Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KERANGKA OPERASIONAL PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah

“ Pendidikan Multikultural ”

Dosen Pengampu : Dr. Fatimah Purba, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok VII / PAI -7 / Semester VII

Muhammad Aldi Siagian (0301203286)

Siti Nurhalizah Sipahutar (0301203299)

Bunga Ulantika (0301203268)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt, yang masih memberikan
kita rahmat dan karunianya berupa nikmat kesehatan. Tak lupa sholawat dan salam kita
ucapkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Yang kelak kita akan mendapatkan syafaatnya
di yaumil akhir kelak. Aamiin.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Fatimah Purba, M.Pd.I. Selaku dosen
pengampu yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam pembuatan makalah ini
dengan baik, pada mata kuliah Pendidikan Multikultural. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman terhadap bantuan dan kontribusinya dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan nya, baik dari segi bahasa maupun penulisannya.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun agar makalah ini bisa lebih baik kedepannya. Terimakasih.

Medan, 19 Oktober 2023

Kelompok VII

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

A. Politik Pendidikan Multikultural...................................................................................2

B. Kurikulum Pendidikan Multikultural............................................................................5

C. Multikultural dalam Desain Pembelajaran..................................................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................14

A. Simpulan.......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan media dalam membangun kesadaran untuk saling
menerima perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai alat untuk membuka ruang
kerjasama. dalam kurikulum pendidikan dengan berbagai komponen di dalamnya (tujuan,
konten, proses, dan evaluasi) harus dikembangkan dalam konteks masyarakat dengan
berbagai keragaaman budaya (multiculture). Sekolah tidak boleh menjadi institusi yang
justru menyemaikan dan melanggengkan pandangan sempit mengenai budaya dan
realitas social.
Setiap bangsa memiliki pendidikan yang sesuai dengan system nilai dan kondisi
masyarakatnya. Untuk itu, dengan pendidikan di Indonesia harus dikembangkan dari
keunikan pola keragaman yang ada dalam masyarakat Indonesia Kerangka operasional
pendidikan multikultural merupakan sebuah gagasan dasar yang dapat dijadikan titik
tolak untuk mengembangkan pendidikan multikultural dalam tataran praktis baik di
sekolah atau dalam masyarakat. Prinsip dasar dalam kerangka operasional ini
dikembangkan dari gagasan teoriritis.
Dengan demikian, para peserta didik idealnya meningkatkan kesadaran mereka
mengenai budaya, nilai multikultural, dan wawasan multikultural untuk menanamkan
sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan SARA yang sudah menjadi realitas
kebangsaan di Indonesia, baik secara akademik maupun non-akademik. Fakta-fakta
tersebut, semakin meyakinkan semua pihak, betapa sangat urgen dan mendesak untuk
membahas mengenai Kerangka operasional Pendidikan Multikultural.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Politik Pendidikan Multikultural ?


2. Bagaimana Kurikulum Multikultural ?
3. Bagaimana Multikultural dalam Desain Pembelajaran ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Pendidikan Multikultural


Politik dan pendidikan memiliki hubungan yang berpola karena pendidikan
adalah komiditi politik yang sangat penting. Adapun bentuk pengintegrasian politik dan
pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Adanya kesadaran tentang hubungan erat antara pendidikan dan politik,


2. Adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan arah
kehidupan politik,
3. Adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara
pendidikan dan politik,
4. Diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik,
5. Pentingnya pendidikan kewargaan (Civic education). Politik pendidikan
mempunyai perbedaan dengan politik kependidikan, politik pendidikan
mencakup semua interaksi sosial yang mempengaruhi pendidikan sementara
politik kependidikan adalah upaya sadar untuk mempengaruhi input, proses, dan
output pendidikan.

Politik dan kekuasaan suatu negara memegang kunci keberhasilan pendidikan.


Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik
eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar. Ranah politik dan
kekuasaan harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang mencerdaskan dan
mencerahkan peradaban bangsa ini. Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka
kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya
bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus1.

Semenjak kemerdekaan sampai dengan era reformasi perjalanan politik


pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu di era orde lama, pada
tahun 1954, di era orde baru, dan saat ini di era reformasi. Budaya politik masyarakat
sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan masyarakat itu sendiri. Hal itu

1
Ahmad Arifi. Politik Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras, 2010

2
bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat
mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki
kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang
idealitas dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya
terletak pada politik pendidikan masyarakat.

