Anda di halaman 1dari 40

HAKIKAT PENDIDIKAN DAN SISTEMNYA DI INDONESIA

Ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Wawasan Pendidikan

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Prof. Sa’dun Akbar
Prof. Dr. Henny Indreswari, M.Pd.

OLEH:

Ramtia Darma Putri NIM. 230111902444


Salmiati NIM. 230111900201

PROGRAM DOKTORAL BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi ...................................................................................................................................ii


BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Kajian Dasar-dasar Pendidikan .................................................................................. 3
B. Hakikat Pendidikan dalam Beragam Perspektif ....................................................... 3
C. Prinsip-prinsip Pendidikan di Indonesia ................................................................... 8
D. Unsur-unsur Pendidikan ............................................................................................ 10
E. Sistem Pendidikan di Indonesia ................................................................................ 15
F. Jenjang Pendidikan di Indonesia ………………………………………………… 23
G. Perubahan Kurikulum di Indonesia ……………………………………………… 24
H. Problem dalam Sistem Pendidikan di Indonesia ..................................................... 35
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 36
Kesimpulan ....................................................................................................................... 36
REFERENSI ........................................................................................................................... 37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu pilar fundamental dalam pembangunan suatu bangsa. Hal
ini tidak terkecuali di Indonesia, negara kepulauan dengan populasi yang besar dan beragam.
Pendidikan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter individu, pemberian
pengetahuan, serta persiapan tenaga kerja yang kompeten untuk mendukung perkembangan
ekonomi dan sosial suatu negara. Oleh karena itu, pemahaman akan hakikat pendidikan di
Indonesia menjadi sangat relevan dalam konteks pembangunan nasional.
Pendidikan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan seiring
berjalannya waktu. Dari masa kolonialisme hingga kemerdekaan, dan dari masa orde lama
hingga reformasi, sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang mencerminkan
nilai-nilai sosial, budaya, dan politik yang berkembang. Sebagai negara yang beragam suku,
agama, dan budaya, pendidikan juga memainkan peran penting dalam memelihara identitas
dan keragaman bangsa.
Namun, dalam perkembangannya, pendidikan di Indonesia masih menghadapi
berbagai tantangan. Masalah aksesibilitas, kualitas, dan relevansi pendidikan menjadi fokus
perhatian dalam upaya meningkatkan sistem pendidikan nasional. Kesenjangan sosial,
kurangnya sarana dan prasarana pendidikan di daerah terpencil, serta permasalahan budaya
dalam pendidikan adalah beberapa aspek yang perlu dipahami dalam menggali hakikat
pendidikan di Indonesia.
Selain itu, dampak globalisasi dan perkembangan teknologi informasi juga turut
mempengaruhi pendidikan di Indonesia. Munculnya tantangan baru seperti perlunya literasi
digital, penyesuaian kurikulum dengan tuntutan pasar kerja global, dan penggunaan teknologi
dalam proses belajar-mengajar adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konteks
pendidikan saat ini.
Makalah ini akan membahas dasar kajian pendidikan dan hakikat pendidikan di
Indonesia dengan menggali lebih dalam berbagai aspek yang memengaruhi sistem pendidikan
hingga tantangan yang dihadapi. Pemahaman mendalam mengenai hakikat pendidikan di
Indonesia sangat penting dalam upaya menghasilkan rekomendasi dan kebijakan yang dapat

1
meningkatkan kualitas pendidikan serta memberikan peluang pendidikan yang adil dan merata
bagi seluruh masyarakat Indonesia.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memahami konsep kajian dasar-dasar pendidikan
2. Mengetahui hakikat pendidikan dari beragam perspektif
3. Memahami prinsip-prinsip pendidikan di Indonesia
4. Memahami unsur-unsur pendidikan
5. Memahami sistem pendidikan di Indonesia
6. Memahami jenjang pendidikan di Indonesia
7. Memahami perubahan kurikulum di Indonesia
8. Mengetahui problem dalam sistem pendidikan di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Dasar-dasar Pendidikan


1. Ontologi Pendidikan
Ontologi pendidikan dapat berupa situasi belajar, yang di dalamnya meliputi komponen:
peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan, materi pembelajaran, dan proses pembelajaran
2. Epistemologi Pendidikan
Epistemologi membahas sifat pengetahuan, bagaimana pengetahuan diperoleh, dan
bagaimana validitas pengetahuan diukur. Dalam pendidikan, epistemologi terkait dengan
cara belajar, pengajaran, dan evaluasi pengetahuan. Komponen dalam
epistemogi=komponen dalam situasi pendidikan, namun lebih terarah uraian tentang
setiap komponen ontologi yang merupakan jawaban dari : apa, siapa, mengapa,
bagaimana, di mana, kapan, dan sebab akibat.
3. Aksiologi Pendidikan
Aksiologi berkaitan dengan nilai-nilai dan etika yang membentuk tindakan manusia.
Dalam konteks pendidikan, aksiologi membahas nilai-nilai yang mendasari tujuan
pendidikan, prinsip-prinsip moral dalam pengajaran, serta tanggung jawab etis para
pendidik. Berkenaan dengan kebermanfaatan ilmu pendidikan dalam kehidupan, yang
akan sangat terkait dengan : aturan perundangan dan pelaksanaan, tenaga pelaksana,
sarana dan prasarana penyelenggaraan, pengelolaan, dan lembaga pelaksana.
B. Hakikat Pendidikan dalam Beragam Perspektif
1. Perspektif Sosial
Dalam perspektif sosial, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam
membentuk dan memengaruhi masyarakat (Subianto, 2013). Pendidikan dipandang
sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Hakikat pendidikan dalam perspektif sosial
meliputi:
a. Transformasi sosial, dimana pendidikan dapat berfungsi sebagai alat utama dalam
mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat. Melalui pendidikan, individu dapat
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman yang diperlukan untuk
berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat modern.

3
b. Pengentasan kemiskina, dimana pendidikan dapat membantu mengurangi
ketidaksetaraan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dengan memberikan akses ke
peluang ekonomi yang lebih baik kepada individu yang mendapatkan pendidikan yang
berkualitas.
c. Pengembangan kewarganegaraan, dimana pendidikan juga berperan dalam membentuk
warga negara yang lebih sadar dan berpengaruh. Ini melibatkan pemahaman tentang hak
dan kewajiban kewarganegaraan, serta partisipasi dalam proses demokratis.
d. Pengaruh budaya dan nilai, dimana pendidikan dapat mengambil peran dalam
menyebarkan nilai-nilai budaya, moral, dan etika yang dianggap penting dalam
masyarakat. Ini mencakup pembelajaran tentang sejarah, agama, dan identitas budaya.
e. Pengelolaan konflik dan perubahan sosial, dimana pendidikan juga dapat menjadi sarana
untuk mengatasi konflik sosial dan merespons perubahan sosial. Ini dapat melibatkan
pendidikan tentang perdamaian, dialog antarbudaya, dan adaptasi terhadap perubahan
sosial
2. Perspektif Psikologis
Hakikat pendidikan dalam perspektif psikologis mengkaji bagaimana individu
belajar, perkembangan kognitif mereka, motivasi, serta kesejahteraan psikologis yang
dapat memengaruhi proses pendidikan. Hakikat pendidikan dalam perspektif psikologis
meliputi:
a. Pengembangan kognitif, dimana pendidikan membantu dalam pengembangan kognitif
individu. Ini termasuk perkembangan kemampuan berpikir, memproses informasi,
mengingat, dan menyelesaikan masalah. Psikologi kognitif memahami bagaimana
otak manusia memproses informasi dan bagaimana proses ini dapat ditingkatkan
melalui metode pendidikan yang efektif.
b. Motivasi dan pembelajaran, dimana pendidikan juga berhubungan erat dengan
motivasi. Psikologi pendidikan memeriksa faktor-faktor yang memotivasi siswa untuk
belajar dan bagaimana pendidik dapat memotivasi siswa secara lebih efektif. Ini
melibatkan pemahaman tentang teori-teori motivasi seperti motivasi intrinsik dan
ekstrinsik.
c. Pembelajaran seumur hidup, dimana perspektif psikologis menekankan pentingnya
pembelajaran seumur hidup. Ini berarti bahwa pendidikan bukan hanya terbatas pada

