Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“HUBUNGAN KARYAWAN DENGAN LINGKUNGAN KANTOR,


MEMBANGUN MOTIVASI KARYAWAN, SUPERVISI PERKANTORAN,
SUPERVISI EFEKTIF”

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perkantoran

Dosen Pengampu

Dra. Kasmawati, M.M

Di susun Oleh kelompok 13

1. HASLINDA (20300118078)
2. ANDI UMI RAHAYU (20300118085)
3. MUH. RIZKY AQSA K (20300117068)
4. MAHRUF (20300115049)

Jurusan Manajemen Pendidikan Islam


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Perkantoran, selain itu
makalah ini juga bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami secara
jelas mengenai hubungan karyawan dengan lingkungan kantor, membangun motivasi
karyawan, supervisi perkantoran, supervisi efektif. Kami sangat menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa
adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terimakasih kepada Ibu
Dra. Kasmawati, M.M selaku dosen Mata Kuliah Manajemen Perkantoran.

Demikian makalah ini kami susun, semoga dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun kami
harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya.

Sinjai, 22 November 2020

Kelompok 13

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................1
C. TUJUAN........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3

A. HUBUNGAN KARYAWAN DENGAN LINGKUNGAN KANTOR.........3


B. MEMBANGUN MOTIVASI KARYAWAN................................................8
C. SUPERVISI PERKANTORAN DAN SUPERVISI EFEKTIF.....................13

BAB III PENUTUP....................................................................................................23

KESIMPULAN..........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hubungan antar manusia merupakan hal yang sangat penting dalam


meningkatkan kinerja karyawan karena dapat meningkatkan komunikasi seperti
pikiran, perasaan serta lebih bisa bekerja sama dalam melakukan pekerjaan secara
bersama sama. Hal ini bertujuan untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis
sesama karyawan sehingga karyawan bisa merasa nyaman, fokus dan mudah dalam
melaksanakan tugas serta menghasilkan hal hal yang positif terhadap kinerja
karyawan.

Tokoh yang penting dalam pekerjaan pergerakan adalah pengawas (supervisor).


Hampir tiap rencana, kebijaksanaan, dan keputusan yang berasal dari puncak struktur
organisasi harus merembes ke bawah melalui tingkat pengawasan, karena tempatnya
yang strategis baik untuk mempengaruhi maupun untuk melaksanakan teknik-teknik
penggerakan, untuk melatih mereka, untuk meningkatkan keamanan, dan untuk
membentuk regu-regu yang melaksanakan tugas-tugas tertentu.

Sesungguhnya banyak masalah manajemen dapat dikurangi menjadi tugas-tugas yang


sederhana apabila para pengawas dapat memperoleh kerjasama yang penuh dan
mengembirakan dari semua pegawai. Pencapaian produksi kantor yang memuaskan
dan pembentukan suasana kerja yang menguntungkan sebagian besar tergantung
kepada mutu pengawasan kantor.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan karyawan dengan lingkungan kantor?
2. Bagaimana membangun motivasi karyawan?
3. Apa supervisi perkantoran dan supervisi efektif?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan karyawan dengan lingkungan kantor.
2. Untuk mengetahui cara membangun motivasi karyawan.
3. Untuk mengetahui supervisi perkantoran dan supervisi efektif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan Karyawan dengan Lingkungan Kantor

Hubungan antar manusia ialah hubungan kemanusiaan yang harmonis tercipta


atas kesadaran dan keinginan individu demi terpadunya keinginan bersama. Dalam
sebuah perusahaan, karyawan juga dituntut untuk memiliki hubungan kemanusiaan
yang baik antara sesama karyawan dan pemimpin atas. 

Kinerja karyawan yang berkualitas dapat menghasilkan dampak positif terhadap


keberhasilan sebuah perusahaan. Selain itu, suatu kinerji karyawan baik atau buruk
menjadi tolak ukur sebuah perusahaan untuk melakukan pengambilan keputusan yang
efektif dan efisien. Namun, tidak semua karyawan memiliki kualitas yang bisa
membuat kinerja dengan baik. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja dari
setiap karyawan yaitu hubungan antar manusia.

Lingkungan kerja fisik dapat di artikan semua keadaan yang ada disekitar
tempat kerja, yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Menurut Sedarmayanti
(2009:22) yang dimaksud lingkungan kerja fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik
yang terdapat disekitar tempat kerja dimana dapat mempengaruhi kerja karyawan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Sihombing (2004:175)
lingkungan kerja fisik adalah salah satu unsur yang harus digunakan perusahaan
sehingga dapat menimbulkan rasa aman, tentram dan dapat meningkatkan hasil kerja
yang baik untuk peningkatan kinerja karyawan. Selanjutnya menurut Nitisemito
(2000:184) beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik meliputi
warna, kebersihan, sirkulasi udara, penerangan dan keamanan. Sedangkan menurut
Setiawan (2008:83) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu lingkungan

3
kerja diantaranya adalah temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisingan, getaran mekanis dan keamanan.

Menurut Sedarmayanti (2009:31) lingkungan kerja non fisik adalah semua


keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan
maupun dengan sesama rekan kerja, ataupun dengan bawahan. Kondisi yang
diciptakan perusahaan terkait dengan lingkungan kerja non fisik meliputi suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan dan pengendalian
diri. Menurut Ahyari (2001:126) faktor lain dalam lingkungan kerja non fisik yang
tidak boleh diabaikan adalah hubungan karyawan di dalam perusahaan yang
bersangkutan tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam menciptakan suasana
lingkungan kerja yang baik yaitu dengan menciptakan hubungan / interaksi antar
karyawan yang baik pula agar suasana kerja yang tercipta akan lebih nyaman dan
harmonis sehingga karyawan akan lebih semangat dalam meningkatkan kinerjanya.

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kinerja karyawan seperti yang


dikemukakan Robbins (2002:36), bahwa para karyawan menaruh perhatian yang
besar terhadap lingkungan kerja mereka, baik dari segi kenyamanan pribadi maupun
kemudahan melakukan pekerjaan dengan baik. Lingkungan kerja dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Terciptanya
lingkungan kerja yang baik dapat berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik juga berpengaruh terhadap
motivasi dan semangat kerja karyawan karena apabila lingkungan kerja di perusahaan
tersebut nyaman dan menyenangkan tentunya karyawan dapat meningkatkan
kinerjanya sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.

Sumber daya manusia merupakan sebuah aset yang sangat penting dalam
kemajuan sebuah perusahaan. Nah, salah satu yang terpenting dan yang berkaitan
dengan sumber daya manusia adalah permasalahan kinerja karyawan. Setiap

4
karyawan dituntut untuk memiliki kinerja yang baik agar dapat mewujudkan
keberhasilan di sebuah perusahaan.

Diketahui bahwa karyawan sulit meningkatkan kinerja kerja mereka


dikarenakan kurangnya kerja sama antar sesama karyawan dalam menjalankan tugas
kerja serta masih ada beberapa karyawan lainnya yang merasa akan tersaingi
sehingga mengakibatkan kurang maksimalnya karyawan dalam memberikan bantuan
dan pengetahuan kepada karyawan lain.  Ada beberapa juga rekan kerja yang acuh
tak acuh dan kurang peduli terhadap rekan kerjanya sesama karyawan serta ada
pimpinan yang kurang peduli kepada karyawannya dan tidak mengenali seluk beluk
karyawannya, sehingga menimbulkan hubungan  di perusahaan tersebut kurang
harmonis yang mengakibatkan karyawan kurang maksimal dalam melakukan
pekerjaannya dan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Demikian pula halnya terhadap mental kerja yang dimiliki karyawan yang
sangat mempengaruhi kinerja karyawan pada perusahaan. Hal ini disebabkan
pimpinan yang selalu memberikan tekanan kepada karyawan untuk terus
meningkatkan kinerja tetapi dengan cara penyampaian yang kurang tepat, tak jarang
perkataan dari pimpinan bisa membuat mental para karyawan menjadi terpuruk
sehingga membuat karyawan tersebut tidak bersemangat untuk bekerja dan
mengakibatkan kurang baiknya kinerja karyawan di perusahaan tersebut.

Menurut Effendy (2009) ia menyatakan bahwa hubungan antar manusia


merupakan komunikasi persuasif yang dapat dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain secara langsung atau bertatap muka dalam situasi kerja dan dalam organisasi
yang bertujuan untuk meningkatkan semangat karyawan dalam bekerja dan bekerja
sama agar dapat mencapai hasil yang baik dan memuaskan. 

Sedangkan Hubungan antar manusia menurut Hasibuan (2009) adalah


hubungan kemanusiaan yang harmonis, tercipta atas kesadaran dan keinginan

5
individu demi terpadunya keinginan bersama. Dan Menurut Davis (2009) hubungan
antar manusia adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain baik dalam situasi
tentang kerja atau dalam organisasi kekaryaan.

Selanjutnya, Menurut Siagian (2012), inti keberhasilan manajemen adalah


kepemimpinan, sedangkan inti kepemimpinan adalah hubungan antar manusia, baik
atau buruknya manajemen tergantung pada baik atau buruknya kepemimpinan
seorang pimpinan, sedangkan kepemimpinan tersebut tergantung dari baik atau
buruknya hubungan antar manusia yang diterapkan di instansi atau perusahaa,
hubungan antar manusia yang dimaksudkan adalah hubungan yang baik dan
dilakukan antara karyawan dengan sesama karyawan dan karyawan dengan atasan
dalam instansi atau perusahaan tersebut.

Menurut Gibson dan Ivancevich (2010) ada beberapa faktor yang


memengaaruhi hubungan antar karyawan yaitu:

1. Komunikasi. Melalui komunikasi diharapkan karyawan dapat membangun


kepercayaan diantara sesama karyawan di dalam suatu organisasi atau
perusahaan.

2. Kepercayaan. Kepercayaan di antara sesama karyawan karyawan harus


dibangun agar komunikasi di dalam organisasi atau perusahaan tidak
terganggu dan hubungan antar karyawan terjalin dengan baik.

3. Etika. Pelanggaran etika dapat menyebabkan stres dan tekanan dalam diri
seorang karyawan yang berdampak pada kinerja karyawan yang menurun.

4. Keadilan. Perusahaan atau organisasi harus memperlakukan semua karyawan-


karyawannya dengan perlakukan yang konsisten dalam berbagai situasi
sehingga tidak adanya rasa iris dan dengki antara karyawan.

6
5. Perasaan. Menunjukkan rasa empati dan memberi perhatian kepada seluruh
karyawan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam
membangun hubungan antara perusahaan atau organisasi dan karyawan.

6. Persepsi dan Keyakinan. Banyaknya komunikasi yang terjalin di dalam suatu


organisasi atau perusahaan akan membuat karyawan semakkn yakin dan
persepsi karyawan terkait dengan kenyataan yang sebenarnya di tempat
kerjanya.

7. Harapan yang jelas. Di mata karyawan, mengetahui apa yang diinginkan dari
mereka dapat membuat karyawan mengurangi stres dan membantu karyawan
untuk tetap fokus pada pekerjaan yang diberikan kepadanya.

8. Pemecahan konflik. Menyelesaikan konflik yang timbul dengan cara yang adil
dan cepat, merupakan salah satu harapan utama suatu organisasi bila ingin
menciptakan employee relation yang baik dalam organisasi.

Nitisemito dalam bukunya yang berjudul "Manajemen


Personalia" mengungkapkan bahwa Lingkungan Kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas-
tugas yang dibebankan”.

Sedarmayanti di dalam buku "Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja"


menyebutkan bahwa lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode
kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai peseorangan maupun sebagai
kelompok.

Menurut Sondang P. Siagian dalam bukunya "Manajemen Sumber Daya


Manusia" disebutkan bahwa lingkungan kerja adalah keadaan fisik dimana seseorang

7
melakukan tugas kewajibannya sehari-hari termasuk kondisi ruang yaitu baik dari
kantor maupun pabrik.
Menurut Rivai dalam bukunya "Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan", menyebutkan Lingkungan Kerja merupakan elemen-elemen organisasi
sebagai system sosial yang mempunyai pengaruh yang kuat di dalam pembentukan
perilaku individu pada organisasi dan berpengaruh terhadap prestasi organisasi..

Dari penjabaran definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian


lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang berada di sekitar pekerjaan dan yang
dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti pelayanan
karyawan, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan yang
bersangkutan.

B. Membangun Motivasi Karyawan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability)


dan faktor motivasi (motivation). Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang
berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
seorang karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan
kondisi yang menggerakan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja). Sikap mental yang mendorong diri karyawan untuk
berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus
sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan
situasi). Artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan,
dan menciptakan situasi kerja.

Dikutip oleh Soleh Purnomo (2004 : 36), menyatakan bahwa motivasi adalah
daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela
untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga

8
dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Ernest J. McCormick dalam Mangkunegara (2009 : 94), menyatakan bahwa


motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003 : 58), menyatakan bahwa motivasi
adalah merupakan proses pemberian dorongan kepada karyawan supaya dapat bekerja
sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan organisasi secara
maksimal. Berdasarkan dari beberapa pendapat tokoh diatas, dapat disimpulkan
bahwa motivasi merupakan upaya mendorong dan mempengaruhi seseorang untuk
bekerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi
secara optimal.

Sunarti (2003 : 22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan,
dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya
produktivitas kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat
mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya
terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat
memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal
ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian
tujuan dari organisasi.

Soleh Purnomo (2004 : 37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber
motivasi yaitu :

1. Kemungkinan untuk berkembang,


2. Jenis pekerjaan,

9
3. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan
tempat mereka bekerja.