Pendidikan memiliki peran signifikan untuk mencetak manusia-manusia yang


berkeadilan sosial, memiliki visi politik yang demokratis, dan menunjung tinggi hak dan
martabat orang lain. Tidak mengherankan apabila pendidikan multikultural berkaitan
dengan isu-isu politik, sosial, kultural, moral, edukasional dan agama. Tanpa kajian
bidang-bidang ini maka sulit untuk diperoleh suatu pengertian mengenai pendidikan
multicultural.

Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal


Ika merupakan pilar-pilar kebangsaan, maka pembangunan pendidikan Indonesia harus
menanamkan nilai-nilai patriotisme untuk membela NKRI dan menanamkan nilai-nilai
toleransi berbasis perdamaian dan kerukunan yang diamalkan dalam bentuk kesolehan
sosial. Di samping itu, Indonesia kaya sumber daya manusia, natural, kultural, dan sosial.
Oleh karena itu, arah politik pendidikan Indonesia harus meng-Indonesia, yaitu
pembangunan pendidikan yang benar-benar mendasarkan pada kekayaan, karakteristik,
dan kebutuhan Indonesia.

Adapun bentuk politik pendidikan multikultural yaitu 2:

a. Pertama, adanya disorientasi nilai-nilai Pancasila sebagai basis filosofi bangsa


Indonesia. Sejak Orde Baru Runtuh, eksistensi Pancasila mengalami resistensi,
bahkan cenderung diabaikan dari realitas hidup berbangsa dan bernegara. Hal ini
terjadi karena bangkitnya logika ‘bengkok’ masyarakat yang mengidentikkan
Pancasila dengan Orde Baru. Hipotesisnya, karena Orde Baru sudah runtuh, maka
Pancasila pun juga harus runtuh, sebab Pancasila adalah produk dari Orde Baru.
Adanya bahwa argumen menyesatkan itu rupanya tidak saja muncul di tengah
masyarakat, melainkan juga menjalar ke dunia pendidikan terutama di masa awal

2
Samsul Munir, Politik Pendidikan Islam Berbasis Multikultural: Konsep dan Strategi
Pembelajaran Agama Islam dalam Mewujudkan Islam Rahmatan Li Al- ‘Alamin. Dirosat. Jurnal of Islamic
Studies. Institut Agama Islam Pangeran diponerogo nganjuk. 2017. Vol.2. no. 2. hal.10.

3
reformasi. Hal ini dapat terlihat dari fakta akan minimnya perhatian pada
Pendidikan Pancasila baik di tingkat dasar, menengah maupun di perguruan
tinggi.
b. Kedua, adanya pergeseran nilai-nilai etis dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam pembangunan ekonomi, selain dampak positif yang didapatkan,
ia juga tidak sedikit telah membawa dampak negatif dalam relasi sosial, seperti
munculnya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan personal dan
sosial. Dalam kehidupan personal, hal ini tampak dalam bangkitnya semangat
individualisme dan kecenderungan seseorang dalam mengagungkan sikap
materialisme dan pragmatis, yang selanjutnya kecenderungan ini akan melahirkan
pribadi-pribadi yang konsumeris.
c. Ketiga, Ancaman disintegrasi bangsa. Ancaman ini tidak hanya terjadi dalam
penghayatan nilai-nilai dasar kebangsaan yang mengalami degradasi, melainkan
juga terhadap rasa kebangsaan dalam arti mengakui sesama anak bangsa dan alat
negara sebagai bagian integral dirinya yang semakin menipis. Maraknya konflik
yang bersifat vertikal dan horizontal, bahkan dengan munculnya anarkisme dan
vandalisme yang akhir-akhir ini terjadi menurutnya sudah cukup untuk dijadikan
sebagai bukti akan adanya ancaman disintegrasi tersebut.

Dari tiga persoalan yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya tersebut
adalah; pertama, kualitas pendidikan yang rendah dari berbagai jenjang, kedua,
kesenjangan sosial yang sedemikian jauh antara mereka yang miskin dan kaya, ketiga,
persoalan moral, karakter, atau akhlak bangsa. Dengan demikian, Politik pendidikan
multikultural yaitu kebijakan pemerintah suatu Negara pada bidang pendidikan yang
berupa perturan perundangan atau lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan demi
tercapainya tujuan negara. Politik pendidikan suatu negara sangat ditentukan oleh
ideologi (pandangan hidup) yang diemban negara tersebut. Faktor inilah yang
menentukan karakter dan tipologi masyarakat yang dibentuknya. Dengan demikian,
politik pendidikan dapat dipahami sebagai strategi pendidikan yang dirancang negara
dalam upaya menciptakan kualitas human resources (sumberdaya manusia) yang dicita-
citakan.

