Anda di halaman 1dari 13

“BLENDED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PAI”

Oleh:
Alim Ismoyo Haryanto (201510010311065); Dessyana Fauziyah (201510010311064);
Faizzatul Fazlina (201510010311058); dan Umi Maghfiroh (201510010311061)

A. Konsep Blended Learning


Perkembangan teknologi yang begitu pesat mengharuskan adanya inovasi
dalam pembelajaran. Inovasi tersebut salah satunya adalah Blended Learning.
Konsep Blended Learning ini ialah pencampuran model pembelajaran
konvensional dengan belajar secara online. Blended Learning berasal dari kata
Blended dan Learning. Blend artinya campuran dan Learning artinya belajar. Dari
kedua unsur kata tersebut dapat diketahui bahwa Blended Learning bermakna
penyampuran pola belajar. Menurut Mosa dalam Rusman (2011: 242)
menyampaikan bahwa pola belajar yang dicampurkan adalah dua unsur utama
yakni pembelajaran di kelas dengan online learning. Dalam pembelajaran online
ini terdapat pembelajaran menggunakan jaringan internet yang di dalamnya ada
pembelajaran berbasis web.
Selain Blended Learning ada istilah lain yang sering digunakan di antaranya
blended e-learning dan hybrid learning. Istilah-istilah tersebut mengandung arti
yang sama yaitu perpaduan, percampuran atau kombinasi pembelajaran. Untuk
lebih mudah memahami perbedaan istilah-istilah tersebut, Mainnen dalam
Rusman (2011: 242) menyebutkan “Blended learning mempunyai beberapa
alternatif nama yaitu mixed learning, hybrid learning, blended e-learning dan
melted learning (bahasa Finlandia).” Selain itu Heinze dan Procter dalam Stacey
(2009) juga berpendapat “blended learning as ‘learning that is facilitated by the
effective combination of diffetent modes of delivery, models of teaching and styles
of learning, and founded on transparent communications amongst all parties
involved with a courses”
Blended Learning ini adalah model pembelajaran dengan menggunakan
perpaduan dari: teknologi multimedia, CD-ROM, video streaming, kelas virtual, e-
mail, voicemail, dan lain-lain dengan bentuk tradisional pelatihan di kelas dan
pelatihan setiap apa yang dibutuhkannya. Blended Learning menjadi solusi yang
paling tepat untuk proses pembelajaran yang sesuai, tidak hanya dengan kebutuhan
pembelajaran akan tetapi gaya pembelajar.
Blended learning adalah sebuah kemudahan pembelajaran yang
menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya
pembelajaran, memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antara fasilitator
dengan orang yang mendapat pengajaran. Blended learning juga sebagai sebuah
kombinasi pengajaran langsung (face to face) dan pengajaran online, tapi lebih
daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial.
Proses pembelajaran diarahkan untuk mewujudkan kompetensi-kompetensi
yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Pembelajaran dengan menggunakan
media internet atau dengan distance learning tidak menjadi andalan dalam
pembelajaran karena tidak adanya interaksi antara guru dengan murid. Dalam
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) khususnya pelajaran Pendidikan Agama Islam,
tatap muka atau konvensional merupakan proses pembelajaran utama yang
dilakukan di sebagian besar sekolah dan perguruan tinggi yang ada di Indonesia.
Namun KBM tatap muka ini cenderung membuat siswa jenuh dan kurang aktif.
Untuk itu perlu adanya inovasi pembelajaran, yaitu dengan menerapkan konsep
Blended Learning.
Pembelajaran dengan menggunakan media berbasis yang populer dengan
sebutan Web-Based Training (WBT) kadang disebut Web-Based Education (WBE)
dapat didefinisikan sebagai aplikasi teknologi web dalam dunia pembelajaran untuk
sebuah proses pendidikan. Suatu hal yang perlu diingat adalah bagaimana teknologi
web ini dapat membantu proses belajar. Untuk kepentingan ini materi belajar perlu
dikemas berbeda dengan penyampaian yang berbeda pula.
Penyampuran model pembelajaran konvensional dengan belajar secara online
bukanlah hal yang baru, dan pelengkap pembelajaran konvensional adalah e-
learning. E-learning merupakan metode pembelajaran yang berfungsi sebagai
pelengkap metode pembelajaran konvensional dan memberikan lebih banyak
pengalaman afektif bagi pelajar. Singkatnya e-learning menggunakan teknologi
untuk mendukung proses belajar.
Perbedaan pembelajaran konvensional atau e-learning yaitu pada pembelajaran
konvensional guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk
menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarannya. Sedangkan di dalam e-
learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan
bertanggung jawab untuk pembelajarannya.
Pada akhirnya, model pembelajaran ini bertujuan untuk mencapai keefektifan
pembelajaran, pembelajaran online dan face to face. Pengimplementasian model
pembelajaran blended secara lebih luas selayaknya didukung dengan berbagai
penelitian, sehingga prosentasi masing-masing model pembelajaran dapat
diketahui. Blended learning memberikan kesempatan yang terbaik untuk belajar
dari kelas transisi ke e-learning. Blended learning melibatkan kelas (atau tatap
muka) dan belajar online (e-learning). Metode ini sangat efektif untuk menambah
efisiensi untuk kelas instruksi dan memungkinkan peningkatan diskusi atau
meninjau informasi di luar ruang kelas.

