Anda di halaman 1dari 14

Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 1

Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN DALAM SKEMA PEER TO PEER


LENDING (P2PL) SYARIAH PADA LEMBAGA FINTECH SYARIAH (STUDI
KASUS PT. DANA SYARIAH INDONESIA)
Ferdian Mahmuda1, Mu'min Roup2, Alimin3
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
1
E-mail, 2 E-mail, 3 E-mail

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme pembiyaan pada PT. Dana Syariah Indonesia pada
produk peer to peer lending (P2PL) dengan menggunakan akad murabahah berdasarkan peraturan yang
berlaku. Sebelum dilaksanakannya pembiayaan, PT. Dana Syariah Indonesia wajib mencari pihak
investor yang ingin memberikan pembiayaan kepada pihak penerima pembiayaan berdasarkan dengan
skema peer to peer lending (P2PL) yang mengacu kepada Fatwa DSN MUI No. 117 Tahun 2018 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerapan pembiayaan
berbasis teknologi oleh PT. Dana Syariah Indonesia meliputi mekanisme, pengajuan pembiaayan,
pengajuan dana investasi dan penyaluran dana investasi kepada pihak penerima pembiayaan. Jenis
penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan penelitian deskriptif-kualitatif, berdasarkan
pendekatan hukum empiris normatif serta sumber data yang digunakan ialah data primer dan data
sekunder dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka, studi lapangan dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembiayaan pada produk peer to peer lending
(P2PL) dengan menggunakan akad murabahah belum sesuai dengan peraturan mengenai pembiayaan
berbasis teknologi yang berlaku di Indonesia. Pembiayaan yang dilakukan dengan menggunakan akad
murabahah belum sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. Hal ini di dukung dengan
adanya ketentuan mengenai riba dalam term and condition yang dibuat oleh pihak PT. Dana Syariah
Indonesia mengenai ketentuan untuk menjadi penerima pembiayaan. Serta adanya ketidaksesuaian
pembuataan akad murabahah dengan Fatwa DSN MUI No. 04 Tahun 2000 Tentang Murabahah.

Kata Kunci : FINTECH, Peer to Peer Lending, Akad, Murabahah, Peraturan BI, Peraturan
OJK, Fatwa MUI, Undang- Undang

PENDAHULUAN mendorong pertumbuhan ekonomi Nasional


Indonesia tergolong tertinggal dalam hal yang berkelanjutan, mengurangi kesenjangan
inklusi keuangan, dibandingkan negara (inequality), rigiditas low income trap, dan
berkembang lainnya. Indeks literasi keuangan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
pada tahun 2013 sebesar 21.8% mengalami Sehingga baik literasi keuangan maupun
peningkatan menjadi 29,7% pada tahun 2016. keuangan inklusi sangat penting bagi
Hal yang sama juga ditunjukkan indeks inklusi pencapaiaan tujuan jangka panjang SNKI (Sari,
keuangan tahun 2013 sebesar 59,7 % menjadi 2018:9).
67,8 % di tahun 2016. Walaupun terjadi Salah satu cara untuk memperluas inklusi
peningkatan baik indeks literasi keuangan keuangan maupun meningkatkan literasi
maupun indeks inklusi keuangan namun keuangan secara cepat adalah dengan
Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan memanfaatkan digitalisasi perbankan dan
Negara-Negara di Asia dan Pasifik. Strategi financial technology (Fintech). Penggunaan
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang telepon selular atau smartphone sangat
tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 membantu terlaksananya digitalisasi perbankan
tahun 2016, ditargetkan pencapaian indeks dan Fintech. Penetrasi telepon selular
inklusi keuangan sebesar 75% ditahun 2019. memberikan hasil yang sangat timpang
Literasi keuangan bertujuan meningkatkan dibandingkan angka rekening bank. Survey we
pemahaman masyarakat tentang keuangan, are social menyebutkan, 91% penduduk
sehingga terjadi peningkatan kualitas Indonesia memiliki ponsel. Sedangkan pemilik
pengambilan keputusan dan pengelolaan smartphone sebesar 47%. Pengguna kartu
keuangan demi terwujudnya kesejahteraan. Dan ponsel bahkan lebih besar dari populasi
Inklusi Keuangan memberikan gambaran akses Indonesia, yaitu 371,4 juta atau 142% dari
setiap menjadi perhatian pemerintah sebab populasi. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
peran inklusi keuangan Nasional dapat Internet Indonesia (APJII) tahun 2016,
2 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

pengguna internet di Indonesia sebesar 132,7 dari 2 (dua) akar kata yakni crowd dan funding,
juta jiwa dimana Sumatera mencapai sebesar Crowd berarti “keramaian atau kerumunan” dan
15,7%. Tahun 2017 terjadi peningkatan jumlah funding berarti “pembiayaan atau pendanaan”,
pengguna internet sebesar 143,26 juta jiwa atau maka crowdfunding dapat diartikan pendanaan
54,68% dari total populasi Indonesia, dimana beramai-ramai yang berasal dari konsep gotong
pengguna di wilayah Sumatera naik cukup royong (Hariyani, 2015:353).
tinggi sebesar 47,20% (Sari, 2018:10). Saat ini dalam crowdfunding itu sendiri
Teknologi Finansial menurut Peraturan sudah ada 4 jenis produk yaitu equity
Bank Indonesia (PBI) No. 19 Tahun 2017 crowdfunding (berbasis permodalan/
Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial kepemilikan saham), lending crwodfunding
Pasal 1 ayat 1 adalah penggunaan teknologi (berbasis kredit/utang piutang), reward
dalam sistem keuangan yang menghasilkan crowdfunding (berbasis hadiah), donation
produk, layanan, teknologi, dan/atau model crowdfunding (berbasis donasi). Donation
bisnis baru serta dapat berdampak pada crowdfunding (berbasis donasi) adalah produk
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, yang lebih tenar dikalangan masyarakat
dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan Indonesia saat ini (Hariyani, 2015:354).
keandalan sistem pembayaran. Fintech saat ini Lalu yang selanjutnya adalah Peer to
dibagi menjadi dua bagian yaitu fintech Peer lending (P2PL), yang dimana P2PL ini
konvensional dan fintech syariah. Fintech adalah kegiatan pinjam-meminjam antar
konvensional adalah penggunaan teknologi perseorangan. P2PL ini pun dibagi menjadi dua,
dalam sistem keuangan yang menghasilkan yaitu P2Pl Konvensional dan P2PL Syariah.
produk, layanan, teknologi, dan/atau model Seperti yang kita tahu bahwa P2PL
bisnis dengan menggunakan aturan atau hukum Konvensional berpacuan kepada hukum positif
positif yang berlaku. Sedangkan fintech syariah yang berlaku di Indonesia, sedangkan P2PL
adalah penggunaan teknologi dalam system Syariah adalah jenis kegiatan pinjam-meminjam
keuangan yang menghasilkan produk, layanan, antar perseorangan yang menggunakan prinsip
teknologi, dan / atau model bisnis dengan etis sesuai syariah Islam. Sistem yang dibangun
menggunakan syariat Islam yang berlaku dan berdasarkan pada Islamic Finance dengan
mengikuti perkembangan zaman. Dimana segala aturan dan larangan.
fintech konvensional menggunakan Peraturan Peluang investasi pada konsep ini
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 13 Tahun dipandu oleh nilai-nilai moral dan etika, semisal
2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di tidak mendukung kegiatan yang tidak halal
Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 77 Tahun seperti terlibat dalam perjudian, senjata atau
2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
Uang. P2PL syariah ini lebih berpacu kepada fatwa
Berbasis Teknologi Informasi. yang dikeluarkan oleh DSN MUI dan POJK
Sedangkan untuk fintech syariah dalam hal yang bersinggungan dengan fintech (Segal,
mekanisme akadnya berpatokan kepada Fatwa 2015:10).
DSN MUI No. 117 Tahun 2018 Tentang Menarik untuk ditelaah terkait P2PL
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi syariah yang dimana mekanisme maupun aturan
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa dasarnya harus berpacu kepada fatwa maupun
DSN MUI No. 4 Tahun 2000Tentang aturan hukum positif yang sesuai dengan prinsip
Murabahah, No. 10 Tahun 2000 Tentang syariah juga. Fatwa DSN MUI No. 117 Tahun
Wakalah. 2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Dalam fintech terdapat beberapa skema Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip
yang digunakan yaitu Crowdfunding dan Peer Syariah menyebutkan beberapa persyaratan di
to Peer Lending (P2PL). Istilah crowdfunding dalam ketentuan umunya termasuk akad yang
merupakan derivasi dari istilah crowdsourcing. digunakan dalam praktek fintech untuk skema
Crowdsourcing adalah pelibatan yang tidak P2PL syariah. Akad yang disebutkan antara lain
terbatas dan tanpa memandang latar belakang Akad Jual Beli, Akad Ijarah, Akad Musyarakah,
pendidikan, kewarganegaraan, agama, Akad Mudharabah, Akad Qardh, Akad
pekerjaan, bagi setiap orang yang ingin Wakalah, Akad Wakalah bil Ujrah.disebutkan
memberikan kontribusinya atau solusinya atas juga di dalam fatwa tesebut bahwa akad yang
suatu permasalahan yang dilemparkan oleh digunakan oleh para pihak dalam
individu, perusahaan, institusi, baik dibayar penyelenggaraan Layanan Pembiayaan berbasis
maupun secara Cuma-cuma. Crowdsourcing teknologi informasi dapat berupa akad-akad
memiliki bentuk yang berbeda-beda, salah yang selaras dengan karakteristik layanan
satunya Crowdfunding. Crowdfunding terdiri pembiayaan.
Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 3
Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

Adapun tujuan penelitian ini yaitu mempunyai artikulasi yang berbeda satu dengan
mengetahui bagaimana akad murabahah dalam lainnya (Dewi, 2006:1).
perjanjian pembiayaan pada produk Peer to Istilah hukum perutangan biasanya
Peer Lending (P2PL) di PT Dana Syariah diambil karena suatu transaksi mengakibatkan
Indonesia dan mengetahui apakah mekanisme adanya konsekuensi yang berupa suatu peristiwa
sistem operasional produk Peer to Peer Lending tuntut- menuntut. Hukum perjanjian digunakan
(P2PL) Syariah di PT Dana Syariah Indonesia apabila melihat bentuk nyata dari adanya
sudah sesuai aturan atau belum. transaksi. Hal ini mengacu kepada pengertian
perjanjian menurut Subekti, yaitu suatu
TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang
DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
(FINTECH) untuk melaksanakan suatu hal. Apabila
Akad atau kontrak berasal dari bahasa pengaturan hukum tersebut mengenai perjanjian
Arab yang berarti ikatan atau simpulan baik dalam bentuk tertulis sering disebut Hukum
ikatan yang nampak (hissy) maupun tidak Kontrak (Widjaya, 2003:3).
nampak (ma‟nawy). Kamus al-Mawrid, Penggunaan Hukum Perikatan untuk
menerjemahkan al-„Aqd sebagai contract and menggambarkan bentuk abstrak dari terjadinya
agreement atau kontrak dan perjanjian (Al- keterikatan para pihak yang mengadakan
Ba‟labakiyy, 1990:770). Adapun akad atau transaksi tersebut, yang tidak hanya timbul dari
kontrak menurut istilah adalah suatu adanya perjanjian antara para pihak, namun juga
kesepakatan atau komitmen bersama baik lisan, dari ketentuan yang berlaku di luar perjanjian
isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau tersebut yang menyebabkan terikatnya para
lebih yang memiliki implikasi hukum yang pihak untuk melaksanakan tindakan hukum
mengikat untuk melaksanakannya (Madkur tertentu. Di sini tampak bahwa Hukum
1963:506). Subhi Mahmasaniy mengartikan Perikatan memiliki pengertian yang lebih luas
kontrak sebagai ikatan atau hubungan di antara dari sekadar Hukum Perjanjian (Subekti,
ijab dan qabul yang memiliki akibat hukum 2001:1).
terhadap hal-hal yang dikontrakkan Menurut Salim (2006:45) unsur – unsur
(Mahmasaniy, 1948:210). Terdapat juga pakar yang terdapat dalam sebuah akad atau kontrak
yang mendefinisikan sebagai satu perbuatan adalah adanya kaidah hukum; adanya subjek
yang sengaja dibuat oleh dua orang berdasarkan hukum; adanya prestasi; adanya kata sepakat;
kesepakatan atau kerelaan bersama (Al- dan adanya akibat hukum.
Shiddieqiyy, 1974:34). Prinsip ataupun asas dalam suatu akad
Adapun ayat Quran mengenai akad atau kontrak secara umum terdapat pada Kitab
terdapat pada Surat Al-maidah ayat 1 yang Undang-undang Hukum Perdata yang
berbunyi: memberikan berbagai asas-asas umum yang
ْ َّ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ۗ ِد اُ ِحل‬
‫ت لَ ُك ْم بَ ِه ْي َمةُ ااْل َ ْن َع ِام اِاَّل‬ merupakan pedoman atau patokan serta menjadi
‫هّٰللا‬
‫ص ْي ِد َواَ ْنتُ ْم ُح ُر ۗ ٌم اِ َّن َ يَحْ ُك ُم َما‬ َّ ‫َما يُ ْت ٰلى َعلَ ْي ُك ْم َغ ْي َر ُم ِحلِّى ال‬ batas atau rambu dalam mengatur dan
membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga
‫ي ُِر ْي ُد‬
pada akhirnya menjadi perikatanyang berlaku
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman!
bagi para pihak. Adapun asas-asas hukum
Penuhilah janji-janji. Hewan ternak
perjanjian yang merupakan asas-asas umum
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan
(principle) yang harus diindahkan oleh setiap
disebutkan kepadamu, dengan tidak
yang terlibat di dalam suatu perjanjian itu.
menghalalkan berburu ketika kamu
Penulis hanya menitikberatkan pada akad
sedang berihram (haji atau umrah).
murabahah yaitu jual beli barang tertentu yang
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum
dimana si Penjual menyebutkan dengan jelas
sesuai yang Dia kehendaki.”
barang yang diperjualbelikan, termasuk harga
Sehubungan dengan pengertian Hukum
pembelian dan keuntungan yang diambil.
Kontrak dalam literatur Ilmu Hukum, terdapat
Ditinjau dari segi namanya, murabahah
berbagai istilah yang sering dipakai sebagai
mengandung arti memberikan sebuah kelebihan
rujukan di samping istilah ”Hukum Perikatan”
yang artinya adalah memberikan keuntungan
untuk menggambarkan ketentuan hukum yang
atau laba diantara yang beraqad atau orang yang
mengatur transaksi dalam masyarakat. Ada yang
melakukan persekutuan (Hariri, 2011:263).
menggunakan istilah ”Hukum Perutangan”,
Sedangkan menurut terminologi
”Hukum Perjanjian” ataupun ”Hukum
murabahah adalah penjualan barang seharga
Kontrak”. Masing-masing istilah tersebut
pembelian disertai dengan keuntungan yang
diberikan oleh pembeli (Hakim, 2011:226).
4 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