Terry dalam dasar-dasar motivasi (Moekijat, 2002 : 6), menyatakan bahwa


faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi biasanya memberikan hasil yang sangat
memuaskan, ada 10 macam yaitu :

1. Job enrichment and rotation (pemerkayaan/perluasan dan perputaran


pekerjaan)

2. Participation (partisipasi dan peran serta)

3. Results management (manajemen berdasarkan hasil);

4. Multiplier manager (manajer yang bertindak dalam hubungan dengan


bagaimana perilaku seseorang membantu orang lain dalam kelompok
kerja untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik dan lebih efektif).

5. Power and mind (kemampuan ingatan/pikiran);

6. Realistic human relations (hubungan antar-manusia yang realistis);

7. Work accomplishment environment (lingkungan pelaksanaan pekerjaan);

8. Flexible working hours (jam-jam/waktu-waktu kerja yang fleksibel);

9. Effective cristicism (kritik yang efektif);

10. Zero defects (tidak bercacad).

Mangkunegara (2009 : 101), menyatakan beberapa teknik memotivasi kerja


karyawan yaitu teknik pemenuhan kebutuhan karyawan dan teknik komunikasi
persuasif. Kedua teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Teknik pemenuhan kebutuhan karyawan

10
Pemenuhan kebutuhan karyawan merupakan fundamen yang mendasari
perilaku kerja. Pimpinan tidak mungkin dapat memotivasi kerja karyawan tanpa
memperhatikan apa yang dibutuhkan. Abraham Maslow dalam Mangkunegara
(2009 : 101), menyatakan beberapa hierarki kebutuhan karyawan, sebagai
berikut :

a. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan makan, minum, dan


perlindungan fisik Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling
mendasar. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu
memberikan gaji yang layak kepada pegawai

b. Kebutuhan rasa aman yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman,


bahaya, dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini
pemimpin perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi
kecelakaan, perumahan, dan dana pensiun.

c. Kebutuhan sosial atau rasa memiliki. yaitu kebutuhan untuk diterima


dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai
dan mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin
perlu menerima eksistensi atau keberadaan karyawan sebagai anggota
kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik, dan hubungan
kerja yang harmonis.

d. Kebutuhan harga diri yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh


orang lain. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin tidak
boleh sewenang-wenang memperlakukan karyawan karena mereka
perlu dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri


dan potensi, mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik, dan
berprestasi. Kebutuhan inilah yang mendorong seorang seniman

11
mengungkapkan keahliannya di atas kanvas, kebutuhan yang
memotivasi seseorang untuk bekerja pada siang hari dan kemudian
mengikuti kuliah sore untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Dalam
hubungannya dengan kebutuhan ini di dalam perusahaan atau
organisasi, pemimpin perlu memberi kesempatan kepada
karyawan/bawahan agar mereka dapat mengaktualisasikan diri secara
baik dan wajar di lingkungan perusahaan.

2. Teknik komunikasi persuasif.

Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu teknik memotivasi


kerja karyawan yang dilakukan dengan cara mempengaruhi karyawan secara
ekstralogis. Mangkunegara (2009 : 102) merumuskan teknik ini : “ AIDDAS “.

A = Attention (Perhatian)

I = Interest (Minat)

D = Desire (Hasrat)

D = Decision (Keputusan)

A = Action (Aksi/Tindakan)

S = Satisfaction (Kepuasan)

Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian


kepada karyawan tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul
minat karyawan terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka
hasratnya menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan
kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

Motivasi merupakan kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau


mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk

12
mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendaki. Motivasi dirumuskan
sebagai aktivitas individu untuk mencapai tujuan organisasi. Hasibuan (2007 : 97),
menyatakan beberapa tujuan diadakannya motivasi kerja karyawan adalah :
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan.
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
10. Mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
11. Meningkatkan efisiensi

C. Supervisi Perkantoran Dan Supervisi Efektif

1. Pengertian Pengawas Perkantoran

Menurut Moekijat (1997:4), seorang pengawas kantor adalah seseorang yang


mengawasi pekerjaan orang lain dan mungkin menjadi bawahan seorang manajer
kantor. Produksi kantor secara memuaskan sebagian besar tergantung dari kualitas
supervisi perkantoran. Pihak supervisi bertugas mengusahakan agar pekerjaan pada
kesatuannya dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup efisien dan dengan biaya
sepantasnya. Banyak antara problem-problem yang menghalangi pekerjaan kantor
berhubungan dengan masalah-masalah supervisi.
Pengawas merupakan titik pusat sekitar mana keinginan-keinginan para
manajer dibagi dan keinginan-keinginan para pegawai pelaksana dipusatkan. Ia
merupakan titik hubungan antara anggota-anggota manajemen dan anggota-anggota
non-manajemen. Bagi banyak pegawai pengawas adalah manajemer. Biasanya