4
B. Kurikulum Pendidikan Multikultural

Kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta
didik mulai dari masuk sekolah samapai selesai, untuk mendapatkan ijazah. Diartikan
secara luas, kurikulum tidak hanya sebatas mata pelajaran yang harus diikuti oleh siswa
selama mengikuti pendidikan, tetapi meliputi segala usaha sekolah yang dapat
mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan yang
memberikan pedoman dan pegangan mengenai jenis, ruang lingkup, urutan isi, serta
proses pendidikan. Oleh karena itu kurikulum memiliki kedudukan sentral dalam seluruh
proses pendidikan, yakni sebagai pedoman dan pegangan guru dalam proses
pembelajaran.

Orde Baru menunjukkan bahwa materi kurikulum pendidikan nasional dari TK


hingga SMA, bahkan samapai Perguruan Tinggi, dari Sabang sampai Merauke, dibuat
secara seragam tanpa memperhatikan karakteristik masing-masing daerah. Padahal setiap
daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, baik menyangkut potensi alam, budaya,
agama, relasi sosial, maupun aspek-aspek lainnya.3 Antara Jawa dengan luar Jawa, desa
dengan kota, dan antara daerah terbuka dengan daerah terisolasi mempunya potensi
berbeda, tetapi diterapkan kurikulum dan alat evaluasi yang sama. Akibatnya, selain
terjadi ketimpangan, pendidikan juga membuat anak didik tercerabut dari lingkungannya,
sebab apa yang mereka pelajari di sekolah berbeda jauh dengan kehidupan mereka sehari-
hari.

Karena masyarakat kita majemuk, maka kurikulum yang ideal adalah kurikulum
yang dapat menunjang proses anak didik menjadi manusia demokratis, dan menekankan
penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang utuh, yaitu generasi muda
yang tidak hanya pandai, tetapi juga bermoral dan etis, dapat hidup dalam suasana
demokratis, dan menghormati hak orang lain. Memperhatikan masyarakat Indonesia yang
bersifat majemuk, maka kurikulum pendidikan multikultural seharusnya berisi tentang
materi-materi yang dapat menghadirkan lebih dari satu perspektif tentang suatu fenomena
kultural. Untuk menghadirkan keragaman perspektif dalam kurikulum ini, menurut James
A. Bank yang dikutip Zoran Minderovic dapat dilakukan dengan empat tahapan, yaitu:

3
Ida Zahara Adibah. Pendidikan Multikultural sebagai wahana pembentukan karakter. Jurnal
madaniyah, 2014. hal. 10.

5
(a) tahap kontribusi (contribution level), (b) tahap penambahan (additive level), (c) tahap
perubahan (transformative level), dan (d) tahap aksi soial (social action level).

Kurikulum berbasis multikultural juga perlu memasukan materi dan bahan ajar
yang berorientasi pada penghargaan kepada orang lain dan kelompok lain. Demi
terwujudnya tujuan kurikulum tersebut, ada empat hal yang harus diperhatikan oleh guru,
yaitu:

(1) Posisi anak didik sebagai subyek dalam belajar;

(2) Cara belajar anak didik yang ditentukan oleh latar belakang budayanya;

(3) Lingkungan budaya mayoritas masyarakat dan pribadi anak didik adalah entry
behavior kultur anak didik;

(4) Lingkungan budaya anak didik adalah sumber belajar.

Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memberikan penekanan


terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan
tingkat pluralitas yang tinggi. Dengan pendidikan multikultural diharapkan lahir
kesadaran dan pemahaman secara luas yang diwujudkan dalam sikap yang toleran. Para
ahli kurikulum, menyadari bahwa kebudayaan adalah salah satu landasan dalam
pengembangan kurikulum. Murray Print menyatakan pentingnya kebudayaan sebagai
landasan bagi kurikulum dengan mengatakan bahwa Curriculum is a construct of that
cultur4.

Indonesia dalah Negara yang kaya dengan budaya, seperti dinyatakan dalam
ungkapan “Bhineka Tunggal Ika”. Apabila kebudayaan dijadikan salah satu landasan
yang kuat dalam pengembangan kurikulum, maka proses pengembangan kurikulum di
Indonesia harus pula memperhatikan keragaman kebudayaan yang ada. Artinya,
pendekatan multikulturalis dalam pengembangan kurikulum di Indonesia adalah suatu
keharusan yang tak dapat diabaikan lagi. Pengembangan kurikulum yang menggunakan
pendekatan multikultural haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

4
Azyumardi, Azra, Pendidikan Agama Membangun Multikultura Indonesia, dalam Zakiyuddin
Baidhowy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Erlangga, Jakarta. 2005.

6
1) Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat, teori model, dan
hubungan sekolah dengan lingkungan sosial-budaya.

2) Keragaman budaya menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai komponen


kurukulum seperi tujuan, konten, proses dan evaluasi.

3) Budaya di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan obyek studi yang
harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar anak didik, dan

4) Kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan


kebudayaan nasional.

Pengembangan kurikulum masa depan berdasarkan pendekatan multikultural


dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah berikut:

1) Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku seragam seperti saat ini kepada filosofi
yang lebih sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit
pendidikan. Untuk tingkat pendidikan dasar, filosofi konservatif seperti esensialisme dan
perenialisme haruslah dapat diubah ke arah filosofi kurikulum yang progresif seperti
humanize, progresivisme, dan rekonstruksi sosial, yang lebih menekankan pendidikan
sebagai upaya mengembangkan kemampuan kemanusiaan peserta didik baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat, bangsa dan dunia.

2) Teori kurikulum tentang konten (curriculum content) haruslah berubah dari yang
mengartikan konten sebagai aspek substantive yang berisikan fakta, teori, dan
generalisasi kepada pengertian yang mencakup pula nialai, moral, prosedur, proses, dan
keterampilan yang harus dimiliki anak didik.

3) Teori yang digunakan dalam kurikulum masa depan yang memperhatikan keragaman
sosial, budaya, ekonomi dan politik tidak lagi hanya mendasarkan diri pada teori
psikologi belajar yang bersifat individualistik dan menempatkan anak didik dalam suatu
kondisi value free, tetapi harus pula didasrkan pada teori belajar yang menempatkan anak
didik sebagai mahluk sosial, budaya, politik, dan hidup sebagai anggota aktif masyarakat,
bangsa dan dunia.

4) Proses belajar yang dikembangkan untuk anak didik juga harus berdasarkan proses
yang dimiliki tingkat isomorphism yang tinggi dengan kenyataan sosial. Artinya, proses

7
belajar yang mengandalkan anak didik belajar secara individualistis dan bersaing secara
kompetitiv-individualistis harus ditinggalkan dan diganti dengan cara belajar
berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam suatu situasi positif. Dengan cara
demikian, perbedaan antar individu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan
kelompok dan anak didik terbiasa hidup dengan berbagai keragaman budaya, sosial,
intelektualitas, ekonomi, dan aspirasi politik.

5) Evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan


kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan, dan konten yang dikembangkan. Alat
evaluasi yang digunakan haruslah beragam, sesuai dengan sifat tujuan dan informasi yang
ingin dikumpulkan, dengan menerapkan Penilaian Berbasis Kelas (PKB) dengan berbagi
ragamnya seperti potofolio, catatan, observasi, wawancara, performance test, proyek, dan
produk.

Dalam kaitannya dengan penyusunan kurikulum pendidikan multikultural, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan:

a. Pertama, penyusunan kurikulum harus didasarkan kepada keimanan pada Tuhan


Yang Maha Esa, norma-noram, atau nilai-nilai absolute yang diambil dari agama-
agama besar di dunia dan hubungan integral antara Tuhan, manusia, dan alam.
b. Kedua, karena ilmu pengetahuan dari Tuhan, manusia tidak dapat disebut sebagai
pembuat ilmu pengetahuan. Namun, karena manusia dapat dengan mudahnya
menemukan aspek-aspek yang terkandung di dunia ini, maka nilai-nilai
kemanusiaan dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk menyeleksi,
menginvestigasi, dan menikmati adanya sebuah kebenaran.
c. Ketiga, peserta didik diharuskan mengetahui hierarki antara ilmu pengetahuan dan
sumber nilai. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui sebuah pengalaman yang harus
tunduk terhadp pengetahuan rasional, dan pengetahuan rasional harus tunduk
terhadap norma-norma agama yang dating dari Tuhan.
d. Keempat, keimanan dan nilai-nilai harus diakui sebagai dasar kebudayaan
manusia. Oleh sebab itu, keduanya tidak boleh dipisahkan dalam proses belajar-
mengajar. Ilmu pengetahuan tidak harus ditunjukkan sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan pandangan agama. Dengan demikian, dalam pendidikan hal
itu harus digunakan untuk mendorong nilai-nilai yang baik.

