Anda di halaman 1dari 21

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pendidikan

Oleh :

Aklima Auliana 20180420012

Annisa Ulfah 20180420154

Nurmalasari Yudiyanti 20180420168

PROGRAM STUDI KEMUHAMMADIYAHAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ushul
fiqih tentang ijma dan qiyas

Makalah ushul fiqih ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
   

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang dalil-dalil yang disepakati
ulama IJMA dan qiyas ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
   

                                                                               Yogyakarta,  25 Maret 2020                       

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

Daftar isi .............................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................1

1.1 Latar belakang......................................................................................................4


1.2 Rumusan masalah ................................................................................................5
1.3 Tujuan...................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN .....................................................................................................6

1. Faktor yang melatarbelakangi geakan muhammadiyah dibidang pendidikan…6


2. Cita-cita pendidikan muhammadiyah ………………………………………….7
3. Bentuk-bentuk dan model pendidikan muhammadiyah………………………..9
4. Pemikiran dan praksis pendidikan……………………………………………..11
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah………………………..14

BAB III PENUTUP............................................................................................................21

A. Kesimpulan............................................................................................................21
B. Saran......................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai
oleh nilai-nilai agama sehingga kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai negara yang berdasarkan agama, pendidikan
agam tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Umat
beragama beserta lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar
dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental spiritual bangsa dan merupakan
potensi nasional untuk pembangunan fisik materil bangsa Indonesia.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu
kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk
maju, sejahtera dan bahagia.
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan
berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya
memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Pendidikan jangan hanya dipandang
sebagai suatu kewajiban. Tetapi juga harus pandai merencanakan, mengorganisir,
mengemas, melaksanakan serta mengevaluasi dan menindaklanjuti secara bersinergi
dan berkeseimbangan.
Hubungan pendidikan islam dengan pendidikan nasioanl tidak dapat dipisahkan,
karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Suatu sistem pendidikan
nasional harus mementingkan masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan
eksistensi bangsa Indonesia khususnya dalam hubungan masa lalu, masa kini dan
kemungkinan perkembangan masa depan.

4
B. Rumusan Masalah
1. Faktor yang melatar belakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang Pendidikan ?
2. Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah ?
3. Bentuk-bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah ?
4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah ?
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk Memahami Faktor yang melatarbelakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang
Pendidikan.
2. Untuk memahami Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah.
3. Untuk memahami Bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah.
4. Untuk memahami Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah.
5. Untuk memahami Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1) Faktor Yang Melatarbelakangi Gerakan Muhammadiyah Dibidang Pendidikan

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang mempelopori


pendidikan Islam modern. Salah satu latar belakang berdirinya Muhammadiyah
menurut Mukti Ali ialah ketidak efektifan lembaga pendidikan agama pada waktu
penjajahan Belanda, sehingga Muhammadiyah memelopori pembaruan dengan jalan
melakukan reformasi ajaran dan pendidikan Islam. Saat kolonial Belanda menjajah
bumi nusantara. Pendidikan Islam telah tersebar luas dalam wujud "pondok
pesantren", dimana islam diajarkan di mushollalanggarmasjid. Sistem yang digunakan
seperti sistem sorogan, bandongan, dan wetonan. Sorogan adalah sistem pendidikan
climana secara perorangan menghadap kyai dengan membawa kitab . dan
mengartikan kemudian sang santri . santri hanya mendengarkan penjelasan dari
semasa itu hanya berorientasi pada hafalan sang kyai.

Sistem pendidikan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk


berdiskusi. Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist,
Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab.
Ini berlangsung hingga awal abad ke-20.Dalam sekolah Belanda para murid tidak
diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan tingkah laku
mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.Melihat kenyataan ini K.H
Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan bagi
umat Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita dan
segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang berakaqul
karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan, cakap, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi teknik adalah lebih
banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan modern

Kini pendidikan Muhammadiyah telah berkembang pesat dengan segala


kesuksesannya, tetapi masalah dan tantangan pun tidak kalah berat.Pendidikan
Muhammadiyah merupakan bagian yang terintegrasi dengan gerakan Muhammadiyah
dan telah berusia sepanjang umur Muhammadiyah.