13
seorang pengawas dipandang sebagai di bawah tingkat pemimpin (executive).
Pekerjaan pengawas adalah sama dengan pekerjaan pemimpin, tetapi ruang lingkup
pekerjaan, masalah-masalah atas mana keputusan-keputusan harus dibuat, dan
pekerjaan memimpin secara keseluruhan adalah tidak sama luasnya.
Hal utama yang menjadi dasar dalam pemilihan seorang pengawas adalah
mempunyai kesempatan yang cukup guna mengamati kinerja pegawai dalam periode
waktu tertentu. Beberapa orang yang dapat dijadikan penilai menurut Gomez-Mejia,
Balkin, dan Cardy (2003) adalah:
a. Supervisor, yang mempunyai kesempatan lebih banyak dan bertanggung
jawab atas kinerja langsung anak buahnya. Hal inilah yang mendasari
kontrol dari supervisor banyak dipakai setiap organisasi.
b. Teman kerja, yang didasari atas kenyataan tidak setiap saat atasan dapat
memonitori kinerja anak buahnya, dan yang merasakan baik tidaknya
kinerja seorang pegawai adalah teman sekerjanya, terlebih mereka
tergabung dalam sebuah tim kerja. Hendaknya penilaian atau kontrol oleh
teman kerja bukanlah secara umum, namun hal khusus yang berkaitan
dengan kesediaan yang bersangkutan untuk membantu yang lain.
c. Bawahan, banyak studi menemukan bahwa pengawasan yang diberikan
oleh bawahan berdampak positif terhadap kinerja atasan. Misalnya
mengenai efektivitas mereka berkomunikasi dengan bawahan maupun
jenis kepemimpinan yang dimiliki, sedikit banyak akan mempengaruhi
kinerja pegawai administrasi. Untuk itulah, pengawas yang dilakukan
bawahan perlu dipertimbangkan oleh sebuah organisasi.
d. Menilai diri sendiri, yang bisa dijadikan bahan untuk perbaikan proses
kerja sesuai dengan harapan pegawai dan bisa mengurangi sikap defensif
mereka dalam proses pengawasan. Kontrol terhadap diri sendiri ini juga
baik sebagai bahan konseling bagi pegawai dalam pengembangan dirinya.
e. Pelanggan, pengawasan yang dilakukan pelanggan akan menunjukkan
seberapa puas mereka terhadap layanan yang diberikan, terutama oleh

14
pegawai yang dimaksud. Hal ini akan meningkatkan loyalitas pelanggan,
karena rasa memiliki terhadap organisasi atau perusahaan tersebut.
f. Komputer, merupakan salah satu pengawas terbaru pada administrasi
perkantoran. Hal ini didasari adanya kenyataan bahwa pengguna internet
untuk keperluan pribadi lebih kurang 6 jam dalam seminggu. Komputer
juga dapat digunakan untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan seorang
pegawai dalam menyelesaikan transaksi yang menggunakan sistem
terintegrasi, yang membuat Mananajer Administrasi bisa menganalisisn
kemacetan penanganan pelanggan terjadi pada bagian atau pegawai mana,
sehingga penanganan bisa cepat dilakukan.
g. Umpan balik 360 derajat, ada beberapa alasan bagi popularitas
pemggunaan pengawasan dari seluruh sisi ini, yaitu penggunaan kontrol
dari dimensi yang berbeda dapat menangkap kompleksitas kinerja seorang
pegawai, kontrol dari atasan akan semakin kuat apabila semua pihak
menyatakan hal yang sama dan bersangkutan akan lebih menyadari
kondisi kinerjanya sekarang, dsb.
2. Tugas Pengawas Perkantoran
Adapun uraian tugas pengawas kantor adalah sebagai berikut:
a. Tugas pokok
1) Memberi perintah untuk melaksanakan pekerjaan.
2) Mengawasi dan memastikan bahwa pegawai sudah melaksanakan
pekerjaannya.
3) Melatih pegawai untuk melaksanakan pekerjaaan karena ujung
tombak organisasi adalah karyawan operasional.
4) Memelihara hubungan yang baik antar pegawai dengan bijaksana
sehingga dapat diandalkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Tugas dalam hubungannya dengan pekerjaan
1) Merencanakan pekerjaan seksi/unit. Misalnya, perintah
perhitungan gaji harus selesai pada tanggal 26 setiap bulan.

15
2) Mengusahakan agar pekerjaan selesai tepat waktu sehingga harus
memahami tahapan-tahapan yang harus dilewati.
3) Menjamin adanya ketelitian. Misalnya, pegawai hafal mengetik 10
jari dengan cepat dan tepat.
4) Mengoordinasikan pekerjaan dengan seksi lain.
5) Membagi pekerjaan secara adil/semerata mungkin.
6) Mengembangkan metode-metode baru untuk melaksanakan
pekerjaan (kreatif dan inovatif).
c. Tugas dalam hubungannya dengan bawahan
1) Melatih bawahan agar mampu melaksanakan tugas.
2) Mengembangkan latihan dengan sistem magang (appreticeship)
3) Mendelegasikan tanggung jawab dengan memberi kesempatan
kepada bawahan untuk berbuat salah selama masih bisa
ditoleransi.
4) Mendamaikan perselisihan perorangan karena memengaruhi
produktivitas kerja.
5) Memelihara disiplin, memberi teguran, atau memberi pujian jika
perlu.
6) Melaksanakan tugas dalam hubungannya dengan atasan, seperti
meminta rekap daftar hadir keryawan pada tanggal tertentu.
7) Bekerja dengan pengawas lain yang selevel.
8) Mengizinkan dan mendorong pertukaran pegawai.
9) Melaksanakan kebijakan perusahaan. Sebagai contoh, kertas absen
cukup dibuat dengan continuous form sehingga tidak perlu
memakai laser printer.

16
3. Unsur-Unsur Pengawasan
Menurut Quible (2001), proses pengawasan akan kurang optimal jika unsur-
unsur di bawah ini dihilangkan:
a. Faktor-faktor yang diawasi. Sebelum pengawasan dilakukan
seyogyanya stakeholder internal diberikan pemahaman tentang faktor-
faktor apa saja yang diawasi. Tentu saja pengawasan terhadap faktor
yang tidak terlalu penting akan mengakibatkan waktu dan tenaga
terbuang sia-sia.
b. Identifikasi hasil yang diharapkan. Identifikasi parameter yang kurang
jelas mengenai hasil yang diinginkan dari aktivitas pekerjaan yang
dilakukan membuat pengawasan tidak akan berjalan dengan efektif.
Untuk itulah, keterlibatan semua pihak (termasuk pihak yang akan
diawasi) mutlak diperlukan, bila perlu organisasi dapat mengundang
konsultan untuk menentukan alat ukur yang akan diberikan.
c. Pengukuran kinerja. Sebelum hasil actual dari hasil yang diinginkan
dibandingkan, hasil actual harus diukur. Dalam beberapa hal,
pengukuran ini juga menjelaskan output kuantitas. Dalam organisasi
yang menerapkan konsep TQM, pengukuran lebih ditekankan pada
seberapa baik pelanggan dilayani oleh organisasi.
d. Aplikasi tindakan pembenahan. Apabila hasil actual kurang dari hasil
yang diharapkan, perlu dilakukan tindakan koreksi untuk memperkecil
gap yang terjadi dengan mengimplementasikan hal yang dianggap
perlu.
4. Proses Pengawasan
Berdasarkan pendapat Cascio (2003), ada proses yang harus dilakukan dalam
mengontrol pekerjaan administrasi kantor:
a. Mengidentifikasi parameter pekerjaan yang akan diawasi. Hal ini akan
membantu pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja yang diharapakan

17
terhadap mereka dan secara efektif dapat mencapainya. Manajer dapat
melakukannya dengan melakukan hal-hal berikut:
1) Penetapan tujuan, tujuan yang telah ditetapkan dapat meningkatkan
kinerja pegawai, peningkatan ini diperoleh karena pegawai cenderung
memberikan perhatian lebih dan mendorong mereka untuk mencapai
tujuan atau target yang harus dicapai dijelaskan secara detail.
2) Standar ukuran, merupakan syarat mutlak agar pegawai dapat
mencapai kinerja yang diharapkan apabila alat ukurny ditetapkan
secara objektif. Untuk itu, tujuan hendaknya ditetapkan sedetail
mungkin sehingga pengukuran yang objektif dapat dilakukan. Menurut
Leonard dan Hilgert (2004), terdapat dua standar yang dapat
digunakan oleh organisasi:
a) Standar terukur, merupakan standar yang dapat diidentifikasi
dan diukur dengan mudah. Misal teller di sebuah bank
ditergetkan untuk melayani 20 orang dalam menyelesaikan
transaksi, sehingga rata-rata nasabah dapat dilayani selama 3
menit.
b) Standar tak terukur, merupakan standar kerja yang sulit untuk
dikuantifikasikan dan biasanya berhubungan dengan
karakteristik hubungan manusia, seperti sikap terhadap
pelanggan, tingkat moral yang tinggi, dan tingkat kepuasan
terhadap pelayanan administrasi kantor.
3) Pengukuran, merupakan inti dari pengontrolan administrasi kantor.
Hendaknya pengukuran ini dilakukan secara regular, bisa per kuartal
maupun semester, untuk menjamin tercapainya tujuan secara
konsisten. Apabila penetapan tujuan maupun ukuran telah dilakukan
dengan baik, namun proses pengukuran kinerja tidak dilakukan
sebagaimana mestinya, maka akan menyebabkan keseluruhan proses
pengontrolan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