Karena akad ini yang digunakan untuk elektronik dengan menggunakan jaringan
perjanjian pembiayaan skema P2PL Syariah internet.
pada PT Dana Syariah Indonesia. Akad Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
murabahah menjadi pilihan favorit produk 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan
pembiayaan dan sangat berkembang di Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Lembaga Keuangan Syariah (LKS), yang Berdasarkan Prinsip Syariah, menjelaskan
dimana mekanisme pelaksanaan murabahah Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
yaitu antara nasabah dengan lembaga Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah adalah
pembiayaan melakukan perjanjian murabahah, penyelenggaraan layanan jasa keuangan
dan pada saat yang sama pihak lembaga berdasarkan prinsip syariah yang
pembiayaan mewakilkan untuk membelikan mempertemukan atau menghubungkan pemberi
barang yang akan dibeli oleh nasabah. Daa lalu pembiayaan dengan penerima pembiayaan
dikredit ke rekening nasabah dan nasabah dalam rangka melakukan akad pembiayaan
menandatangani tanda terima uang (Al-Hasan, melalui sistem elektronik dengan menggunakan
2018:60). jaringan internet.
Secara bahasa, Fintech berasal dari Mengikuti perkembangan zaman,
bahasa Inggris yaitu perpaduan antara Financial Fintech mengalami pembagian terhadap
dan Technology. Financial yang berarti macam-macamnya, yaitu ada Fintech
“keuangan” dan Technology yang berarti Konvensional dan Fintech Syariah. Fintech
“teknologi” atau disingkat menjadi layanan konvensional adalah penggunaan teknologi
keuangan berbasis teknologi. Secara istilah dalam system keuangan yang menggunakan
banyak yang mengartikan Fintech, beberapa landasan hukum positif dalam praktek dan
diantara didefinisikan sebagai aplikasi teknologi implementasinya. Fintech dengan layanan
digital untuk masalah-masalah intermediasi keuangan seperti crowdfunding, mobile
keuangan (Aaron, et al, 2017). payments, dan jasa transfer uang menyebabkan
Selanjutnya pada pengertian yang lebih revolusi dalam bisnis startup. Dengan
luas, Fintech didefinisikan sebagai industri yang crowdfunding, bisa memperoleh dana dari
terdiri dari perusahaan-perusahaan yang seluruh dunia dengan mudah, bahkan dari orang
menggunakan teknologi agar sistem keuangan yang belum pernah ditemui sekalipun Fintech
dan penyampaian layanan keuangan lebih juga memungkinkan transfer uang secara global
efisien (World Bank, 2016). Fintech juga atau internasional. Jasa pembayaran seperti
didefinisikan sebagai inovasi teknologi dalam PayPal otomatis mengubah kurs mata uang,
layanan keuangan yang dapat menghasilkan sehingga yang berada di Amerika bisa membeli
model-model bisnis, aplikasi, proses atau barang dari Indonesia dengan mudahnya
produk-produk dengan efek material yang (Muzdalifa, 2018:7).
terkait dengan penyediaan layanan keuangan Sedangkan Fintech Syariah adalah
(FSB, 2017). penggunaan teknologi dalam system keuangan
Peraturan Bank Indonesia yang memakai landasan hukum serta akad-akad
No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan yang berasal dari hukum Islam. Dengan
Teknologi Finansial, menjelaskan Teknologi penduduk yang 88%-nya adalah muslim
Finansial adalah penggunaan teknologi dalam mempengaruhi muncul dan berkembangnya
sistem keuangan yang menghasilkan produk, Fintech Syariah yaitu Fintech yang kegiatan
layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru usahanya berlandaskan prinsip-prinsip syariah,
serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, yang saat ini penggunanya bukan hanya muslim
stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, saja namun juga nonmuslim. Perkembangan
kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem Fintech Syariah juga semakin baik melihat
pembayaran. semakin meningkatnya pemataman dan
Peratuaran Otoritas Jasa Keuangan kebutuhan masyarakat terhadap ekonomi
No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam syariah, serta sudah banyak bermunculan
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Fintech yang menggunakan prinsip syariah
menjelaskan Layanan Pinjam Meminjam Uang dalam kegiatan usahanya dan saat ini telah
Berbasis Teknologi Informasi adalah terbentuk Asosiasi Fintech Syariah Indonesia
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk yaitu suatu asosiasi yang keanggotaannya terdiri
mempertemukan pemberi pinjaman dengan dari para pelaku Fintech Syariah di Indonesia
penerima pinjaman dalam rangka melakukan yang salah satu fungsinya adalah membina dan
perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang mengawasi jalannya kegiatan usaha Fintech
rupiah secara langsung melalui sistem Syariah (Flouridaningrum, 2018:7).
Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 5
Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

Fintech mempunyai beberapa konsep 4. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 07


atau skema yang dijalankan, diantara yang Tahun 2005 Tentang Akad Penghimpunan
paling dipakai adalah Crowdfunding dan Peer to dan Penyaluran Dana bagi Bank yang
Peer Lending (P2PL). Konsep inti dari Melaksanakan Prinsip Syariah;
pengembangan fintech ini adalah konsep peer- 5. PBI No. 19 Tahun 2017 Tentang
to-peer (P2P) yang sebenarnya sudah digunakan Penyelenggara Teknologi Finansial;
terlebih dahulu oleh Napster untuk music 6. PBI No. 16 Tahun 2014 Tentang
sharing di tahun 1999. Di Indonesia sendiri, Perlindungan Konsumen Jasa Sistem
fintech mulai berkembang pesat dan menjadi Pembayaran.
tren di tahun 2016 hingga tahun 2017. Pelopor Sedangkan di dalam hukum Islamnya,
booming nya fintech di Indonesia adalah Fintech juga mempunyai aturan sendiri yaitu:
perusahaan Go-Jek yang berdiri di tahun 2010 Fatwa DSN MUI No. 117 Tahun 2018 Tentang
dan menjadi tren setelah 4-5 tahun Go-Jek Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
berdiri. Dengan berdirinya Go-Jek, banyak Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah; Fatwa
perusahaan-perusahaan lain yang mengadaptasi DSN MUI No. 04 Tahun 2000 Tentang
fintech sebagai basis dari perusahaan mereka Murabahah; Fatwa DSN MUI No. 17 Tahun
(Riadi, 2018:1). 2000 Tentang Ta‟zir (Denda); Fatwa DSN MUI
Istilah crowdfunding bagi banyak No. 10 Tahun 2000 Tentang Wakalah.
kalangan masih menjadi istilah yang asing,
terutama di Indonesia. Istilah ini baru ramai GAMBARAN UMUM PERJANJIAN
diberitakan sejak kemunculan situs donation PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PT.
based crowdfunding pertama di Indonesia yakni DANA SYARIAH INDONESIA
wujudkan.com, sejak itulah masyarakat PT. Dana Syariah Indonesia merupakan
mengidentikkan crowdfunding dengan badan hukum yang didirikan berdasarkan
pendanaan industry kreatif. Padahal, donation ketentuan POJK No. 77 Tahun 2016 tentang
based crowdfunding lebih luas dari bidang layanan program pinjam meminjam uang
industri kreatif. Donation based crowdfunding berbasis teknologi informasi, sebagai
merupakan salah satu dari 4 (empat) bentuk perusahaan yang menyediakan layanan pinjam
crowdfunding yang bisa diterapkan di beberapa memimjam antara pihak yang memberikan
bidang, oleh sebab itu memahami istilah ini pinjaman dan pihak yang membutuhkan
berarti harus mampu memahami terlebih dahulu pinjaman meliputi pendanaan dari individu,
tentang istilah crowdfunding (Hariyani dan organisasi maupun badan hukum tertentu.
Serifiyani, 2015:355). Dalam mekanisme pelaksanaannya Dana
Donation based crowdfunding secara Syariah hanya menyediakan platform untuk
sederhana diartikan crowdfunding yang berbasis memfasilitasi prosesnya, administrasi pihak
pada donasi (sumbangan sukarela). Donation pemberi pinjaman dan pihak peminjam. Dana
based crowdfunding merupakan kegiatan Syariah mengeluarkan skema produk
penggalangan dana massal dimana orang-orang pembiayaan berbasis syariah, yaitu
memberikan uangnya untuk aktivitas yang crowdfunding syariah dan peer-to-peer lending
ditawarkan oleh pelaku usaha kreatif, dunia syariah dengan pelaksanaan yang mengacu
hiburan ataupun organisasi tertentu. Donation kepada keputusan POJK No. 77 Tahun 2016
based crowdfunding menawarkan kemudahan tentang layanan program pinjam meminjam
yakni luasnya jangkauan pemberitaan kepada uang berbasis teknologi informasi. dan Fatwa
masyarakat melalui internet, murahnya biaya DSN-MUI No. 117 tahun 2018 tentang layanan
publikasi, cepatnya memperoleh donasi seiring pembiayaan berbasis teknologi informasi
pula dengan meningkatnya pamor sebuah karya berdasarkan prinsip syariah.
kreatif. Dalam menjalankan tugasnya PT. Dana
Dalam Fintech juga terdapat beberapa Syariah Indonesia menyediakan tiga fungsi
aturan main secara hukum positif maupun utama yang dapat dijadikan sebagai acuan
hukum Islamnya. Diantara aturan dalam hukum masyarakat untuk melaksanakan pembiayaan
positif yaitu: yang berasaskan syariat Islam, amanah,
1. Undang – undang Tahun 1999 Tentang kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum.
Perlindungan Konsumen; Berikut ini merupakan fungsi utama PT. Dana
2. POJK No. 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Syariah adalah layanan investasi syariah,
Program Pinjam Meminjam Uang Berbasis pengamanan investor, dan layanan zakat.
Teknologi Informasi; Selanjutnya terdapat beberapa skema
3. POJK No. 13 Tahun 2018 Tentang Inovasi produk yang di tawarkan oleh pihak PT. Dana
Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan;
6 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

