Disusun Oleh:
1. Dhea Ayu Ananda (126210202059)
2. Anis Fitriani (126210202049)
3. Nala Inayah (126210201005)
4. Faiz Infradillah (126210203108)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Lingkungan Pendidikan
Islam” tepat pada waktunya. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam, dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hj. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung.
2. Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, selaku Dekan FTIK IAIN Tulungagung,
3. Bapak Dr. Muhammad Muntahibun Nafis, M.Ag. selaku dosen pengampu Ilmu
Pendidikan Islam,
4. Rekan kelompok kami yang sudah berkontribusi dalam permbuatan makalah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya.
Adapun kesalahan dalam penyusunan kata, kalimat, ataupun ejaan, berasal dari keterbatasan
wawasan dan pengetahuan serta ketidaksengajaan kami. Oleh kareana itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berkah yang melimpah
bagi kami khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL…………………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….1
C. Tujuan Pembahasan…………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat
dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa
sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau
lembaga pendidikan. Meskipun kajian ini tidak dijelaskan dalam al-Qur’an secara eksplisit,
akan tetapi terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan adanya lingkungan pendidikan
tersebut. Oleh karenanya, dalam kajian pendidikan Islam pun, lingkungan pendidikan mendapat
perhatian.
Makalah ini disusun sebagai pengantar untuk membahas mengenai lingkungan
pendidikan dalam pendidikan Islam. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif agar yang diharapkan dapat terpenuhi dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi lingkungan pendidikaan Islam?
2. Bagaimanakah alam sebagai lingkungan pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah keluarga sebagai lingkungan pendidikan Islam?
4. Bagaimanakah masyarakat sebagai lingkungan pendidikan Islam?
5. Bagaimanakah sekolah sebagailingkungan pendidikan islam?
6. Bagaimanakah tempat ibadah sebagai lingkungan pendidikan islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi lingkungan pendidikan Islam.
2. Mengetahui hubungan alam sebagai lingkungan pendidikan Islam.
3. Mengetahui hubungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan islam
4. Mengetahui hubungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan islam
5. Mengetahui hubungan sekolah sebagai lingkungan pendidikan islam
6. Mengetahui hubungan tempat ibadah sebagai lingkungan pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Islam, esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Dia adalah al-Rabb,
yaitu Tuhan yang Maha Pencipta (khaliq), yang menciptakan seluruh makhluq, makro dan
mikro kosmos. Karenanya Ia disebut al-Rabb al-‘alamin, Tuhan Pencipta alam semesta.
Sebagai Pencipta, Dia juga yang memelihara dan ‘mendidik’ seluruh alam. 1 Alam harus
dipelajari sebagai objek studi atau ilmu pengetahuan.Untuk itu, pendidikan islami
merupakan instrument kunci guna menemukan, menangkap, dan memahami alam dengan
seluruh fenomena dan noumenanya. Upaya itu pada akhirnya akan menghantarkan manusia
pada kesaksian akan keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt. Karenanya, dalam konteks
ini, melalui proses pendidikan islami, manusia dihantarkan pada pengakuan (syahadah)
akan keberadaan Allah Swt sebagai Tuhan Pencipta, Pemelihara, dan Pendidik alam
semesta.2
Dalam perspektif Islam, manusia harus merealisasikan tujuan kemanusiaannya di
alam semesta, baik sebagai syahid Allah, ‘abd Allah maupun khalifah Allah. Dalam konteks
1
Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam,h. 11.
2 bid., h. 12.
ini Allah menjadikan alam semesta sebagai wahana bagi manusia untuk bersyahadah akan
keberadaan dan kemahakuasaanNya. Wujud nyata yang menandai syahadah itu adalah
penunaian fungsi sebagai makhluk ‘ibadah dan pelaksanaan tugas tugas sebagai khalifah.
Dalam hal ini alam semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia
dididik, dibina, dilatih dan dibimbing agar berkemampuan merealisasikan atau mewujudkan
fungsi dan tugasnya. Karena alam ini bukan hanya syahadah saja, tetapi ada alam ghaib,
maka sebagai wilayah studi objek telaah pendidikan islami tidak hanya berkaitan dengan
gejala-gejala yang dapat diamati indera manusia (fenomena), tetapi juga mencakup segala
sesuatu yang tidak dapat diamati oleh indera (noumena). Karenanya pengetahuan yang
ditransfer tidak hanya pengetahuan indrawi dan rasional tetapi juga ilmu-ilmu laduny,
isyraqi, iluminasi dan kewahyuan.3
Dampak dari memahami esensi alam semesta terhadap Pendidikan Islam adalah
menyadarkan kembali tugas dan fungsi manusia di bumi Allah ini sebagai khalifah dan
hambaNya melalui saran yang disebut dengan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam
berfungsi mengarahkan para pendidik dalam membina generasi penerus yang mandiri,
cerdas, berkepribadian sempurna (sehat jasmani dan rohani) serta bertanggungjawab dalam
menjalani hidupnya sebagai hamba Allah, makhluk individu, dan sosial menuju
terbentuknya kebudayaan Islam. 4 Pendidikan Islam secara luas tidak hanya terbatas pada
transfer tiga ranah saja (kognitif, afektif, psikomotorik), akan tetapi mencakup berbagai hal
yang berkenaan dengan pendidikan Islam secara luas yang mencakup sejarah, pemikiran,
dan lembaga.5
3 Ibid., h. 12.
4
Syafaruddin, et.al. Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Ummat (Jakarta: Hijri
Pustaka Utama, 2012), h. 29.
5
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah: Kajian
dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan (Jakarta: Kencana, 2013), h. 3.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan, bagaimana seseorang dapat melindungi dirinya dan
keluarganya sedangkan dia sendiri tidak mengetahui apa-apa. Inilah salah satu pentingnya
pendidikan yang dilakukan dalam lingkungan keluarga.
Kemudian, merujuk kepada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang
menyebutkan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain
itu, keluarga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Ayat dan undang-undang
di atas merupakan tanda mengenai pentingnya pendidikan di dalam keluarga. Karena
keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenali oleh peserta didik. Dalam hal ini,
orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Oleh karena itu, keluarga
hendaknya dapat menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan
berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan
Islam.
Karena besarnya peran keluarga dalam pendidikan, Sidi Gazalba, seperti yang dikutip
Ramayulis[1] , mengkategorikannya sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk
masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, sebagai pendidik
adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain sebagai pendidik, juga
sebagai penanggung jawab. Oleh karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-
anaknya, baik berkenaan dengan ibadah, akhlak, dan sebagainya. Dengan begitu,
kepribadian anak yang Islami akan terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan
menentukan dalam proses pendidikan selanjutnya yang akan ia jalani.
7 AbuAhmadi dan Nur Uhbiyati, 1991, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Rineka Cipta
8 Dindin Jamaludin, 2010, Potret Konstruksi
Pendidikan Karakter (Kajian atas Lembaga Pendidikan di Jawa
Barat), hal 3
Secara historis, keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari
keberadaan masjid. Sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal
terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai
dengan materi dan kondisi peserta didik. Hanya saja, dalam mengajarkan suatu materi,
terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran, hingga dalam bentuk perdebatan
sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang
harus ada pada sebagian pengunjung-pengunjung masjid.
Kemudian, pada perkembangan berikutnya didirikan berbagai model kelembagaan
pendidikan Islam yang mula-mula dinamakan Kuttab, yang mengajarkan cara membaca dan
menulis huruf Al-Quran serta pengajaran ilmu agama dan ilmu Al-Quran. Pembelajaran
membaca dan menulis ini pada waktu itu sangat penting karena membaca dan menulis dapat
dipandang sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi manusia.Setelah sistem Kuttab ,
kemudian dibentuk sistem pendidikan klasikal yang dikenal dengan madrasah atau
sekolah. Selain sistem madrasah (klasikal) pendidikan Islam berkembang pula dalam
institusi kependidikan yang disebut zawiyah, yaitu tempat belajar yang terpisah dari
bangunan masjid.
Di Indonesia sendiri lingkungan pendidikan Islam formal diidentikkan dengan
madrasah. Mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan
Madrasah Aliyah (MA)—dan sekolah milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang
yang ada, termasuk perguruan tinggi seperti IAIN dan STAIN. Semua lembaga ini akan
menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah
dibangun dalam sistem pendidikan Islam. Selain itu, di Indonesia, madrasah juga dituntut
menyeimbangkan antara pengetahuan agama dan umum di setiap jenjang pendidikan.
PENUTUP
A Kesimpulan
Pada dasarnya, manusia merupakan “homo educandum” artinya manusia itu pada
hakikatnya merupakan makhluk yang harus dididik dan mendidik. Pendidikan informal ini
merupakan-menurut sejarah-pendidikan yang paling luas jangkauannya. Manusia yang baru
dilahirkan perlu memperoleh pendidikan dari orang tua mereka dengan tujuan untuk
megembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya, sampai menjadi manusia yang
dewasa baik jasmani maupun rohaninya.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam
terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat
tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan
mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk
memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang
buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang
baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya
dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat
dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya.
Tempat ibadah umat Islam adalah masjid atau mushola.Masjid artinya tempat sujud,
dan mesjid yang berukuran kecil disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah
masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan
hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur’an sering dilaksanakan di
Masjid.
DAFTAR PUSTAKA