4
masa sekolah, tetapi berlanjut sepanjang kehidupan. Psikologi pendidikan dewasa
membantu memahami bagaimana orang dewasa terus belajar dan berkembang
sepanjang hidup mereka.
d. Kesejahteraan psikologis, dimana pendidikan juga dapat memengaruhi kesejahteraan
psikologis individu. Ini mencakup pemahaman tentang bagaimana pendidikan dapat
membantu mengatasi stres, mengembangkan keterampilan sosial, dan meningkatkan
kualitas hidup secara keseluruhan.
3. Perspektif Filosofis
Hakikat pendidikan dalam perspektif filosofis melibatkan pertimbangan tentang
nilai-nilai, tujuan, dan prinsip-prinsip moral yang mendasari sistem pendidikan. Hakikat
pendidikan dalam perspektif filosofis meliputi:
a. Refleksi nilai dan etika
Perspektif filosofis pada pendidikan menekankan pentingnya mempertimbangkan
nilai-nilai dan etika yang mendasari proses pendidikan. Ini melibatkan pertanyaan
tentang apa yang seharusnya dipelajari, bagaimana cara melaksanakan pendidikan
yang adil, dan bagaimana pendidikan dapat mencerminkan nilai-nilai masyarakat.
b. Tujuan moral pendidikan
Filosofi pendidikan mencari jawaban tentang tujuan moral pendidikan. Pertanyaan
seperti "Apa tujuan utama pendidikan?" dan "Bagaimana pendidikan dapat
membentuk karakter moral individu?" menjadi fokus dalam pemikiran filosofis.
c. Kurikulum dan isi pendidikan
Perspektif filosofis juga mengkaji kurikulum dan apa yang harus diajarkan kepada
generasi muda. Hal ini melibatkan pertimbangan tentang bagaimana pendidikan dapat
mencerminkan sejarah, budaya, dan nilai-nilai yang berbeda.
d. Pendidikan sebagai proses demokratis
Beberapa filosof mendefinisikan pendidikan sebagai alat untuk membangun
masyarakat demokratis yang sadar dan berpartisipasi. Mereka menggambarkan
pendidikan sebagai cara untuk mengembangkan kewarganegaraan yang aktif dan
pemahaman yang mendalam tentang hak-hak dan tanggung jawab individu dalam
masyarakat.
4. Perspektif Budaya

5
Hakikat pendidikan dalam perspektif budaya mencerminkan bagaimana nilai-nilai,
norma-norma, dan budaya suatu masyarakat memengaruhi proses pendidikan. Dalam
konteks perspektif budaya, pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mewariskan dan
mempertahankan budaya, serta merespons perkembangan dan tantangan dalam
masyarakat. Hakikat pendidikan dalam perspektif filosofis meliputi:
a. Pemeliharaan budaya
Pendidikan dalam perspektif budaya berperan penting dalam menjaga, mewariskan,
dan memperkaya warisan budaya suatu masyarakat. Ini mencakup bahasa, tradisi, adat
istiadat, seni, dan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
b. Penghargaan terhadap keanekaragaman budaya
Budaya Indonesia yang kaya mengandung berbagai elemen budaya yang berbeda di
setiap daerah. Pendidikan di Indonesia mencoba untuk menghargai dan
mengintegrasikan keanekaragaman budaya ini dalam sistem pendidikan nasional.
c. Pendidikan multicultural
Pendidikan di Indonesia memiliki pendekatan multikultural yang menghargai dan
mengakui perbedaan budaya. Hal ini tercermin dalam kurikulum yang mencakup
berbagai aspek budaya dan sejarah Indonesia.
d. Peran dalam pembentukan identitas nasional
Pendidikan memainkan peran penting dalam pembentukan identitas nasional. Melalui
pendidikan, anak-anak Indonesia diajarkan tentang sejarah bangsa mereka, lambang
nasional, dan nilai-nilai yang mendasari persatuan dan kesatuan bangsa.
5. Perspektif Ekonomi
Pendidikan dianggap sebagai investasi dalam sumber daya manusia yang dapat
meningkatkan kapasitas ekonomi suatu negara. Hakikat pendidikan dalam perspektif
ekonomi mencakup cara pendidikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, produktivitas,
dan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Hakikat pendidikan dalam perspektif
ekonomi meliputi:
a. Investasi manusia
Pendidikan dilihat sebagai investasi dalam manusia. Dengan pendidikan yang
berkualitas, individu dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk berkontribusi pada ekonomi dan masyarakat.

6
b. Produktivitas ekonomi
Pendidikan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Individu dengan pendidikan
yang lebih tinggi cenderung memiliki peluang kerja yang lebih baik dan dapat
memberikan kontribusi lebih besar dalam meningkatkan produktivitas sektor-sektor
ekonomi.
c. Pengurangan kemiskinan
Pendidikan juga dapat berperan dalam mengurangi kemiskinan. Dengan memberikan
akses pendidikan yang setara, masyarakat memiliki peluang yang lebih baik untuk
memperoleh pekerjaan yang layak dan meningkatkan kondisi ekonomi mereka.
d. Inovasi dan pertumbuhan ekonomi
Pendidikan dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Individu yang
terdidik cenderung memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif, memecahkan
masalah, dan berkontribusi pada perkembangan teknologi dan pengetahuan.
6. Perspektif Teknonologi
Hakikat pendidikan berdasarkan perspektif teknologi terus berkembang seiring
dengan kemajuan teknologi. Beberapa aspek umum tentang bagaimana teknologi
memengaruhi pendidikan yang masih relevan seperti:
a. Pembelajaran hibrida dan fleksibel
Teknologi telah memungkinkan pengembangan model pembelajaran hibrida di mana
siswa dapat belajar baik secara online maupun offline. Dalam situasi seperti pandemi
COVID-19, model pembelajaran fleksibel ini menjadi sangat penting.
b. Kecerdasan buatan (AI) dan anaitik pendidikan
Penggunaan kecerdasan buatan dalam pendidikan telah berkembang pesat. Sistem AI
dapat membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan individu siswa, memberikan
rekomendasi pembelajaran yang disesuaikan, dan bahkan mengukur kemajuan mereka
c. Pembelajaran berbasis game
Penggunaan game dalam pendidikan (gamifikasi) telah menjadi tren yang lebih
menonjol. Ini dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan memotivasi mereka untuk
belajar.
d. Virtual reality (VR) dan Augmented reality (AR)

7
Teknologi VR dan AR telah digunakan untuk menciptakan pengalaman pembelajaran
yang mendalam dan immersif. Ini dapat diterapkan dalam berbagai mata pelajaran,
mulai dari sains hingga sejarah.
e. Pendidikan jarak jauh
Pendidikan jarak jauh terus berkembang, dengan institusi-institusi pendidikan
menawarkan program online yang lebih beragam. Teknologi konferensi video,
platform pembelajaran daring, dan alat kolaborasi secara virtual memainkan peran
penting dalam pengiriman pendidikan jarak jauh.
f. Pengukuran kemajuan siswa secara digital
Pengukuran kemajuan siswa saat ini sering dilakukan secara digital melalui berbagai
alat dan platform, memungkinkan guru untuk memberikan umpan balik yang lebih
efektif dan memungkinkan siswa untuk melacak perkembangan mereka.
g. Keterampilan teknologi
Pendidikan juga mencakup pengajaran keterampilan teknologi yang diperlukan untuk
abad ke-21, seperti pemrograman, pemahaman data, dan literasi digital.
h. Kerjasama antar negara
Teknologi memungkinkan kerjasama internasional dalam pendidikan, memungkinkan
siswa dan pendidik untuk terlibat dalam proyek-proyek bersama dan pertukaran
pengalaman.
Penting untuk diketahui bersama bahwa perkembangan teknologi dalam pendidikan
juga memiliki tantangan, seperti isu privasi data, kesenjangan akses, dan perubahan dalam
peran pendidik. Oleh karena itu, pendidikan harus terus beradaptasi dengan teknologi,
sambil mempertimbangkan dampak sosial, etika, dan tantangan yang mungkin muncul.
C. Prinsip-Prinsip Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia didasarkan pada berbagai prinsip dan nilai-nilai yang
mengatur sistem pendidikan nasional. Prinsip-prinsip pendidikan di Indonesia mencerminkan
visi dan tujuan negara untuk mencapai pembangunan nasional yang berkelanjutan dan
kemajuan pendidikan. Pendidikan nasional di negara Indonesia diselenggarakan dalam rangka
mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini dapat tercapai
jika pendidikan nasional dilaksanakan berdasar prinsip-prinsip atau asas-asas pendidikan yang
dijadikan pedoman. Menurut Kemendikbud, ada lima prinsip pendidikan nasional yaitu:

8
a. Prinsip demokratis berlandaskan HAM
Adanya keselarasan atau keharmonisan antara pendidik dengan yang dididik, hak dan
kewajiban masing-masing pihak dalam pendidikan harus benar-benar diperhatikan.
Misalnya guru mempunyai kewajiban mengajar dan siswa mempunyai hak untuk
mendapatkan pengajaran, guru berhak untuk memberikan tugas dan siswa berkewajiban
mengerjakan tugas tersebut.
b. Prinsip proses pembudayaan dan pemberdayaan sepanjang hayat
Pendidikan adalah suatu proses pewarisan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suatu
kelompok masyarakat antargenerasi. Hasil budaya yang berupa tulisan dapat dijadikan
sebagai sumber balajar. Dalam masyarakat berbudaya tulis sumber belajar selain tatap
muka dalam pergaulan juga lewat tulisan dan lembaga pendidikan yang diusahakan
seacara formal. Proses belajar dapat terjadi di mana saja sepanjang hayat. Sekolah
merupakan salah satu tempat proses belajar terjadi. Sekolah merupakan tempat
kebudayaan, karena pada dasarnya proses belajar merupakan proses pembudayaan. Dalam
hal ini, proses pembudayaan di sekolah adalah untuk pencapaian akademik siswa, untuk
membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu
komunitas budaya, serta untuk mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui
pencapaian akademik siswa. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi
budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya, dan adopsi tradisi budaya oleh
orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya.
c. Prinsip sistemik, terbuka, multimakna, dan legalitas
Maksud prinsip sistematik adalah pendidikan merupakan suatu proses yang melibatkan
banyak komponen yang terorganisir yang terpadu untuk mencapau tujuan pendidikan
seperti komponen tujuan, siswa, pendidik, lingkungan pendidikan, metode. Terbuka
artinya pendidikan harus dilaksanakan secara terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia
untuk semua jenjang pendidikan, dan merupakan tanggung jawab antara pemerintah dan
masyarakat. Multimakna mengadung pengertian bahwa pendidikan nasional dilakukan
dengan mengembangkan berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Aspek legalitas artinya bahwa pedidikan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan yang ada.
d. Prinsip ing ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani

9
Pendidikan harus dilaksanakan dengan prinsip Ing Ngarso Sung Tulodho, artinya dari
depan guru dapat memberikan contoh. Kemudian Ing Madyo Mangun Karso, yang artinya
dari tengah dapat membangun keinginan siswa untuk bertindak. Terakhir Tut Wuri
Handayani, yang berarti dari belakang dapat memberikan dorongan.
e. Prinsip memberdayakan masyarakat
Pendidikan juga dapat dijadikan sebagai proses yang dapat memberdayakan manusia.
Bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawan pemerintah, melainkan juga tanggung
jawab secara bersama-sama dengan masyarakat. Dalam pendidikan adanya proses
pembelajaran yang dapat membantu orang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu,
orang yang sebelumnya tidak terampil, kemudian dengan adanya proses pendidikan akan
menjadi terampil, sehingga ia bisa mengatasi kesulitan-kesulitan atau hambatan yang
dihadapinya.
D. Unsur-unsur Pendidikan
Untuk mencapai kualitas pembelajaran yang berkualitas perlu dipahami unsur-unsur
pendidikan. Unsur-unsur pendidikan terdiri dari peserta didik, pendidik, interaksi edukatif
antara peserta didik dan pendidik, materi/ isi pendidikan (kurikulum), konteks yang
mempengaruhi pendidikan, alat dan metode, perbuatan pendidik, dan evaluasi dan tujuan
pendidikan (Sulindawati, Ni Luh Gede Erni. 2018)
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung
menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau
pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki
ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus
guna memecahkan masalah- masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya. Peserta
didik sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai
karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaran terjadi interaksi timbal balik, baik
antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu, salah satu
dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah memahami karakteristik dan
perkembangan kognitif anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi yang
disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar sesuai
dengan karakteristik siswanya. Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan

10
oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau
semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan
lingkungannya. Adapun tahap-tahap perkembangan kognitif peserta didik menurut Piaget
yaitu (a) tahap sensori motor (0–2 tahun), pada tahap ini seorang anak akan belajar untuk
menggunakan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang
bermakna; (b) tahap pra-operasional (2–7 tahun), pada tahap ini seorang anak masih
sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan
indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan
sesuatu secara konsisten; (c) tahap operasional konkret (7–11 tahun), pada tahap ini anak
sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat
kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu
mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersama-sama (misalnya,
antara bentuk dan ukuran); dan tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), pada tahap
ini kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata.
Karakteristik anak didik ditentukan juga oleh perkembangan fisik peserta didik,
perkembangan sosial emosional peserta didik, dan perkembangan moral peserta didik.
Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (a) otot-otot, yang
mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (b) syaraf yang sangat
memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (c) kelenjar endokrin, yang
menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja
berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya
terdiri atas lawan jenis; dan (d) struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan
proporsi. Perkembangan fisik meliputi perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti:
pertumbuhan otak, sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat,
hormon, dan lain-lain), dan perubahan-perubahan dalam cara individu dalam
menggunakan tubuhnya (seperti perkembangan keterampilan motorik dan perkembangan
seksual), serta perubahan dalam kemampuan fisik (seperti penurunan fungsi jantung,
penglihatan, dan sebagainya).

11
Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau
interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula
perilaku belajar. Emosi dibedakan menjadi dua, yakni emosi positif dan emosi negatif.
Emosi positif seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang
tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas
belajar. Emosi negatif sperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, individu
tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia
akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Pada masa remaja, tingkat karakteristik
emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para
remaja seperti perasaan sayang, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu
dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik. kita harus mengetahui setiap
aspek yang berhubungan dengan perubahan tingkah laku dalam perkembangan remaja,
serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi
yang baik dengan remaja.
Kecerdasan moral ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa
menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-
orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-aturan yang berlaku, semua ini merupakan kunci
keberhasilan bagi seorang anak di masa depan. Suasana damai dan penuh kasih sayang
dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain,
ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak
mudah putus asa, lebih tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak
mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan
emosional maupun kecerdasan moralnya. Teori Kohlberg menekankan bahwa
perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara
bertahap yaitu (a) penalaran prakovensional, pada tingkat ini anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman ekternal; (b) penalaran konvensional; dan (c) penalaran pascakonvensional,
tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas
benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.

12
Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan- pilihan, dan kemudian
memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
2. Pendidik
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proses
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Pendidik harus memiliki kewibawaan
(kekuasaan batin mendidik) dan menghindari penggunaan kekuasaan lahir (kekuasaan
yang semata – mata didasarkan kepada unsur wewenang jabatan). Kewibawaan dimiliki
oleh mereka yang sudah dewasa. Yang dimaksud adalah kedewasaan rohani yang
ditopang kedewasaan jasmani. Kedewasaan jasmani tercapai bila individu telah mencapai
puncak perkembangan jasmani yang optimal. Kedewasaan rohani tercapai bila individu
telah memiliki cita – cita hidup dan pandangan hidup yang tetap. Pendidik menurut harus
memiliki persyaratan antara lain jujur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak
tercela dan tidak pernah berurusan dengan kepolisian karena tindakan kriminal, sehat
jasmani dan rohani, memiliki kualifikasi pendidikan tertentu, mampu melaksanakan
kompetensi pendidik dan memiliki sertifikat pendidik.
3. Interaksi edukatif antara peserta didik dan pendidik
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta
didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan, dimana ketika proses
belajaran diruangan sedang berlangsung diharapkan antara pendidik dan murid adalah
menjadi partner yang saling berargumen logis guna mendapatkan suasana belajar yang
efektif. Ketika pendidik memberi bahan ajar berupa materi pelajaran dan contoh-contoh.
Diharapkan respon yang baik dari para peserta didik, baik dari persiapan sebelum
pembelajaran dimulai maupun ketika terlaksananya pendidikan tersebut. Saling
menghargai juga akan sangat membantu keberhasilan pembelajaran saat itu, pendidik
ingin dihargai dan peserta didik juga ingin mendapat perlakuan yang santun pula.

13
4. Materi/isi pendidikan (Kurikulum)
Dalam Sistem Pendidikan KKNI, perlu disesuaikan antara standar kompetensi
(profil lulusan) dengan Capaian pembelajaran yang diharapkan dari satu program studi.
Capaian pembelajaran dirinci kedalam capaian pembelajaran sikap, pengetahuan,
ketrampilan umum dan ketrampilan khusus. Dalam sistem pendidikan persekolahan,
materi telah diramu dalam kurikulum yang disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan.
Materi ini salah satunya meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat
nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Muatan lokal
misinya adalah mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi
lingkungan. Standar Nasional pendidikan tinggi (Undang-undang No 20 2003) terdiri dari
standar kompetensi lulusan, standar isi pembelajaran, standar proses pembelajaran,
standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana pembelajaran, standar pengelolaan pembelajaran dan standar pembiayaan
pembelajaran. Pada perguruan tinggi, standar untuk mencapai kompetensi lulusan
dituangkan dalam kurikulum. Kurikulum terdiri dari sekelompok mata kuliah yang wajib
ditempuh oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan. Mata kuliah
terdiri dari mata kuliah umum dan mata kuliah keahlian yaitu keahlian utama dan keahlian
khusus.
5. Konteks Yang Mempengaruhi Pendidikan
Konteks yang mempengaruhi pendidikan antara lain alat dan metode. Alat dan
metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan media sosial, misalnya IT (Internet
Technology), Hand Phone, Televisi, Radio dan lain-lain. Metode pendidikan dibedakan
menjadi dua, yaitu (a) yang bersifat preventif, yaitu mencegah terjadinya hal–hal yang
tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman, dan
(b) yang bersifat kuratif, yaitu memperbaiki, misalnya ajakan, contoh, nasihat, dorongan,
pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
6. Perbuatan Pendidik
Perbuatan pendidik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik ketika
menghadapi peserta didik. Tata cara dan sikap seorang pendidik dalam penyampaian
pelajaran juga menunjang pekembangan peserta didik, pendidik harus menghindari sikap