B. Unsur-unsur Blended Learning


Berdasarkan pengertian menurut para ahli mengenai Blended Learning, maka
blended learning mempunyai tiga komponen pembelajaran yang dicampur
menjadi satu bentuk pembelajaran. Komponen-komponen itu terdiri dari:
1. Online learning
Menurut Dabbagh (2005: 15) online learning adalah sebagai berikut: Online
learning is an open and distributed learning environment that uses
pedagogical tools, enable by internet and web based technologies, to facilitate
learning and knowledge building through meaningful action and interaction.
Dari definisi yang dikemukakan oleh Dabbagh di atas dapat disimpulkan bahwa
online learning merupakan lingkungan belajar terbuka dengan
mempertimbangkan aspek-aspek pembelajaran dan mungkin menggunakan
teknologi internet dan berbasis web untuk memfasilitasi proses belajar dan
membangun pengetahuan yang berarti.
Sedangkan menurut Carliner (1999) dalam Anderson dan Elloumi (2001: 4)
online learning adalah sebagai berikut: online learning as educational material
that is presented on a computer. Berdasarkan definisi Carliner, online learning
merupakan materi pendidikan yang ditayangkan dengan memanfaatkan
komputer.
Dari definisi para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Online
learning merupakan salah satu dari komponen blended learning, dimana online
learning memanfaatkan internet sebagai salah satu sumber belajar. Online
learning mempergunakan teknologi Internet, intranet, dan berbasis web dalam
mengakses materi pembelajaran dan memungkinkan terjadinya interaksi
pembelajaran antara peserta didik dengan pendidik dimana saja dan kapan saja.
2. Pembelajaran Tatap muka (Face to Face Learning)
Pembelajaran tatap muka merupakan model pembelajaran yang sampai saat
ini masih terus dilakukan dan sangat sering digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk model
pembelajaran konvensional, yang berupaya untuk menyampaikan pengetahuan
kepada peserta didik. Pembelajaran tatap muka mempertemukan guru dengan
murid dalam satu ruangan untuk belajar. Menurut Bonk, Graham (2006: 122)
Pembelajaran tatap muka memiliki karakteristik yaitu terencana, berorientasi
pada tempat (place-based) dan interaksi sosial. Pembelajaran tatap muka
biasanya dilakukan di kelas dimana terdapat model komunikasi synchronous,
dan terdapat interaksi aktif antara sesama peserta didik, peserta didik dengan
pendidik, dan dengan peserta didik lainnya.
Dalam pembelajaran tatap muka pendidik akan menggunakan berbagai
macam metode dalam proses pembelajarannya untuk membuat proses belajar
lebih aktif dan menarik. Beberapa macam bentuk metode pembelajaran yang
biasanya digunakan dalam pembelajaran tatap muka antara lain 1) metode
ceramah, 2) metode penugasan, 3) metode tanya jawab, dan 4) metode
demonstrasi. Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu komponen dalam
blended learning, pembelajaran tatap muka siswa dapat lebih memperdalam
apa yang telah dipelajari melalui online learning, ataupun sebaliknya online
learning untuk lebih memperdalam materi yang diajarkan melalui tatap muka.
3. Belajar Mandiri (Individualizad Learning)
Salah satu bentuk aktivitas model pembelajaran pada blended learning
adalah Individualized learning yaitu peseta didik dapat belajar mandiri dengan
cara mengakses informasi atau materi pelajaran secara online via Internet. Ada
beberapa istilah yang mengacu pada istilah belajar mandiri seperti independent
learning, self direct learning, dan autonomous learning.
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri, karena orang kadang
seringkali salah arti mengenai belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Belajar
mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang
lain dalam belajar. Menurut Wedemeyer (1973) dalam Chaeruman (2007: 10)
belajar mandiri sebagai pembelajaran yang merubah perilaku, dihasilkan dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pebelajar dalam tempat dan waktu
berbeda serta lingkungan belajar yang berbeda dengan sekolah. Peserta didik
yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus
menghadiri pelajaran yang diberikan pengajarnya di kelas. Peserta didik
mempunyai otonomi yang luas dalam belajar. Kemandirian itu perlu diberikan
kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam
mengatur dan mendisplinkan dirinya dalam mengembangkan kemampuan
belajar atas kemauannya sendiri. Sikap-sikap seperti itu perlu dimiliki oleh
peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.
Proses belajar mandiri mengubah peran pendidik atau instruktur menjadi
fasilitator atau perancang proses belajar dan sebagai fasilitator, seorang
pendidik atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar,
atau dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial.
Tugas perancang proses belajar mengharuskan pendidik untuk mengubah
materi ke dalam format yang sesuai dengan pola belajar mandiri. Berdasarkan
definisi para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar mandiri
adalah proses belajar dimana peserta didik memegang kendali atas pengambilan
keputusan terhadap kebutuhan belajarnya dengan sedikit memperoleh bantuan
dari pendidik atau instruktur. Belajar mandiri merupakan salah satu komponen
dalam blended learning, karena dalam online learning di dalamnya terjadi
proses belajar mandiri, karena peserta didik dapat belajar mandiri melalui
online learning.