6
2) Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah

Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-


manusia baru yang mampu tampil sebagai "ulama-intelek" atau "intelek-ulama", yaitu
seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan
rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai
Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-
sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah- sekolah sendiri di mana
agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang
sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang
kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai
Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim
ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik
inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks
ruang d waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembang
ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.Dalam rangka menjarr kelangsungan
sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya K' Dahlan akhirnya
mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Meto pembelajaran yang
dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melaI proses penyadaran. Contoh
klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma'i kepada santri-santrinya secara
berulang-ulang sampai santri itu menyadz bahwa surat itu menganjurkan supaya kita
memperhatikan dan menolong fal miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah
santri-santri itu mengamalk. perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat
yang me dikembangkan oleh pendidikan Muhammadiyah, yaitu bagaima
merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma'un sebagaimana dipraktekkan KH Ahmad
Dahlan.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu


memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak.
Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang
paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena
di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasahsekolah, jelasnya madrasahsekolah dalam pondok
pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik.

7
Dalam semangat yang sama belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu
menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah
full day schoot, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan
Muhammadiyah.Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar
menjangkiti seluruh warga Muhammadiyah.Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai
Taman Kanak- kanak (TI() hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuli

Apabila Muhammadiyah benar-benar mau membangun


sekolahuniversitas unggul maka harus ada keberaruan untuk merumuskan bagaimana
landasan filosofis pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana
posisi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan
nasional, dan kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. orientasi filosofis
ini jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang
sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti
menteri musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek
maka harus ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan
pemerintah. Model pondok gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa dan
kebebasan berpikir terbukti mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia-
manusia yang unggul. Filsafat pendidikan memanifestasikan .

pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat yang


dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka
sebagai konsekuensinya logika, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya
melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang
diyakini dan dianutnya. Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar,
Muhammadiyah dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan
menanamkan khazanah pengetahuan melaluijalur pendidikan.Secara umum dapat
dipastikan bahwa ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap
dipertahankan sampai saat adalah dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba di
semua lembaga pendidikan (formal) milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah
satu upaya Muhammadiyah agar setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia
diciptakan oleh Allah semata-mata untuk berbakti kepada-Nya.Usaha
Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern

8
3) Bentuk-bentuk dan model pendidikan muhammadiyah

Muhammadiyah konsekwen untuk mencetak elit muslim terdidik lewat jalur


pendidikan. Ada beberapa tipe pendidikan Muhammadiyah:

1. Tipe MualliminMualimat Yogyakarta (pondok pesantren)

2. Tipe madrasahDepag; Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah

3. Tipe sekolah Diknas; TK, SD, SMP, SMA SMK, Universitas ST

PoliteknikAkademi

4. Madrasah Diniyah, dan lain-lain

Orientasi pembaharuan di bidang pendidikan menjadi prioritas utama yang


ingin dicapai oleh Muhammadiyah, hal ini tergambar dari tujuan pendidikan dalam
Muhammadiyah, untuk mencetak peserta didik lulusan sekolah Muhammadiyah,
sebagai berikut:

1) Memiliki jiwa Tauhid yang murni


2) Beribadah hanya kepada Allah
4) Berbakti kepada orang tua serta bersikap baik terhadap kerabat
5) Memiliki akhlaq yang mulia
6) Berpengetahuan luas serta memiliki kecakapan, dan
7) Berguna bagi masyarakat, bangsa dan agama
8) .Bentuk dan Model pendidikan muhammadiyah

Pendidikan, menurut KH. Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan pada usaha


membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan
berakhlak Usaha Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem
pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa Islam bisa menjadi
rahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan kehidupan
segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern. Dasarnya adalah Allah
berfirman: “Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus
(melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan

9
sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-
rahman/55:33).

Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan:

1. Mempelajari AIK pada dasarnya agar menjadi bangsa Indonesia yang


beragama Islam dan mempunyai alam fikiran modern/tajdid/dinamis.
2. Memperkenalkan alam fikiran tajdid, dan diharapkan peserta didik
dapat tersentuh dan sekaligus mengamalkannya, dan.
3. Perlunya etika/akhlak peserta didik yang menempuh pendidikan di
lembaga pendidikan Muhammadiyah

4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah

Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap
situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi),
kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial
belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah
yang ia dirikan pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter sebagai
gerakan sosial keagamaan. Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran
Islam dan bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam
upaya pemberantasan bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah dan
syariat, misalnya tentang uapcara kematian talqin, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan,
menziarahi kuburan yang dikeramatkan, memberikan makanan sesajen kepada pohon-pohon
besar, jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang secara terminologi agama tidak dikenal
dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan,
namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada
mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing
kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia
yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di
Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah

10
untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai
pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:

A. Pendidikan Integralistik

K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu
untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak
merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato
terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena
menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui
filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya
minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:

1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat


dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;
2. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya
akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi
K.H. Ahmad Dahlan  adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang
tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang
pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran
Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-


intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem
pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan
suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah,
jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik.  Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-
sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model
pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di
lingkungan Muhammadiyah.

11
1. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-
madrasah Pendidikan Agama

Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan
dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu
ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang
ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari
sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan
lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H.
Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar
Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi
bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan,
tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah
berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah
menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
1. Baik budi, alim dalam agama
2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)

3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya

2. Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda

Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan


dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya
pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang
diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan
sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian
diharpakan lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang
bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi
dan melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan
moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang efektif dan
bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan merupakan unsur penting  berkat

12
bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah . di tempat-tempat tertentu,
dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di
Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk
gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.

5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah

A. Tantangan Pendidikan Muhammadiyah

Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut untuk
mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan melalui
jalur pendidikan.

Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan;

a) Masalah Kualitas Pendidikan

Perkembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang pendidikan


yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan kualitas yang sepadan,
sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing yang tinggi, serta kurang
memberikan sumbangan yang lebih luas dan inovatif bagi pengembangan kemajuan umat
dan bangsa.

Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua masalah
sekaligus, yaitu, pertama, terlambatnya pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan
penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersaing
dengan pihak lain. Kedua, tidak meratanya pengembangan mutu lembaga pendidikan.
Dalam sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal usaha khususnya di bidang
pendidikan yang kurang mampu menunjukkan daya saing di tingkat nasional apalagi
internasional. Amal usaha Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata
dan signifikan, sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya mulai
bangkit mengembangkan ide-ide dan metode baru dalam peningkatan kualitas dan
keberadaan amal usaha Muhammadiyah.

Kedepan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha
Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu
mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.

Dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan.


Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output

13
pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative
adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).

Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara


keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan
nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan
dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa
boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan
mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-
quality (berkualitas rendah). Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi
Muhammadiyah dalam bidang pendidikan.

b) Permasalahan Profesionalisme Guru

Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai
ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru
tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.

Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi
seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis
yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”.
Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia
pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di ditiru”

Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau
pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan
menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan
guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi.
Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat
banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus
menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini.

c) Masalah kebudayaan (alkulturasi)

14
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun
mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi
yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya.

Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan


adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan,
moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan
islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh
budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)

d) Permasalahan Strategi Pembelajaran

Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung
secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran
berbasis factual atau pengetahuan.

Dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model


tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran
lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru. Hal
ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.

e) Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan
berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.

Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata
kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh
berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi
elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti
kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan

15
aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto
copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )

Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak
positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak
lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer
penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa
pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif

Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis


moral. Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan
tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.

- Dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian.

Diera globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah perubahan
yang besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi seperti televisi,
komputer, internet, media cetak dan elektronik mengakibatkan bangsa Indonesia dapat
dengan mudah mengakses informasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain
itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan
kemerosotan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, kebobokran akhlak
(perilaku), serta bentuk penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat
Indonesia khususnya generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih
mementingkan urusan duniawi daripada urusan akhirat.

Dari semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat serius
untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui pendidikan, dalam hal
ini pendidikan kemuhammadiyahan. Dengan kemuhammadiyahan dampak-dampak buruk
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa di minimalisir.

Jadi ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu cepat telah memberikan dampak-dampak bagi kehidupan kita, baik itu dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut menyebabkan bangsa Indonesia
melakukan banyak penyimpangan. Di dalam pendidikan, kemuhammadiyahan adalah

16
salah satu upaya yang diperlukan. Kemuhammadiyahan berperan aktif untuk mengelola
dan memanage dampak-dampak buruk yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi menjadi minimalisir.