14
menekan mental peserta didik, karena hal ini sangat berpengaruh besar terhadap
pendirian, mental, serta perkembangan pengetahuan peserta didik.
7. Tempat Pendidikan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan berpengaruh juga pada tercapainya tujuan pendidikan.
Lingkungan belajar meliputi sarana dan prasarana belajar, seperti ruangan kelas yang
memadai, tersedianya ruangan untuk pratikum, kenyamanan dalam belajar (lingkungan
luar tidak berisik).
8. Evaluasi dan tujuan pendidikan
Evaluasi dan tujuan pendidikan merupakan sikap mengulas kembali pelajaran-
pelajaran yang sudah dipelajari dalam bentuk latihan dan tugas-tugas. Sehingga materi-
materi pelajaran tetap melekat dalam diri peserta didik. Tujuannya adalah
membangkitkan, memicu, dan menyegarkan kembali materi-materi yang telah dibahas
sebelumnya, agar peserta didik semakin mantap dalam menguasai pelajaran tersebut.
E. Sistem Pendidikan di Indonesia
Sistem pendidikan di Indonesia sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 bahwa keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan sebagai sistem
yang terbuka terdiri dari beberapa komponen, Umar Tirtarahardja dan La Sula (Wasitohadi &
Sri, 2023) mengemukakan beberapa komponen-komponen sistem pendidikan adalah pertama,
siswa baru sebagai masukan mentah (raw input) yang akan diproses menjadi tematan (output).
Kedua, guru dan tenaga nonguru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan,
prasarana dan sarana sebagai masukan instrumental (instrumental input) yang memungkinkan
dilaksanakannya pemrosesan masukan mentah menjadi tamatan. Ketiga, corak budaya dan
kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan keamanan negara sebagai
faktor lingkungan atau masukan lingkungan (environmental input) yang secara langsung atau
tidak langsung berpengaruh terhadap berperannya masukan instrumental dalam pemrosesan
masukan mentah. Sistem pendidikan tersebut secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:

15
Gambar 1. Sistem Pendidikan
Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan dengan sentralistik, dimana tujuan
pendidikan, materi dan metode pembelajaran, tenaga kependidikan hingga untuk persyaratan
kenaikan pangkat diatur oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk nasional. Meskipun dapat
dikatakan masyarakat berperan sebagai mitra pemerintah dalam menyelenggarakan
pendidikan, sedangkan praktiknya tetap ditentukan oleh pemerintah.
Gambaran sistem pendidikan di Indonesia yang menganut Sistem Pendidikan Nasional
secara makro (Munira, 2015) dapat dilihat dalam berbagai aspek antara lain:
1. Pengelolaan
Sistem Pendidikan dikelola sacara sentralistik, berlaku diseluruh tanah air. Tujuan
pendidikan, materi ajar, metode pembelajaran, buku ajar, tenaga kependidikan, baik siswa,
guru maupun pegawai, mengenai persyaratan penerimaannya, jenjang kenaikan
pangkatnya bahkan sampai penilaiannya diatur oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk
semua sekolah di seluruh pelosok tanah air untuk menjamin: a) akses masyarakat atas
pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau; b) mutu dan daya saing
pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan c.
efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan.
2. Peran Pemerintah dan Masyarakat

16
Masyarakat selaku pengguna jasa lembaga pendidikan memiliki peran penting
dalam pendidikan yang meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan .selain itu masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana dan pengguna hasil.
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu,
dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan
kemudahan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
3. Materi Ajar
Senada dengan strategi sistem pendidikan tersebut, maka orientasi penyusunan
materi ajar diarahkan untuk memenuhi kepentingan pemerintah agar target pembangunan
dapat mengejar pertumbuhan yang telah ditetapkan. Padahal globalisasi menuntu agar agar
materi ajar diorientasikan demi kepentingan anak didik, pasar dan pembangunan IPTEK.
Tentu saja semuanya ini dalam perspektif demi kepentingan bangsa dan Negara.
Selain itu kurikulum dan materi ajar terkesan fragmentaris atau terpecah-pecah,
kurang berkelanjutan dan kurang konsisten. Pilihan dan penentuan serta level materi ajar
ditentukan pemerintah pusat, sedangkan sekolah dan satuan-satuan penyelenggaraan
pendidikan dibawahnya cukup sebagai pelaksana teknis di lapangan.
4. Pendekatan dan Metodologi Pembelajaran
Sistem Pendidikan Nasional masih berpegang pada paradigma lama bahwa ilmu
diperoleh dengan jalan diberikan atau diajarkan oleh orang lebih pandai atau guru kepada
murid. Pola guru tahu-murid tidak tahu-guru memberi-murid menerima-guru aktif-murid
pasif, masih terus diparaktekkan. Tidak ada kritik atau koreksi terhadap pendapat guru,
yang adalah minta penjelasan kemudian menerima dan mengikutinya.
Paradigma itu jelas kehilangan tempat dalam konteks modern dimana ilmu itu
dicari. Polanya sudah berubah menjadi: guru memotivasi-mendorong- memfasilitasi-
menemani murid mencari-bersama menemukan ilmu. Murid sendiri yang mencari ilmu dan
memutuskannya. Kecuali itu paradigma era reformasi ini, ilmu tidak dalam posisi dimiliki,
tetapi dalam proses menjadi, di mana pencari ilmu terus menerus dalam proses menjadikan
dirinya ilmuan atau cendekiawan yang tidak kunjung berhenti. Dalam era global, sekolah

17
boleh selesai, tetapi belajar tidak pernah selesai. Bobot ilmu tidak terletak pada hasil akhir
atau final product, tetapi pada proses metodologi atau cara mencarinya. Dengan kata lain,
metode pembelajaran baru titik tekannya pada meneliti dan bukan menerima barang jadi.
Satu-satunya pertanyaan yang selalu muncul dari peserta didik, orang tua, dan
masyarakat, adalah bagaimana belajar yang baik, mendapatkan nilai yang tinggi, cepat
lulus, dan mencapai tingkat belajar tertinggi: doktor dan gelar akademik tertinggi pula,
professor. Tidak ada yang salah dengan arah model pembelajaran yang mengutamakan
liability yaitu kerja keras, penuh tanggung jawab, jujur, dan disiplin serta lurus seperti
tersebut di atas. Ada kecenderungan model atau pola belajar baru yang berkembang dewasa
ini antara lain:
a) Sistem pebelajaraan berorientasi pada pengembangan liability, depency, dan kesetiaan
saja, atau menjadi pekerja keras yang jujur.

b) Pola atau model pendidikan dengan mengembangkan IQ, EQ, SQ, dan RQ. Karena
dalam kehidupan modern ini tidak dapat hanya mengandalkan IQ saja sebab ada
banyak hal yang secara logika tidak benar, tetapi perasaan menyatakan bahwa itu
benar, karena itulah diperlukan kecerdasan akal didampingi kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosi itu berakar dalam hati nurani yang amat mendalam dan
kesadaraan diri. Ada 3 komponen dari EQ yaitu:
a. Kecerdasan emosi yang akan mengantar peserta didik memiliki kemampuan
memanfaatkan nilai-nilai luhur dan mengambil keputusan dalam kehidupan bersama;
b. Penilaian diri, yang akan mengantarkan peserta didik memiliki kemampuan belajar
dari pengalaman; dan
c. Percaya diri, yang akan mengantar peserta didik memiliki kemampuan dan keberanian
menyatakan kebenaran (Goleman, 1999: 63).

Penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua memilikinya yang harus kita
temukan, ia bagaikan intan yang terus-menerus harus diasah. Jika model pendidikan hanya
IQ semata, maka kehidupan akan semakin menakut-kan atau mengerikan, karena hanya
mengandalkan perolehan materi saja.
Era revolusi industri 5.0 guru dituntut untuk dapat melakukan pembaharuan dengan
menerapkan pembelajaran berpusat kepada siswa (student-centered learning), dengan

18
kolaborasi pembelajaran (collaborative learning), serta terintegrasi dengan masyarakat
adalah hal yang perlu dipertimbangkan oleh sekolah dan guru dalam menyelenggarakan
proses pembelajaran yang mampu mengarahkan dan membentuk karakter peserta didik.
Cara-cara seperti (1) flipped classroom, (2) mengintegrasikan media sosial, (3) Khan
Academy, (4) project-based learning, (5) moodle, dan (6) schoology, ataupun yang berbasis
teknologi lainnya dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran tersebut sehingga
peserta didik dekat dengan teknologi dan dapat turut serta mempelajari dan mengimbangi
revolusi industri 5.0 pada bidang teknologi, (Saraswati, A:2022).
Pembelajaran yang diberikan oleh guru ditekankan pada kemampuan Cara berpikir
dengan High Other Thinking Skills (HOTS) atau cara berpikir tingkat tinggi. Dengan
memiliki kemampuan HOTS, peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep
pengetahuan yang tepat dengan praktik secara langsung dan merasakan bagaimana cara
menghadapi permasalahan yang ada dilingkungan sekitarnya. Beberapa model
pembelajaran bisa dipilih dan diterapkan oleh pendidik kepada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan nalar berpikir kritis seperti: Inquiry Learning, Discovery
Learning, Project Based Learning, dan Problem Based Learning
5. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dilaksanakan di bawah otoritas kekuasaan dan kekuatan
administarsi birokrasi. Guru memerlukan sebagai pegawai dan tidak sebagai tenaga
pendidik dan pengajar. Perlakuan sebagai pegawai mengu-tamakan kesetiaan, kejujuran,
kedisiplinan, dan produksi kerja. Sedangkan perlakuan sebagai pendidik atau pengajar,
selain mementingkan kejujuran (moral, kedisiplinan dan pengabdian), juga sangat
mementingkan kreativitas, inovasi dan dedikasi. Guru diharapkan mampu
mengembangkan budaya belajar yang baik pada siswanya.
Dewasa ini dirasakan bahwa guru, baik secara kuantitas maupun kualitas, kurang
memadai. Dirasakan adanya kekurangan dalam keragaman dan kompetensi pedagogik.
Banyak guru, terutama untuk sekolah di daerah terpencil yang salah kamar, yaitu tidak
sesuai antara ilmu yang dipelajari dengan mata pelajaran yang diajarkan. Banyak tenaga
atau pegawai kantor, pegawai instansi non pendoididkan yang terpaksa direkrut menjadi
guru, sehingga dewasa ini banyak guru yang tidak ahli atau rendah dalam mutu.