C. Karakteristik dan Ciri-ciri Blended Learning


Berdasarkan unsur-unsur yang ada dalam Blended learning, maka teori belajar
yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah teori belajar konstruktivisme
(individual learning). Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual
learning) untuk blended learning (Hasibuan 2006: 4) adalah sebagai berikut:
1. Active learners
2. Learners construct their knowledge
3. Subjective, dynamic and expanding
4. Processing and understanding of information
5. Learners has his own learning
Individual learning dalam teori ini adalah peserta didik yang aktif, yang dapat
membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan
berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga
pelajar memiliki pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan
mereka berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri.
Teori belajar berikutnya yang melandasi model blended learning adalah teori
belajar kognitf. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur
pengetahuan yang diorganisasi.
Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang dikembangkan
oleh Vygotsky. Menurut Vigotsky (1978) adalah sebagai berikut: The way
learners construct knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely shaped by
their relationship with other. He argued that the guidance given by more capable
other, allows the learner to engage is levels of activity that could not be managed
alone.
Menurut Sharpen (dalam Rusman 2011: 245) karakteristik blended learning
adalah ketetapan suplemen belajar yang berhubungan dengan kelas konvensional
atau tatap muka dengan menggunakan lingkungan belajar virtual. Dalam
pelaksanaan prakteknya harus didukung oleh pembuatan rancangan pembelajaran
yang matang dengan teknologi sebagai pendukung tambahannya. Karena blended
learning ini adalah model pembelajaran campuran maka teori yang digunakan pun
terdiri atas berbagai teori belajar dari beberapa ahli dengan menyesuaikan situasi
dan kondisi belajar peserta didik
Selain karakteristik yang ada di atas, ciri-ciri lebih spesifik mengenai blended
learning, yaitu:
1. Kegiatan belajar terpisah dengan kegiatan pembelajaran.
2. Selama proses belajar siswa selaku peserta didik dan guru selaku pendidik
terpisahkan oleh tempat, jarak geografis, dan waktu atau kombinasi dari
ketiganya.
3. Karena siswa dan guru terpisah selama pembelajaran, maka komunikasi
diantara keduanya dibantu dengan media pembelajaran, baik media cetak
(bahan ajar berupa modul) maupun media elektronika (CD-ROM, VCD),
telepon, radio, video, televisi, dan komputer.
4. Jasa pelayanaan disediakan baik untuk siswa maupun untuk guru, misalnya
resource learning center atau pusat sumber belajar, bahan ajar, infrakstruktur
pembelajaran. Dengan demikian baik siswa maupun guru tidak harus
mengusahakan sendiri keperluan dalam proses belajar mengajar.
5. Komunikasi antar siswa dan guru dapat dilakukan baik melalui cara komunikasi
satu arah maupun dua arah (two-ways communication), contoh komunikasi
dua arah ini ialah: teleconfrensing, video confrensing, dsb)
6. Proses belajar mengajar pada pendidikan jarak jauh masih dimungkinkan
dengan melakukan pertemuan tatap muka (tutorial), walapun itu bukan suatu
keharusan.
7. Selama kegiatan belajar siswa lebih cenderung membentuk kelompok belajar,
walapun sifatnya tidak tepat dan tidak wajib.
8. Karena hal-hal yang disebutkan di atas maka peran guru lebih bersifat sebagai
fasilitator dan siswa bertindak sebagai participant.
Blended learning dibutuhkan pada saat:
1. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu
pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.
2. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar
dan siswa.
3. Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
4. Membantu proses percepatan pengajaran.

D. Model-model Pembelajaran Blended Learning


Dalam blended learning secara umum terdapat 6 model, yaitu:
1. Face to Face Driver
Melibatkan siswa tidak hanya sekedar tatap muka di ruang kelas atau
laboratorium, melainkan melibatkan siswa dalam kegiatan diluar kelas dengan
mengintegrasikan teknologi web secara online.
2. Rotation
Mengintegrasikan pembelajaran online sambil bertatap muka di dalam kelas
dengan pengawasan guru atau pendidik.
3. Flex
Memanfaatkan media internet dalam penyampai pembelajaran kepada peserta
didik. Dalam hal ini peserta dapat membentuk kelompok diskusi.
4. Online Lap
Pembelajaran yang berlangsung di dalam ruang laboratorium komputer dengan
semua materi pembelajaran disediakan secara softcopy, di mana para peserta
berinteraksi dengan guru secara online. Dalam hal ini guru dibantu oleh
pengawas agar disiplin dalam belajar tetap terjaga.
5. Self Blend
Dalam hal ini peserta mengikuti kursus online, hal ini sebagai pelengkap kelas
tradisional yang dilakukan tidak mesti di dalam ruang kelas akan tetapi bisa di
luar kelas.
6. Online Driver
Merupakan pembelajaran secara online, di mana dalam hal ini seorang guru bisa
mengupload materi pembelajaran di internet, sehingga peserta dapat
mengunduhnya dari jarak jauh agar peserta bisa belajar mandiri di luar kelas
dan dilanjutkan dengan tatap muka berdasarkan waktu yang telah disepakati.