8
e. Kelima, manusia tidak dapat mengetahui kebenaran absolute, tetapi suatu
kebenaran dapat direalisasikan pada level yang berbeda-beda melalui perasaan,
pemikiran, intuisi, dan intelektual. Keempat bentuk ini harus bekerja secara
harmoni dan terintegrasikan ke dalam sebuah system pendidikan yang
konprehensif.
f. Keenam, peserta didik harus didorong untuk mengetahui prinsi-prinsip unity and
diversity dan menyadari adanya dasar-dasar keamanan yang menembus dunia
biologis dan psikis. Ini sebuah refleksi terhadap kesatuan prinsip-prinsip
pencapaian dunia.

Model pendidikan multikultural mencakup kurikulum yang resmi serta the hidden
curriculum (kurikulum tak tertulis dan terencana tetapi proses internalisasi nilai,
pengetahuan, dan keterampilan justru terjadi di kalangan peserta didik). Dalam kurikulum
resmi, pendidikan multikultural sebaiknya diintegrasikan ke semua mata pelajaran dan
kegiatan lintas kurikulum. Sebaiknya wawasan multikulturalisme tidak dimasukkan
sebagai beban tambahan sebagai mata pelajaran baru dalam kurikulum yang sudah
dirasakan amat berat oleh guru dan peserta didik5. Model kurikulum multikultural
mengintegrasikan proses pembelajaran nilai, pengetahuan, dan keterampilan hidup dalam
masyarakat yang multikultural. Muatan nilai, pengetahuan, dan keterampilan
multikultural ini bisa didesain sesuai tahapan perkembangan anak dan jenjang
pendidikan. Muatan-muatan nilai multikultural perlu dirancang dalam suatu strategi
proses pembelajaran yang mendorong terjadinya internalisasi nilai-nilai.

C. Multikultural dalam Desain Pembelajaran

Banyak model kurikulum yang dapat digunakan para pendidik pada lembaga
pendidikan formal. Misalnya Kurikulm Berbasis Multikultural. Model kurikulum
Berbasis Multikultural berbeda dengan kurikulum-kurikulum lainnya. Kurikulum
tersebut merupakan aliran pendidikan yang memiliki keterkaitan dengan tiga filosofi
pendidikan yang dikemukakan oleh Theodore Brameld, yaitu; perenialisme,
esensialisme, progresifisme dan rekonstruksionalisme. Perenialisme, pada dasarnya

5
Ismail Fuad, Konsep Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Islam. Skripsi: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2009. hal. 98.

9
adalah sudut pandang dimana sasaran yang laik dicapai oleh pendidikan adalah
kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan kebenaran, dan nilai, yang abadi, tak
terikat waktu, tak terikat ruang.

1) Esensialisme, tugas manusia adalah memamhami hokum dan tatanan alam semesta
hingga bias menghargai dan menyesuiakan diri dengannya.

2) Progresifisme, memiliki karakteristik progresifitas pendidikan yang duniawi,


menjelajah, aktif dan evolusioner, terutama berorientasi kepada sebuah tafsiran tentang
cara hidup liberal dalam budaya Amerika.

3) Rekontrusionisme, memandang bahwa puncak pendidikan tidak terpisahkan dari latar


belakang social dalam era kesejarahan tertentu. Pikiran adalah sebuah produk dari
kehidupan masyarakat tertentu. Dewy memfokuskan tentang kurikulum kepada
pengalaman sehari-hari siswa6.

Dengan mempersiapkan peserta didik untuk aktivitas kehidupan tertentu,


pendidikan memungkinkan peserta didik untuk mampu memecahkan masalah-masalah
mereka hadapi secara teratur. Dengan demikian pendidikan multikultural yang
dikembangkan diarahkan pada beberapa kompetensi dasar, diantaranya:

1) Mengembangkan kompetensi akademik standar dasar (standar and basic academic


skills) tentang nilai persatuan dan kesatuan, demokrasi, keadilan, kebebasan, persamaan
derajat atau saling menghargai dalam beraneka jenis keragaman.