Syariah Indonesia, diantaranya adalah investasi 4. Persyaratan lain yang di perlukan, sesuai
secara halal melalui crowdfunding syariah dengan hasil survey Tim Dana Syariah.
(skema pembiayaan yang dijuluki sebagai Setelah semua persyaratan terpenuhi
“pendanaan demokratis”), Investasi secara halal maka mulai dilakukan tahap penggalangan dana
melalui peer to peer landing syariah di Platform danasyariah.id. Tim Dana Syariah
(mempertemukan pemberi pinjaman dengan akan membuatkan informasi yang bisa dibaca
peminjam), dan Pengajuan pendanaan oleh calon Investor dana syariah yang mungkin
pembelian lahan dengan skema murabahah. tertarik untuk mengivestasikan dananya secara
Dana Syariah dalam menjalankan syariah, untuk pembiayaan pembelian lahan
mekanisme pembiayaan dengan Skema tersebut. Penggalangan dana dilakukan selama
Murabahah dilakukan dengan cara Dana Syariah 30 hari melalui platform aplikasi Dana Syariah
membeli lahan tersebut untuk kemudian dijual dan dapat di perpanjang jika diperlukan,
kembali kepada calon pembeli lahan dengan sehingga dana terkumpul sejumlah yang
tambahan Margin yang di sepakati. Kemudian, dibutuhkan.
pembeli melakukan pembayaran dengan cara Setelah dana terkumpul sesuai jumlah
mengangsur maksimal selama 24 bulan. yang diharapkan, maka sebelum dana
Untuk sementara lokasi lahan yang bisa dibayarkan kepada pemilik lahan, dilakukan
dilayani dengan skema ini di seputar penandatanganan akad Murabahah dengan
Jabodetabek ,Banten dan Jawa Barat serta kota- pihak yang mengajukan pembelian lahan.
kota besar di Jawa dengan nilai total pinjaman Untuk menjamin agar dana investasi itu
maksimal 2 milyar dalam waktu maksimal 24 bisa dibayarkan kembali sesuai kesepakatan
bulan. angsuran yang ada, maka dibuatkan rekening
Persyaratan untuk bisa mendapatkan join operation yang dikendalikan bersama
pendanaan Murabahah ini antara lain adalah: antara pemilik proyek dengan perwakilan dari
1. Lokasi lahan cukup strategis secara sosial Dana Syariah. Demikian seterusnya pihak
dan ekonomi; pemilik proyek dibantu oleh perwakilan tim
2. Kondisi fisik lahan tidak ada hambatan Dana Syariah, memastikan agar angsuran bisa di
teknis yang ekstrim; bayarkan sesuai nilai dan waktu jatuh temponya,
3. Surat legalitas kepemilikan tanah dalam sampai semua terlunasi sesuai tenor jangka
kondisi clean & clear artinya adalah waktunya.
sertifikat Hak Milik (SHM atau SHGB) asli
tidak sedang dijamin atau sengketa; ANALISIS KONTRAK AKAD
4. Rencana pemanfaatan lahan sesuai dengan MURABAHAH DALAM SKEMA PEER TO
peruntukan lahan dan perizinan yang di PEER LENDING (P2PL) SYARIAH PADA
perlukan; PT. DANA SYARIAH INDONESIA
5. Harga penawaran lahan, sesuai dengan PT. Dana Syariah Indonesia
perhitungan rencana dan anggaran menggunakan akad perjanjian pembiayaan
pembelian lahan. murabahah dalam menjalankan perjanjian
6. Proposal rencana pemanfaatan lahan, pembiayaan pada produk Peer to Peer Lending
perkiraan aliran dana untuk pembayaran (P2PL) bersama dengan penerima pembiayaan.
cicilan. Dalam ketentuan yang tertulis di dalam akad
7. Dinyatakan layak dari hasil survey yang tersebut penulis menemukan beberapa
dilakukan oleh Tim Dana Syariah. ketidaksesuaian antara akad dengan peraturan-
Apabila telah memenuhi persyaratan peraturan yang digunakan oleh PT. Dana
diatas, maka Tim Dana Syariah akan Syariah Indonesia, diantaranya ialah:
memberikan Surat Penawaran kepada calon Pada Pasal 3 tentang pelaksanaan prinsip
pembeli yang di dalamnya ada informasi murabahah ayat 4, diputuskan bahwasannya
seperti: penyelenggara dengan akad ini mewakilkan
1. Harga penawaran lahan, nilai angsuran dan secara penuh kepada penerima pembiayaan
jangka waktu angsuran; untuk membeli dan menerima barang dari
2. Biaya Akad Murabahah dan Biaya Akad pemasok. Dalam poin tersebut terdapat
Jual Beli Notarial; ketidaksesuaian isi akad dengan ketentuan yang
3. Persyaratan administratif untuk akad jual telah di tetapkan dalam Fatwa DSN No.
beli Murabahah yang meliputi data identitas 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang akad murabahah,
calon pembeli (Copy KTP, KK, Surat yang dimana pada ketentuan umum poin
Nikah), data identitas penjual (Copy KTP, keempat dinyatakan bahwasannya pihak
KK, Surat Nikah) dan rekening koran penyelenggara membeli barang yang diperlukan
selama 6 bulan terakhir; dan
Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 7
Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

oleh penerima pembiayaan atas nama ketentuan peraturan perundang-undangan yang


penyelenggara sendiri dan pembelian ini harus berlaku. Namun berasal dari madzhab Maliki
sah dan bebas riba. Sedangkan, pada prakteknya objek jaminan dapat berbentuk mteri, atau
pihak penyelenggara tidak membeli barang yang manfaaat, dimana keduanya merupakan harta
diperlukan penerima pembiayaan atas nama menurut jumhur ulama. Benda yang dijadikan
penyelenggara, melainkan pihak penerima barang jaminan (agunan) tidak harus diserahkan
pembiayaan melakukan pembelian sendiri secara actual tetapi boleh juga penyerahannya
dengan atas nama penerima pembiayaan. Jadi secara hukum, seperti menjadikan sawah
mekanisme yang terdapat pada kontrak sebagai jaminan, yang diserahkan adalah surat
pembiayaan murabahah tersebut tidak sesuai jaminannya (sertifikat sawah). Berbeda dengan
dengan ketentuan yang telah disebutkan dalam definisi sebelumnya, menurut ulama Syafi‟iyah
Fatwa DSN MUI No. 04 karena pihak da Hambali, ar-rahn adalah menjadikan materi
penyelenggara memberikan kekuasaan penuh (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat
untuk penerima pembiayaan dalam membeli dijadikan pembayar utang apabila orang yang
barang yang diinginkan oleh penerima berutang tidak bisa membayar utangnya
pembiayaan. Dalam literatur lain juga tersebut. Definisi ini mengandung pengertian
menyebutkan bahwa pihak pemberi pembiayaan bahwa barang yang boleh dijadikan jaminan
yang membelikan barang yang diinginkan oleh utang itu hanya yang bersifat materi, tidak
penerima pembiayaan setelah terjadinya proses termasuk manfaat sebagaimana yang
negosiasi dan terjadinya kesepakatan diantara dikemukakan oleh ulama madzhab Maliki
pemberi pembiayaan dengan penerima (Haprabu, 2017). Kesimpulannya adalah bahwa
pembiayaan. Lalu setelah barang dibelikan oleh poin pada pasal ini hanya ingin menyarankan
pemberi pembiayaan maka kepemilikan barang agar yang menjadi jaminan tidaklah selalu
baru berpindah melalui akad yang telah barang yang bersangkutan akan tetapi boleh
disepakati diawal dengan penerima pembiayaan. juga surat atau sertifikat barang yang
Setelah kepemilikan barang telah berpindah bersangkutan yang dijadikan jaminan karena
tangan ke penerima pembiayaan, proses tidak semua barang bisa berpindah tempt seperti
pengiriman barang tersebut akan langsung sawah, tanah, bangunan karena yang berlaku
dilakukan oleh supplier kepada penerima hanyalah sertifikatnya saja.
pembiayaan (Prabowo, 2009:115). Seharusnya Pasal 12 tentang pemeliharaan barang
mekanisme pembiayaan murabahah yang ayat 2 poin c, menyatakan bahwa penerima
dilakukan intansi pembiayaan syariah adalah pembiayaan tanpa persetujuan tertulis terlebih
penerima pembiayaan mengajukan permohonan dahulu dari penyelenggara dialarang untuk
pebelian barang kepada pemberi pembiayaan, menyewakan, menjual atau mengijinkan
setelah itu pemberi pembiayaan memelajari penempatan atau penggunaan maupun
pengajuan tersebut, lalu pemberi pembiayaan menguasakan harta tersebut kepada pihak lain.
menawarkan barang dan spesifikasi yang Sedangkan berdasarkan Fatwa MUI No.
diminta dan penerima pembiayaan harus 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah pada
membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah bagian keempat mengenai utang murabahah
disepakati, barulah pemberi pembiayaan ayat 2 menjelaskan bahwasannya penerima
memenuhi barang yang dibutuhkan oleh pembiayaan tidak dipermasalahkan menjual
penerima pembiayaan dan setelah itu penerima barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir
pembiayaan membayar kewajibannya kepada selama penerima pembiayaan tetap
pemberi pembiayaan sesuai kesepakatan yang melaksanakan kewajibannya untuk
ada (Imama, 2014). Dari beberapa literasi menyelesaikan utangnya kepada pihak
tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa pada penyelenggara. Padahal yang memikul atau
seharusnya mekanisme pembiayaan murabahah bertanggung jawab atas barang yang dibiayai
adalah pemberi pembiayaan yang membeli tersebut adalah penerima pembiayaan dan
barang sesuai kebutuhan dan pengajuan barang yang bersangkutan boleh untuk
penerima pembiayaan bukan penerima disewakan ataupun dijual selagi penerima
pembiayaan yang membeli barang yang pembiayaan melaksanakan haknya kepada
dibutuhkan. pemberi pembiayaan, tapi dalam kontrak
Pada pasal 11 tentang jaminan dan pembiayaan murabahah yang dibuat oleh DSN
pengikatnya pada ayat 1 menjelaskan bahwa bahwa barang yang dibiayai oleh pemberi
penerima pembiayaan wajib menyerahkan pembiayaan kepada penerima pembiayaan tidak
barang yang dibiayai sebagai jaminan, serta boleh untuk disewakan ataupun dijual
menyerahkan bukti-bukti kepemilikian jaminan (Prabowo, 2019). Seperti contoh lainnya yaitu
yang asli dan sah untuk diikat sesuai dengan apabila sebelum hutang penerima pembiayaan
8 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