Solusi atas Tantangan yang Dihadapi Muhammadiyah dalm Bidang Pendidikan

Menjawab tantangan yang dihadapi muhammadiyah dalam bidang pendidikan seperti


yang disebutkan diatas, Achmad Charis Zubai Sekretaris II Majelis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah periode 1995-2000 mengemukakan
bahwa kendatipun jumlah umat islam mayoritas (88,2%) di Indonesia namun kualitasnya
cukup memprihatinkan dibanding umat lain. Karena beberapa fakor seperti tidak
mencerminkan homogenitas dalam kualitas tetapi heterogenitas baik dalam kualitas,
intensitas, maupun paham-paham dan persepsi keagamaannya. Selain itu, rendahnya
kualitas sumber daya umzt islam juga melatarbelakangi mengapa umat islam tidak
memiliki peran yang setaraf dengan kuantitasnya.

Menjawab tantangan yang dihadapi Muhammadiyah bahwa Kualitas lembaga


pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah belum setara dengan kuantitasnya yang
senantiasa mengalami perkembangan yang spektakuler, Muhammadiyah perlu melakukan
upaya pengesyahan dan penghidupan kembali Muhammadiyah sebagai gerakan
pendidikan dan gerakan pengembangan dan pengelolaan. Dalam aspek filosofik,
Muhammadiyah perlu merumuskan kembali ide dasar pendidikan muhammadiyah
sebagai matra keimanan dan ketaqwaaan yang tercemin dalam relijiulitas serta akhlaq
manusianya. Dalam aspek kebijakan pengembangan dan pengelolaan, dilakukan dengan
penyegaran dan perubahan orientasi yang meliputi :

 Dari orientasi status ke orientasi kompetensi


 Dari orientasi Input ke output
 Dari orientasi kekinian ke orientasi masa depan
 Dari orientasi kuantitatif ke orientasi kualitatif
 Dari orientasi kepemimpinan individu ke orientasi sistem
 Dari orientasi ketergantungan ke orientasi kemandirian
 Dari orientasi fisik ke orientasi nilai

Disamping itu perencanaan dan pengelolaan muhammadiyah perlu dikembangkan


dengan wawasn keunggulan dengan memacu kreativitas disegala bidang seperti iptek,
kewirausahaan, seni, dan sebagainya. Sehingga dapat meningkatkan daya saing umat dan
bangsa dalam percaturan nasional dan bangsa.

17
Menjawab tantangan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun yang
berkaitan dengan sejauh mana sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu
mengaktualisasikan misinya sebagai sekolah islam ditengah perubahan dan globalisasi.
Sehingga diperlukan proses belajar yang sejalan dengan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi juga membawa siswa menyadari kebesaran Alloh Swt.
Itu semua barangkali dapat digunakan sebagi prinsip moral dan peningkatan kualitas
pendidikan Muhammadiyah bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia.

Tantangan Muhammadiyah yang kedua dalam bidang pendidikan adalah masalah


berkurangnya profesionalisme guru. Hal ini harus segera ditemukan solusinya oleh
muhammadiyah untuk menghindari dampak negatif terhadap kualitas peserta didik
dengan terus meningkatkan kualitas Sumber daya pendidik dan terus menanamkan etos
keikhlasan kepada para pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Selanjutnya, Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan juga harus mampu


menghadapi perubahan dan arus globalisasi yang ada terhadap kemungkinan dampak
buruk yang bisa dialami peserta didiknya. Dengan adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat maka budaya asing akan dengan
mudahnya masuk ke dalam kebudayaan Indonesia.

Dengan pandangan Islam yang berkemajuan, sumberdaya manusia yang berkualitas,


kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi, pengalaman sosial yang panjang, dan modal
sosial yang luar biasa Muhammadiyah akan mampu menjadi kekuatan pencerahan di
negeri ini. Kini dalam memasuki perjalanan abad kedua tuntutannya ialah bagaimana
segenap anggota terutama kader pimpinan Muhammadiyah, memanfaatkan dan
memobilisasi seluruh potensi dan sistem gerakannya untuk tampil menjadi gerakan Islam
modern yang unggul di segala lapangan kehidupan salah satunya adalah untuk terus
melakukan pengembangan dan perbaikan dalam bidang pendidikan.

Transformasi di bidang pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-usaha


lain yang bersifat unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah
dengan inovatif. Pembaruan gelombang kedua menjadi keniscayaan bagi Muhammadiyah
dalam memasuki fase itu.

B. Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah

Sutrisno (2008: 2-3) menjelaskan bahwa dampak berkembangnya dikotomi keilmuan


telah melahirkan system Islam yang mandul dan tidak berdaya. Pendidikan
Muhammadiyah selalu merespon perkembangan zaman. Kesadaran akan keringnya

18
Islamic value dan dikotomi ilmu dalam pendidikan menjadi sorotan Muhammadiyah.
Banyaknya amal usaha dalam bidang pendidikan menuntut pembaharuan pendidikan
Muhammadiyah yang lebih objektif, dalam arti mampu menyatu dalam kehidupan sosial
masyarakat. Mohamad. Ali (2010: XIX) menjelaskan, jika pada tahun 1990an
madrasah mengalami modernisasi, pada kurun tersebut sekolah mengalami gejala
spiritualisasi. Modernisasi bersifat top-down, sebaliknya spiritualisasi sekolah bersifat
bottom-up. Spiritualisasi sekolah dipelopori Pendidikan Muhammadiyah yang
menerapkan system pembaharuan dalam pendidikan.
Konsep pendidikan Muhammadiyah yang integrative-interkonektif mengajarkan
keilmuan Agama dan umum sekaligus, menjadi ciri khas pendidikan Muhammadiyah.
Ciri khas ini yang akan menjadi icon pendidikan Muhammadiyah, sekaligus menjadi
oase dalam kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan. Dalam Kurikulum ISMUBA
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah DIY (Dikdasmen PWM DIY, 2012:II),
pendidikan Muhammadiyah memiliki empat fungsi, yaitu: pertama sebagai sarana
pendidikan dan pencerdasan, kedua, pelayanan masyarakat, dakwah amar ma’ruf nahi
munkar dan keempat, lahan kaderisasi. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut,
sekolah dan madrasah Muhammadiyah didesain dan diorientasikan untuk
memberikan pelayanan dan peningkatan kualitas lulusan yang unggul dalam
kepribadian, keagamaan, keilmuan, keterampilan, berkarya seni-budaya dan berdaya
saing tinggi, baik di tingkal lokal, nasional maupun global. Mengacu pada tujuan
pendidikan Muhammadiyah yaitu, pendidikan, pelayanan, dakwah, dan perkaderan.
Paradigma pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah harus disatukan.
Visi-misi pendidikan Muhammadiyah harus di internalisasikan. Paradigma itu
membentuk kerangka berfikir dan kesadaran kritis bahwa lembaga pendidikan
Muhammadiyah tidak hanya murni pendidikan dan pelayanan, tetapi ada aspek penting
lain yaitu misi perkaderan dan dakwah yang menjadi kewajiban masing-masing pendidik
di Muhammadiyah untuk melaksanakan misi tersebut. Misi pendidikan Muhammadiyah
tersebut sekaligus menjadi solusi dan respon tentang keringnya ruh keagamaan dalam
pendidikan, Muhammadiyah memiliki ciri khas yaitu pendidikan al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Dua hal itu menjadi ciri khas sekaligus solusi dalam mengisi
kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan, baik pada pendidikan dasar dan menengah
maupun pada pendidikan tinggi di Muhammadiyah. semua AUM pendidikan harus
melaksanakan pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai fondasi pendidikan.
AIK yang sudah berjalan pada lembaga Muhammadiyah harus di vitalkan kembali
fungsinya. Sehingga empat peran dan misi pendidikan Muhammadiyah dapat berjalan
seperti yang di cita-citakan

19
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki komitmen yang teguh
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur pendidikan, hingga saat ini lembaga pendidikan
yang dimiliki Muhammadiyah terus berkembang dan bertambah baik secara kuantitas maupun
kualitas, walaupun di sisi lain tidak dapat dipungkiri ada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang
mengalami keterpurukan bahkan ada yang tutup, hal ini merupakan dinamika lembaga pendidikan
yang dimiliki oleh Muhammadiyah.

Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat para perintis lembaga
pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk berkompetisi secara positif, walaupun demikian,
menurut hemat penulis manajemen yang sekarang berlaku membutuhkan evaluasi secara mendalam
untuk peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah secara umum.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Bumi        
Aksara.1990.

Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember:
Mutiara Offset.

Zubair, Achmad Charris.2000. Peningkatan Kualitas Pendidikan Muhammadiyah. PP


Muhammadiyah: Majelis Tarjih dan pengembangan Pemikiran Islam.

21

Anda mungkin juga menyukai