2) Mengembangkan kompetensi sosial agar dapat menumbuhkan pemahamn yang lebih


baik (a better understanding) tentang latar belakang budaya dan agama sendiri dan juga
budaya dan agama lain dalam masyarakat.

3) Mengembangkan kompetensi akademik untuk menganalisis dan membuat keputusan


yang cerdas (intelligent decisions) tentang isu-isu dan masalah keseharian (real-life
problems) melalui sebuah proses demokratis atau penyelidikan dialogis (dialogical
inquiry).

6
Suniti, Kurikulum Pendidikan Berbasis Multikultural. IAIN Syaekh Nurjati Cirebon. Jurnal
Edueksos, 2014. Vol. III, No.2. hal. 37.

10
4) Membantu mengonseptualisasi dan mengaspirasikan konstruksi masyarakat yang lebih
baik, demokratis, dan egaliter tanpa ada diskriminasi, penindasan, dan pelanggaran
terhadap nilai-nilai yang universal.

Sejalan dengan konsep ini, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
mengemabangkan kurikulum, Pertama, hakekat dan kebutuhan peserta didik. Kedua,
hakikat dan kebutuhan masyarakat. Ketiga, masalah pokok yang diminati peserta didik
untuk mengembangkan diri sebagai pribadi yang matang dan mampu menjalin hubungan
dengan pribadi lain dan masyarakat.

Berdasarkan tujuan dan isi model kurikulum multikultural, ada beberapa metode
desain yang menjadi ciri dari model tersebut, yaitu:

a. Belajar secara berkelompok, jika memungkinkan dalam kelompok anggota kelompok


yang memiliki latar belakang budaya, etnis, gender atau agama berbeda, agar antara
peserta didik yang satu dengan yang lainnya terjadi proses interaksioanal. Dengan catatan
bahwa proses pembelajaran tidak ada kompetisi, tatapi yang ada adalah kerjasama,
pengertian dan konsensus.

b. Belajar dipusatkan pada lingkungan masyarakat multikultural untuk menghadapi


masalah-masalah sosial yang mendesak.

c. Model kurikulum rekonstruks sosial penekanannya pada diversitas budaya dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut juga karena mengacu pada kata
pendidikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu
untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta
kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Dalam prakteknya, belajar merupakan
kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seseorang dengan yang lainnya.

Desain Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar Pendidikan multikultural


idealnya direncanakan dengan sebuah desain pengembangan kurikulum yang integratif,
sequentif dan didukung dengan lingkungan serta struktur dan budaya yang bisa
memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap dan perilaku multikultur. Oleh

11
karena itu, ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam melaksanakan pendidikan
multikultural, yaitu7:

1. Pemilihan materi pelajaran harus terbuka secara budaya didasarkan pada siswa.
Keterbukaan ini harus menyatukan opini–opini yang berlawanan dan interprestasi-
interprestasi yang berbeda.

2. Isi materi pelajaran yang dipilih harus mengandung perbedaan dan persamaan dalam
lintas kelompok.

3. Materi pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat.

4. Pengajaran semua pelajaran harus menggambarkan dan dibangun berdasarkan


pengalaman dan pengetahuan yang dibawa peserta didik ke kelas, dan

5. Pendidik hendaknya menggunakan model pembelajaran yang interaktif dan


kontekstual agar supaya mudah dipahami oleh peserta didik (Ibrahim, 2013).

Selanjutnya, Tilaar juga mengemukakan empat prinsip yang perlu dipegang dalam
menerapkan pendidikan multikultural, yaitu sebagai berikut.

1. Tujuanya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya


(berperadaban).

2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai


kelompok etnis (kultural),

3. Metodenya demokratis, yakni menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman


budaya bangsa dan kelompok etnis (multiculturalis),

4. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi
persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. (Tilaar, 2005).

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, penulis mengajukan tiga tahap


pengembangan desain pendidikan multikultural di Sekolah Dasar, yaitu:

1) Menganalisis faktor-faktor potensial bernuansa multikultural,

7
Hamdan H. B. Dessy N.A. Desain Pengembangan Pendidikan Multikultural disekolah dasar.
Jurnal, Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin. 2008. hal. 3.

12
2) Menetapkan pendekatan, metode, dan media pembelajaran berbasis multikultural, dan

3) Menyusunan rancangan pembelajaran berbasis multikultural.

