Anda di halaman 1dari 9

“FINTECH DI ERA 5.

0”

TANTANGAN FINTECH SYARIAH DI INDONESIA

Untuk memenuhi tugas :

OSPEK

Disusun oleh:

NISA’UL QONI’AH

UNIVERSITAS DARUSSALAM

MANTINGAN NGAWI JAWA TIMUR INDONESIA

PERIODE 1443/2022
1. Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu, teknologi yang dibuat oleh manusia semakin
berkembang. Salah satunya adalah Socienty 5.0 yang digagas oleh negara Jepang.
Konsep ini memungkinkan kita untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang
berbasis modern guna kebutuhan manusia dengan tujuan agar manusia dapat
hidup dengan nyaman dimana semua teknologi adalah bagian dari manusia dan
internet bukan hanya sekedar alat tuk berbagi informasi melainkan untuk
menjalani kehidupan. Salah satu penunjang kehidupan adalah masalah keuangan.
Jasa keuangan dipercaya berperan penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi suatu negara, tetapi hal tersebut tidaklah cukup menjadi tolak ukur
keberhasilan industri jasa keuangan. Menurut Demirguc-Kunt et al. (2008)
seharusnya keberadaan layanan jasa keuangan bukan hanya mendukung
pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus mendukung terciptanya lapangan
pekerjaan bagi rakyat miskin.
Fintech sendiri bukan barang baru dalam industri jasa keuangan, sudah ada
sejak tahun 1866 (Buckley et al., 2016). Menurut Schueffel (2016) tidak ada
definisi tunggal dari fintech, tetapi ada beberapa referensi yang dapat digunakan
untuk menjelaskan tentang fintech. Menurut PBI Nomor 9/12/PBI/2017 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Finansial, fintech adalah penggunaan teknologi dalam
sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model
bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem
keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem
pembayaran (BI, 2017). Sedangkan menurut Muzdalifa (2018) pengertian fintech
adalah sebagai industri yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang
menggunakan teknologi agar sistem keuangan dan penyebaran dari layanan
keuangan menjadi lebih efisien.
Kemajuan dalam bertransaksi ekonomi yang dikenal fintech ini juga
berpengaruh pada inovasi teknologi dalam dunia ekonomi dan keuangan Syariah
di Indonesia. Namun demikian keberadaan fintech saat ini selain memberikan
kemudahan persyaratan pinjaman yang hanya cukup menyediakan foto diri, Kartu
Tanda Penduduk (KTP), riwayat keuangan, dan tujuan peminjaman akan tetapi
terdapat kemudahan itu harus dibayar dengan bunga pinjaman dan biaya layanan
jauh di atas bunga perbankan (Safyra Primadhyta, 2018). Fintech yang disebut
sebagai kemajuan dalam dunia transaksi ekonomi juga telah menarik pelaku dunia
transaksi ekonomi dan keuangan yang berprinsip Syariah dengan munculnya
suatu terobosan baru yang disebut sebagai fintech syariah. Fintech syariah di
Indonesia sudah mulai banyak menarik perhatian publik terlebih dengan
dibentuknya Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Institute yang menaungi
fintech syariah di Indonesia serta mulai dilegalkannya fintech syariah sebagai
suatu transaksi ekonomi yang juga dapat didaftarkan kepada Otoritas Jasa dan
Keuangan (OJK). Fintech syariah merupakan kombinasi dari inovasi teknologi
informasi dengan produk dan layanan pada bidang keuangan dan teknologi yang
mempercepat dan memudahkan bisnis proses dari transaksi, investasi dan
penyaluran dana berdasarkan nilai-nilai syariah (Yarli, 2018). Islam merupakan
agama yang komprehensif sehingga dalam bidang keuangan ini harus memiliki
aturan yang sesuai dengan prinsipnya sesuai syariah. Islam sebagai penyempurna
agama-agama sebelumnya juga berlaku sampai kapanpun, tak peduli di zaman
teknologi secanggih apapun, Islam tetap berfugsi sebagai pedoman hidup manusia
(Sukmadilaga & Nugroho, 2017). Selain itu dengan prinsip syariah yang bertujuan
untuk memberikan kemaslahatan yang dilandasi dengan maqasid syariah (Arafah
& Nugroho, 2016; Nugroho, Utami, et al., 2018; Satibi, Nugroho, & Utami, 2018)
diharapkan kendala dari fintech yang ada dapat dimitigasi.
Pelaksanaan fintech syariah di Indonesia pun mulai mendapat perhatian dari
pemerintah dengan dikeluarkannya fatwa berkaitan dengan Fintech Syariah oleh
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 117/DSN-
MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
berdasarkan prinsip syariah. Namun sayangnya pendahulu dari fintech syariah
yakni fintech konvensional memberikan citra yang kurang baik dengan
munculnya pemberitaan dan stigma negatif tentang pelaksanaan fintech yang
terjadi di masyarakat. Kehadiran Fintech Syariah yang berlandaskan pada prinsip
syariah diharapkan mampu memperbaiki tujuan awal dari kehadiran fintech yang
seharusnya memudahkan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan dan transaksi
ekonomi yang berlandaskan prinsip syariah.
Peluang dan tantangan fintech syariah di Indonesia menjadi penting untuk
dipelajari seiring dengan perkembangan pesat fintech syariah di Indonesia.

2. Pembahasan
Fintech merupaan sistem pembiayaan yang termasuk baru di Indonesia.
Keberadaan fintech syariah di Indonesia memiliki banyak kelebihan dan kekuatan.
Meskipun sudah banyak startup fintech, namun tidak semua terdaftar di OJK.
Permohonan perizinan juga belum matang sehingga memerlukan banyak waktu
untuk mengantongi izin. Tantangan fintech syariah tidak hanya datang dari
peraturan pemerintah saja, namun ada banyak faktor, diantaranya adalah:
a. Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia yang Rendah
Literasi keuangan masyarakat Indonesia yang rendah dikatakan
oleh Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V. M
Tarihoran mengatakan bahwa literasi keuangan penting dilakukan karena
indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia masih relatif rendah.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan pada tahun 2016, literasi
keuangan Indonesia baru mencapai 29,7 persen, sementara inklusi
keuangan sebesar 67,8 persen. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
bahwa pada tahun 2016 indeks literasi keuangan syariah hanya 8,11
persen. Yang artinya hanya sekitar 8 orang dari jumlah 100 orang
memahami Keuangan Syariah. Dimana angka tersebut jauh dari
presentase literasi Keuangan Nasional pada tahun tersebut. Sedangkan
tujuan Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) Pemerintah adalah 75
persen penduduk Indonesia memiliki akses terhadap produk keuangan
syariah di tahun 2019. Didasarkan pada prospek dan peminat fintech
syariah memiliki masa depan yang cerah. Hal terseut didasarkan pada
penduduk Indonesia yang merupakan mayoritas muslim terbesar dan
dengan adanya perbedaan fintech syariah dengan konvensional dalam
menekan resiko dapat terlihat dengan jelas. Yakni jika pada fintech
konvensional ialah dengan menggemukkan bunga sebagai bentuk kehati-
hatian. Sehinga ketiadaan bunga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi
fintech syariah. Menjadi cakap keuangan adalah hal penting, karena akan
melindungi masyarakat itu sendiri dari transaksi-transaksi palsu yang
merugikan. Tentunya dengan fintech syariah ini ada harapan masyarakat
Indonesia terbuka untuk membaca peluang dan literasi keuangan syariah.
Terdapat dua hal yang perlu dilakukan untuk menjadi cakap keuangan,
yaitu meningatkan keterampilan dan keyakinan masyarakat tentang
layanan keuangan dan meningkatkan infrastruktur. Literasi keuangan
yang tinggi akan menciptakan kesejahteraan keuangan yang
berkelanjutan.
b. Syarat dan Infrastruktur yang Kurang Menunjang
Menurut Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia tetang
salah satu faktor tantangan fintech syariah di Indonesia yaitu syarat dan
infrastruktur yang kurang menunjang, Ronald Wijaya mengatakan bahwa
salah satu hambatan yang dihadapi oleh fintech syariah adalah keharusan
memiliki Dewan Pengawas Syariah atau DPS di masing-masing
perusahaan. Keharusan memiliki dewan pengawas memberatkan
beberapa pihak yang ingin mendirikan fintech syariah karena
membutuhkan biaya yang sangat besar. Sementara startup pada
umumnya belum memiliki modal besar untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Solusi yang dapat diajukan kepada pemerintah saat ini ialah
mendorong pemerintah untuk memfasilitasi perkembangan fintech di
Indonesia terutama yang berbasis syariah dan menyarankan sebuah
alternatif seperti satu orang dewan pengawas untuk beberapa fintech
syariah yang belum terdaftar, menurut Ketua Umum Asosiasi Fintech
Syariah Indonesia, Ronald Wijaya. Hal ini akan membantu mereka
mendapat infrastruktur yang sesuai dengan regulasi OJK. Hambatan yang
dirasakan oleh Ronald juga menyangkut soal tentang perizinan yang lama
dan literasi masyarakat tentang fintech syariah. Peran pemerintah dalam
hal ini harus cepat tanggap karena sebenarnya banyak masyarakat
muslim Indonesia yang ingin bergabung dalam fintech syariah ini melihat
kelebihannya yang sesuai dengan syariat Islam. Jika syarat dan
infrastruktur untuk fintech syariah diberi dorongan lebih dari pemerintah
dengan cepat dan terdapat keringanan biaya untuk memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sehingga mereka mempunyai infrastruktur yang
sesuai dengan regulasi maka bisa diperkirakan fintech syariah akan
berkembang dengan lebih cepat, dilihat dari kebanyakan masyarakat
negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
c. Negara Indonesia Perlu Kebijakan yang Matang
Tantangan fintech syariah selanjutnya adalah tentang kebijakan
yang belum mencakup keamanan nasabah. Kebijakan dan tindakan di
dalam maupun di luar lapangan dari pihak pengawas yang matang perlu
dilakukan guna untuk meminimalisir resiko-resiko yang akan dihadapi
investor. Layanan jasa keuangan mampu meningkatkan kesejahteraan
keuangan masyarakat jika dikelola dengan baik. Pengelolaan yang baik
tentu memerlukan kebijakan yang matang. Dalam perkembangannya,
dikarenakan belum terbentukanya regulasi spesifik yang memayungi,
fintech syariah juga menghadapi resiko operasional selain resiko hukum.
Resiko itu membayangi investor atau pemberi pinjaman fintech syariah,
seperti penipuan maupun kredit macet atau pinjaman tidak kembali.
Resiko tersebut sangatlah mungkin terjadi karena proses akad hanya
dilakukan secara online dan tidak ada tatap muka. Sehingga Lutfi
Ardiansyah, founder dari Amma.id. mengungkapkan, “Resiko yang
tinggi bisa diminimalkan dengan penerapan underlying transaction.
Jaminan tersebut nantinya dapat disita apabila peminjam terbukti sengaja
melakukan penipuan terkait laporan keuangan maupun dana
peminjamnya.” Justru layanan Perr-to-Peer Lending memiliki potesi
yang besar di Indonesia, sangat diperlukan adanya peran regulator yang
sehat. Kebijakan yang dimaksud adalah hal-hal yang menyangkut syarat
pendirian dan operasi fintech, inovasi layanan yang aman bagi nasabah,
serta kompetisi antar fintech yang sehat. Kebijakan yang matang
diperlukan, juga karena penyelenggara layanan keuangan fintech
memerlukan keterampilan dan kapasitas dalam mengurangi resiko untuk
kepentingan nasabah. Penyelenggara fintech juga harus memastikan
keamanan dana publik, kemanan data publik serta mampu mengatur
keuangan masyarakat dengan memberikan bunga yang wajar. Meskipun
terhitung baru, pemerintah optimis dengan pertumbuhan fintech-fintech
di Indonesia akan memberikan kemakmuran dalam hal keuangan
masyarakat.
d. Minimnya Pengetahuan Masyarakat di Daerah Pedesaan Tentang
Fintech Syariah
Minimnya pengetahuan masyarakat di daerah pedesaan adalah
salah satu dari beberapa tantangan bagi fintech syariah di Indonesia yang
memang sebagian penduduknya masih kurang atau tertinggal dengan
informasi teknologi di era 5.0 ini atau era teknologi modern dimana
semua teknologi adalah bagian dari manusia dan internet bukan hanya
sekedar alat tuk berbagi informasi melainkan untuk menjalani kehidupan.
Sekarang teknologi untuk kegiatan investasi dan donasi adalah hal yang
penting, maka dari itu tujuan fintech untuk mempermudah masyarakat
dengan inovasi teknologi berbanding terbalik dengan adanya kondisi di
masyarakat pedesaan yang masih minim pengetahuan untuk
mengoperasikan Fintech Syariah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan ketua
AFSI (Asosiasi Fintech Syariah Indonesia) yang mengungkapkan bahwa
salah satu tantangan terbesar adalah rendahnya edukasi kepada
masyarakat, masih banyak masyarakat yang belum memahami industri
fintech. Tantangan edukasi kepada masyarakat yang masih rendah dan
minim informasi tentang fintech syariah justru akan menjadi peluang
bagi para pelaku fintech syariah dengan melakukan sinergi antara
pemerintah ataupun regulator, peran regulator dan pemerintah ini sangat
penting untuk memitigasi resiko dan untuk memastikan penyelenggaraan
layanan teknologi keuangan ini berjalan dengan baik. Jangan sampai
teknologi yang berkembang pesat, tidak disertai dengan penyediaan
regulasi yang memadai. “Regulasi harus mampu menjadikan katalisator
terhadap berkembangnya teknologi dan tidak seharusnya menjadi
penghambat perkembangannya,” kata Kiai Ma’ruf dalam sambutan di
acara penutupan Pekan Fintech Nasional tahun 2020 yang bertema
“Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Upaya Bersama
Digitalisasi Jasa Keuangan Indonesia,” Rabu (25/11). Dalam hal ini
Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK) beserta para pelaku fintech syariah
untuk membuat suatu bentuk workshop atau edukasi pemanfaatan
layanan secara hati-hati dan rasional kepada masyatakar serta kunjungan
untuk memberikan penjelasan dan kepercayaan kepada masyarakat desa
atau yang masih minim edukasi mengenai fintech karena fintech
merupakan bisnis yang berbasis kepercayaan.

3. Kesimpulan
Indonesia dengan jumlah penduduk muslim yang besar memiliki potensi yang
besar pula untuk perkembangan fintech berbasis syariah. Tak lupa bahwa
cita-cita negara Indonesia menjadi International Fintech Hub harus dicapai
dengan menuntaskan beberapa tantangan fintech syariah seperti,
a. Meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia yang rendah.
Dikatakan oleh Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V.
M Tarihoran mengatakan bahwa literasi keuangan penting dilakukan
karena indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia masih relatif
rendah. Meningkatkan literasi keuangan dengan adanya regulator yang
sehat dan kerjasama antar anggota fintech syariah dan pemerintah.
b. Menciptakan infrastruktur yang wajar bagi startup-startup di Indonesia.
Dengan memenuhi syarat dan infrastruktur yang kurang menunjang
disertai dorongan dari pemerintah untuk mengembangkan fintech syariah.
c. Membuat kebijakan yang matang demi keamanan transaksi nasabah.
Resiko keamanan yang tinggi bisa diminimalkan dengan penerapan
underlying transaction. Jaminan tersebut nantinya dapat disita apabila
peminjam terbukti sengaja melakukan penipuan terkait laporan keuangan
maupun dana peminjamnya dan penerapan layanan Peer-to-Peer Lending.
d. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di daerah pedesaan di Indonesia
yang memang sebagian penduduknya masih kurang pengetahuan atau
tertinggal dengan informasi teknologi society 5.0. Tantangan edukasi
kepada masyarakat yang masih rendah dan minim informasi tentang
fintech syariah justru akan menjadi peluang bagi para pelaku fintech
syariah dengan melakukan sinergi antara pemerintah ataupun regulator,
peran regulator dan pemerintah ini sangat penting untuk memitigasi resiko
dan untuk memastikan penyelenggaraan layanan teknologi keuangan ini
berjalan dengan baik.

4. Daftar Pustaka
Ningsih, Sri Wahyu., & Fitri, Winda. (2022). Aspek Penegakan Hukum Terhadap
Kejahatan Fintech Syariah Pada Masa Pandemi Di Indonesia: Perspektif
Hukum Jinayah. JUSTISI, 8 (1),5. 15-29.
Binus. (2021). Mengenal Leih Jauh Tentang Society 5.0. Binus University Online
Learning. doi: https://online learning.binus.ac.id/2021/04/19/mengenal-
leih-jauh-tentang-society-5-0/
Patria, Ratna. (2020). Tantangan Fintech Syariah di Indonesia. doi:
https://www.domainesia.com/berita/tantangan-fintech-syariah-di-
indonesia/
Saripudin., Nadya, P. S., & Iqbal, M. (2021). Upaya Fintech Syariah Mendorong
Akselerasi Pertumbuhan UMKM di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, 7(01), 41-50. doi:http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v7i1.1449
Hiyanti, H., Nugroho, L., Sukmadilaga, C., & Fitrijanti, T. (2019). Peluang dan
Tantangan Fintech (Financial Technology) Syariah di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 5(03), 326-333. doi:
http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v5i3.578
Fitri, B., Azzahra, K., Siti C,. P,. Putri, A,. & Rahayu, H,. H. (2021) Memahami
Penggunaan Financial Technologi di Era Society 5.0. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Jamak (Manajemen & Akuntansi), 4(01), 2654-7317. doi:
http://ejournal-polnam.ac.id/index.php/JPMJ/article/viewFile/675/500

Anda mungkin juga menyukai