perspektif teknologi dan industry, Pendidikan islam
memiliki kompetensi strategis dalam memanifestasikan Pendidikan agama yang
mengantarkan peserta didik sebagai sosok yang mampu menjadi pelaku
Pembangunan yang mengadopsi, mengidentifikasi dan mengkonsumsi
diversifikasi dinamika kultural, sosial, ekonomi, politik dan produk sains dan
teknologi, tetapi sekaligus mengendalikan, menguasai, memimpin, seperti
mengarahkan dan mendistribusikanny ke dalam aktivitas yang bermafaat baik
secara pribadi, sosial maupun organisasi, agar peserta didik tidak dangkal karena
penetrasi yang berkarakteristik dinamis, sekaligus tidak kropos dalam bidang
moralitas. (Fathurrahman, 2002)
Pendidikan islam adalah pembentukan kepribadian muslim, atau perubahan
sikap dan tinhkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran islam. Pemdidikan islam
pada dasranya merupakan pemdidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi
muslim seutuhnya(kaffah), mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang
berbentuk jasmani maupun rohani.
Pendidikan islam adalah suatu proses mempersiapkan generasi penerus untuk
mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai islam yang
disesuaikan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan mencapai hasilnya
di akhirat. Pendidikan islam dalam pengertian di atas merupakan suatu proses
pembentukan individu berdasarkan ajaran islam yang diwahyukan Allah kepada
Muhammad melalui proses dimana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat
yang tinggi, sehingga mampu menunaikan tugasnya sebagai kholifah di bumi
yang dalam kerangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. (Sakir, 2016)
Sistem Pendidikan nasional merupakan suatu subsistem dari sistem
kehidupan nasional, yang berarti bahwa sistem Pendidikan nasional merupakan
subsistem dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem Pendidikan nasional
bukanlah sesuatu yang bebas nilai dan bebas budaya karena merupakan bagian

4
dari sistem komunitas nasional dan global. Sistem Pendidikan harus selalu bersifat
dinamis, kontekstual, dan selalu terbuka kepada tuntutan relevansi di semua
bidang kehidupan. Sistem Pendidikan nasional tidak perlu berisi aturan
pelaksanaan terperinci karena yang penting mempunyai kejelasan konsep dasar
dan nilai-nilai budaya yang menjadi landasan di setiap pelaksanaan jenjang
Pendidikan(Tilaar, 2001:10).

2.2 sejarah sistem pendidikan nasional dalam perspektif pendidikan islam di


indonesia
Setelah Indonesia Merdeka, umat islam semakin menyadari pentingnya
perjuangan umat islam dalam meraih kemerdekaan, dan pemerintah berusaha
memeperbaiki pendidikan islam di Indonesia, dan sebagai realisasinnya
pemerintah Indonesia telah merumuskan dalam undang-undang Republik
Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional yang diteruskan
dengan UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatur penyelenggaraan satu system
Pendidikan nasional, sebagai Upaya pengitegrasian Pendidikan islam dalam
sistem Pendidikan nasional.
Pendidikan islam (pelajaran agama) telah diajarkan di sekolah-sekolah negeri
sejak Indonesia Merdeka tahun 1945. Pada masa kabinet RI pertama tahun 1945,
Menteri Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang pertama Ki Hajar
Dewantara telah mengirimkan surat edaran ke daerah-daerah yang isinya
menyatakan bahwa pelajaran budi pekerti yang telah ada pada masa penjajahan
Jepang tetap diperkenankan dan diganti namanya menjadi pelajaran Agama. Pada
saat tersebut, pendidikan agama belum wajib diberikan pada sekolah-sekolah
umum, namun bersifat sukarela/fakultatif, dan tidak menjadi menjadi penentu
kenaikan/kelulusan peserta didik.
Pendidikan islam berstatus mata pelajaran pokok di sekolah-sekolah umum
mulai SD sampai dengan Perguruan Tinggi berdasarkan TAP MPRS nomor
XXVII/MPRS/1966 Bab I Pasal I yang berbunyi: “Menetapkan Pendidikan agama
menjadi mata Pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai

5
dengan Universitas-Universitas Negeri”. Peraturan ini keluar dengan tanpa protes,
setelah penumpasan PKI.
Pelaksanaan Pendidikan Islam pada umumnya serta Pendidikan Agama
Islam pada khususnya di sekolah-sekolah umum tersebut semakin kokoh oleh
berbagai terbitnya perundang-undangan selanjutnya, hingga lahirnya Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang lebih
menjamin pemenuhan pendidikan agama kepada peserta didik. Dan diikuti dengan
lahirnya peraturan-peraturan selanjutnya sampai dengan terbitnya Peraturan
Menteri Agama RI No.16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama
Pada Sekolah.
Dengan kuatnya posisi Pendidikan Islam di dalam sistem Pendidikan
Indonesia setelah mengalami masa pergulatan yang sangat panjang, tentunya
secara ideal telah menunjukkan hasil yang signifikan dan tujuan pendidikan
agama islam telah tercapai yaitu pendidikan jasmani, pendidikan akal dan
pendidikan akhlak Namun di dalam kenyatan di lapangan, banyak sekali
problematika yang muncul sehingga berakibat tidak maksimalnya Pendidikan
Agama Islam di sekolah, baik ditingkat SD, SMP, SMA dan SMK.
Jika kembali kepada Sejarah perkembangan Pendidikan islam di Indonesia,
terutama dalam konteks mengintegrasikan Pendidikan dalam sistem Pendidikan
nasional, Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri merupakan regulasi yang
bisa merintis spenguatan posisi Pendidikan islam secara nassional. Surat
Keputusan Bersama tiga Menteri tersebut ditandatangani oleh tiga orang Menteri,
yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam
Negeri. Nomor 6 Tahun 1975, Nomor 037/U/1975, dan Nomor 36 Tahun 1975
tentang Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah. SKB tiga Menteri ini
ditandatangani di Jakarta oleh 3 orang Menteri, yaitu: Dr. H. A. Mukti Ali
(Menteri Agama), Dr. Syarief Thajeb (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), dan
H. Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri) pada tanggal 24 Maret 1975.
Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut berlaku untuk madrasah dan semua
jenjang baik negeri maupun swasta, baik madrasah dalam lingkungan pondok
pesantren maupun di luar pondok. SKB tersebut bertujuan untuk meningkatkan

6
mutu Pendidikan madrasah agar sejajar dengan sekolah umum. Kesejajaran
tersebut meliputi:(1). Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan
ijazah sekolah umum; (2). Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum
setingkat lebih tinggi. (3). Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang
sama tingkatannya. Hal tersebut ditegaskan lagi dengan merinci bagian-bagian
yang menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Dalam Bab I pasal1,
ayat 2 misalnya dinyatakan: (1) Madrasah Ibtidaiyah, setingkat dengan Sekolah
Dasar; (2) Madrasah Tsanawiyah, setingkat dengan sekolah Menengaha Pertama;
(3) Madrasah Aliyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. 1 Selanjutnya
dalam Bab II pasal 2 ayat a, b, dan c disebutkan bahwa:
Ayat a: Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah
Umum yang setingkat.
Ayat b: Lulusan madrasah dapat melanjutkan kesekolah umum setingkat lebih
atas.
Ayat c: Siswa madrasah dapat berpindah kesekolah umum yang seingkat.
Mengenai pengelolaan dan pembinaan dinyatakan dalam Bab IV pasal 4
sebagai berikut: (1) Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama. (2)
pembinaam mata Pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama.
(3) Pembinaan dan pengawasan mutu mata Pelajaran umum pada madrasah
dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bersama_sama dengan
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
SKB Tiga Menteri ini dapat dipandang sebagai pengakuan yang lebih nyata
terhadap eksistensi madrasah dan sekaligus merupakan Langkah strategis menuju
tahapan integrasi madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional yang tuntas.
Dengan SKB tersebut madrsah memperoleh definisinya yang semakin jelas
sebagai lembaga Pendidikan yang setara dengan sekolah sekalipun
pengelolaannya tetap berada pada Departemen Agama. Dalam hal ini, madrasah
tidak lagi hanya dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan atau lembaga
penyelenggara kewajiban belajar, tetapi sudah merupakan lembaga pendidikan
yang menjadikan mata Pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar yang
sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Namun oleh Menteri