19
Ada dua faktor pokok mengapa sumber daya manusia pendidikan dapat bermutu
rendah. Pertama, kemiskinan karena penghasilan berada di bawah standar. Kedua; sistem
pengelolaan sebagai akibat penanganan sekolah di bawah otorita kantor birokrasi dan
bukan sebagai lembaga akademik.
Tantang di era revolusi industri, tenaga pendidik pendidik yang professional dan
berkompeten juga akan sangat berpengaruh untuk masa depan dunia kependidikan di era
revolusi industri 5.0. Tenaga pendidik di era 5.0 harus memiliki keterampilan yang baik
dibidang digital dan juga berpikir kreatif. Seorang guru dituntut untuk lebih inovatif dan
dinamis dalam mengajar di kelas. Oleh karena itu ada tiga hal yang harus dimanfaatkan
pendidik di era 5.0 seperti yang telah dijelaskan diatas diantaranya Internet of Things pada
dunia pendidikan (IoT), Virtual/Augmented Reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan
Artificial Intelligence (AI) yang bisa digunakan untuk membantu mengidentifikasi
kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan oleh tenaga pelajar dan peserta didik tentunya,
(Saraswati, A:2022).
Selain hal tersebut tenaga pendidik juga harus memiliki kecakapan dan memiliki
kemampuan leadership, digital literacy, communication, entrepreneurship, dan problem
solving. Karena zaman yang semakin maju ditambah lagi di era revolusi industri 5.0
disemua sektor akan menjadi lebih maju. Jika dunia Pendidikan tidak dipersiapkan dan
mengikuti perkembangan zaman yang begitu pesat, maka pendidikan di Indonesia akan
sangat tertinggal jauh. Tenaga pendidik di era 5.0 ini harus menjadi guru penggerak yang
mengutamakan murid, inisiatif untuk melakukan perubahan terutama untuk peserta didik,
mengambil tindakan tanpa ada yang menyuruh, dan terus berinovasi serta keberpihakan
kepada peserta didik.
Pada era 5.0, industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas
manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana, dikenal dengan istilah Internet
of Things (IoT). Industri 5.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang
fleksibel, mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan manusia,
mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan
penyatuan dan penyesuaian produksi. Salah satu karakteristik unik dari industri 5.0 adalah
pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

20
Tetapi sebenarnya Revolusi Industri 5.0 bukanlah hal baru. Karena merupakan
antithesis dari Revolusi Industri 4.0, era yang kembali pada masa industri. Kolaborasi
manusia dan teknologi dan digital semakin nyata. Banyak robot yang sudah mulai
diarahkan untuk berkolaborasi dan bersentuhan langsung dengan manusia. Dapat
dibayangkan dibidang pendidikan manusia dan robot akan berkolaborasi dalam proses
pembelajaran, baik dalam ruang kelas nyata maupun virtual seperti sekarang ini. Peserta
didik bisa saja berhadapan dengan robot yang dikendalikan pendidik. Tetapi, dengan
adanya sistem yang baru di era ini peran guru tidak akan terganti oleh teknologi. Karena
disini terdapat peran guru yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh teknologi,
diantaranya adalah interaksi secara langsung di kelas, ikatan emosional antara guru dan
siswa, dan juga penanaman karakter dan teladan seorang guru.
6. Dana
Dana merupakan salah satu syarat yang ikut menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan bermutu. Selama ini mutu pendidikan nasional rendah
dikeluhkan karena dana yang tidak memadai. Benarkah pernyataan ini? Benarkah jika dana
telah dipenuhi maka dengan sendirinya pendidikan bermutu akan tercapai?
Penyelenggaraan pendidikan bermutu memang membutuhkan dana. Tanpa adanya
dana yang cukup berimplikasi pada rendahnya pengelolaan pendidikan. Namun dana bukan
satu-satunya unsur yang menentukan keberhasilan usaha penyelenggaraan pendidikan.
Hasil akan tergantung pada tiga faktor kunci lainnya, yaitu: sistem, keahlian, dan moral
penyelenggara.
Masalah yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam memperoleh dan
menggunakan anggaran pendidikan nasional ialah banyak instansi atau departemen
pemerintah yang terlibat, lengkap dengan kewenangan dan otoritasnya masing-masing.
Instansi itu adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Keuangan dan Departemen lainnya yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan, yang sesungguhnya bagian dari kegiatan pendidkan nasional. Dalam
mengajukan anggaran penyelenggaraan pendidikan ke Bappenas dan anggaran rutin
pendidikan ke Kementerian Keuangan tidak ada koordinasi atau kerjasama dengan
departemen-departemen tersebut.

21
Badan penelitian dan pengembangan Kementerian Pendidikan dan Nasional
mengidentifikasikan ada sejumlah masalah yang dihadapi sistem pendidikan nasional,
antara lain:
a. Orientasi dana dari pemerintah pusat dihitung persekolah dan bukan dihitung permurid
yang benar-benar aktif hadir mengikuti belajar (jumlah resmi murid yang terdaftar
pada awal penerimaan).
b. Pemerintah daerah kurang dilibatkan dalam mencari dana.
c. Sistem pendanaan tidak transparan.
d. Akibat ketidakjelasan sistem seperti sumber-sumber dana dari pemerintah, daerah
tidak pernah menyentuh sekolah.
e. Sistem pendistribusian buku-buku pelajaran melalui bantuan dana menjadi tidak
efektif dan tidak efisien.
f. Sampai saat ini dana pendidikan Indonesia berada jauh di bawah standar dana
pendidikan secara internasional.
g. Secara keseluruhan efek dari dana yang rendah lengkap dengan sistemnya yang tidak
transparan, dan tidak efektif menjadikan pendidikan sebagai “investasi sumber daya
manusia” tidak mampu memberikan hasil yang cepat dan memadai baik untuk
pertumbuhhan ekonomi secara kolektif maupun untuk pertumbuhan mengangkat
kesejahteraan kehidupan individual, terutama bagi anak-anak sekolh dari kelompok
tani miskin dan rakyat miskin lainnya.
Seperti dikemukakan di atas, unit pendidikan, sekolah-sekolah, dan perguruan
tinggi tidak diselenggarakan di bawah otoritas akademik, tetapi dilaksanakan di bawah
otoritas kekuasaan birokrasi atau perkantoran. Oleh karenanya atmosfir akademik di
kampus-kampus pada umumnya banyak yang kurang mendorong kegairahan belajar-
mengajar. Bangunan-bangunan dan lokal-lokal belajar sempit dan saling berdekatan serta
tidak kedap suara, karena memang tidak didesain untuk kerja akademik. Kebanyakan
sekolah tidak memiliki halaman bermain, kepustakaan yang cukup menampung civitas
akademika untuk datang membaca dan belajar. Tidak ada ruang khusus diskusi, seminar,
ruang kerja dosen dan guru-guru yang relative privacy, tidak memiliki laboratorium untuk
melakukan berbagai eksperimen baik di dalam maupun diluar ruangan.

22
7. Evaluasi Diri dan Akreditasi
Evaluasi diri dilakukan oleh penyelenggara sendiri dan akreditasi dilakukan oleh
pihak luar, baik oleh pemerintah, pengguna jasa pendidikan atau stakeholder lainnya.
Sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan indonesia, pemerintah terus berupaya
melalukan pembaharuan dalam sistem akreditasi baik dalam lingkup pendidikan anak usia
dini, pendidikan non formal, sekolah dasar, menengah, menengah atas dan perguruan
tinggi. sistem akreditasi di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan nonformal di
kenal dengan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Nonformal (BAN PAUD PNF), sistem akreditasi di satuan pendidikan dasar dan menengah,
dikenal dengan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dan sistem
akreditasi diperguruan tinggi di kenal dengan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
(BAN-PT).
Pada tahun 2020 pemerintah mengeluarkan kebijakan pengalihan akreditasi
program studi dari badan akreditasi nasional perguruan tinggi ke lembaga akreditasi
mandiri. Peralihan Akreditasi Program Studi dari BAN-PT kepada Lima Lembaga
Akreditasi Mandiri (LAM) baru. Kelima LAM baru tersebut antara lain LAM Teknik, LAM
Sains Alam dan Ilmu Formal, LAM Ekonomi Management Bisnis dan Akuntansi, LAM
Informatika dan Komputer, serta LAM Kependidikan. Adanya pembaharuan ini tentunya
diharapkan dapat meningkatkan pencapaian standar mutu pendidikan.
F. Jenjang Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia, jenjang pendidikan umumnya terdiri dari berbagai tingkat sebagaimana
di jelaskan dalam UUD nomor 20 tahun 2003, jenjang pendidikan yang ada:
1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
4. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD): ini adalah tahap awal pendidikan yang ditujukan
untuk anak-anak usia dini, biasanya mulai dari usia 2 hingga 6 tahun. PAUD bertujuan
untuk memberikan dasar pendidikan yang menyenangkan dan merangsang
perkembangan anak

23
5. Pendidikan Dasar (SD): pendidikan dasar di Indonesia berlangsung selama 6 tahun,
dimulai dari Kelas 1 hingga Kelas. Selama pendidikan dasar, siswa mempelajari mata
pelajaran dasar seperti matematika, bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial dan lain-lain.
6. Pendidikan Menengah Pertama (SMP): Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, siswa
melanjutkan ke SMP, yang berlangsung selama 3 tahun (Kelas 7 hingga 9)
7. Pendidikan Menengah Atas (SMA) SMA merupakan tahap berikutnya setelah SMP,
berlangsung selama 3 tahun (Kelas 10 hingga 12). Pada tingkat ini, siswa memilih
program studi yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, seperti IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), atau Bahasa.
8. Pendidikan Tinggi: setelah menyelesaikan SMA, siswa dapat melanjutkan perguruan
tinggi atau universitas untuk mendapatkan gelar sarjana. Perguruan tinggi dan Universitas
di Indonesia menawarkan berbagai program studi di berbagai bidang, termasuk ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan humaniora.
G. Perubahan Kurikulum di Indonesia
Perubahan kurikulum di Indonesia merupakan hal yang lumrah dan terjadi secara
berkala sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pendidikan. Beberapa
perubahan kurikulum yang siginifikan dalam sejarah pendidikan Indonesia (Wirianto, 2014)
mencakup:
1. Kurikulum 1947
Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan
ialah kurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa Indonesia.
Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan pula tujuan kurikulum menurut jenjang
pendidikan. Sekolah mengharuskan menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih
disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia.
Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947:
1) Sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
2) Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
3) Jumlah mata pelajaran: Sekolah Rakyat (SR) –16 bidang studi, SMP-17 bidang studi
dan SMA jurusan B-19 bidang studi.

24
2. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran
dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional
(correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata
pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas.
Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat
dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara
korelasional itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah
terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi. Berikut
ciri-ciri kurikulum 1968:
1) Sifat kurikulum correlated subject,
2) Jumlah mata pelajaran sd-10 bidang studi, smp-18 bidang studi (bahasa Indonesia
dibedakan atas bahasa indonesia i dan ii), sma jurusan a-18 bidang studi,
3) Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan,
yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
3. Kurikulum 1975
Sebelumnya indonesia memiliki kurikulum 1975 yang mengacu pada pendidikan dasar
6 tahun dan menekankan materi pelajaran tertentu. Namun, kurikulum ini dianggapp kurang
relevan dan perlu diperbaharui. Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi
dicantumkan tujuan kurikulum, sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan
instruksional umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang
memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha agar
tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh peserta didik, setelah mata pelajaran atau
pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metode penyampaian satun bahasa ini disebut
prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI ini dibuat satuan
pelajaran yang berupa rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Ciri-ciri kurikulum 1975:
1) Berorientasi pada tujuan
2) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuantujuan yang lebih integratif.
3) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

25
4) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada
tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah
laku siswa.
5) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
4. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975.
Asumsi yang mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini adalah bahwa kurikulum
merupakan wadah atau tempat proses belajar mengajar berlangsung yang secara dinamis,
perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan
perkembangan masyarakat. Kurikulum 1984 memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2) Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif
(CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
3) Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam
dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4) Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep
yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan
latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5) Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian
materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan
abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.
Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

26
6) Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan
belajar mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan
keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai
tujuan pelajaran.
5. Kurikulum 1994:
Pada tahun 1994, pemerinah Indonesia memperkenalkan kurikulum 1994 yang
memberikan lebih banyak otonomi kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum mereka
sendiri. Kurikulum ini lebih menekankan pada pemahaman konsep daripada hafalan. Pada
kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola
pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan
muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK
(lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses
belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi)
pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti
pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. 24
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal
ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak.
Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada ketentuan-
ketentuan yuridis dan akademis di atas, maka diharapkan kurikulum 1994 telah mampu
menjembatani semua kesenjangan yang terdapat dalam dunia pendidikan di sekolah. Namun,
harapan itu sepertinya tidak terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh sedemikian banyak
dan gencarnya keluhan pengelola pendidikan mengenai berbagai kelemahan dan kekurangan
kurikulum 1994.
Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:
1) Sifat kurikulum objective based curriculum,

27
2) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
3) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
4) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
5) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial
6) Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama), dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum)
7) Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu
jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,
8) SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG) Aspek yang
dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat, sehingga sangat membebani
siswa yang berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa, sehingga mutu
pendidikan pun semakin terpuruk. Akibatnya adalah siswa enggan belajar lama di
sekolah. Jika sejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran yang menjadi momok
di sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan belajar mengajar menjadi
menyebalkan.
9) Selain itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai pihak antara
lain sebagai dosa teramat besar dari departemen pendidikan dan kebudayaan yang
mengakibatkan kemerosotan kualitas pendidikan secara berkesinambungan tanpa henti,
bahwa adanya target kurikulum telah menjadi salah satu factor pemicu untuk
penggantian kurikulum baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang telah
menghambat diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru, yang
menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam rangka pengelolaan
pendidikan. Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep pengajaran satu arah,
dari guru murid, karena apabila murid diberikan kebebasan mengajukan pendapat, maka
diperlukan banyak waktu, sehingga target kurikulum sulit untuk tercapai.
6. Kurikulum CBSA
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang menitik beratkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Pada

28
hakikatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi
kadarnya yang berbeda tergantung pada jenis kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan
yang hendak dicapai. Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk
kegiatan, seperti mendengarkan, diskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan
masalah, memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana dan sebagainya.
7. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004
Kurikulum 2004 merupakan upaya untuk modernisasi pendidikan di Indonesia dengan
menekankan pembelajaran berpusat pada siswa dan pendekatan ilmiah. Kurikulum ini
mencakup pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat
diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu,
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap
seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan
sesuatu dalam bentuk keahlian, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi
indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan
pengembangan sistem pembelajaran. Di samping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi
yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus
sebagai hasil demontrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran
lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang
disyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap, dan
dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan kecepatan dan kemampuan
masing-masing.
8. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP):
Kurikulum ini diterapkan sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
No 10 tahun 2003. Meski kurikulum KTSP hampir sama dengan KBK 2004, tetapi prinsip
penyusunannya menggunakan konsep desentralisasi pada sistem pendidikan. Pemerintah
hanya menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, lalu guru diminta

29
mengembangkan silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan peserta didik di daerah
masing-masing.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum terbaru di
Indonesia yang disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para pengembang kurikulum di
tingkat satuan pendidikan. KTSP merupakan kurikulum berorientasi pada pencapaian
kompetensi, oleh sebab itu kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) ini lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya
tanggungjawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggungjawab daerah, oleh sebab itu
dilihat dari pola atau model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model
kurikulum yang bersifat desentralistik
9. Kurikulum 2013 (K-13)
Kurikulum 2013 (K-13) adalah salah satu perubahan kurikulum paling signifikan di
Indonesia. Ini diperkenalkan pada 2013 sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global. K-13
menekankan pada pengembangan komptensi dasar sisswa, pendekatan saintifik, dan
pemahaman konsep.
Sistem kurikulum K-13 memberikan perubahan kecil dari penerapan KTSP untuk
peserta didik, K-13 juga sudah menguatkanakan pendidikan karakter dan moral serta
fokusnya sebuah pembelajaran oleh peserta didik. Sistem kurikulum merdeka
mencerminkan pembelajaran memihak kepada peserta didik, selain dari pada itu kurikulum
merdeka sendiri menjadi wadah pembelajaran yang lebih interaktif dan sesuai dengan
kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Penataan pendidikan dalam
sebuah kurikulum merdeka ini menjadi tahapan yang berproses dan selalu disempurnakan.
Selain kurikulum, sarana dan prasarana dimiliki sekolah turut mendukung keberhasilan
tercapainya tujuan pendidikan (Ramadhan, Nugraha, et al., 2021). Pelaksanaan
pembelajaran haruslah menyesuaikan dengan rambu-rambu perencanaan sebelumnya
sebagai inti dari aktivitas pembelajaran (Ramadhan et al., 2022).
Perubahan global yang cepat di berbagai bidang, termasuk pendidikan, mempengaruhi
perubahan kurikulum dari kemerdekaan ke 2013. Akibatnya, itu terbukti bahwa modifikasi
kurikulum mutlak diperlukan untuk pembangunan global. Tentu saja alasan perubahan

30
kurikulum bukanlah alasan perubahan kurikulum; melainkan pendapat yang muncul di
masyarakat tampaknya menjadi satu-satunya alasan. Saat ini, kurikulum baru, Kurikulum
Merdeka, akan menggantikan Kurikulum 2013 atau diperbaiki (Nasution et al., 2022). Salah
satu konsep terpenting dalam mentransformasi pendidikan Indonesia untuk masa depan yang
cerah adalah Kurikulum Mandiri.
Berbagai program pun digalakkan, salah satu diantaranya ialah merdeka Learning
merupakan program menggali potensi guru dan siswa untuk meningkatkan pembelajaran di
kelas (Widiyono et al., 2021). Berdasarkan hasil seleksi sebelumnya, beberapa sekolah
penggerak menerapkan Kurikulum Merdeka. Untuk saat ini, Kurikulum Merdeka dirancang
untuk digunakan di semua sekolah berdasarkan kesiapan dan keadaan mereka. Dengan
Mendikbudristek saat ini, pemerintah baru membuat dan mengembangkan Kurikulum
Mandiri. Tentu, opini publik akan kembali ke gagasan pergantian menteri akan mengubah
kurikulum. Namun, mengubah Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Mandiri tidak
sepenuhnya tentang itu. Tujuan Kurikulum Merdeka adalah untuk menyempurnakan
implementasi Kurikulum 2013 (Firmansyah, 2023).
Temuan penelitian yang dilakukan oleh (Yolanda & Wahyuni, 2020) bahwa guru
mengalami kesulitan dalam menyusun RPP, melaksanakan pembelajaran saintifik, dan
menilai pembelajaran di bawah Kurikulum 2013. Kemudian temuan (Maladerita et al., 2021)
menyatakan penerapan Kurikulum 2013 terlalu rumit. Selain itu, penelitian (Suaidy, 2017)
menambah kepercayaan pada anggapan bahwa pemerintah, lembaga sekolah, guru, orang
tua, dan siswa sendiri membatasi penerapan Kurikulum 2013.
10. Kurikulum merdeka belajar
Pada tahun 2020, pemerintah indonesia mengumumkan program “Merdeka Belajar”
sebagai langkah menuju reformasi pendidikan. Program ini mencoba memberikan lebih
banyak fleksibilitas kepada siswa dalam memilih mata pelajaran dan metode pembelajaran.
Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi beban siswa.
Kurikulum merdeka dimaknai sebagai desain pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan tenang, santai, menyenangkan, bebas stres
dan bebas tekanan, untuk menunjukkan bakat alaminya. Merdeka belajar berfokus pada
kebebasan dan pemikiran kreatif. Salah satu program yang dipaparkan oleh Kemendikbud
dalam peluncuran merdeka belajar ialah dimulainya program sekolah penggerak. Program

31
sekolah ini dirancang untuk mendukung setiap sekolah dalam menciptakan generasi
pembelajar sepanjang hayat yang berkepribadian sebagai siswa pelajar Pancasila (Rahayu,
S dkk, 2022).
Keberhasilan dalam implementasi kurikulum dibutuhkan peran seorang guru. Di mana
sejalan dengan pendapat (Ainia, 2020) “Guru sebagai subjek utama yang berperan
diharapkan mampu menjadi penggerak untuk mengambil tindakan yang memberikan hal-hal
positif kepada peserta didik”. Dengan adanya kurikulum merdeka merupakan penataan ulang
dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia yang mana (Yamin & Syahrir, 2020)
“mengemukakan bahwa pernyataan tersebut dalam rangka menyongsong perubahan dan
kemajuan bangsa agar dapat menyesuaikan perubahan zaman”. Begitu juga apa yang
disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim bahwa “reformasi pendidikan tidak
bisa dilakukan semata-mata menggunakan administrasi approach, melainkan harus
melakukan culture transformation” (Satriawan et al., 2021). Sejalan juga dengan pendapat
bahwa “konsep merdeka belajar ini kemudian dapat diterima mengingat visi misi Pendidikan
Indonesia kedepan demi terciptanya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di
berbagai bidang kehidupan” (Sibagariang et al., 2021). Dengan adanya kurikulum merdeka
diharapkan siswa dapat berkembang sesuai potensi dan kemampuan yang dimiliki karena
dengan kurikulum merdeka mendapatkan pembelajaran yang kritis, berkualitas, ekspresif,
aplikatif, variative dan progresif. “Serta adanya perubahan kurikulum baru ini diperlukan
kerjasama, komitmen yang kuat, kesungguhan dan implementasi nyata dari semua pihak,
sehingga profil pelajar pancasila dapat tertanam pada peserta didik” (Fetra Bonita Sari, Risda
Amini, 2020).
H. Problem dalam Sistem Pendidikan di Indonesia
Ada empat faktor sebagai poin penting dalam kaitannya dengan permasalahan pokok
pendidikan yang perlu segera untuk diselesaikan yaitu:
1. Masalah pemerataan pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan, dimana isu ini berkaitan dengan sistem pendidikan
seyogyanya menyiapkan peluang yang sangat besar bagi seluruh masyarakat agar dapat
mengakses pendidikan, yang mana mampu menjadi tempat bagi keberlanjutan
peningkatan sumber daya manusia. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan
bagaimana sistem pendidikan dapat meyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

32
seluruh earga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi
wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Pemerataan pendidikan yang berkaitan dengan mutu proses dan hasil pendidikan
belumlah merata. Masih banyak terdapat gap yang cukup besar pada penyelenggaraan
pembelajaran pendidikan baik di kota maupun di desa. Ugensi pemerataan pendidikan
menjadi isu yang menarik, karena apabila anak-anak yang seharusnya mengeyam
pendidikan di tingkat dasar, maka anak tersebut mempunyai kemampuan berupa
membaca, menulis dan berhitung. Dengan demikian ia mampu mengikuti tidak akan
tertinggal dengan kemajuan zaman, mereka menjadi mandiri dan tidak menjadi
penghambat dari pembanguan. Pada tingkat pendidikan dasar, kebijakan yang berkaitan
dengan tersedianya akses pendidikan yang mempertimbangan aspek kuantitatif, sebab
seluruh masyarakat perlu diberikan materi pemahaman yang seimbang. Jika dilihat
dengan seksama untuk jenjang pendidikan menengah sampai dengan pendidikan tinggi,
kebijakan berkaitan dengan pembangunan kualitatif dan relevasi, yang berhubungan
dengan minat dan bakat anak, dimana kebutuhan lapangan kerja dan pengembangan
kebudayaan dan teknologi terbarukan. Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka
ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar.
Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan,
sampai tahunan: melalui proses tatap muka, melalui mass media ataukah jarak jauh: isinya
berupa paket terbatas ataukah himpunan sejumlah paket: sumber belajarnya manusia,
barang cetak elektronik, samapai pada lingkungan alam.
2. Masalah mutu pendidikan
Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil
sebagai produses tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika
luaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai
sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Mutu pendidikan sangatlah luas
cakupannya, banyak yang hanya melihat dari kualitas luarannya. Apabila kita sadari
proses yang baik akan menghasilkan luaran yang baik pula, maka jika proses belajarnya
kurang baik maka mutu hasil yang diharapkan akan kurang baik juga. Jika terjadi
pembelajaran yang kurang optimal hal ini mengakibatkan nilai tes yang baik, sehingga
bisa dikatan hasil belajar itu semu. Hal ini mengindikasikan terdapat masalah pada

33
kualitas pendidikan yang berkaitan dengan pemrosesan pembelajaran. Proses
pembelajaran berjalan dengan baik apabila didukung oleh berbagai unsur pendidikan
diantaranya tenaga pendidik, peserta didik, sarana pembelajaran, kurikulum bahkan
lingkungan sekitar. Sebagai contoh apabila unsur sarana yang ada di sekolah tersebut
langka, sedangkan tenaga pendidik kurang trampil, hal ini menyebabkan kurang
optimalnya proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan kualitas dan hasil belajar.
Masalah mutu pendidikan berkaitan erat dengan ketersediaan akses pada semua jenjang
pendidikan, yang mana kondisi itu masih belum merata terutama di daerah pedesaan yang
masih rendah bila dibandingkan dengan di kota, masalah akses dan mutu pendidikan
memang menjadi persoalan utama pada sektor ini. Acuan usaha pemerataan mutu
pendidikan bermaksud agar sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan
segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok (kota dan desa) mengalami peningkatan
mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing. Bagi penduduk di
daerah terbelakang yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dapat dipakai
untuk hidup dan berkerja.
3. Masalah efisiensi pendidikan
Efisiensi dalam sistem pendidikan erat kaitannya dengan pemanfaatan segala
kekuatan yang dimiliki agar tercapai misi yang direncanakan. Apabila dalam
penggunaannya hemat dan cermat maka bisa disimpulkan bahwa tingkat efisiensinya
tinggi. Tetapi apabila terjadi sebaliknya, maka efisiensinya dikatakan kurang. Sistem
pendidikan yang efisien ialah dengan tenaga dan dana terbatas dapat dihasilkan sejumlah
besar lulusan yang berkualitas tinggi. Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan
bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk
mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan
efisiensi tinggi, jika terjadiyang sebaliknya, efisiensi berarti rendah. Masalah ini meliputi:
(1) kesenjangan anatar lulusan dan lapangan kerja, dimana lulusan atau angkatan kerja
lebih tinggi dari lapangan pekerjaan sehingga banyak yang tidak terserap ; (2) beberapa
daerah masih banyak guru yang mengajar diluar bidang keahliannya dan sukarnya untuk
membuat guru mau mengabdi di daerah perbatasan maupun yang minim akses ke kota
juga insentif yang berikan; (3) perkembangan tenaga pendidik yang kurang cepat seperti
perubahan kurikulum baru, sehingga banyak guru-guru yang belum siap menerima

34
kurikulum baru; (4) distribusi dan penggunaan sarana pembelajaran bila tidak seimbagi
dengan kemampuan yang handal dari penggunaannya mengakibatkan terjadi masalah di
lapangan. Kemudian perubahan kurikulum yang menyebabkan bukan lama tidak terpakai,
karena pemberharuan kurikulum adalah usaha menyiapkan bahan dan kompetensi yang
harus dimiliki oleh luaran supaya diterima pasar.
4. Masalah relevansi pendidikan
Masalah relevansi berkaitan dengan sistem pendidikan dan pembangunan secara
umum serta kepentian perseorangan, masyarakat secara jangka pendek maupun jangka
panjang. Masalah ini membahas seberapa dalam sistem pendidikan bisa menciptakan
karya yang cocok dengan keberlangsungan suatu proses pembangunan. Apabila sistem
pendidikan menciptakan output yang dibutuhkan di semua lini pembangunan, bisa
berhubungan langsung ataupun tidak dengan permintaan dunia kerja maka kualitas luaran
yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka tingkat kebutuhan tersebut sesuai dengan
yang dibangun oleh lembaga. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor
pembangunan yang beraneka ragam. Pada umumnya kriteria relevasi disebutkan diatas
cukup ideal apabila dihubungan dengan keadaan yang ada di Indonesia dimana: (1)
kualitas lembaga pendidikan masih bervariasi; (2) sistem pendidikan kita banyak yang
menciptakan output yang siap diterima di dunia kerja; (3) belum dimilikinya roadmap
kebijakan kebutuhan tenaga kerja yang mana dapat dipakai untuk menyiapkan lulusan
yang bisa diterima di dunia kerja.

35
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan adalah sebuah proses yang berfokus pada pengembangan pengetahuan,
keterampilan, nilai-nilai, karakter, dan pemberdayaan individu. Ini adalah proses seumur hidup
yang berperan penting dalam membentuk individu dan masyarakat. Prinsip-prinsip pendidikan
melibatkan prinsip demokratis, pemberdayaan sepanjang hayat, sistemik, terbuka, multimakna,
legalitas, ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, dan
memberdayakan masyarakat, sedangkan unsur-unsur pendidikan mencakup peserta didik,
pendidik, interaksi edukatif, materi dan isi pendidikan, konteks yang mempengaruhi pendidikan,
perbuatan pendidik, lingkungan pendidikan, serta valuasi dan tujuan pendidikan.
Sistem pendidikan di Indonesia terdiri dari tiga jenjang utama: pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi. Pendidikan dasar dan menengah diatur oleh kurikulum nasional yang
bertujuan untuk mengembangkan kompetensi akademis dan karakter. Namun, sistem pendidikan
Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan, seperti kesenjangan pendidikan antar wilayah,
kurangnya akses, dan perbedaan kualitas pendidikan yang signifikan.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk memperbaiki sistem pendidikan dengan
langkah-langkah seperti peningkatan anggaran pendidikan, pelatihan guru, dan peningkatan
kualitas kurikulum. Meskipun demikian, masih ada tantangan yang harus diatasi untuk
memastikan bahwa pendidikan mencerminkan nilai-nilai budaya dan kebutuhan masyarakat
dengan lebih baik serta lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa pendidikan adalah sebuah proses penting
dalam pembentukan individu dan masyarakat Indonesia, yang membutuhkan perhatian pada
prinsip-prinsip pendidikan yang benar dan perbaikan terus-menerus dalam sistem pendidikan
untuk mencapai hasil yang lebih baik.

36
REFERENSI

Ainia, D. K. 2020. “Merdeka Belajar Dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara Dan Relevansinya
Bagi Pengembangan Pendidikan Karakter.” Jurnal Filsafat Indonesia, 3(3), 95–101
Beasley, K. L., & Mayer, F. 1964. Foundations of Education. History of Education Quarterly.
https://doi.org/10.2307/367506
Bereiter, C., & Scardamalia, M. (2014). Knowledge building and knowledge creation: one concept
two hills to climb. International Journal of Computer-Supported Collaborative Learning,
9(1), 1-12.
Brint, S., & Karabel, J. (2020). "The Sociology of Education: A Systematic Analysis." University
of California Press.
Burbules, N. C., & Torres, C. A. (2018). "Globalization and Education: Critical Perspectives."
Routledge.
Fetra Bonita Sari, Risda Amini, M. 2020. Jurnal basicedu. Jurnal basicedu, 3(2), 524–532.
https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/971
Firmansyah, H. 2023. Proses Perubahan Kurikulum K-13 Menjadi Kurikulum Merdeka. Edukatif:
Jurnal Pendidikan Indonesia. Volume 5 Nomor 2 April 2023 Halaman 1230 – 1240.
https://www.edukatif.org/index.php/edukatif/article/view/4910/pdf
Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (2018). Paradigmatic controversies, contradictions, and emerging
confluences, revisited. In Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (Eds.), The Sage Handbook of
Qualitative Research (pp. 95-105). Sage.
H.A.R Tilaar. 2006. Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta
Indonesia, R. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Indonesia.
In indonesia. https://doi.org/10.1111/j.16512227.1982.tb08455.x
King, R. B., McInerney, D. M., & Watkins, D. A. (Eds.). (2019). "The Routledge International
Handbook of Social Psychology of the Classroom." Routledge.
Maladerita, W., Septiana, V. W., Gistituati, N., & Betri, A. (2021). Peran Guru Dalam Menerapkan
Kurikulum 2013 Di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(6), 4771–4776.
Https://Doi.Org/10.31004/Edukatif.V3i6.1507
Munira. 2015. Sistem Pendidikan Di Indonesia Antara Keinginan dan Realita. Jurnal UIN
Alauddin. Volume 2 Nomor 2 Desember. https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/auladuna/article/view/879
Nasution, S. W. R., Nasution, H. N., & Fauzi, R. (2022). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Penerbit Nem.
Noddings, N. (2013). Caring: A relational approavh to ethic and moral education. University of
California Press.
Noddings, N. (2019). "Philosophy of Education." Westview Press.
Peters, R. S. (2009). The concept of education. In The Concept of Education.
https://doi.org/10.4324/9780203861073
Rahayu, S dkk. 2022. Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak. JURNAL
BASICEDU. Volume 6 Nomor 4 Tahun 2022 Halaman 6313 – 6319.
https://media.neliti.com/media/publications/452109-none-ef43693d.pdf
Ramadhan, I., Nugraha, T. J., Firmansyah, E., Alkahfy, R., & Rian, R. 2021. Perubahan Proses
Pembelajaran Tatap Muka Pasca Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 Di

37
Man 2 Pontianak. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 7(8), 86–93.
https://Doi.Org/10.5281/Zenodo.5746197
Saraswati, et al. 2022. Tantangan Pendidikan di Era Digital 5.0. Cirebon. Yayasan Wiyata Bastari
Samasta.
Schunk, D. H. 2012. Learning theories: An educational perspective. In Reading.
Schunk, D. H., & Greene, J. A. (2018). "Handbook of Self-Regulation of Learning and
Performance." Routledge.
Strike, K. A. (2017). The ethic of teaching ang the teaching of ethic. Teachers College Record,
119(1), 1-19.
Subianto, 2013. Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pembentukan Karakter
Berkualitas. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Volume 8 Nomor 2, agustus
2013
Sulindawati, Ni Luh Gede Erni. 2018. Analisis Unsur-Unsur Pendidikan Masa Lalu Sebagai Dasar
Penentuan Arah Kebijakan Pembelajaran Pada Era Globalisasi. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial.
Volume 4, Number 1, Juni2018, pp. 51-60.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIIS/article/view/14363/9039
Sulkipani. PRINSIP-PRINSIP DAN PRAKTIK PENDIDIKAN UNTUK MEMBANGUN
WARGANEGARA YANG DEMOKRATIS.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jbti/article/download/4543/pdf
Wasitohadi & Sri, T, R. 2023. Dinamika Sistem Pendidikan di Indonesia. Ponorogo Jawa Timur:
UWAIS Inspirasi Indonesia
Widiyono, A., Irfana, S., & Firdausia, K. 2021. Implementasi Merdeka Belajar Melalui Kampus
Mengajar Perintis Di Sekolah Dasar. Metodik Didaktik Jurnal Pendidikan Ke-Sd-An, 16(2),
102–107. Https://Doi.Org/10.17509/Md.V16i2.30125.
Widodo, Hendra. (2019) Pendidikan Holistik Berbasis Budaya Sekolah. Yogyakarta: UAD Press.
Wirianto, D. 2014. Perspektif Historis Transformasi Kurikulum di Indonesia. Islamic Student
Jurnal. Volume 2 Nomor 1 Januri-Juni. https://www.academia.edu/32791019
Woolfolk, A., Winne, P. H., & Perry, N. E. (2019). "Educational Psychology." Pearson.

38

Anda mungkin juga menyukai