terhadap pemberi pembiayaan atas barang yang dilakukan oleh salah satu pihak. Yaitu tidak
telah dibelikan lunas, penerima pembiayaan memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
menjual barang yang dibeli atas perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam
murabahah dengan pemberi pembiayaan, maka perjanjian yang dibuat.
penjualan tersebut sah karena barang tersebut Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243
telah menjadi milik penerima pembiayaan. KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:
Akan tetapi penerima pembiayaan tetap harus “penggantian biaya, rugi dan bunga karean tidak
menyelesaikan kewajibannya kepada pemberi dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai,
pembiayaan (Imama, 2014). Maka dengan diwajibkan, apabila si berutang, setelah
adanya mekanisme yang sudah dijadikan aturan dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
baku telah dilanggar oleh pihak pemberi melalaikannya, atau jika sesuatu harus diberikan
pembiayaan padahal jelas mekanismenya adalah atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau
barang yang dibiayakan boleh untuk disewakan dibuat dalam tenggang waktu yang telah
ataupun dijual asalkan penerima penerima dilampaukannya. Kelalaian dalam Hukum Islam
pembiayaan menyelesaikan tanggung jawabnya untuk memenuhi kewjiban memberikan hak
terhadap pemberi pembiayaan. orang lain tergolong perbuatan yang dilarang,
Dalam akad murabahah ini hanya dimana sebelumnya telah diketahui adanya
terdapat aturan yang mengatur mengenai suatu perjnjian diantara mereka, maka
wanprestasi pihak penerima pembiyaan tanpa selanjutnya bagi mereka yang melakukan
adanya aturan yang mengatur wanprestasi pihak pelanggaran/cidera janji karena tidak melakukan
penyelenggara. Sehingga dalam pelaksanaan prestasinya, maka dikenakan sanksi kepadanya
akad ini terdapat ketimpangan atau berupa pembaaran ganti rugi kepada pihak
ketidakadilan mengenai wanprestasi dalam akad kreditur dan atau penahanan yang enjadi hak
murabahah. Hal ini sangat tidak sesuai dengan miliknya sebagai suaatu jaminan dari sejumlah
prinsip akad syariah yaitu mengenai prinsip yang dijanjikannya (Harlina dan Lastfitriani,
keadilan. Sedangkan dalam akad kita ketahui 2017). Padahal suatu kontrak yang sudah ada
ada aspek keadilan (‘adalah) dan juga ada aspek pemberian sanksi kepada pihak yang
persamaan atau kesetaraan (al-Ridha) wanprestasi masih terdapat pelanggaran,
(Abdurrauf, 2012:23). Aspek keadilan yang bagaimana jika suatu kontrak yang justru tidak
dimaksud adalah menempatkan sesuatu hanya ada pemberian sanksi terhadap pihak yang telah
pada yang berhak, dimana dalam aturan melakukan wanprestasi. Seperti firman Allah
muamalah yaitu salah satunya melarang ada dalam surat An-nisa ayat 40 yang berbunyi:
unsur kezaliman terhadap diri sendiri maupun ِ ‫ُّض ِع ْفهَا َويُْؤ‬
‫ت ِم‬ ٰ ‫ك َح َسنَةً ي‬ ْ َ‫اِ َّن هّٰللا َ اَل ي‬
ُ َ‫ظلِ ُم ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َۚواِ ْن ت‬
terhadap orang lain. Lalu aspek persaaan atau ِ ‫ْن لَّ ُد ْنهُ اَجْ رًا ع‬
‫َظ ْي ًما‬
kesetaraan yaitu bahwa semua bentuk akad yang Artinya: “Dan barangsiapa berbuat demikian
dibuat harus dilakukan berimbang dan tidak dengan melanggar hak dan aniaya, maka
boleh ada ketimpangan yang membebankan Kami kelak akan memasukkannya ke
salah satu diantara dua belah pihak. Bisa dalam neraka. Yang demikian itu adalah
dibilang bahwa akad yang dimasukkan dalam mudah bagi Allah SWT.”
kontrak yang dibuat oleh pihak pemberi Ketika di dalam sebuah kontrak jual beli
pembiayaan telah melanggar aspek dalam suatu yang dibuat dengan berat sebelah, maka ada
akad dan menyebabkan adanya ketimpangan salah satu pihak yang akan terdzalimi padahal di
yang akhirnya membebankan salah satu pihak dalam ajaran Islam, tidak boleh ada
yang berakad. Dalam KUH Perdata pasal 1320 ketidakseimbangan salah satunya dalam praktek
pun dapat diketahui bahwa segala sesuatu yang jual beli, seperti firman Allah dalam surat Al-
diperjanjikan haruslah sesuatu yang jelas dan Furqan ayat 19 yang berbunyi:
halnya tertentu. Sehingga dalam pelaksanaannya ‫صرْ فًا َّواَل نَصْ ر ًۚا َو‬
َ َ‫فَقَ ْد ك ََّذبُوْ ُك ْم بِ َما تَقُوْ لُوْ ۙنَ فَ َما تَ ْستَ ِط ْيعُوْ ن‬
ada pedoman agar tidak terjadi kesalah pahaman ْ ‫َم ْن ي‬
‫َّظلِ ْم ِّم ْن ُك ْم نُ ِذ ْقهُ َع َذابًا َكبِ ْيرًا‬
antara kedua belah pihak yang berjanji. Oleh Artinya: “maka sesungguhnya mereka (yang
sebab itu segala sesuatunya harus diperhatikan disembah itu) telah mendustakan kamu
sesuai dengan prosedut yang berlaku. Pasal tentang apa yang kamu katakan maka
1365 KUH Perdata pun menyebutkan bahwa: kamu tidak akan dapat menolak (azab)
“tiap perbuatan melanggar hukum, yang dan tidak (pula) menolong (dirimu), dan
membawa kerugian kepada seorang lain, barang siapa di antara kamu yang
mewajibkan orang yang karena salahnya berbuat zalim, niscaya Kami rasakan
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian kepadanya azab yang besar.”
tersebut. Kerugian tersebut muncul sebagai
akibat dari ingkar janji (wanprestasi) yang
Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 9
Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

Ayat diatas menjelaskan maksud dari Kelanjutan dengan tidak adanya sanksi yang
tindak kedzaliman yang dilakukan oleh salah ditujukan kepada pemberi pembiayaan ketika
satu pihak dalam kegiatan apapun khususnya melakuka wanprestasi di dalam kontrak, maka
dalam perilaku jual beli dalam Islam. Maka akan memberikan pemberi pembiayaan
dalam satu akad yang terdapat dalam kontrak keleluasaan dalam bertindak karena tidak ada
khususnya kontrak syariah haruslah aturan khusus yang dibuat untuk mengatur
memasukkan sanksi atas wanprestasi yang telah tindakan pemberi pembiayaan. Ketika penerima
dilakukan baik oleh penerima pembiayaan pembiayaan yang wanprestasi ataupun membuat
maupun oleh pemberi pembiayaan, jikalau tidak kecacatan terhadap barang yang dibiayakan
ada pasal didalam kontrak yang tidak maka jelas aturannya bahwa penerima
menyebutkan terkait wanprestasi yang pembiayaan yang bertanggung jawab atas
dilakukan oleh pemberi pembiayaan, maka wanprestasi ataupun kecacatan yang dibuatnya
kontrak itu bisa jadi batal demi hukum tersebut. Namun, jika pemberi pembiayaan yang
dikarenakan telah bertentangan dengan aturan melakukan wanprestasi ataupun yang membuat
yang dibuat menurut hukum syar‟i dan hukum cacat barang yang dibiayakan, maka seharusnya
normatif yang berlaku. pemberi pembiayaan lah yang mengganti rugi
Pada pasal 15 tentang tanggung jawab atas barang tersebut. Karena kita ketahui dalam
para pihak ayat 2 menyatakan apabila kemudian asas akad ada yang dinamakan asas
hari diketahui atau timbul cacat, kekurangan persaudaraan (ukhuwah) yang dimana transaksi
atau keadaan/masalah apapun yang menyangkut syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan
barang dan atau pelaksanaan akad/akta jual beli dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang
barang dan tanah, jual beli mana seluruh atau tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas
sebagian dibiayai dengan pembiayaan kerugian orang lain (Setyawati, Dahlan dan
penyelenggara, maka segala risiko sepenuhnya Rasyid, 2017). Hukum normatif di Indonesia
menjadi tanggung jawab penerima pembiayaan. pun mengatur tentang hal yang berkaitan
Ketentuan tertulis tersebut sama sekali tidak dengan kekurangan seperti ini, seperti dalam
sesuai dengan Fatwa MUI pasal 1505 KUH Perdata menjelaskan secara
No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah tersirat bahwasanya jika barang yang
pada bagian pertama mengenai ketentuan umum bersangkuktan terdapat kerusakan yang
murabahah dalam bank syariah pada ayat 8 yang dilakukan oleh salah satu pihak maka yang
menyatakan bahwa untuk mencegah terjadinya menanggung beban kerusakan barang tersebut
penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, adalah pihak yang secara sengaja ataupun tidak
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus sengaja merusak barang tersebut. Masing-
dengan nasabah. Kemudian dalam Fatwa MUI masing pihak termasuk penerima pembiayaan
No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ta’widh dan pemberi pembiayaan dalam melaksanakan
menetapkan bahwasannya dalam akad praktek jual beli dengan skema murabahah
murabahah pihak yang melaksanakan ganti rugi otomatis akan mendapatkan perlindungan
adalah pihak yang dengan sengaja atau karena hukum yaitu perlindungan akan hak dan
kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang martabat serta pengakuan terhadap hak-hak
dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
pada pihak lain. Selain itu pasal ini juga tidak berdasarkan ketentuan hukum dari
sesuai dengan peraturan POJK No. 77 tentang kesewenangan atau sebagai kumpulan peratruan
fintech yakni pada pasal 37 yang menyatakan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu
bahwa penyelenggara wajib bertanggung jawab hal dari hal lainnya. Dengan kata lain penerima
atas kerugian pengguna yang timbul akibat pembiayaan bisa dikategotrikan sebagai
kesalahan dan atau kelalaian, direksi, dan atau konsumen yang memakai jasa dari pemberi
pegawai penyelenggara. Pada pasal ini pembiayaan dalam skema jual beli murabahah
menunjukkan bahwasannya pihak tersebut yang dimana hukum memberikan
penyelenggara sama sekali tidak akan perlindungan penuh terhadap hak-hak
bertanggung jawab terhadap kerusakan yang konsumen atau penerima pembiayaan dari
menyangkut barang dan hal ini sangat tidak sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya
sesuai dengan peraturan Fatwa DSN hak-hak tersebut. Kunci pokok perlindungan
No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah hukum bagi konsumen adalah bahwa konsumen
dan POJK No. 77 tentang fintech. Permasalahan (penerima pembiayaan) dan pelaku usaha
yang satu ini menyambung dari kesalahan yang (pemberi pembiayaan) saling membutuhkan.
sebelumnya yaitu tidak adanya sanksi terhadap Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang
pihak pemberi pembiayaan ketika melakuka mengkonsumsinya dan atau memergunakannya
wanprestasi dalam kontrak yang telah dibuat. dan produk yang dikonsumsi secara aman dan
10 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

memuaskan, pada gilirannya akan merupakan penundaan utang ketika orang yang
promosi gratis bagi pelaku usaha (pemberi bersangkutan mampu membayar utang tersebut
pembiayaan). Hak dan kewajiban yang timbul namun tidak dilaksanakan juga, maka pihak
dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi penyelenggara atau pihak pemberi pembiayaan
oleh hukm, sehingga masyarakat merasa aman boleh untuk mengajukan penyelesaian kasus
dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini tersebut ke Badan Arbitrase Syariah. Hadits
menunjukan bahwa perlindungan hukum dapat Nabi SAW yang lain juga diriwayatkan oleh At
diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau Tirmidzi berbunyi: “Jiwa seseorang mukmin
kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan tergantun karena hutangnya, sampai hutang itu
apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya dilunaskan.” Syaikh Abul „Ala Al-
sehingga yang bersangkutan merasa aman. Mubarfkakuri rahimahullah menjelaskan hadits
Kekurangan dalam kontrak ini adalah salah satu diatas bahwa orang tersebut tertahan untuk
bentuk dari ketidak adilan salah satu pihak atau mencapai tempatnya yang mulia. Sementara
bisa dibilang bahwa kekurangan ini adalah Imam Al‟Iraqi mengatakan urusan orang
bentuk dari kedzaliman salah satu pihak tersebut terhenti (tidak diapa-apakan) sehingga
terhadap pihak yang lain yang bersangkutan. tidak bisa dihukumi sebagai orang yang selamat
Selanjutnya terdapat ketidaksesuaian atau binasa, sampaii ada kejelasan nasib
pada pasal 16 tentang penagihan seketika utangnya itu sudah dibayar. Kesimpulan dari
seluruh hutang murabahah dan hadits diatas beserta penjelasannya adalah
penyerahan/pengosongan barang ayat 1 poin b bahwa jika seseorang yang mempunyai utang
bagian 2 yang menjelaskan bahwa penerima maka setelah wafat, maka jiwanya akan
pembiayaan telah dinyatakan pailit atau tidak menggantung tidak jelas apakah akan
mampu membayar atau telah dikeluarkan dimasukkan ke dalam surga ataupun neraka
perintah oleh pejabat yang berwenang untuk sampai utang yang bersangkutan tersebut
menunjuk wakil atau kuratornya. Pada pasal ini dilunaskan. Namun jika seseorang yang
terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan mempunyai utang tersebut memang dalam
Fatwa MUI No.04/DSN- MUI/IV/2000 tentang kondisi yang tidak memungkinkan dalam
murabahah pada bagian keenam tentang melunasi utangnya, seharusnya utang tersebut
bangkrut dalam murabahah yang menjelaskan ditangguhkan sampai dia bisa membayar utang
jika nasabah (penerima pembiayaan) dinyatakan tersebut. Padahal dalam kontrak pembiayaan
pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank Murabahah yang dijadikan pembahasan memuat
harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi tentang adanya jaminan yang diberikan oleh
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. penerima pembiayaan kepada penerima
Namun, pada ketentuan yang ada di dalam akad pembiayaan untuk menandakan bahwa
tersebut pihak penyelenggara mengakhiri jangka penerima pembiayaan serius dalam hal
waktu pembiayaan dan menagih pelunasan mengajukan pembiayaan Murabahah yang
sekaligus atas seluruh sisa hutang dan penerima disepakati. Seharusnya barang jaminan tersebut
pembayaran wajib membayar dengan seketika yang di eksekusi terlebih dahulu untuk bisa
dan sekaligus melunasi hutang yang ditagih oleh menanggulangi permasalahan penunggakan
penyelenggara. Hal ini juga diperkuat pada pembayaran, berbeda jika jaminan yang terkait
pasal 16 ayat 2 yang menjelaskan bahwa pihak rusak atau hilang karena kelalaian masing-
penyelenggara hanya memberikan peringatan masing pihak. Kalau kita berkaca pada aturan
kepada pihak penerima pembiayaan tanpa hukum positif yang berlaku di Negara kita pun
adanya penundaan tagihan hutang sampai pihak pada Undang-undang (UU) No. 37 Tahun 2004
penerima pembiayaan menjadi sanggup Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
kembali. Padahal sudah jelas sekali Hadits Nabi Pembayaran Utang, tidak seenaknya saja pihak
SAW yang berbunyi: “Menunda-nunda yang dirugikan itu menagih pihak yang berutang
(pembayaran) yang dilakukan oleh orang begitu saja, tetap ada mekanisme yang
mampu menghalalkan harg diri dan pemberian dilakukan salah satunya dengan cara
sanksi kepadanya”. melaporkan ke badan atau instansi terkait untuk
Bahwa kesimpulan yang bisa diambil selanjutnya dicarikan solusi dan konklusinya.
dari Hadits tersebut adalah ketika seseorang Secara hukum normatif, terdapat 2 tahapan
yang mempunyai harta untuk bisa melaksanakan dalam proses Penundaan Kewajiban
kewajibannya membayar utang namun Pembayaran Utang (PKPU). Pertama adalah
kewajiban itu tidak dilaksanakan maka PKPU Sementara, yaitu pendahuluan yang akan
hukumnya boleh untuk diberikan sanksi kepada diberikan oleh Pengadilan ketika adanya
orang tersebut. Fatwa DSN No. 04 tentang permohonan PKPU, baik permohonan tersebut
Murabahah juga menjelaskan bahwa dalam diajukan oleh kreditor atau debitor itu sendiri.
Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 11
Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

PKPU Sementara memberikan waktu selama tersebut yakni berupa barang dipergunakan
45 hari bagi pihak yang mempunyai hutang untuk hal-hal yang melanggar prinsip syariah,
untuk melunasi kewajibannya dengan cara yang seharusnya ketentuan tersebut hanya di
perdamaian atau yang lainnya, jika telah lewat tulis satu k ali tanpa ada pengulangan kembali
45 hari tersebut dan pihak yang berutang belum pada poin selanjutnya. Hal ini menunjukkan
melunasi kewajibannya atau belum ada bahwasannya pembuatan akad murabahah
kesepakatan perdamaian dengan pihak yang tersebut tidak memperlihatkan adanya penulisan
memberikan utang maka masuk ke tahapan akad yang efektif. Karena jika ada salah satu
kedua yaitu PKPU Tetap. Tahapa PKPU Tetap pasal ataupun poin saja yang sama, tidak
memberikan waktu selama 270 hari bagi kedua menafikkan juga akan ada esensi yang
belah pihak dalam menentukan konklusi berkurang dalam kontrak tersebut. Bisa jadi
perdamaian yang akan disepakati, jika belum akan ada kekurangan-kekurangan yang timbul
juga terdapat kesepakatan perdamaian selama kembali dan memberikan beban yang berlebih
270 hari, maka pengadilan berhak memutuskan kepada penerima pembiayaan. Jika hal seperti
bahwa pihak yang berutang telah pailit. Barulah ini dibiarkan nantinya akan menjadi konflik atau
ketika pengadilan telah menetapkan pihak perselisihan dalam suatu perjanjian, karena
yang berutang sudah dalam keadaan pailit, memungkinkan juga pembuat kontrak akan
pihak yang dirugikan berhak menuntut haknya membuat redaksi yang samar-samar sehingga
secara hukum melalui pengadilan. Mekanisme akan membuat penerima pembiayaan semakin
yang dijelaskan diatas juga diatur dalam Fatwa terbebani.
No. 04 Tahun 2000 Tentang Murbahah pada Pada pasal 17 mengenai Penguasaan dan
poin keenam tentang penundaan pembayaran Penjualan (Eksekusi) Barang Jaminan, dapat
kewajiban karena kepailitan. diketahui bahwa ketika penerima pembiayaan
Kemudian pada pasal 16 ini tidak tidak sanggup untuk melunaskan kewajibannya,
dilengkapi dengan ketentuan yang mengatur maka pemberi pembiayaan dapat mengeksekusi
mengenai penundaan pembayaran dalam barang jaminan dari penerima pembiayaan.
murabahah. Sehingga apabila dalam Memang dalam hukum syariah maupun hukum
pelaksanaannya terjadi penundaan pembayaran normatif yang berlaku diperbolehkan untuk
yang dilakukan oleh pihak penerima dapat mengeksekusi barang jaminan jika
pembayaran, maka pihak penyelenggara tidak terdapat wanprestasi dari pihak penerima
bisa memberikan sanksi kepada pihak penerima pembiayaan namun juga harus dilakukan
pembayaran dan penyelenggara dapat dengan cara yang seharunsya dan sesuai dengan
memperoleh kerugian. Sebenarnya ketentuan yang berlaku. Dalam pasal 17 poin
permasalahan ini seirama dengan permasalahan satu dapat kita lihat bahwa pengeksekusian
sebelumnya, perbedaannya adalah hanya pada barang jaminan dilakukan dengan ketentuan
tidak adanya mekanisme yang mengatur secara perundang-undangan yang berlaku, namun tidak
sistematis tentang bagaimana jika penerima dijelaskan menggunakan aturan yang mana
pembiayaan tidak bisa melunasi kewajibannya. secara jelas. Islam mengajarkan kegiatan
Kontrak yang dipermasalahkan hanya memuat tentang barang jaminan yang dieksekusi atau
tentang bagaimana jika penerima pembiayaan dilelang, jika memang penerima pembiayaan
tidak dapat melunasi utang tetapi tidak memuat telah melakukan wanprestasi atau cidera janji
tentang bagaimana proses yang akan secara sengaja maka pemegang hak tanggungan
dilaksanakan ketika penerima pembiayaan berhak menjual barang jaminan melalui
menunggak dalam penuelesaian kewajibannya. pelelangan umum atas barang yang dijaminkan
Maksudnya adaah kenapa dalam kontrak hanya menurut ketentuan perundang-undangan
tiba-tiba memberikan penjelasan mengenai yang bersangkutan (Haprabu, 2017). Fatwa
penagihan, penyerahan dan atau pengosongan DSN No. 25 Tahun 2002 Tentang Rahn
barang ketika terjadi penunggakan pembayaran menjelaskan pada bagian ketentuan umum poin
oleh penerima pembiayaan, tidak menentukan 5 bahwa pihak yang diberikan barang jaminan
skema atau mekanisme sebelum adanya dapat menjual paksa melalui lelang sesuai
penyerahan atau pengosongan barang tersebut. syariah jadi tidak harus melewati mekanisme
Dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak ini yang berbleit namun langsung dieksekusi secara
kembali lagi ditemukan ketidak adilan atau langsung.
keberpihakan yang hanya menguntungkan salah Pasal 22 tentang hukum yang berlaku
satu pihak saja. poin tiga dan empat menjelaskan bahwa
Dalam pasal 16 ayat 1 poin c dan poin f bilamana musyawarah tidk menghasilkan kata
terjadi pengulangan ketentuan peraturan yang sepakat mengenai penyelesaian perselisihan,
sama di dalam akad. Ketentuan dalam akad
12 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