7
Agama pada saat itu, Mukti Ali, dijelaskan dalam prakteknya kedua mata
pelajaran tersebut dapat saling mengisi, sehingga sama-sama 100%.
Dengan SKB Tiga Menteri, Departemen Agama melakukan usaha
pemantapan struktur madrasah secara lebih komperhensif. Sejumlah keputusan
dikeluarkan untuk mengatur organisasi dan tata kerja madrasah pada semua
tingkatan. Departemen agama juga mengeluarkan peraturan tentang persamaan
ijazah madrasah swasta dengan madrasah negeri. Dalam kurikulum dilakukan
penyusunan ulang dengan menyempurnakan komposisi mata-mata pelajaran
umum dalm jumlah yang sama dengan kurikulum sekolah pada tiap-tiap
jenjangnya. Madrasah dengan demikian dapat dikatakan sebagai sekolah plus
agama.
Madrasah Aliah Program Khusus (MAPK) merupakan antisipasi terhadap
menurunnya kemampuan bidang agama pada lulusan Madrasah Aliyah setelah
mereka berubah menjado madrasah dengan beban kurikulum 70% umum dan 30%
agama (SKB 3 Menteri 1975). Apalagi setelah UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989
yang menyamakan kurikulum sekolah dengan madrasah, yang membedakan
hanya jumlah jam pelajaran agama yang menjadi ciri khas. Pada tingkat SD, SMP,
SMA Pelajaran agama 2 jam, maka pada MI menjadi 4 sampai dengan 7 jam dan
pada MTs dan MA menjadi 9 jam.
Tujuan utama dibukanya MAPK ini adalah: (1). Untuk memenuhi kebutuhan
tenaga ahli dibidang agama islam sesuai dengan tuntutan Pembangunan nasioanl
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah Aliyah; (2). Untuk
menyiapkan lulusan agar memiliki kemampuan dasar yang diperlukan bagi
pngembangan diri sebagai ulama yang intelek; (3). Menyiapkan lulusan sebagai
calon Mahasiswa IAIN/UIN atau PTAI lainnya termasuk calon mahasiswa
Universitas Al-Azhar Mesir.
Pada kurikulum 1976 yang disempurnakan lagi melalui kurikulum 1984
sebagaimana yang dinyatakan dalam SK Menteri Agama No. 45 Tahun 1987,
memiliki tiga keistimewaan disbanding kurikulum sebelumnya. Pertama,
komposisi kurikulum 1976, dengan 70% mata Pelajaran umum, menunjukkan
bahwa kurikulum ini adalah “lebih sekuler” dari yang sebelumnya. Kedua,

8
terdapat keseragaman kurikulum disebagian besar madrasah diseluruh Indonesia
menunjukan bahwa ada standar yang jelas untuk modernisasi madrasah dan
intervensi politik pada madrasah swasta. Ketiga, jumlah mata Pelajaran yang
diajarkan menunjukkan bahwa kurikulum tahun 1976 disederhankan
dibandingkan dengan yang sebelumnya. Jumlah mata pelajaran yang ditawarkan
dalam kurikulum madrasah ibtidaiyah, misalnya, berkurang dari 18 mata
Pelajaran dikurikulum tahun 1973 menjadi 13 mata Pelajaran dikurikulum tahun
1976, sedangkan jumlah waktu yang sama dialokasikan setiap minggu untuk
belajar. Demikian juga, kurikulum madrasah tsanawiyah dan madrasah Aliyah
berkurang dari masing-masing 23 mata Pelajaran menjadi 16 mata Pelajaran untuk
madrasah tsanawiyah dan 19 mata Pelajaran untuk madrasah Aliyah. (Huda &
Rodin, 2020)
2.3 Perubahan sistem pendidikan nasional dalam perspektif Pendidikan
islam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 3 berisi ketentuan bahwa system
Pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen Pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan Pendidikan nasional. Ketentuan ini
menempatkan tujuan Pendidikan nasional menjadi penting, yaitu sebagai
pertimbangan utama untuk merumuskan komponen-komponen Pendidikan yang
lain terutama untuk mengevaluasi secara lebih baik mengenai tawaran-tawaran
teori-teori yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan utama Pendidikan.
Bab II Pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Rumusan tentang tujuan oendidikan nasional ini sebagai kesatuan kalimat
tidak menunjukkan konsep yang jelas. Susunan kata-katanya teralu rinci dan tidak
jelas hubungannya dengan nilai-nilai Pancasila. Rumusan tentang tujuan

9
Pendidikan nasional ini perlu diperbaiki dengan memperhatikan pandangan
bangsa Indonesia tentang hakikat manusia sebagai landasan ontologisnya, yaitu
nilai-nilai Pancasila.
Tujuan Pendidikan nasional tentunya tetap bercirikan rasionalitas, tetapi
rasionalitas yang berkeadaban. Berpikir rasional yang berkeadaban adalah
kemampuan berpikir rasional yang mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran,
kebaikan, keindahan, dan religious. Perumusan tujuan Pendidikan nasional supaya
bersifat konseptual, maka penting memperhatikan berbagai teori-teori Pendidikan
yang ada agar dapat dilakukan perumusan yang komprehensif. Berbagai teori-
teori Pendidikan yang ada dijadikan pertimbangan merumuskan tujuan Pendidikan
adalah Esensialisme, tetapi tidak meninggalkan ranah tujuan menurut teori-teori
progresivisme perenialisme, dan rekonstruksianisme.