18
b. Memfasilitasi kinerja yang hendak dicapai. Manajer administrasi hendaknya
memberikan feedback kepada pegawai mengenai apa yang harus dilakukan
untuk meningkatkan kinerja mereka sesuai dengan target yang ditetapkan.
Pemberian umpan balik ini hendaknya diiringi dengan pemberian fasilitas
yang memadai bagi karyawan untuk mencapainya. Beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain:
1) Mengurangi hambatan yang ada, misalnya perlatan yang ada sudah out
of date, kurang efisiennya desain tempat kerja, atau bisa juga
disebabkan kurang efektifnya desain kerja. Untuk itulah, hendaknya
Manajer Administrasi senantiasa mendengarkan pendapat atau keluhan
dari bawahan guna mengurangihambatan dalam mencapai tujuan.
2) Menyediakan sumber daya yang memadai untuk penyelesaian
kinerja, misalnya sumber daya modal, bahan, maupun manusia.
3) Memberikan perhatian penuh dalam perekrutan pegawai, hal
ini didasari bahwa tujuan hendaknya dicapai pada saat yang
tepat, tempat yang sesuai, dan orang yang tepat. Hendaknya
perekrutan juga tidak hanya mendasar pada srata pendidikan
yang dimiliki pelamar, namun faktor lain yang juga perlu
dipertimbangkan, seperti pengalaman kerja, kompetensi yang
dimiliki, dsb.
c. Memotivasi pegawai, yang harus dilakukan oleh Manajer Administrasi agar
pegawai senantiasa tertantang untuk mencapai target yang ditetapkan dan
secara konsisten serta persisten mencapainya. Beberapa hal yang harus
dilakukan adalah:
1) Memberikan imbalan yang dihargai oleh pegawai, pemberian ini harus
didiskusikan terlebih dahulu dengan pegawai mengenai apa yang
penting buat mereka, apakah peningkatan gaji, fasilitas, cuti,
pengakuan, dll. Hasil survei ini akan dijadikan bahan penentuan sistem

19
imbalan bagi pegawai, dan imbalan tersebut dapat menyerap keinginan
dari para pegawai;
2) Memberikan imbalan secara tepat dalam hal jumlah dan waktunya,
apabila pegawai memenuhi target yang ditetapkan, organisasi harus
memberikannya secara tepat sesuai dengan yang dituangkan dalam
peraturan. Hal ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas organisasi
di mata pegawai dan memberikan motivasi bagi pegawai untuk selalu
mencapai target yang telah ditetapkan;
3) Memberikan imbalan secara adil, hal ini penting dilakukan untuk
menjaga ketidakpuasan dari masing-masing pihak. Apabila pencapaian
kerja dilakukan secara berkelompok, hendaknya Manajer Administrasi
juga mendapatkan input dari masing-masing anggota kelompok
mengenai kinerjanya. Masukan ini dapat dijadikan dasar pemberian
imbalan yang adil bagi setiap anggota kelompok kerja yang dimaksud.
5. Pengawasan Kualitas
Untuk menghasilkan pengukuran yang baik, evaluasi harus didasarkan pada
data yang akurat. Kontrol terhadap kualitas mencakup evaluasi atas keakuratan
pekerjaan yang dilakukan, dan kontrol kuantitas lebih mengarah pada kuantifikasi
komponen-komponen evaluasi agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Beberapa cara atau teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan pengawasan
kualitas (Leonard dan Hilgert, 2004) adalah:
a. Inspeksi total, berupa pengecekan menyeluruh terhadap seluruh unit kerja atau
tugas yang dilakukan oleh pegawai dan menjelaskan apakah standar kualitas
minimum sudah tercapai, dan bila belum, bagaimana memperbaikinya.
b. Pengecekan pada area tertentu, dilakukan melalui pengecekan kinerja pegawai
di suatu departemen atau divisi tertentu, seperti departemen keuangan, yang
dilakukan secara periodik. Penggunaan komponen statistik akan menambah
validitas data yang diperoleh dalam fungsi pengawasan.

