Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kerangka
Operasional Multikulturalisme”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas
yang diberikan dalam mata kuliah, pendidikan multikultural.
Penulis
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGATAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. Pengertian Multikulturalisme................................................................4
B. Hakekat Pendidikan Multikultural........................................................5
C. Paradigma Pendidikan Multikultural....................................................8
D. Pendekatan Pendidikan Multikultural...................................................11
E. Pendidikan Berbasis Multikultural.......................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................15
B. Saran.....................................................................................................15
DAFTAR PUSTKA........................................................................................16
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tetapi, patut dicatat bahwa akhir-akhir ini yang terjadi justru jauh dari harapan
kemanusiaan yang mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial, keharmonisan,
keamanan, perdamaian, dan persaudaraan. Dengan kata lain diskriminasi, konflik
sosial agama, krisis politik, ekonomi, budaya dan pendidikan, semakin menggurita di
negeri ini.
Jika dalam dunia pendidikan persoalan yang terjadi adalah bentuk kekerasan
yang menimpa siswa seperti tawuran, dan perkelahian antar siswa. Salah kasus yang
dimuat dilaman Detiknews tawuran terjadi pada tahun 2016 yang melibatkan dua
kelompok
1
sekolah yang berbeda di Kabupaten Karawang, yaitu antara SMK PGRI Lemah
Abang Wadas dan SMK Negeri Purwasari yang mengakibatkan satu dari mereka
meninggal dunia,dalam berita disebutkan bahwa yang melatarbelakangi terjadinya
tawuran adalah saling ejek antar dua sekolah yang berbeda tersebut. Jika dikaji lebih
lanjut, dapat ditemukan bahwa betapa minimnya attitude pelajar terutama pada
bagaimana mereka menghargai sebuah perbedaan yang ada pada diri mereka masing-
masing, artinya adalah hal tersebut mampu menunjukkan bahwa perlu adanya
pemahaman yang dapat diberikan kepada peserta didik mengenai multikulturalisme.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Multikulturalisme?
2. Bagaimana Hakekat Pendidikan Multikultural?
2
3. Bagaimana Paradigma Pendidikan Multikultural?
4. Bagaimana Pendekatan Pendidikan Multikultural?
5. Bagaimana Pendidikan Berbasis Multikultural?
C. Tujuan
1. Untuk Memahami Pengertian Multikulturalisme
2. Untuk Memahami Hakekat Pendidikan Multikultural
3. Untuk Memahami Paradigma Pendidikan Multikultural
4. Untuk Memahami Pendekatan Pendidikan Multikultural
5. Untuk Memahami Pendidikan Berbasis Multikultural
3
BAB II
PEMBAHAS
AN
A. Pengertian Multikulturalisme
4
kulturalnya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi
minimal satu sama lain.
5
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan
yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan
kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-
undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan
memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan mereka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas
tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa
negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis, yaitu masyarakat plural yang kelompok-kelompok
kultural utamanya berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya
dominan dan meng-inginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang
secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok kultural ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat yang semua kelompoknya bisa eksis sebagai mitra
sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal/interaktif, yakni masyarakat plural yang
kelompok_kelompok kulturalnya tidak terlalu terfokus (concerned) dengan
kehidupan kultural otonom, tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang
mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif khas mereka.
5. Multikulturalisme kosmopolitan, yaitu masyarakat plural yang berusaha
menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah
masyarakat tempat setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu,
sebaliknya secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan
sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
6
pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan. Atau dengan lain kata,
bahwa ruang pendidikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan (transfer
of knowledge) hendaknya mampu memberikan nilai-nilai multikulturalisme
dengan cara saling menghargai dan menghormati atas realitas yang ragam (plural),
baik latar belakang maupun basis sosio budaya yang melingkupinya. (Anam &
Marlina, 2022)
7
Menurut James A. Banks dalam Zubaedi, merumuskan tujuan dari
pendidikan multikultural yaitu: “The goal of multicultural education is an
education for freedom.
Artinya:
Tujuan pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan
akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi
sebagai perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik. Tujuan awal
pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan, pengambil
kebijakan dalam dunia pendidikan dan peserta didik. Harapannya adalah apabila
mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak
mereka tidak hanya mampu untuk menjadi transformator pendidikan multikultural
yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi
secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya (Arifudin, 2018).
