Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN

“Tantangan, Problem dan Solusi Pengembangan Pendidikan Keagamaan (Diniyyah)”

Dosen Pengampuh:
Syarifatmah, M.Pd

Kelompok VIII Kelas VII A


Disusun Oleh:
Agustini Elni Putri (1711240128)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat sertakarunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini. Dengan judul makalah “Tantangan, Problem dan
Solusi Pengembangan Pendidikan Keagamaan (Diniyyah)”. Dalam
proses penyusunan tugas ini penyusun menemui beberapa hambatan,
namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penyusun menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya
tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu,segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya.
Harapan penyusun semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
bagi pembaca lain pada umumnya.

Bengkulu, 22 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Tantangan Dalam Pengembangan Madrasah Diniyyah.......................4
B. Problem Dalam Pengembangan Madrasah Diniyyah.........................6
C. Solusi Dalam Pengembangan Madrasah Diniyyah............................ 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan
pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan
pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur
sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang
pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan
pendidikan agama Islam tingkat dasar selama selama 4 (empat) tahun dan
jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu, Madrasah Diniyah Wustho,
dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama
sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah
Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar
18 jam pelajaran seminggu dan Madrasah Diniyah Ulya, dalam
menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas dengan
melanjutkan dan mengembangkan pendidikan Madrasah Diniyah Wustho, masa
belajar 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam per minggu.
Madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata
madrasah dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa
yang berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-
din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan
satu tersebut, madrasah diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan,
dalam hal ini agama islam
Kesadaran Masyarakat Islam akan pentingnya Pendidikan Agama telah
membawa kepada arah pembaharuan dalam Pendidikan. Salah satu
Pembaharuan Pendidikan Islam di indonesia di tandai dengan lahirnya beberapa
Madrasah Diniyah, seperti Madrasah Diniyah (Diniyah School) yang didirikan
oleh Zainuddin Labai al Yunusi tahun 1915 dan Madrasah diniyah Putri yang
didirikan oleh Rangkayo Rahmah El Yunusiah tahun 1923. Dalam sejarah,
Keberadaaan Madrasah diniyah di awali lahirnya Madrasah Awaliyah telah

1
hadir pada masa Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara luas. Majelis
tinggi Islam menjadi penggagas sekaligus penggerak utama berdirinya
Madrasah-Madrasah Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia
minimal 7 tahun. Program Madrasah Awaliyah ini lebih ditekankan pada
pembinaan keagamaan yang diselenggarakan sore hari.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah,
Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk
memenuhi Permintaan masyarakat tentang pendidikan agama. Madrasah
Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama
Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan
agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari
keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di Indonesia.
Keberadaan peraturan perundangan tersebut telah menjadi ”tongkat penopang”
bagi madrasah diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama
ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana
pola pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan
ini layak untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Sebagian Madrasah Diniyah khususnya yang didirikan oleh organisasi-
organisasi Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic School, Norma Islam
dan sebagainya. Setelah Indonesia merdeka dan berdiri Departemen Agama
yang tugas utamanya mengurusi pelayanan keagamaan termasuk pembinaan
lembaga-lembaga pendidikan agama, maka penyelenggaraan Madrasah Diniyah
mendapat bimbingan dan bantuan Departemen Agama.
Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah yang didalamnya terdapat
sejumlah mata pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah. sedangkan
Madrasah Diniyah khusus untuk pelajaran agama. Seiring dengan munculnya