Tujuan pendidikan berdasarkan teori esensialisme adalah internalisasi nilai-


nilai budaya ke jiwa anak didik. Tujuan Pendidikan berdasarkan teori
progresivisme adalah agar anak didik mampu berbuat sesuatu dengan pemikiran
kreatif untuk mengadakan penyesuaian terus-menerus sesuai dengan tuntutan
lingkungan. Tujuan Pendidikan berdasarka teori perenialisme aedalah
pertumbuhan jiwa yang rasional agar peserta didik dapat menemukan evidensi-
evidendi diri sendiri. Tujuan Pendidikan berdasarkan teori rekonstruksianisme
adalah tumbuhnya kemampuan untuk secara konstruktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perubahan dan perkembangan Masyarakat modern.
Rumusan tentang fungsi dan tujuan Pendidikan nasional seperti ketentuan
Bab II Pasal 3 dapat diperbaiki dengan meliputi unsur-unsur utama sebagai
berikut. Fungsi Pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan berpikir
rasional dan membentuk watak yang luhur sesuai nilai-niali Pancasila, yaitu nilai-
niali ketuhanan, kemanusiaan, persatuana, kerakyatan, dan keadilan. Tujuan
Pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manussia yang mampu berpikir rasional dan berwatak luhur, yaitu menjunjung
tinggi nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan religious, serta secara
konstruktif dan demokratis menjadi warga negara yang kreatif dan bertanggung

10
jawab untuk memajukan bangsa Indonesia dalam menyesuaikan diri dengan
tuntutan perkembangan Masyarakat modern yang berkeadilan.
Bab X Pasaal 37 berisi ketentuan bahwa kurikulum Pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat pendidika agama, pendidika kewarganegaraan, bahsa,
matematika, ilmu pengetahuan lam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya,
pendidkan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuuran, dan muatan lokal.
Kurikulum Pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan agama, Pendidikan
kewarganegaraan, dan Bahasa. Kurikulum Pendidikan dasar dan menengah serta
perguruan tinggi tersebut telah di implementasikan berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 struktur kurikulum Pendidikan dasr dan
menengah serta perguruan tinggi tidak mewajibkan matapelajaran dan matakuliah
Pendidikan Pancasila dengan pertimbangan digabungkan pada Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kurikulum Pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi tahun 2006
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di pertimbangkan untuk
dikembangkan dalam arti disesuaikan dengan tantangan dan kompetensi masa
depan. Rancangan kurikulum Pendidikan dasar dan menengah serta perguruan
tinggi yang baru telah disosialisasikan pada bulan 29 Nopember sampai 23
Desember tahun 2012. Rancangan kurikulum baru akan diimplementasikan tahun
2013 dengan dimulai untuk kelas I, IV, VII, dan X di seluruh sekolah. Pelatihan
guru dan tenaga kependidikan akan diselenggarakan pada Maret 2013.
Implementasi kurikulum baru dikembangkan untuk kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X,
dan XI di seluruh sekolah pada tahun 2014. Implementasi secara menyeluruh
untuk kelas I sampai XII pada tahun 2015. Rancangan kurikulum baru akan
dievalauasi secara formatif pada Juni 2013 dan evaluasi summative pada tahun
2016.
Struktur kurikulum baru tahun 2013 untuk Sekolah Dasar akan
meminimumkan jumlah matapelajaran dari 10 menjadi 6 matapelajaran.
Matapelajaran Ilmu Pengetahuan Alam diintegrasikan menjadi materi pembahasan
tematik di Pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Matapelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial diintegrasikan menjadi materi pembahasan tematik di