E. Prosedur Pelaksanaan Blended Learning


Menurut Sjukur (2012) secara spesifik Profesor Steve Slemer menyarankan
enam tahapan dalam merancang dan menyelenggarakan blended learning agar
hasilnya optimal, diantaranya adalah (1) tetapkan macam dan materi bahan ajar,
(2) tetapkan rancangan blended learning yang digunakan, (3) tetapkan format on-
line learning, (4) lakukan uji terhadap rancangan yang dibuat, (5) selenggarakan
blended learning dengan baik, dan (6) siapkan kriteria evaluasi pelaksanaan
blended learning.
Pertama, menetapkan macam dan materi bahan ajar. Pendidik harus paham
betul bahan ajar yang seperti apa yang relevan diterapkan pada Pendidikan Jarak
Jauh (PJJ) yang sebagian dilakukan secara face to face dan secara online atau web
based learning.
Kedua, tetapkan rancangan dari blended learning yang digunakan. Rancangan
pembelajaran harus benar-benar dirancang dengan baik dan serius, dan juga harus
melibatkan ahli e-learning untuk membantu. Hal ini bertujuan agar rancangan
pembelajaran yang dibuat benar-benar relevan dan memudahkan sistem
pembelajaran face to face dan jarak jauh, bukan malah mempersulit siswa ataupun
tenaga kependidikan lainnya dalam penyelenggarakan pendidikan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam membuat rancangan pembelajaran blended learning
adalah (a) bagaimana bahan ajar tersebut disajikan, (b) bahan ajar mana yang
bersifat wajib dipelajari dan mana yang sifatnya anjuran guna memperkaya
pengetahuan, (c) bagaimana siswa bisa mengakses dua komponen pembelajaran
tersebut, (d) faktor pendukung apa yang diperlukan, misalnya software apa yang
digunakan, apakah diperlukan kerja kelompok atau individu saja.
Ketiga, tetapkan format online learning. Apakah bahan ajar tersedia dalam
format PDF, video, juga perlu adanya pemberitahuan hosting apa yang dipakai oleh
guru, apakah Yahoo, Google, Facebook, atau lainnya.
Keempat, melakukan uji terhadap rancangan yang dibuat. Uji ini dilakukan
agar mengetahui apakah sistem pembelajaran ini sudah berjalan dengan baik atau
belum. Mulai dari keefektivan dan keefesiensi sangat diperhatikan, apakah justru
mempersulit siswa dan guru atau bahkan benar-benar mempermudah
pembelajaran.
Kelima, menyelenggarakan blended learning dengan baik. Sebelumnya sudah
ada sosialisasi dari guru atau dosen mengenai sistem ini. Mulai dari pengenalan
tugas masing-masing komponen pendidikan, cara akses terhadap bahan ajar, dan
lain-lain. Guru atau dosen disini bertugas sebagai petugas promosi, karena yang
mengikuti penyelenggaraan blended learning bisa dari pihak sendiri dan bahkan
dari pihak lain.
Keenam, menyiapkan kriteria-kriteria untuk melakukan evaluasi. Contoh
evaluasi yang dilakukan yakni:
1. Ease to navigate
Yaitu seberapa mudah siswa bisa mengakses semua informasi yang disediakan
di paket pembelajaran. Kriterianya, makin mudah melakukan akses, makin baik
2. Content/substance
Yaitu bagaimana kualitas isi yang dipakai. Misalnya bagaimana petunjuk
mempelajari bahan ajar itu disiapkan, dan sudah sesuai dengan tujuan
pembelajaran, dan sebagainya. Kriterianya yakni makin mendekati isi bahan
ajar dengan tujuan pembelajaran adalah makin baik
3. Layout/format/appearance
Yaitu paket pembelajaran (bahan, petunjuk, atau informasi lainnya) disajikan
secara profesional. Kriterianya: makin baik penyajian bahan ajar adalah makin
baik.
4. Interest
Yaitu sampai seberapa besar paket pembelajaran yang disajikan mampu
menimbulkan daya tarik siswa untuk belajar. Kriterianya: siswa semakin
tertarik belajar adalah makin baik.
5. Applicability
Yaitu seberapa jauh paket pembelajaran yang bisa dipraktekkan secara mudah.
Kriterianya: makin mudah adalah makin baik
6. Cost-effectiveness/value.
Yaitu seberapa murah biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti paket
pembelajaran tersebut. Kriterianya: semakin murah semakin baik.

F. Kelebihan dan Kekurangan Blended Learning


Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa blended learning lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan sistem tatap muka
maupun dengan sistem e-learning atau pembelajaran online. Tingkat efektifitas
tersebut ditunjang dengan kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran dengan
sistem pembauran (blended learning), sebagai berikut:
1. Penyampaian pembelajaran dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja
dengan memanfaatkan sistem jaringan internet.
2. Peserta didik memiliki keleluasan untuk mempelajari materi atau bahan ajar
secara mandiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang tersimpan secara online.
3. Kegiatan diskusi berlangsung secara online/offline dan berlangsung diluar jam
pelajaran, kegiatan diskusi berlangsung baik antara peserta didik dengan guru
maupun antara antar peserta didik itu sendiri.
4. Pengajar dapat mengelola dan mengontrol pembelajaran yang dilakukan siswa
diluar jam pelajaran peserta didik.
5. Pengajar dapat meminta kepada peserta didik untuk mengkaji materi pelajaran
sebelum pembelajaran tatap muka berlangsung dengan menyiapkan tugas-
tugas pendukung.
6. Target pencapaian materi-materi ajar dapat dicapai sesaui dengan target yang
ditetapkan
7. Pembelajaran menjadi luwes dan tidak kaku
Tentunya, pembelajaran dengan konsep kombinasi/pembauran selain memiliki
kelebihan-kelebihan di atas juga memiliki kekurangan-kekurangan, antara lain:
1. Pengajar perlu memiliki keterampilan dalam menyelenggarakan e-learning
2. Pengajar perlu menyiapkan waktu untuk mengembangkan dan mengelola
pembelajaran sistem e-learning, seperti mengembangkan materi, menyiapkan
assesment, melakukan penilaian, serta menjawab atau memberikan pernyataan
pada forum yang disampaikan oleh peserta didik.
3. Pengajar perlu menyiapkan referensi digital sebagai acuan peserta didik dan
referensi digital yang terintegrasi dengan pembelajaran tatap muka
4. Tidak meratanya sarana dan prasarana pendukung dan rendahnya pemahaman
tentang teknologi.
5. Diperluken strategi pembelajaran oleh pengajar untuk memaksimalkan potensi
blended learning.

G. Kesimpulan
Blended Learning (Pembelajaran dengan pembauran antara metode
pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran e-learning) merupakan
jawaban tepat untuk mengatasi problematika pendidikan yang terjadi kini.
Pendidikan kini menyediakan mata pelajaran/mata kuliah yang banyak sedangkan
waktu belajar di kelas lebih sedikit. Ditambah dengan tuntutan untuk menuntaskan
berdasarkan silabus membuat para pendidik menjadi harus lebih bekerja keras
memenuhi semua itu.
Blended Learning dilaksanakan untuk menjawab permasalah di atas sehingga
proses atau kegiatan belajar mengajar bisa tetap berlangsung walaupun di luar jam
kelas dengan menggunakan beberapa fasilitas media-media yang kini sudah
semakin canggih, seperti: smartphone, video, sound recording, media sosial dan
lain-lain. Hal ini harus didukung pula oleh pendidik agar selalu mengikuti
perkembangan zaman dan kepada para peserta didik sehingga dalam pemanfaatan
media-media tersebut dapat diterima dan dipahami dengan baik.
H. Daftar Pustaka

Anderson, T. dan Fathi Elloumi. 2001. Theory and Practice of Online learning
second edition (http//cde.athabascau.ca/Online_book/) (diunduh tanggal 26
November 2016)

Chaeruman, U, A. 2007. Suatu Model Pendidikan Dengan Sistem Belajar Mandiri.


Jurnal Teknodik No. 21/XI/Teknodik/Agustus (diakses pada 26 November
2016)

Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah. Edisi
Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

J. Bonk & C. R. Graham (Eds.). Handbook of Blended Learning: Global


Perspectives, Local Designs. San Fransisco: Pfeiffer Publishing

Nada Dabbagh dan Brenda Bannan. 2005. Online learning Concepts, Strategies,
and Application. New Jersey: Pearson Education.

Rusman, dkk. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Stacey, Elizabeth. 2009. Effective Blended Learning Practices: Evidence-Based


Perspectives ICT-Facilitated Education. Australia: IGI Global

Vygotsky, L. 1978. Mind in society: The development of higher psychological


processes. Cambridge: Harvard University Press

Anda mungkin juga menyukai