2
ide-ide pembaruan pendidikan agama, Madrasah Diniyah pun ikut serta
melakukan pembaharuan dari dalam. Beberapa organisasi penyelenggaraan
Madrasah Diniyah melakukan modifikasi kurikulum yang dikeluarkan
Departemen Agama, namun disesuaikan dengan kondisi lingkungannya,
sedangkan sebagian Madrasah Diniyah menggunakan kurikulum sendiri
menurut kemampuan dan persepsinya masing-masing.
Selain itu dalam pengembangannya madrasah diniyyah banyak juga
dihapakan oleh berbagai macam hambatan, tantangan, problematika yang dapat
menyebabkan sedikit terganggunya perkembangan madrasah diniyyah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tantangan dalam pengembangan madrasah diniyyah?
2. Apa saja Problem dalam pengembangan madrasah diniyyah?
3. Bagaimana solusi dalam pengembangan madrasah diniyyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja tantangan dalam pengembangan madrasah
diniyyah.
2. Untuk mengetahui apa saja problem dalam pengembangan madrasah
diniyyah.
3. Untuk mengetahui apa saja tantangan dalam pengembangan madrasah
diniyyah.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tantangan Madrasah Diniyyah
Pendidikan Islam di zaman ini menghadapi tantangan-tantangan yang
serius untuk tetap eksis di dunia pendidikan. Adapun tantangannya adalah
sebagai berikut: “pertama orientasi dan tujuan pendidikan. Kedua, pengelolaan
(manajemen) sistem manajemen ini yang akan mempengaruhi dan mewarnai
keputusan dan kebijakan yang diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan.
Ketiga, hasil (out put). Bagaimana produk yang dihasilkan dari sebuah lembaga
pendidikan bisa dilihat dari kualitas luaran (out putnya).1
1. Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam Untuk menghadapi derasnya arus globalisasi, madrasah
harus siap dalam menghadapinya. Di antara beberapa hal yang harus disiapkan
adalah perbaikan mutu sebagai berikut:
a. Metode Pembelajaran Agama Islam.
Pendidikan agama Islam sebenarnya tidak hanya cukup dilakukan
dengan pendekatan teknologik karena aspek yang dicapai tidak cukup
kognitif tetapi justru lebih dominan yang afektif dan psikomotorik, maka
perlu pendekatan yang bersifat non-teknologik. Pembelajaran tentang akidah
dan akhlak lebih menonjolkan aspek nilai, baik ketuhanan maupun
kemanusiaan yang hendak ditanamkan dan dikembangkan pada diri siswa
sehingga dapat melekat menjadi sebuah kepribadian yang mulia, sehingga
menurut Noeng Muhajir ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam
pembelajaran nilai yaitu: tradisional maksudnya dengan memberikan nasehat
dan indoktrinasi, bebas maksudnya siswa diberi kebebasan nilai yang
disampaikan, reflektif maksudnya mondar-mandir dari pendekatan teoritik
ke empiric, transiternal maksudnya guru dan siswa sama-sama terlibat dalam

1
A. Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,
2009), hlm. 104-105

4
proses komunikasi aktif tidak hanya verbal dan fisik tetapi juga melibatkan
komunikasi batin.2
b. Materi Pembelajaran Agama Islam
Pendidikan agama dipandang masih jauh dari pendekatan pendidikan
multi cultural, akibatnya masih banyak kerusuhan yang dipicu dari masalah
SARA. Untuk itu materi pendidikan agama hendaknya merupakan sarana
yang sangat efektif untuk menginternalisasi nilai-nilai atau aqidah inklusif
pada peserta didik. Selain itu, pada masalah-masalah syari ah pendidikan
agama Islam selama ini mencetak umat Islam yang selalu bertengkar.
Maka dalam hal ini pendidikan Islam perlu memberikan
pembelajaran fiqih muqarran untuk memberikan penjelasan adanya
perbedaan pendapat dalam Islam dan semua pendapat itu samasama
memiliki argumen, dan wajib bagi kita untuk menghormati. Sekolah tidak
menentukan salah satu mazhab yang harus diikuti oleh peseta didik, pilihan
mazhab terserah kepada mereka masingmasing.3
c. Sumber Daya Guru Agama
Guru menempati perananan suci dalam mengelola kegiatan
pembelajaran, maka dibutuhkan guru yang dirumuskan Zakiyah Drajat
sebagai berikut: Mencintai jabatannya,bersikap adil, sabar dan tenang,
berwibawa, gembira, manusiawi dan dapat bekerja sama dengan
masyarakat.4
d. Fasilitas Kegiatan Keagamaan
Salah satu faktor yang dibutuhkan dalam peningkatan mutu
pendidikan agama Islam di sekolah formal saat ini adalah: tempat ibadah

2
Noeng Muhajir, Wawasan Teknologik dan Operasionalnya, (Yogyakarta: Makalah Teknologi
Pendidikan IAIN Sunan Kalijaga, 1996).
3
Achmad Nur Fatoni, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (STAIN
Tulungagung: Jurnal Ilmiah Tarbiyah, 1997), vol. 17
4
Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: H. Masagung, 1990), hlm. 54

