Anda di halaman 1dari 4

Tugas Kuliah

“Financial Technology Syariah”


Mata Kuliah: Lembaga Keuangan Syariah dan Ekonomi Islam

Disusun Oleh:
Annisa Ulfah (20180420154)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhaammadiyah Yogyakarta
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap kehadiran Allah SWT atas berkat rahmad dan hidayah-Nya saya
bisa menyelesaikan tugas paper ini dengan judul “Fintech Technology Syariah”

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk memenuhi tugas Pak Ayif
Fathurahman matakuliah Lembaga Keuangan Syariah dan Ekonomi Islam. Selain itu paper ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sikap , keperibadian dan aspek pada perilaku
akuntan bagi para pembaca dan penulis sendiri.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pak Ayif Fathurahman selaku dosen
Lembaga Keuangan Syariah dan Ekonomi Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan support berupa ilmu pengetahuan
sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini.

Saya pun menyadari bahwa di dalam paper ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan paper yang akan saya buat dimasa yang akan datang.

Mudah-mudahan paper ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para
pembaca. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang
berkenan.

Yogyakarta, 3 April 2020

Penulis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Sejarah Fintech


Financial Technology (FinTech) adalah salah satu bentuk penerapan teknologi
informasi di bidang keuangan. Alhasil, munculah berbagai model keuangan baru yang
dimulai pertama kali pada tahun 2004 oleh Zopa, yaitu institusi keuangan di Inggris
yang menjalankan jasa peminjaman uang. Kemudian model keuangan baru melalui
perangkat lunak Bitcoin yang digagas oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008. Dalam
perspektif sejarah, konsep inti dari pengembangan FinTech sebenarnya tidak bisa
dilepaskan dari aplikasi konsep peer-to-peer (P2P) yang digunakan oleh Napster pada
tahun 1999 untuk music sharing.
Inovasi yang berkembang di sini adalah pengadaptasian prinsip jaringan komputer
yang diterapkan pada bidang keuangan. Meski pada mulanya konsep finansial P2P ini
diperuntukkan bagi para start-up (wirausaha baru) dalam mencari investor untuk
membiayai bisnisnya. Tetapi dalam perkembangannya finansial P2P ini memiliki
partisipan yang lebih luas tidak hanya para pemodal untuk menginvestasikan uangnya
kepada start-up baru. Dengan banyaknya partisipan yang berkontribusi memasukkan
uang maka kemudian menjadi crowdfunding, sehingga pemanfaatan finansial P2P tidak
terbatas bagi para start-up saja seperti yang dilakukan oleh perusahaan Zopa di Inggris.
Startup fintech tentunya tidak akan banyak bermunculan bila tidak memiliki peran yang
besar. Salah satu peran startup fintech adalah memajukan perkembangan bitcoin.
Dengan begitu, masyarakat yang tidak memiliki akun bank tetap bisa melakukan
transaksi pembayaran atau pengiriman uang dengan bitcoin.
Kemudian, startup fintech dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pasalnya,
startup fintech dapat menghadirkan merchant yang menerima pembayaran kartu debit
dan kredit dengan biaya rendah. Startup fintech juga dapat membangun infrastruktur
perbankan sebagai solusi untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Selain itu, startup fintech dapat menghapus adanya orang atau badan yang memberikan
peminjaman dengan bunga tinggi untuk mengambil keuntungan. Adanya startup fintech
bisa membuat sistem peminjaman uang dilakukan dengan cara yang transparan.
Tak ada perbedaan dengan fungsi dari fintech syariah dengan konvensional. Sebab,
kedua jenis tersebut sama-sama ingin memberikan layanan keuangan. Perbedaan dari
keduanya hanyalah akad pembiayaan saja yang mana mengikuti aturan-aturan dari
syariat islam. Ada tiga prinsip syariah yang harus dimiliki fintech ini yaitu tidak
boleh maisir (bertaruh), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati
ketetapan).
Walaupun menggunakan dasar syariah, rujukan dasar juga telah dibuat oleh
Dewan Syariah Nasional terkait dengan keberadaan financial technology syariah ini.
Dasarnya adalah MUI No.67/DSN-MUI/III/2008 yang mengatur tentang ketetapan apa
saja yang harus diikuti lembaga teknologi keuangan terbaru di Indonesia tersebut.
Terhitung hingga September 2018, baru ada 4 perusahaan teknologi keuangan syariah
yang diresmikan oleh OJK. Sisanya, ada lebih dari 90% pemain fintech di Indonesia
masih berstatus konvensional. Lantas, walaupun berdasarkan syariah, apakah orang yang
menunda pembayaran peminjaman akan dikenakan denda? jika berkaca terhadap fatwa
Dewan Nasional Syariah, jawabannya iya. No.17/DSN-MUI/IX/2000 mengatur jika
sanksi akan diberikan kepada nasabah yang tidak melunasi hutangnya pada tenggat
waktu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai