Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN

“Tantangan, Problem dan Solusi Pengembangan MI dan MTS”

Dosen Pengampuh:
Syarifatmah, M.Pd

Kelompok VI Kelas VII A


Disusun Oleh:
Puji Dayati (1711240138)
Rika Rahdiani (1711240108)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat sertakarunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini. Dengan judul makalah “Tantangan, Problem dan
Solusi Pengembangan MI dan MTS”. Dalam proses penyusunan tugas ini
penyusun menemui beberapa hambatan, namun berkat dukungan materil
dari berbagai pihak, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan
cukup baik.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penyusun menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya
tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu,segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya.
Harapan penyusun semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
bagi pembaca lain pada umumnya.

Bengkulu, 14 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Tantangan Dalam Pengembangan MI dan MTS................................6
B. Problem Dalam Pengembangan MI dan MTS..................................11
C. Solusi Dalam Pengembangan MI dan MTS......................................14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan global dapat maju kearah yang positif namun juga dapat
maju kearah yang negatif tergantung pada mereka yang berorientasi pada masa
depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan mereka
yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki masyarakat modern. Dari
keadaan ini, keberadaan masyarakat satu bangsa dengan bangsa lain menjadi
satu disegala bidang ekonomi, budaya, sosial dan lain sebagainya.
Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan
Islam sebagai agama samawi terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan sebuah Negara muslim yang
unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahirnya Islam (Mekkah). Meskipun Islam
baru masuk ke Indonesia pada abad ke tujuh, dunia Internasional mengakui
bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Hal ini, merupakan salah satu indikator keberhasilan
Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Lembaga pendidikan Agama Islam
pertama didirikan di Indonesia adalah dalam bentuk pesantren. Pesantren telah
mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam telah muncul dan
berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Madrasah telah mengalami perkembangan jenjang dan jenisnya seirama dengan
perkembangan bangsa sejak masa kesultanan, masa penjajahan, dan masa
kemerdekaan. Perkembangan tersebut telah merubah pendidikan dari bentuk
awalnya, seperti pengajian di rumah-rumah, langgar, mushalla, dan masjid,
menjadi lembaga formal sekolah seperti bentuk madrasah yang kita kenal saat
ini.
Minat masyarakat Islam di Indonesia terhadap madrasah sebenarnya
cukup tinggi. Di beberapa daerah, jumlah siswa madrasah ibtidaiyah dan
tsanawiyah bahkan lebih banyak daripada jumlah siswa Sekolah Dasar atau

3
SMP. Di mata mereka, madrasah memiliki beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan sekolah umum. Madrasah, terutama yang ada di dalam
pondok pesantren,  memberikan bekal mental keagamaan (keimanan dan
ketaqwaan) yang kuat kepada peserta didiknya. Dengan bekal mental yang kuat
ini, diharapkan apabila menjadi pemimpin dikemudian hari, mereka akan
menjadi pemimpin yang jujur, amanah, dan adil.
Salah satu cita-cita umat Islam Indonesia yang sering dikumandangkan
para pemimpin umat menjelang kemerdekaan ataupun setelah kemerdekaan
adalah adanya lembaga pendidikan yang mampu menyiapkan calon ulama yang
cendekia dan cendekia yang ulama. Dengan istilah lain, menyiapkan anak didik
yang dapat memadukan iptek dan imtaq. Inilah harapan utama masyarakat pada
madrasah. Harapan tersebut sulit diwujudkan setelah adanya SKB 3 Menteri
tahun 1975 yang berimplikasi pada  beban kurikulum 70 % umum 30 % agama.
Apalagi setelah UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989 yang menyamakan kurikulum
sekolah dengan madrasah, yang membedakan hanya jumlah pelajaran ciri khas
(agama).
Melalui SKB ini memang status madrasah disamakan dengan sekolah
berikut jenjangnya. MI sejajar dengan SD, MTs sejajar dengan SMP, dan MA
sejajar dengan SMA. Dengan SKB ini pula alumni MA dapat melanjutkan ke
Universitas umum, dan alumni SMA dapat melanjutkan  studi ke IAIN. Karena
madrasah diakui sejajar dengan sekolah umum, komposisi kurikulum madrasah
harus sama dengan sekolah umum. Efek penyamaan kurikulum ini adalah
bertambahnya beban yang harus dipikul madrasah. Di satu pihak, ia harus
memperbaiki mutu pendidikan umumnya setaraf dengan standar yang berlaku di
sekolah. Di lain pihak, bagaimanapun juga madrasah, sebagai lembaga
pendidikan Islam, harus menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap
baik.  Namun, dengan penguasaan ilmu-ilmu agama hanya 30 % termasuk
bahasa Arab, kiranya sulit  bagi lulusan MA mampu menguasai ilmu
agama  ketika masuk ke IAIN, apalagi menjadi calon-calon ulama. Dengan
beban 70 % umum dan 30 % agama, untuk mewujudakan calon-calon ulama dan

4
kelangkaan ulama akan terjadi di masa yang akan  datang, maka perlu adanya
rekonstruksi MA di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tantangan dalam pengembangan MI dan MTS?
2. Apa saja problem dalam pengembangan MI dan MTS?
3. Apa saja solusi dalam pengembangan MI dan MTS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja tantangan dalam pengembangan MI dan MTS.
2. Untuk mengetahui apa saja problem dalam pengembangan MI dan MTS.
3. Untuk mengetahui apa saja solusi dalam pengembangan MI dan MTS.

5
BAB II
PEMBAHASAN

Secara etimologi, kata “madrasah” dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia  adalah sekolah atau perguruan yang biasanya berdasarkan Agama
Islam.  Sedangkan di dalam Ensiklopedi Islam di Indonesia, kata
madrasah  adalah  kata  yang  berasal  dari  bahasa Arab,  dari  kata  dasar darasa yang
artinya belajar. Madrasah berarti tempat untuk belajar.1 Secara epistemologi,  madrasah
adalah salah satu jenis lembaga pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia yang
diusahakan di samping masjid dan pesantren. Lebih lanjut, dalam konteks Indonesia,
lembaga pendidikan ini merupakan lembaga madrasah timur tengah masa modern
karena pengaruh  pendidikan barat yang  diisi secara dominan
dengan  kurikulum  keagamaan.   Meskipun demikian, karena  pengaruh pengaruh
politik penjajah, sekolah dan madrasah dipandang sebagai dua
bentuk  lembaga  pendidikan  yang  berbeda  secara  dikhotomis:  sekolah bersifat
sekuler dan madrasah bersifat Islam.2
Dalam dunia pendidikan sendiri madrasah di era modern ini memiliki banyak
tantangan, problem dan adapun solusi dalam pengembangan MI dan MTS itu sendiri.

A. Tantangan Dalam Pengembangan MI dan MTS


Madrasah pada abad 21 adalah gambaran dari model sekolah yang
komprehensif dan fleksibel, sehingga setelah lulus, para siswa dapat memainkan
fungsi dan perannya dalam kehidupan yang kompleks dan kompetitif. Untuk itu
madrasah di Indonesia perlu dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan
ruang bagi siswa madrasah untuk pengembangan potensinya secara kreatif dan
dinamis dalam suasana yang demokratis, syarat dengan kebersamaan dan
mengedepankan pentingnya tanggung jawab dan terpenting melek ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, akan keluar dari rahim madrasah

1
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Perguruan Tinggi/ IAIN Jakarta, 1993),  hal.661
2
 Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: PT. Logog Wacana Ilmu,1999), hal.07

6
lulusan-lulusan yang bisa memahami situasi dan keadaan masyarakat abad 21
dengan segala faktor yang dapat mendukung mereka sehingga memenangkan
kompetisi yang kompetitif pada abad ini. Semakin tinggi kontribusi lulusan
madrasah, akan menjadi tolak ukur dan bagian dari sebuah penilaian masyarakat
terhadap madrasah.
Berikut adalah tantangan-tantangan yang dihadapi madrasah pada abad
21:
a. Revolusi Mental Guru
Dalam menghadapi tantangan-tantangan abad 21, revolusi mental guru-
guru madrasah perlu dilakukan, dari mental guru yang kurang memberikan
ruang bagi siswa untuk pengembangan potensinya secara kreatif dan dinamis,
tidak demokratis, tidak bertanggung jawab, dan lain-lain, menjadi guru yang
memberi lebih banyak ruang untuk siswa sehingga menjadi kreatif dan dinamis,
guru yang demokratis, bertanggung jawab, dan seterusnya.
Pada guru harus muncul kesadaran bahwa mereka tidak saja sedang
menyiapkan siswasiswa yang “kelak” lulus mampu hidup di tengah-tengah
masyarakat, tetapi juga sedang membawa siswa-siswanya untuk mendapatkan
pengalaman riil bermasyarakat, dalam artian siswa “telah” siap hidup di tengah-
tengah masyarakat. Guru-guru madrasah tidak boleh kaku dalam memandang
kurikulum pembelajaran, sehingga tidak seharusnya ada siswa sebagai subjek
yang pasif. Selaras dengan pandangan progresivisme seumumnya, siswa
bukanlah sekumpulan individu yang pasif, melainkan manusia seutuhnya yang
bertumbuh dan berkembang selaras dengan interaksi yang mereka lakukan
dengan lingkungan sekitarnya. Apalagi, realitas bukanlah sesuatu yang mati dan
tidak berubah, melainkan sesuatu yang dinamis dan berubah.
Hal ini sejalan dengan filsafat progresivisme yang menaruh kepercayaan
tinggi pada kekuatan alamiah manusia di mana kekuatan inilah yang diwarisi
semua orang sejak lahir. Maka seorang guru, hendaknya memperlakukan siswa-
siswanya layaknya sebagai seorang manusia, yaitu memahami fitrah siswa-siswa
mereka yang sejak lahir telah membawa bakat dan kemampuan atau potensi

7
dasar terutama daya akalnya. Dengan daya akalnya tersebut, siswa mampu
mengatasi segala masalah yang ia hadapi baik berupa tantangan, hambatan,
ancaman, maupun gangguan-gangguan yang timbul dari lingkungan hidupnya.
Potensi-potensi yang dipunyai siswa mengandung kekuatan-kekuatan yang mesti
dapat diperhatkan dan dikembangkan oleh seorang guru. Sebagaimana pendapat
Jalaluddin dan Idi, sebagai makhluk biologis siswa mesti diposisikan sebagai
“manusia yang utuh”, yang dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia,
atau sebagai pelaku hidupnya.
Guru madrasah di abad 21 mesti sadar pula dengan posisinya yang hanya
sebatas fasilitator pembelajaran, yaitu sebagai penasihat, pembimbing atau
pemandu daripada rujukan otoriter yang tak bisa dibantah di kelas. Untuk itu,
guru harus meneroka karakter siswasiswanya, meningkatkan keahliannya baik
dalam bidang yang diajarkan maupun cara mengajarkannya dan mengamalkan
ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya (Tafsir,
2010). Pada konteks ini, model pembelajaran yang dikembangkan merupakan
sebuah pengkondisian, proses penggalian dan pengalaman secara kontinyu atau
terus-menerus. Karenanya pembelajaran di kelas yang dikembangkan oleh guru
madrasah berpusat pada kondisi konkret siswa sebagai subjek didik, terutama
berdasarkan minat, bakat dan kemampuan serta kepekaan terhadap dinamika
perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat.
Secara mentalitas, guru-guru madrasah mesti selalu siap sedia untuk
mengubah metode dan kebijakan perencanaan pembelajarannya, seiring dengan
perkembangan abad 21, yang juga erat kaitannya dengan kemajuan sains dan
teknologi abad ini serta perubahan lingkungan tempat di mana pembelajaran
siswa seharusnya berlangsung. Intinya memang bukan terletak pada ikhtiar
siswa menyesuaikan diri dengan masyarakat atau dunia luar madrasah, dan
demikian pula bukan terletak dalam ikhtiar siswa untuk menyesuaikan dirinya
dengan standar kebaikan atau kebenaran, melainkan sebagai ikhtiar yang terus-
menerus dalam menyusun kembali (rekonstruksi) dan menata ulang
(reorganisasi) pengalaman hidup siswa sebagai subjek didik.

8
Seorang guru madrasah mesti memahami bahwa pendidikan adalah
kehidupan itu sendiri, dan lebih dari sekedar sebuah persiapan untuk hidup
(Dewey, 1997). Sehingga, siswa-siswa pada madrasah dapat diajak belajar
langsung menyelami kehidupannya di luar madrasah sebagaimana
pengalamannya. Harapannya, berkembang atmosfer madrasah yang kooperatif
dan demokratis. Keberhasilan madrasah diukur dari kesiapannya dalam
menyiapkan lulusan-lulusan madrasah yang siap bersaing pada abad ini,
tergantung dari sejauhmana kemampuan guruguru di madrasah dalam
mengembangkan keterampilan-keterampilan yang tepat untuk bisa survive.
Melalui madrasah, para guru mesti mampu mencetak lulusan-lulusan yang cepat,
kuat, dan mampu menganalisis kompleksitas dan keadaan ketidakpastian yang
sedang mereka hadapi dalam persaingan pasar kerja. Disadari bersama, dunia
yang begitu cepat berubah pada abad ini, bahkan terkesan disruptif, tentu
mensyaratkan seseorang mampu belajar lebih cepat. Kecenderungan inilah yang
mesti disadari oleh para guru-guru madrasah. Keadaan dunia yang makin syarat
kompleksitas juga menuntut seseorang mampu menganalisis setiap situasi secara
logis dan memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi secara kreatif.
Apalagi mereka memang tengah menghadapi siswa-siswa yang terlahir.
b. Membekali Siswa dengan Keterampilan Abad 21
Madrasah di Indonesia ditantang untuk mampu membekali siswanya
yang terlahir sebagai digital native dengan pengetahuan dan keterampilan abad
21 (21st Century Skills). Keterampilan abad 21 yang dimaksud adalah
keterampilan siswa untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif
dan inovatif, keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi, keterampilan
mencari, mengelola dan menyampaikan informasi, serta terampil menggunakan
informasi dan teknologi.
c. Mengintegrasikan Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran
Pada abad 21 ini, fenomena disrupsi membuat terjadinya pergeseran
peran guru pada proses pembelajaran, yang semula sebagai sumber pengetahuan
dan pusat pembelajaran, kini sebagai fasilitator, mediator dan motivator dalam

9
pembelajaran. Menyadari pentingnya hal ini, maka pembelajaran, baik teori
maupun praktik mesti terintegrasi dengan penggunaan teknologi.Maka
madrasahmadrasah di Indonesia pada abad 21 ini dituntut sehingga berani
berinvestasi di teknologi pembelajaran mutakhir, dan berani membangun pola
manajemen dan sistem kepemimpinan baru berbasis daring yang lebih
transparant, terintegrasi dan akuntabel.
Guru-guru madrasah harus move on dari yang model pembelajarannya
masih konvensional diganti dengan model pembelajaran dengan memanfaatkan
teknologi dan informasi sehingga melahirkan kreatifitas guru dan siswa dengan
memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. Betul, pemanfaatan teknologi
dan informasi membawa dampak positif sekaligus negatif bagi kehidupan
manusia. Namun apabila digunakan dengan bijak, teknologi akan sangat berguna
bagi manusia. Di sinilah peranan guru-guru madrasah sangat dominan dalam
menyampaikan dan memotivasi siswa dalam pemanfaatan berbagai sumber
belajar untuk meningkatkan pengetahuan serta kreatifitasnya dalam menghadapi
tantangan abad ini.
d. Reformasi Kurikulum Sesuai Selera Abad 21
Kurikulum yang dimaksud di sini adalah keseluruhan program pendidikan yang
di dalamnya mencakup masalah-masalah metodologis, tujuan, level pengajaran,
materi pembelajaran, dan semacamnya. Hal ini sejalan dengan definisi
kurikulum yang diberikan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 ayat 19
disebutkan sebagaiseperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum
sebuah hal yang penting dalam dunia pendidikan, termasuk bagi madrasah.
Salah satu sebab pentingnya kurikulum, adalah, untuk membuat arah pendidikan
menjadi jelas terutama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu,
kurikulum pendidikan mesti update dalam pengertian tidak ketinggalan zaman.
Maka reformasi kurikulum pendidikan menjadi hal yang biasa dilakukan karena