5
(masjid atau musholla), ruang bimbingan dan penyuluhan agama,
laboratorium keagamaan dan computer berbasis internet.5
e. Instrumen Penunjang
Mengingat pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang
universal maka, dibutuhkan instrument penunjang antara lain: school culture,
extra kurikuler keagamaan, tim penggerak proses pendidikan keagamaan
(kepala sekolah, dewan, guru, karyawan, komite, masyarakat sekitar, LSM
dan alumni).6
B. Problem Madrasah Diniyyah
Problematika Madrasah Sebagai upaya inovasi dalam sistem pendidikan
Islam, madrasah tidak lepas dari berbagai problema yang dihadapi. Problema
tersebut antara lain:
1. Madrasah telah kehilangan akar sejarahnya, artinya keberadaan madrasah
bukan merupakan kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa
pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam pertama di
Indonesia.
2. Terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah
diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum
yang relatif sama dengan sekolah umum. Di sisi lain, madrasah dianggap
sebagai pesantren dengan sistem klasikal. Seiring perkembangan jaman
dengan berbagai kebutuhab dibidang ilmu keagamaan, maka madrasah
ditingkat dasar ini dikenal dengan nama Madrasah Diniyah.
Dengan demikian, sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah
belum memiliki jati diri yang dapat dibedakan dari lembaga pendidikan lainnya.
Efek pensejajaran madrasah dengan sekolah umum yang berakibat berkurangnya
proporsi pendidikan agama dari 60% agama dan 40% umum menjadi 30%
agama dan 70% umum dirasa sebagai tantangan yang melemahkan eksistensi
pendidikan Islam. Beberapa permasalahan yang muncul kemudian, antara lain:
5
Departeman Agama RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Tim Pengadaan buku,
2001), hlm. 27
6
Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: H. Masagung, 1990), hlm. 54

6
a) Berkurangnya muatan materi Pendidikan Agama. Hal ini dilihat sebagai
upaya pendangkalan pemahaman agama, karena muatan kurikulum
agama sebelum SKB dirasa belum mampu mencetak muslim sejati,
apalagi kemudian dikurangi.
b) Alumni madrasah serba tanggung. Pengetahuan agamanya tidak
mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.
Diakui bahwa model pendidikan madrasah di dalam perundang-
undangan negara, memunculkan dualisme sistem pendidikan di
Indonesia. Dualisme pendidikan di Indonesia telah menjadi dilema yang
belum dapat diselesaikan hingga sekarang. Dualisme ini tidak hanya
berkenaan dengan sistem pengajaran 5 saja tetapi juga menjurus pada
keilmuannya. Pola pikir yang sempit cenderung membuka anggapan
antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum. Seakan-akan
muncul ilmu Islam dan ilmu bukan Islam. Padahal dikhotomi keilmuan
ini justru menjadi garapan bagi para pakar pendidikan Islam untuk
berusaha menyatukan keduanya. 7
Dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang managerialnya,
khususnya di lembaga swasta. Lembaga swasta pada umumnya memiliki dua top
manager yaitu kepala madrasah dan ketua yayasan (atau pengurus). Meskipun
telah ada garis kewenangan yang memisahkan kedua top manager tersebut,
yakni kepala madrasah memegang kendali akademik sedangkan ketua yayasan
(pengurus) membidangi penyediaan sarana dan prasarana. Sementara dilapangan
sering sering kita dapati terjadi overlapping. Masalah ini biasanya lebih buruk
jika di antara pengurus yayasan tersebut ada yang menjadi staf pengajar. Di
samping ada kesan mematai-matai kepemimpinan kepala madrasah, juga ketika
staf pengajar tersebut melakukan tindakan indisipliner (sering datang terlambat),
kepala madrasah merasa tidak berdaya menegurnya.

7
ADE IMELDA FRIMAYANTI.Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Problematika
Globalisasi. file:///C:/Users/user/Downloads/1447-Article%20Text-3428-1-10-20180419.pdf.
Diakses pada tanggal 22 November 2020

7
Praktek manajemen di madrasah sering menunjukkan model manajemen
tradisional, yakni model manajemen paternalistik atau feodalistik. Dominasi
senioritas semacam ini terkadang mengganggu perkembangan dan peningkatan
kualitas pendidikan. Munculnya kreativitas inovatif dari kalangan muda
terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak menghargai senior. Kondisi yang
demikian ini mengarah pada ujung ekstrem negatif, hingga muncul kesan bahwa
meluruskan langkah atau mengoreksi kekeliruan langkah senior dianggap tabiat
su'ul adab.
Dualisme pengelolaan pendidikan juga terjadi pada pembinaan yang
dilakukan oleh kementerian lain yaitu Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas) dan Kementerian Agama (Kemenag). Pembinaan madrasah di
bawah naungan Kementerian Agama berhadapan dengan Sekolah umum di
bawah pembinaan Sisdiknas sering menimbulkan kecemburuan sejak di tingkat
(SD dan MI) hingga perguruan tinggi. Dari alokasi dana, perhatian, pembinaan
gmanajerial, bantuan buku dan media pembelajaran, serta penempatan guru, 6
hingga pemberian beasiswa pendidikan lanjut sering tidak sama antara yang
diterima oleh sekolah umum (Sisdiknas) dengan madrasah (Kementerian
Agama).
Kesenjangan antara madrasah swasta dan madrasah negeri pun
tampaknya juga menjadi masalah yang belum tuntas diselesaikan. Anggapan
tersebut meliputi beberapa hal seperti pandangan guru, sarana dan prasarana,
kualitas input siswa dan lain-lain yang kesemuaannya itu berpengaruh baik
langsung maupun tidak langsung kepada mutu pendidikan. Hal demikian ini
karena munculnya SKB tiga menteri tersebut belum diimbangi penyediaan guru,
buku-buku dan peralatan lain dari departemen terkait.8
C. Solusi Madrasah Diniyyah
1. Hendaknya semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan
ini secara serius memperhatikan sarana penunjang pendidikan yang
8
Irwandi. MADRASAH DINIYAH DALAM KONTEKS GLOBALISASI ( PROBLEMATIKA
DAN SOLUSINYA). https://core.ac.uk/download/pdf/228447839.pdf. Diakses pada tanggal 22
November 2020

8
dibutuhkan anak didik di madrasah. Diantaranya rasio kebutuhan buku paket
atau buku pegangan siswa, laboratorium dan sarana pendukung lainnya.
Seperti perpustakaan yang sangat minim dibandingkan lembaga pendidikan
umum.
2. Merancang pola rekrutmen guru dalam rangka menyediakan tenaga guru
yang memenuhi standardisasi, kualifikasi, dan kompetensi di bidang
pendidikan, serta berdedikasi tinggi.
3. Saatnya, perlu dimulai dipikirkan subsidi silang, swastanisasi terhadap
sekolah-sekolah negeri (umum) yang sudah mapan dalam penyelenggaraan
pendidikannya. Sehingga dalam berbagai bentuk subsidi dapat dialokasikan
secara seimbang kepada sekolah- sekolah yang masih terpinggirkan,
khususnya kepada madrasah yang selama ini lebih banyak bergantung
kepada swadaya masyarakat.
4. Tidak ada dikotomi antara pendidikan umum dengan madrasah. Sebab, itu
akan menimbulkan kekeliruan pemahaman dikalangan masyarakat luas, yang
pada akhirnya menghambat proses penyelenggaraan pendidikan nasional
yang sama-sama mencerdaskan anak bangsa.
5. Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
memposisikan diri, peran serta partisipasinya dalam penyelenggaraan
pendidikan secara utuh, sebagaimana pada awal-awal keberadaan madrasah,
apalagi bila mampu menyediakan orang tua asuh bagi siswa yang kurang
mampu. 9
Adapun kebijakan yang diambil dalam menentukan nasib madrasah,
setidaknya perlu memperhatikan beberapa hal :
a) Tidak merugikan ciri khas Agama Islam baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Misalnya, baik karena perubahan sosial politik, pergantian desicion
maker, dan sebagainya.

9
Irwandi. MADRASAH DINIYAH DALAM KONTEKS GLOBALISASI ( PROBLEMATIKA
DAN SOLUSINYA). https://core.ac.uk/download/pdf/228447839.pdf. Diakses pada tanggal 22
November 2020

9
b) Tidak ada lagi diskriminasi perlakuan antara madrasah dan sekolah umum.
Termasuk misalnya diskriminasi dalam hal anggaran. Pengaturan dana
antara pendidikan di bawah Kemdiknas dan Kemenag hanya masalah teknis
prosedural yang diharapkan bisa diatur. Misalnya, melalui upaya
memperjelas prosedur tentang pembagian anggaran pendidikan dengan
mempertimbangkan keadailan dalam distribusu maupun kualitasnya.
c) Perlunya perhatian pemerintah daerah yang cukup, meskipun selama ini
madrasah berada langsung di bawah pusat. Sebab bagaimanapun, persoalan
pendidikan adalah persoalan universal, dan merupakan investasi jangka
panjang.
d) Jika desain sentralisasi pembinaan madrasah untuk saat ini dianggap masih
efektif untuk mencapai dan menjaga visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional maka Kemenag perlu melakukan upaya optimalisasi koordinasi
dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, disamping meningkatkan
akuntabilitas lembaganya.10

10
ADE IMELDA FRIMAYANTI.Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Problematika
Globalisasi. file:///C:/Users/user/Downloads/1447-Article%20Text-3428-1-10-20180419.pdf.
Diakses pada tanggal 22 November 2020

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama Islam Untuk menghadapi derasnya arus globalisasi, madrasah
harus siap dalam menghadapinya. Di antara beberapa hal yang harus disiapkan
adalah perbaikan mutu sebagai berikut:
a. Metode Pembelajaran Agama Islam.
b. Materi Pembelajaran Agama Islam
c. Sumber Daya Guru Agama
d. Fasilitas Kegiatan Keagamaan
e. Instrumen Penunjang
Problematika Madrasah Sebagai upaya inovasi dalam sistem pendidikan
Islam, madrasah tidak lepas dari berbagai problema yang dihadapi. Problema
tersebut antara lain:
1. Madrasah telah kehilangan akar sejarahnya, artinya keberadaan madrasah
bukan merupakan kelanjutan pesantren, meskipun diakui bahwa
pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam pertama di
Indonesia.
2. Terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi, madrasah
diidentikkan dengan sekolah karena memiliki muatan secara kurikulum
yang relatif sama dengan sekolah umum. Di sisi lain, madrasah dianggap
sebagai pesantren dengan sistem klasikal. Seiring perkembangan jaman
dengan berbagai kebutuhab dibidang ilmu keagamaan, maka madrasah
ditingkat dasar ini dikenal dengan nama Madrasah Diniyah.
Adapun kebijakan yang diambil dalam menentukan nasib madrasah,
setidaknya perlu memperhatikan beberapa hal :
1. Tidak merugikan ciri khas Agama Islam baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Misalnya, baik karena perubahan sosial politik,
pergantian desicion maker, dan sebagainya.

11
2. Tidak ada lagi diskriminasi perlakuan antara madrasah dan sekolah
umum. Termasuk misalnya diskriminasi dalam hal anggaran. Pengaturan
dana antara pendidikan di bawah Kemdiknas dan Kemenag hanya
masalah teknis prosedural yang diharapkan bisa diatur. Misalnya, melalui
upaya memperjelas prosedur tentang pembagian anggaran pendidikan
dengan mempertimbangkan keadailan dalam distribusu maupun
kualitasnya.
3. Perlunya perhatian pemerintah daerah yang cukup, meskipun selama ini
madrasah berada langsung di bawah pusat. Sebab bagaimanapun,
persoalan pendidikan adalah persoalan universal, dan merupakan
investasi jangka panjang.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rineka


Cipta, 2009)

Noeng Muhajir, Wawasan Teknologik dan Operasionalnya, (Yogyakarta: Makalah


Teknologi Pendidikan IAIN Sunan Kalijaga, 1996)

Achmad Nur Fatoni, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah,


(STAIN Tulungagung: Jurnal Ilmiah Tarbiyah, 1997)

Zakiyah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: H. Masagung, 1990)

Departeman Agama RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Tim
Pengadaan buku, 2001)

ADE IMELDA FRIMAYANTI.Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Problematika


Globalisasi. file:///C:/Users/user/Downloads/1447-Article%20Text-3428-1-10-
20180419.pdf. Diakses pada tanggal 22 November 2020

Irwandi. MADRASAH DINIYAH DALAM KONTEKS GLOBALISASI


( PROBLEMATIKA DAN SOLUSINYA).
https://core.ac.uk/download/pdf/228447839.pdf. Diakses pada tanggal 22 November
2020

Anda mungkin juga menyukai