Adapun Desain Pendidikan multikultural di Indonesia yaitu 8:

a. Pendidikan Multikultural menjadi empat yang sangat sentral untuk membangun


masyarakat yang demokratis.
b. Model pendidikan multikultural harus berdasarkan pancasila, yang disepakati
para tokoh bangsa, karena pancasila diidealkan sebagai kemajemukan yang
menjunjung tinggi, etika, moral, HAM.
c. Model pendidikan multikultural di Indonesia harus didasarkan pada kondisi
perkembangan sosial politik, ekonomi, budaya, yang aktual, real, untuk
mewujudkan masyarakat indonesia yang toleransi.
d. Desain pendidikan tidak diberikan dalam satu mata pelajaran yang terpisah
melainkan terintegrasi dalam mata pelajaran yang relevan, didalamnya
mengandung nilai-nilai moral, kewarganegaraan dan disajikan dalam budaya
lembaga pendidikan.
e. Pembelajaran dibuat dengan desain memiliki ciri, masyarakat madani yaitu
melahirkan persatuan nasional, memberi kesempatan yang luas bagi setiap warga
negara.
f. Desain pembeljaran dibuat dengan memperhatikan pengetahuan tentang berbagai
suku,
etnis, adat, tradisi, agama, bahasa daerah, di Indonesia dan dunia.

8
Tilar H.A.R. Multikulturalisme. Jakarta Grasindo. 2004.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa,


Politik pendidikan multikultural yaitu kebijakan pemerintah suatu Negara pada bidang
pendidikan yang berupa perturan perundangan atau lainnya untuk menyelenggarakan
pendidikan demi tercapainya tujuan negara. Politik pendidikan suatu negara sangat
ditentukan oleh ideologi (pandangan hidup) yang diemban negara tersebut. Adapun
bentuk politik pendidikan multikultural yaitu : Adanya disorientasi nilai-nilai Pancasila
sebagai basis filosofi bangsa Indonesia. adanya pergeseran nilai-nilai etis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, dan Ancaman disintegrasi bangsa.

Kurikulum multikultural mengintegrasikan proses pembelajaran nilai,


pengetahuan, dan keterampilan hidup dalam masyarakat yang multikultural. Muatan nilai,
pengetahuan, dan keterampilan multikultural ini bisa didesain sesuai tahapan
perkembangan anak dan jenjang pendidikan. Muatan-muatan nilai multikultural perlu
dirancang dalam suatu strategi proses pembelajaran yang mendorong terjadinya
internalisasi nilai-nilai.

Model kurikulum Berbasis Multikultural berbeda dengan kurikulum-kurikulum


lainnya. Kurikulum tersebut merupakan aliran pendidikan yang memiliki keterkaitan
dengan tiga filosofi pendidikan yang dikemukakan oleh Theodore Brameld, yaitu;
perenialisme, esensialisme, progresifisme dan rekonstruksionalisme. Ada tiga hal yang
harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum, Pertama, hakekat dan kebutuhan
peserta didik. Kedua, hakakat dan kebutuhan masyarakat. Ketiga, masalah pokok yang
diminati peserta didik untuk mengembangkan diri sebagai pribadi yang matang dan
mampu menjalin hubungan dengan pribadi lain dan masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Arifi. 2010. Politik Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.

Munir,S. 2017. Politik Pendidikan Islam Berbasis Multikultural: Konsep dan Strategi
Pembelajaran Agama Islam dalam Mewujudkan Islam Rahmatan Li Al- ‘Alamin.
Dirosat. Jurnal of Islamic Studies. Institut Agama Islam Pangeran diponerogo
nganjuk. Vol.2. no. 2.

Adibah, I Zahra. 2014. Pendidikan Multikultural sebagai wahana pembentukan karakter.


Jurnal madaniyah.

Azyumardi, Azra, 2005. Pendidikan Agama Membangun Multikultura Indonesia, dalam


Zakiyuddin Baidhowy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Erlangga,
Jakarta.

Ismail Fuad, 2009. Konsep Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Islam. Skripsi:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Suniti, 2014. Kurikulum Pendidikan Berbasis Multikultural. IAIN Syaekh Nurjati


Cirebon. Jurnal Edueksos, Vol. III, No.2.

Hamdan H. B. Dessy N.A. 2008. Desain Pengembangan Pendidikan Multikultural


disekolah dasar. Jurnal, Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin.

H.A.R. Tilar, 2004. Multikulturalisme. Jakarta Grasindo.

15

Anda mungkin juga menyukai