10
adanya perubahan tuntutan zaman. Agar dapat survive dan tidak ketinggalan
zaman, serta berangkat dari paparan di atas, jelas diperlukan reformasi
kurikulum pendidikan madrasah saat ini sehingga dapat sesuai kebutuhan abad
21. Kurikulum pendidikan madrasah mesti progresif bersesuaian dengan ciri-ciri
pendidikan abad 21.3
Selain itu adapun tantangan dan masalah internal pendidikan Islam pasca
modernisasi dan tantangan modernitas pada hari ini dan masa depan, secara
umum adalah:
1. Jenis  pendidikan  yang  dipilih  dan  dilaksanakan  di  Indonesia.  Ada  empa
t  jenis pendidikan Islam yang disediakan yakni:
a. Pendidikan yang berpusat pada tafaqquh fi al-din.
b. Pendidikan madrasah yang mengikuti kurikulum Diknas dan Depag.
c. Sekolah Islam “plus” atau unggulan yang  mengikuti kurikulum
Diknas,  yang pada dasarnya  adalah pendidikan umum plus  agama. 
d. Pendidikan  ketrampilan  seperti SMK.
2. Berkaitan dengan masalah pertama, yakni persoalan identitas diri lembaga
pendidikan Islam tertentu. Pada satu sisi, pengakuan atas penyetaraan
pendidikan di atas telah membuka peluang-peluang bagi penyelenggara
pendidikan Islam, namun permasalahan selanjutnya yang justru lahir adalah
kemungkinan mengorbankan identitas pendidikan Islam itu sendiri. Terjadi
perbenturan antara social expectations dan academic expectations.
3. Penguatan  kelembagaan  dan  manajemen.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari,  per
ubahan - perubahan pengelolaan dan manajemen pendidikan Islam, seperti
dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen modern diantaranya total
quality manaegement (TQM), atau corporate good governance, yang kini
telah mulai diterapkan pada sementara lembaga- lembaga pendidikan selain
Islam.4

B. Problem Dalam Pengembangan MI dan MTS


Sebagai upaya inovasi dalam Sistem Pendidikan Islam, madrasah tidak
lepas dari berbagai problema yang dihadapi. Problema-problema tersebut,
menurut Darmu'in (1998), antara lain:

3
Syamsul Kurniawan, Tantangan Abad 21 bagi Madrasah di Indonesia.
https://core.ac.uk/download/pdf/291661132.pdf. Diakses pada tanggal 14 November 2020
4
Muhammad Syamsuddin, MADRASAH DAN TANTANGAN MODERNITAS (Perspektif Filsafat Pendidikan Islam).

http://tunailmu.blogspot.com/2016/07/madrasah-dan-tantangan-modernitas.html. Diakses pada tanggal 14 November 2020

11
1. Madrasah telah kehilangan akar sejarahnya, artinya keberadaan madrasah
bukan merupakan kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa pesantren
merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia.
2. Terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah
diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum yang
relatif sama dengan sekolah umum. Di sisi lain, madrasah dianggap sebagai
pesantren dengan sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah
diniyah.5
Dengan demikian, sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah
belum memiliki jati diri yang dapat dibedakan dari lembaga pendidikan lainnya.
Efek pensejajaran madrasah dengan sekolah umum yang berakibat berkurangnya
proporsi pendidikan agama dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30%
agama dan 70% umum dirasa sebagai tantangan yang melemahkan eksistensi
pendidikan Islam. Beberapa permasalahan yang muncul kemudian, antara lain:
1. Berkurangnya muatan materi pendidikan agama. Hal ini dilihat sebagai
upaya pendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum agama
sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati, apalagi
kemudian dikurangi.
2. Tamatan Madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak mendalam
sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.
Diakui bahwa model pendidikan madrasah di dalam perundang-
undangan negara, memunculkan dualisme sistem Pendidikan di Indonesia.
Dualisme pendidikan di Indonesia telah menjadi dilema yang belum dapat
diselesaikan hingga sekarang. Dualisme ini tidak hanya berkenaan dengan
sistem pengajarannya tetapi juga menjurus pada keilmuannya. Pola pikir yang
sempit cenderung membuka gap antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu
umum. Seakan-akan muncul ilmu Islam dan ilmu bukan Islam (kafir). Padahal

5
Titis Mufatikhah. PROBLEMATIKA MADRASAH BESERTA SOLUSINYA http://agungtitis.blogspot.com/.Diakses
pada tanggal 14 November 2020