8
yang ada dan mendorong mereka secara nyata untuk dapat mengenali dan
melenyapkan kecurigaan serta diskriminasi yang telah ada. Pada intinya
pendidikan multikultural mempunyai dua fokus persoalan, yaitu:
9
Sementara, dalam perspektif vertikal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari
perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan dan tingkat sosial
budaya. (Taat Wulandari, 2020)
Banyak bukti di negeri kita ini, tentang kerusuhan dan konflik yang
berlatarbelakang SARA (suku, adat, ras dan agama). Fakta tersebut sebetulnya
menunjukkan kegagalan pendidikan dalam meciptakan kesadaran pluralisme dan
multikulturalisme. Simbol budaya, agama, ideologi, bendera, baju dan sebagainya, itu
sebenarnya boleh berbeda. Tetapi, pada hakikatnya kita satu, yaitu satu bangsa. Kita
setuju dalam perbedaan (agree in disagreement). Pada dasarnya, manusia diciptakan
Tuhan dengan berbeda jenis kelamin, bangsa, suku, warna kulit, budaya dan
sebagainya agar
1
diketahui bahwa orang yang paling mulia di sisi Tuhan adalah yang paling baik amal
perbuatannya (bertaqwa).
1
Yang terjadi seringkali bukanya penghargaan dan pengakuan atas kehadiran yang
lain, tetapi upaya untuk “Mempersamakan” (conformity) atas nama persatuan dan
kesatuan.
1
diliat lebi jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah_sekolah yang terpisah
secara etnik merupakan antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural.
4. Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi
secara proporsional.
5. Kemungkinan bahwa pendidikan (baik formal maupun non formal) meningkatkan
kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini
kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antara
pribumi dan non-pribumi.
1. Pendekatan kontribusi (the contributions approach). Level ini yang paling sering
dilakukan dan paling luas dipakai dalam fase pertama dari gerakan kebangkitan
etnis. Ciri pendekatan kontribusi ini adalah dengan memasukkan
pahlawanpahlawan dari suku bangsa/ etnis dan benda-benda budaya ke dalam
pelajaran yang sesuai. Hal inilah yang sampai saat ini yang dilakukan di
Indonesia.
2. Pendekatan Aditif (Aditive Approach). Pada tahap ini dilakukan penambahan
materi, konsep, tema, dan perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur,
tujuan dan karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan
penambahan buku, modul atau bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa
mengubahnya secara substansif.
3. Pendekatan Transformasi (the transformation approach). Pendekatan tranformasi
berbeda secara mendasar dengan pendekatan kontribusi dan aditif. Pada
pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan
kompetensi siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa
perspektif dan sudut pandang etnis. Proses multiple acculturation sehingga rasa
saling menghargai, kebersamaan dan cinta sesama dapat dirasakan melalui
pengalaman belajar.
4. Pendekatan Aksi Sosial (the social action approach) mencakup semua elemen dari
pendekatan transformasi, namun menambah komponen yang mempersyaratkan
siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep, isu atau masalah yang
dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari pengajaran dalam pendekatan ini adalah
mendidik siswa melakukan untuk kritik sosial dan mengajari mereka keterampilan
pembuatan keputusan untuk memperkuat siswa dan membantu mereka
memperoleh pendidikan politis, sekolah membantu mereka menjadi kritikus sosial
yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan sosial.
1
Sejak kemunculunnya sebagai sebuah disiplin ilmu pada dekade 1960-an dan
1970- an, pendidikan berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education,
selanjutnya disingkat (MBE), telah didefinisikan dalam banyak arah dan dari berbagai
perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan peristilahan yang
hampir sama dengan MBE, yakni pendidikan multikultural (multicultural education)
seperti yang dipakai dalam konteks keidupan multikultural negara-negara Barat.
Berkaitan dengan anak didik, MBE menyoal tentang etnisitas, gender, kelas,
bahasa, agama, dan perkecualian-perkeualian yang memengaruhi, membentuk dan
mempola tiap-tiap individu sebagai makhluk budaya. MBE adalah hasil
perkembanganseutunya dari konstelasi/interaksi unik masing-masing individu yang
memiliki kecerdasan, kemampuan, dan bakat. MBE mempersiapkan anak didik bagi
kewarganegaraan (citizenship) dalam komunitasbudaya dan bahasa yang majemuk
dan saling terkait.
1
1
B
A. Kesimpulan B
1
Bimbingan dan konseling memiliki peranan penting dalam menciptakan pendidikan
multikultural. Dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di Indonesia
menggunakan beberapa pendekatan yang pertama yaitu mengajarkan perbedaan
budaya, hubungan manusia, studi etnis, pendekatan pendidikan multikultural,
rekonstruksi multikultural dan sosial.
B. Saran
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi yang
membacanya. Tentulah penulis menyadari akan kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan makalah yang akan datang.
1
DAFTRA PUSTAKA