11
Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta Bahasa Indonesia.
Matapelajaran Mutan lokal mejadi materi pembahasan di pelajran seni budaya,
prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Matapelajaran
pengembangan Diri diintegrasikan kesemua matapelajaran. Struktur kurikulum
baru tahun 2013 untuk kelompok A meliputi matapelajaran Agama, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Matematika. Kelompok B
meliputi matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan.
Struktur kurikulum baru tahun 2013 untuk Sekolah Menengah Pertama akan
meminimumkan jumlah matapelajaran dari 12 menjadi 10 matapelajaran.
Matapelajaran muatan lokal menjadi materi pembahasan di pelajran seni Budaya,
Prakarya, serta Pendidikan Jasmani Olahraga, dan Kesehatan, matapelajaran
pengembangan diri diintegrasikan ke semua matapelajaran. Struktur kurikulum
baru tahun 2013 untuk kelompok A meliputi matapelajaran Agama, Pendidikan
panacasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Bahasa Inggris. Kelompok B
meliputi matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan.
Struktur kurikulum baru tahun 2013 untuk Sekolah Pendidikan Menengah
akan meniadakan jurusan untuk Sekolah Menengah Atas. Matapelajaran jurusan
akan dijadikan Matapelajaran Peminatan akademis. Struktur kurikulum baru
sekolah Pendidikan Menengah meliputi 3 kelompok. Kelompok A meliputi
matapelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Bahasa Indonesia, Matematika, Sejarah Indonesia, dan Bahasa Inggris. Kelompok
B meliputi matapelajaran Seni Budaya, Prakarya, serta Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan. Kelompok C meliputi matapelajaran peminatan
akademis untuk Sekolah Menengah atas dan matapelajaran peminatan akademis
dan vokasi untuk Sekolah Menengah Kejuruan.
Struktur kurikulum Sekolaha Menengah Atas meliputi matapelajaaran
kelompok A dan B sebagai matapelajaran wajib. Kelompok C sebagai kelompok
matapelajaran Peminatan akademis, dan kelompok matapelajaran pilihan.

12
Kelompok C, yaitu matapelajaran Peminatan Akademis dibedakan 3 peminatan.
Pertama, peminatan Matematika dan Sains meliputi matapelajaran Matematika,
Biologi, Fisika, dan Kimia. Kedua, Peminatan Sosial meliputi matapelajran
Geografi, Sejarah, Sosiologi dan antropologi, serta Ekonomi. Ketiga, Peminatan
Bahasa meliputi matapelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dab Sastra
Inggris, Bahasa dan Sastra Arab, serta Bahasa dan Sastra Mandarin. Kelompok
matapelajaran pilihan meliputi matapelajaran Literasi Media, Teknologi Terapan,
dan Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas Minat.
Struktur kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan meliputi matapelajaran
kelompok A dan B sebagai matapelajran wajib. Kelompok C sebagai kelompok
matapeleajran Peminatan Akademis dan Vokasi meliputi matapelajaran
Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa Inggris vokasi, dan Keterampilan/kejuruan.
Permasalahan kurikulum baru tahun 2013 yang perlu mendapat tanggpan
aadalah diintegrasikannya matapelajaran Ilmu Pengetahuan alam menjadi materi
pembahasan tematik di Pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika untuk kelas V
dan VI. Matapelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diintegrasikan menjadi
pembahsan materi tematik di Pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, serta Bahasa Indonesia. Permasalhan lain yang perlu mendapat
perhatian adalah dihapusnya jurusan di Sekolah Menengah Atas dan
dikembalikannya matapelajaran Pendidikan Pancasila dalam kesatuan dengan
matapelaaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Permasalahan yang penting dan perlu ditindaklanjuti sebagai akibat
rancangan kurikulum baru tahun 2013 adalah perlunya penyesuaian beberapa
ketentuan di dalam Undang-Undang Republik Indoonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bab X pasal 37 berisi ketentuan, bahwa
kurikulum Pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi tidak
mewajibkan matapelajaran daan matakuliah Pendidikan Pancasila. Konsekuensi
lebih lanjut adlah rumusan tentang fungsi dan tujuan Pendidikan nasional pada
bab II pasal 3 juga perlu diperbaiki agar jelas hubungannya dengan nilai-nilai
Pancasila. (Soeprapto, 2013)

13
2.4 Mengetahui cara menerapkan sistem pendidikan nasional dalam
perspektif pendidikan islam
 Pendidikan nasional
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen
pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil
pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua
segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut
satu sama lain saling tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup
baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga
ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan
tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam
kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan Nasional berorientasi pada perwujudan tatanan baru kehidupan
masyarakat dan bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani
Indonesia (civil society). Masyarakat baru yang bersifat pluralistik yang
berkepribadian Indonesia diharapkan mampu mendorong semangat kesatuan dan
persatuan bangsa dalam rangka mengejar cita-cita dan harapan masa depan yang
cerah. (Dodi, 2019)
Pendidikan di masa depan harus mampu mempercepat terbentuknya tatanan
masyarakat yang Pertama,menghargai perbedaan pendapat sebagai manifestasi
dari rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara serta pemantapan kehidupan demokrasi di semua bidang kehidupan.
Kedua, tertib sadar hukum, memiliki budaya malu, dan mampumenciptakan
keteladanan. Ketiga, memiliki rasa percaya diri, mandiri dan kreatif, memiliki

14
etos kerja yang tinggi, serta berorientasi terhadap penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam memacu keunggulan bangsa dalam
kerangka persaingan dunia.
Adanya tuntutan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”,
maka diberlakukan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan Nasional bertujuan untuk membentuk karakter bangsa, seperti
menambah ilmu pengetahuan, kreativitas, keterampilan, kepercayaan diri,
motivasi, serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan-tujuan
tersebut dapat dipantau sejak anak atau seseorang memulai pendidikan dari
awal hingga akhir, dengan adanya suatu penilaian selama menjalani masa
pendidikan. Mencermati pendidikan nasional yang ada di Indonesia
menggunakan sistem pendidikan yang diberikan dengan memberikan
pembelajaran atau mengajarkan materi tertentu, dan pada akhir materi akan
diberikan suatu penilaian untuk mengukur kemampuan siswa. Dengan adanya
penilaian maka dapat dipantau seberapa besar kemajuan, kemampuan dan tingkat
pemahaman dari peserta didik. Salah satunya yang selalu dijadikan penilaian dari
pendidikan nasional Indonesia adalah melalui Ujian Nasional (UN). Namun,
sebenarnya dengan Ujian Nasional belum dapat dijadikan sebagai cara untuk
mengukur tujuan pendidikan lainnya, seperti membentuk akhlak, spiritual
keagamaan, kepribadian, dan lain-lain. Dengan ujian nasional di akhir
pendidikan, yang dapat dinilai hanyalah yang berhubungan dengan
penyampaian materi selama masa pendidikan saja, bukan karakter kepribadian.
Di tengah dinamika perkembangan, kendala dan tantangan yang dihadapi,
proses pendidikan Islam diharapkan mampu mengantarkan peserta didik mencapai
tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya muslim paripurna (insan kamil) yang
mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara menyeluruh bagi
terbinanya kehidupan yang harmonis baik untuk kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Hal itu menjadi suatu yang patut dipertimnbangkan, menginta kondisi

15
bangsa Indonesia yang multikultural dan multreligius (Pabbajah et.al, 2021).
Dalam konteksnya yang lebih luas, pendidikan Islam diharapkan mampu
mendorong dan mengarahkan bagi terbentuknya masyarakat madani(Charis &
Nuryansah, 2015; Elkarimah, 2017), yang dalam konteks Islam adalah masyarakat
yang beradab dan berperadaban tinggi yang dilandasi oleh nilai-nilai dan ajaran
Islam (Asrori, 2016).
Hasil kajian Abuddin Nata atas kondisi kelemahan pendidikan Islam di
Indonesia menghasilkan beberapa butir kesimpulan berikut ini: Pertama, sejak
awal kehadirannya Islam telah memberikan perhatian yang besar dan sungguh-
sungguh terhadap pentingnya pendidikan sebagai upaya paling strategis untuk
mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang siap melaksanakan fungsinya
sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Kedua,
perhatian Islam yang begitu besar kepada bidang pendidikan tidak hanya
didasarkan pada landasan teologis dan filosofis semata, melainkan juga
didasarkan pada fakta historis dan empiris, Keriga, hingga saat ini, sebagian besar
lembaga pendidikan Islam belum sepenuhnya menggambarkan lembaga
pendidikan Islam yang maju, modern dan unggul. Keempat, ada sejumlah
lembaga pendidikan Islam yang tergolong modern yang antara lain ditandai oleh
adanya berbagai komponen pendidikan yang dirancang dengan baik dan
konsepsional dan didukung oleh sumber daya manusia yang andal dan
profesional. Kelima, sejalan dengan tuntutan di era giobalisasi saat ini, pendidikan
yang akan bertahan di masa sekarang dan yang akan datang adalah pendidikan
yang berorientasi pada pencapaian mutu yang tinggi, memberdayakan,
demokratis, egaliter, dan dikelola dengan manajemen yang berbasis pada
manajemen mutu terpadu (Total Ouality Management) (Nata, 2003).
Untuk dapat mewujudkan sekolah-sekolah Islam Terpadu dengan kualitas
unggul diperlukan strategi peningkatan mutu berikut cara pengukurannya yang
efektif. Strategi peningkatan mutu pada dasarnya bertumpu pada kemampuan
memperbaiki dan merumuskan visi dan misi yang sesuai zaman dan dituangkan
dalam rumusan tujuan pendidikan yang jelas dan terukur (Nata, Manajemen
Pendidikan: Mengamati Kelemahan Pendidikan Islam di Idonesia, 2003). Tujuan