12
dikhotomi keilmuan ini justru menjadi garapan bagi para pakar pendidikan Islam
untuk berusaha menyatukan keduanya.
Dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang manajerialnya,
khususnya di lembaga swasta. Lembaga swasta umumnya memiliki dua top
manager yaitu kepala madrasah dan ketua yayasan (atau pengurus). Meskipun
telah ada garis kewenangan yang memisahkan kedua top manager tersebut,
yakni kepala madrasah memegang kendali akademik sedangkan ketua yayasan
(pengurus) membidangi penyediaan sarana dan prasarana, sering di dalam
praktik terjadi overlapping. Masalah ini biasanya lebih buruk jika di antara
pengurus yayasan tersebut ada yang menjadi staf pengajar. Di samping ada
kesan mematai-matai kepemimpinan kepala madrasah, juga ketika staf pengajar
tersebut melakukan tindakan indisipliner (sering datang terlambat), kepala
madrasah merasa tidak berdaya menegurnya.6
Praktek manajemen di madrasah sering menunjukkan model manajemen
tradisional, yakni model manajemen paternalistik atau feodalistik. Dominasi
senioritas semacam ini terkadang mengganggu perkembangan dan peningkatan
kualitas pendidikan. Munculnya kreativitas inovatif dari kalangan muda
terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak menghargai senior. Kondisi yang
demikian ini mengarah pada ujung ekstrem negatif, hingga muncul kesan bahwa
meluruskan langkah atau mengoreksi kekeliruan langkah senior dianggap tabiat
su'ul adab.
Dualisme pengelolaan pendidikan juga terjadi pada pembinaan yang
dilakukan oleh departemen yaitu Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
dan Departemen Agama (Depag). Pembinaan Madrasah di bawah naungan
Depag berhadapan dengan Sekolah umum di bawah pembinaan Depdiknas
sering menimbulkan kecemburuan sejak di tingkat (SD dan MI) hingga
perguruan tinggi. Dari alokasi dana, perhatian, pembinaan manajerial, bantuan
buku dan media pembelajaran, serta penempatan guru, hingga pemberian

6
Titis Mufatikhah. PROBLEMATIKA MADRASAH BESERTA SOLUSINYA http://agungtitis.blogspot.com/.Diakses
pada tanggal 14 November 2020

13
beasiswa pendidikan lanjut sering tidak sama antara yang diterima oleh sekolah
umum (Depdiknas) dengan madrasah (Depag).
Kesenjangan antara madrasah swasta dan madrasah negeri pun
tampaknya juga menjadi masalah yang belum tuntas diselesaikan. Gap tersebut
meliputi beberapa hal seperti pandangan guru, sarana dan prasarana, kualitas
input siswa dan sebagainya yang kesemuanya itu berpengaruh baik langsung
maupun tidak langsung kepada mutu pendidikan. Yang demikian ini karena
munculnya SKB tiga menteri tersebut belum diimbangi penyediaan guru, buku-
buku dan peralatan lain dari departemen terkait.

C. Solusi Dalam Pengembangan MI dan MTS


Adapun solusi yang dapat kita lakukan dalam mengatasi problem dan
tantangan yang ada yaitu dengan. Pertama, bagaimana semua pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan ini secara serius memperhatikan sarana
penunjang pendidikan yang dibutuhkan anak didik di madrasah. Diantaranya
rasio kebutuhan buku paket atau buku pegangan siswa, laboratorium dan sarana
pendukung lainnya. Seperti perpustakaan yang sangat minim dibanding lembaga
pendidikan umum. Kedua, merancang pola rekrutmen guru dalam rangka
menyediakan tenaga guru yang memenuhi standardisasi, kualifikasi, dan
kompetensi dibidang pendidikan, serta berdedikasi tinggi.
Ketiga, tampaknya perlu dimulai dipikirkan subsidi silang, swastanisasi
terhadap sekolah-sekolah negeri (umum) yang sudah mapan dalam
penyelenggaraan pendidikannya. Sehingga dalam berbagai bentuk subsidi dapat
dialokasikan secara seimbang kepada sekolah-sekolah yang masih terpinggirkan,
khususnya kepada madrasah yang selama ini lebih banyak bergantung kepada
swadaya masyarakat. Keempat, tidak ada dikotomi antara pendidikan umum
dengan madrasah. Sebab, itu akan menimbulkan kekeliruan pemahaman
dikalangan masyarakat luas, yang pada akhirnya menghambat proses
penyelenggaraan pendidikan nasional yang sama-sama mencerdaskan anak
bangsa. Kelima, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk

14
memosisikan diri, peran serta partisipasinya dalam penyelenggaraan pendidikan
secara utuh, sebagaimana pada awal-awal keberadaan madrasah, apalagi bila
mampu menyediakan orang tua asuh bagi siswa yang kurang mampu.
Adapun kebijakan yang diambil dalam menentukan nasib madrasah,
setidaknya perlu memperhatikan beberapa hal :
1. Tidak merugikan ciri khas Agama Islam baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Misalnya, baik karena perubahan sosila politik, pergantian desicion
maker, dan sebagainya.
2. Tidak ada lagi diskriminasi perlakuan antara madrasah dan sekolah umum.
Termasuk misalnya diskriminasi dalam hal anggaran. Pengaturan dana
antara pendidikan di bawah Depdiknas dan Depag hanyamasalah teknis
prosedural yang diharapkan bisa diatur. Misalnya, melalui upaya
memperjelas prosedur tentang pembagian anggaran pendidikan dengan
mempertimbangkan keadailan dalam distribusu maupun kualitasnya.
3. Perlunya perhatian pemerintah daerah yang cukup, meskipun selama ini
madrasah berada langsung di bawah pusat. Sebab bagaimanapun, persoalan
pendidikan adalah persoalan universal, dan merupakan investasi jangka
panjang.
4. Jika desain sentralisasi pembinaan madrasah untuk saat ini dianggap masih
efektif untuk mencapai dan menjaga visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional maka Depag perlu melakukan upaya optimalisasi koordinasi dengan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, disamping meningkatkan
akuntabilitas lembaganya.7

BAB III
7
Titis Mufatikhah. PROBLEMATIKA MADRASAH BESERTA SOLUSINYA http://agungtitis.blogspot.com/.Diakses
pada tanggal 14 November 2020

15
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun tantangan tantangan yang dihadapi madrasah pada abad 21:
 Revolusi Mental Guru
 Membekali Siswa dengan Keterampilan Abad 21
 Mengintegrasikan Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran
 Reformasi Kurikulum Sesuai Selera Abad 21
Problema-problema tersebut, menurut Darmu'in (1998), antara lain:
1. Madrasah telah kehilangan akar sejarahnya, artinya keberadaan madrasah
bukan merupakan kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa
pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam pertama di
Indonesia.
2. Terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah
diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum
yang relatif sama dengan sekolah umum. Di sisi lain, madrasah dianggap
sebagai pesantren dengan sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan
madrasah diniyah.
Adapun solusi yang dapat kita lakukan dalam mengatasi problem dan
tantangan yang ada yaitu dengan. Pertama, bagaimana semua pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan ini secara serius memperhatikan sarana
penunjang pendidikan yang dibutuhkan anak didik di madrasah.
Kedua, merancang pola rekrutmen guru dalam rangka menyediakan tenaga guru
yang memenuhi standardisasi, kualifikasi, dan kompetensi dibidang pendidikan,
serta berdedikasi tinggi.
Ketiga, tampaknya perlu dimulai dipikirkan subsidi silang, swastanisasi
terhadap sekolah-sekolah negeri (umum) yang sudah mapan dalam
penyelenggaraan pendidikannya. Keempat, tidak ada dikotomi antara pendidikan
umum dengan madrasah. Sebab, itu akan menimbulkan kekeliruan pemahaman
dikalangan masyarakat luas, yang pada akhirnya menghambat proses

16
penyelenggaraan pendidikan nasional yang sama-sama mencerdaskan anak
bangsa. Kelima, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
memosisikan diri, peran serta partisipasinya dalam penyelenggaraan pendidikan
secara utuh, sebagaimana pada awal-awal keberadaan madrasah, apalagi bila
mampu menyediakan orang tua asuh bagi siswa yang kurang mampu.

17
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana
Perguruan Tinggi/ IAIN. 1993

Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: PT. Logog Wacana


Ilmu.1999

Titis Mufatikhah. PROBLEMATIKA MADRASAH BESERTA SOLUSINYA


http://agungtitis.blogspot.com/.Diakses pada tanggal 14 November 2020

Syamsul Kurniawan, Tantangan Abad 21 bagi Madrasah di Indonesia.


https://core.ac.uk/download/pdf/291661132.pdf. Diakses pada tanggal 14 November
2020

Muhammad Syamsuddin, MADRASAH DAN TANTANGAN MODERNITAS


(Perspektif Filsafat Pendidikan Islam).
http://tunailmu.blogspot.com/2016/07/madrasah-dan-tantangan-modernitas.html.
Diakses pada tanggal 14 November 2020

Anda mungkin juga menyukai