20
c. Pengontrolan kualitas dengan statistik. Apabila inspeksi total belum
diperlukan dan pengecekan pada divisi tertentu tidak terlalu akurat, Manajer
Administrasi dapat menggunakan teknik ini dengan memakai data yang
berbasis sampel yang dipilih untuk menjamin validitas dan reliabilitas hasil
pengukuran.
d. Kesalahan nihil, merupakan teknik preventif terhadap potensi kesalahan yang
dilakukan oleh pegawai sejak pertama kali mengerjakan tugasnya. Hal ini juga
dapat memotivasi pegawai untuk selalu bebas dari kesalahan. Ketika teknik
ini diterapkan, mereka seyogyanya diberikan imbalan yang setimpal atas
tiadanya kesalahan yang dilakukan dan peningkatan kinerja yang telah
dilakukan.
6. Pengawasan Kuantitas

Untuk memulai pengotrolan, hendaknya organisasi mulai dengan pengumpulan


data aktivitas administrasi di kantor dan dijadikan dasar untuk penetapan standar
kuantitas. Pengukuran ini didesain untuk mendefinisikan dan menggambarkan apa
yang diharapkan dari pelaksanaan sebuah kerja, baik dari pegawai maupun dari pihak
organisasi. Seperti biasanya, dari waktu ke waktu volume pekerjaan berfluktuasi.
Ketersediaan data yang terukur akan menjadi informasi yang berguna bagi
pengelolaan kerja administrasi, terutama bagi pekerjaan yang berfluktuasi.
Untuk mengontrol fluktuasi pekerjaan kantor, beberapa tindakan yang dapat
dilakukan (Quible, 2001 dan Odgers, 2005) antara lain:
a. Overtime, banyak perusahaan yang menambah jam kerja (lembur) untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan deadline yang terbatas atau karena
volume pekerjaan yang menumpuk. Misalnya, banyak pekerjaan di organisasi
atau bank akan meningkatkan volumenya menjelang akhir tahun (tutup buku),
karena adanya keharusan untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada
stakeholders. Untuk itu, Manajer Administrasi harus menyadari adanya

21
potensi penurunan produktivitas jika terdapat penambahan jam kerja bagi
pegawai karena rasa lelah yang menyertainya.
b. Temporary help. Jika penambahan jam kerja kurang memadai atau kurang
tepat dilakukan, pemakaian tenaga terporer dalam menghadapi peak season
dapat dilakukan. Solusi yang paling tepat adalah dengan mengangkat tenaga
temporer dengan durasi kerja sepanjang peak season yang diperkirakan akan
terjadi.
c. Part-timer help. Jika fluktuasi terjadi secara reguler, menyewa tenaga paruh
waktu juga dapat dilakukan.
d. Floating work unit. Beberapa organisasi telah mengembangkan unit kerja
yang akan dipakai jika mereka memang diperlukan dalam penyelesaian
proyek dengan volume kerja yang tinggi atau time limit yang terbatas.
e. Cycle billing. Banyak organisasi yang mempunyai jumlah pelanggan yang
besar mengimplementasikan teknik ini untuk mengurangi antrian layanan
yang akan dilakukan

22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mendefinisikan lingkungan kerja sebagai “keseluruhan sarana prasarana kerja


yang ada disekitar karyawan yang sedang melaksanakan pekerjaan yang dapat
mempengaruhi pekerjaan itu sendiri”. Walaupun lingkungan kerja merupakan faktor
penting serta dapat mempengaruhi kinerja karyawan, tetapi saat ini masih banyak
perusahaan yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan kerja disekitar
perusahaannya

Suatu kondisi lingkungan kerja dapat dikatakan baik apabila lingkungan kerja
tersebut sehat, nyaman, aman dan menyenangkan bagi karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. lingkungan kerja didesain sedemikian rupa agar dapat
tercipta hubungan kerja yang mengikat pekerja dengan lingkungan. Lingkungan kerja
yang menyenangkan dapat membuat para karyawan merasa betah dalam
menyelesaikan pekerjaannya serta mampu mencapai suatu hasil yang optimal.
Sebaliknya apabila kondisi lingkungan kerja tersebut tidak memadai akan
menimbulkan dampak negatif dalam penurunan tingkat produktifitas kinerja
karyawan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arik Prasetya, Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Linerja Karyawan, Jurnal vol. 8
(2):2-4, 2014.

Badri Munir Sukoco, Manajemen Administrasi Perkantoran Modern, Jakarta:


Erlangga, 2007.
Enny Muslikhah, Upaya Peningkatan Kinerja Karyawan Melalui Motivasi Kerja pada
PT. Sampurna Kuningan (skripsi), Semarang (ID): Universitas Negeri
Semarang.

Hisabuan, Malayu S.P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. 2009.
Ida Nuraida, Manajemen Administrasi Perkantoran, Yogyakarta: Kanisuis, 2014.
Mukiyat, Tata Laksana Kantor, Manajemen Perkantoran, Bandung: Mandar Maju,
1995.
Siagian. Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
2012.

24

Anda mungkin juga menyukai