16
pendidikan tersebut selanjutnya dirumuskan dalam program-program pendidikan
yang aplikabel, metode dan pendekatan yang partisipatif, guru yang berkualitas,
lingkungan pendidikan yang kondusif, serta sarana prasarana yang relevan dengan
pencapaian tujuan pendidikan. (Deraman et al., 2022)
Pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional adalah pendidikan islam
menempati posisi sebagai Lembaga formal, nonformal, informal, dan keagamaan.
Pendidikan adalah pondasi dalam hidup dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Indonesia memiliki system nasional pendidikan yang
menerapkan wajib belajar 12 tahun. Yaitu Sembilan tahun pendidikan dasar yang
meliputi enam tahun di sekolah dasar serta masing-masing tiga tahun di SMP dan
SMA. Perubahan ini selalu di berubah rubah karena mengikuti adanya
perkembangan zaman yang terjadi,terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tujuan berubahnya yaitu untuk pendidikan nasional itu harus berfokus
tentang bagaimana cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
Pendidikan.

17
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pendidikan Islam merupakan untuk menyelenggarakan proses
mengubah sikap dan perilaku masyarakat dengan tujuan mendewasakan Manusi
agar dapat di dididk atau mendapatkan pengajaran pendidikan. Pendidikan Islam
merupakan upaya terbesar untuk menentukan kepribadian peserta didik .
Pendidikan Islam merupakan bagian dari pendidikan nasional dimana pendidikan
hadir berdasarkan ospek sejarah dan sosial budaya pada masyarakat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam.maka dalam hal ini pendidikan Islam menjadi
salah satu kebutuhan masyarakat di Indonesia. Pendidikan Islam juga salah satu
jawaban dari bermasalah derasnya Alur globalisasi Indonesia.
Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan
kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan
mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan
dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan
terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan
kamil).
Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk mengembangkan sistem
pendidikan Islam sebagai salah satu jenis pendidikan keagamaan dalam sistem
pendidikan nasional. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan Islam sebagai
sistem pendidikan keagamaan dilaksanakan dalam berbagai jalur yaitu formal,
informal dan non formal.

3.2 Saran Dan Kritik


Demikianlah makalah Dasar-Dasar Pendidikan yang kami presentasikan,
semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran tetap kami harapkan
demi kesempurnaan makalah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Deraman, D., Pabbajah, M., & Widyanti, R. N. (2022). Respons Lembaga


Pendidikan Islam Atas Implementasi Sistem Manajemen Mutu Pendidikan
Nasional. Al-Iltizam: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 7(1), 156.
https://doi.org/10.33477/alt.v7i1.3051

Dodi, I. (2019). Menggagas Pendidikan Nilai dalam Sistem Pendidikan Nasional.


Didaktika: Jurnal Kependidikan, 8(3), 109–122.
https://jurnaldidaktika.org/contents/article/view/73

Fathurrahman, P. (2002). Visi Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan


Nasional. Alqalam, 19(95), 5. https://doi.org/10.32678/alqalam.v19i95.460

Huda, M., & Rodin, R. (2020). Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia dan
Upaya Penguatannya dalam Sistem Pendidikan Nasional. In Journal of
Islamic Education Research (Vol. 1, Issue 02). Juni.

Sakir, M. (2016). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional.


Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 12(1), 103.
https://doi.org/10.21154/cendekia.v12i1.370

Soeprapto, S. (2013). Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia


Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan. Cakrawala Pendidikan, 0(2), 266–
276.

19
1

Anda mungkin juga menyukai