maka semua sengketa, yang timbul dari akad ini kepastian hukum (juridis) dan kemanfaatan bagi
akan diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan masyarakat (sosiologis). Dalam aspek syariah
Agama yang keputusannya mengikat kedua pun dipakai qawaid fikih yaitu kadiah: “Tidak
belah pihak yang bersengketa, sebagai boleh ada mudharat (kerugian) dan tidak boleh
keputusan tingkat pertama dan terakhir. Tetapi ada yang dirugikan”. Keduanya tersebut dipakai
jika kita melihat beberapa fatwa rujukan seperti untuk menganalisis mekanisme operasional
Fatwa No. 04 tahun 2000 tentang Murabahah pada PT Dana Syariah Indonesia apakah sudah
dan Fatwa No. 43 tahun 2004 tentang Ta‟widh sesuai atau belum dengan aturan yang dan juga
menjelaskan kepada kita bahwa setiap timbul agar bisa diketahui adil atau tidaknya perjanjian
permasalahan diantara kedua belah pihak maka pembiayaan murabahah bagi kedua belah pihak.
cara penyelesaian yang pertama adalah dengan PT. Dana Syariah Indonesia dalam
cara musyawarah, jika tidak terdapat menjalan sistem operasional pada produk Peer
kesepakatan antara kedua belah pihak padahal to Peer Lending (P2PL) mengacu pada
sudah melalui musyawarah maka penyelesaian peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.
selanjutnya adalah dengan melalui Badan 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan
Arbitrase Syariah. Tidak dengan alasan bahwa Digital di Sektor Jasa Keuangan, POJK No. 77
di dalam fatwa menganjurkan bahwa setiap ada Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
permasalahan maka diarahkan kepada Badan Uang Berbasis Teknologi Informasi, Fatwa
Arbitrase Syariah bukan ke Pengadilan Agama DSN MUI No. 117 Tahun 2018 tentang
langsung, walaupun memang yang memutuskan Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
pada akhirnya adalah Pengadilan Agama. Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa
Namun Badan Arbitrase Syariah juga memiliki DSN MUI No. 4 Tahun 2000 tentang
peran yang sangat penting dalam menyelesaikan Murabahah, Fatwa DSN MUI No. 10 Tahun
masalah khususnya permasalahan pembiayan 2000 tentang Wakalah. Peraturan-peraturan
Murabahah, karena Badan Arbitrase Syariah tersebut digunakan agar PT. Dana Syariah
memiliki beberapa kelebihan daripada Indonesia dalam menjalankan mekanisme
Pengadilan Agama sendiri yaitu penyelesaian sistem operasional sesuai dengan peraturan-
masalah yang lebih cepat dan mempunyai target peraturan tersebut.
hari untuk memutuskan permasalahan daripada Selanjutnya, PT. Dana Syariah Indonesia
Pengadilan Agama itu sendiri. Setidaknya membuat produk pembiayaan salah satunya
pelaksanaan kasus di Badan Arbitrase Syariah yang akan di bahas berupa produk peer to peer
lebih bisa efisien dan lebih cepat dalam lending (P2PL) yang berbasis syariah. Produk
memutuskan tinggal nantinya akan dibawa ke peer to peer lending (P2PL) ini merupakan
Pengadilan Agama untuk diputuskan dan salah satu produk yang paling banyak diminati
dilaksanakan jika ada pengeksekusian barang oleh masyarakat dalam melakukan investasi
jaminan. ataupun pembiayaan. Dalam menjalankan
Berdasakan ketidaksesuaian yang sistem operasional pada produk ini, pihak PT.
terdapat dalam akad murabahah pada perjanjian Dana Syariah Indonesia membuat perjanjian
pembiayaan yang ada pada PT. Dana Syariah keanggotaan dana syariah yang berlaku antara
Indonesia dengan pihak penerima pembiayaan PT. Dana Syariah Indonesia dan anggota.
dapat disimpulkan bahwasannya terdapat Perjanjian keanggotaan dana syariah tersebut
beberapa pasal yang ada dalam akad tersebut terdiri dari 3 ketentuan dan syarat-syarat yang
yang tidak sesuai dengan peraturang-peraturan ada didalamnya yaitu disclaimer, kebijakan
yang dijadikan sebagai acuan oleh pihak PT. privasi dan term of use dana atau term and
Dana Syariah Indonesia. Ketidaksesuaian condition.
tersebut menimbulkan kerugian yang akan Dalam perjanjian keanggotaan dana
dialami oleh pihak penyelenggara maupun pihak syariah tersebut terdapat beberapa ketentuan dan
penerima pembiayaan. Oleh karena itu perlu syarat-syarat yang tidak sesuai dengan prinsip
adanya perubahan dalam beberapa pasal yang syariah dan peraturan yang berlaku mengenai
ada dalam akad pembiayaan murabahah tersebut fintech syariah. Hal tersebut ditemukan pada
agar timbulnya kesesuaian dengan peraturan- dokumen term and condition yang ada pada
peraturan yang ada. perjanjian keanggotaan dana syariah tersebut
Dalam menganalisis mekanisme sistem yang diantaranya ialah mengenai penerima
operasional produk Peer to Peer Lending pinjaman harus mempertimbangkan tingkat
(P2PL) syariah pada PT. Dana Syariah bunga.
Indonesia, digunakan teori hukum Gustav Dalam perjanjian tersebut dengan jelas
Radbruch yaitu dikenal sebagai tiga nilai dasar pihak PT. Dana Syariah Indonesia membuat
hukum yang meliputi keadilan (filosofis), persyaratan bahwa penerima pinjaman harus
Mahmuda, Roup, Analisis Perjanjian Pembiayaan Dalam Skema Peer To Peer 13
Lending (P2pl) Syariah Pada Lembaga Fintech Syariah (Studi Kasus Pt.

mempertimbangkan tingkat bunga saat menjadi pembiayaan yang bebas dari riba padahal
keanggotaan dana syariah. Persyaratan tersebut menurut kaidah fikih yaitu tidak boleh ada
menunjukkan bahwasannya dokumen perjanjian kerugian dan yang dirugikan berarti tidak
keanggotaan dana syariah yang dibuat oleh boleh ada yang berbau riba dalam transaksi
pihak PT. Dana Syariah Indonesia mengandung keuangan apapun dalam syariah. Hal ini
unsur riba sehingga perjanjian tersebut tidak terlihat dari ketentuan umum yang dibuat
sesuai dengan ketentuan prinsip syariah. oleh pihak PT. Dana Syariah Indonesia
Persyaratan tersebut bertentangan dengan Fatwa kepada pihak penerima pembiaayan yang
DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang masih terdapat bunga dalam penentuan
Murabahah, yakni pada ketentuan umum poin pembiayaan pada produk-produk yang ada.
pertama yang memutuskan bahwa Bank dan Ketentuan tersebut yakni terdapat pada
nasabah harus melakukan akad murabahah yang bagian term and condition yang ada di
bebas riba. dalam ketentuan umum PT. Dana Syariah
Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang sudah Rekomendasi
penulis kemukakan pada bab sebelumnya 1. Mekanisme sistem operasional pembiayaan
dengan menggunakan teori hukum Gustav pada fintech syariah khususnya produk Peer
Radbruch dan kaidah fikih, serta merujuk pada to Peer Lending (P2PL) syariah seharusnya
rumusan masalah yang terdapat di bab lebih dikembangkan lagi dikarenakan belum
pendahuluan, maka simpulan dari penelitian ini adanya landasan hukum yang pasti yang
adalah pelaksanaan perjanjian pembiayaan akad mengatur terkait skema produk diatas.
murabahah pada produk peer to peer lending Aturan-aturan yang telah dibuat hanya
(P2PL) di PT. Dana Syariah Indonesia belum memuat tentang fintech konvensional saja
sepenuhnya menerapkan peraturan-peraturan sedangkan aturan yang mengatur tentang
yang mengatur mengenai fintech dan akad fintech syariah hanya terdapat pada Fatwa
murabahah. Hal ini dapat di lihat pada uraian di DSN yang sifatnya tidak mengikat atau
bawah ini: masih bisa terdapat celah untuk terjadinya
1. Akad pembiayaan murabahah yang ada pada praktik riba.
produk peer to peer lending (P2PL) di PT. 2. Dalam kontrak perjanjian pembiayaan akad
Dana Syariah Indonesia, terdapat beberapa murabahah yang dibuat oleh PT. Dana
isi kontrak perjanjian yang tidak sesuai Syariah Indonesia yaitu pada produk Peer to
dengan peraturan-peraturan yang berlaku Peer Lending (P2PL) syariah seharusnya
yakni POJK No. 77 Tahun 2016 tentang lebih ditelaah dan teliti lagi dalam membuat
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis kontrak tersebut. Karena ada beberapa pasal
Teknologi Informasi, Fatwa DSN MUI No. dan poin di dalam kontrak tersebut yang
117 Tahun 2018 tentang Layanan memang kurang adil bagi nasabah dan juga
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi ada pengulangan pasal dalam kontrak
Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa DSN tersebut yang bisa mengakibatkan
MUI No. 4 Tahun 2000 tentang Murabahah, berkurangnya nilai pada kontrak tersebut
Fatwa MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 dan bisa jadi timbul kekurangan di pasal dan
tentang ta’widh. Ketidaksesuaian yang poin yang lain karena kecerobohan dan tidak
terdapat dalam akad pembiayaan murabahah telitinya pembuat kontrak.
tersebut menimbulkan adanya ketidakadilan 3. Dalam mekanisme sistem operasional
dalam pelaksanaan akad murabahah tersebut pembiayaan pada PT. Dana Syariah
pada produk peer to peer lending (P2PL) di Indonesia yaitu pada produk Peer to Peer
PT. Dana Syariah Indonesia dan Lending (P2PL) syariah maupun produk
ketidakadilan ini sangat cocok dengan teori Crowdfunding syariah, sebaikanya PT. Dana
hukum Gustav Radbruch terkait keadilan Syariah Indonesia perlu untuk melakukan
antara para pihak dan kaidah fikih yaitu sosialisasi dengan berbagai cara yang
tidak boleh ada kerugian dan tidak boleh ada dibutuhkan agar maysarakat tahu tentang
yang dirugikan. produk-produk fintech syariah maupun
2. PT. Dana Syariah Indonesia dalam akad- akad syariah. Karena sangat
mekanisme sistem operasional produk baik dibutuhkan sekali keilmuan tentang produk-
itu pada produk peer to peer lending (P2PL) produk lembaga keuangan syariah
atau pada produk crowdfunding syariah, dikalangan masyarakat khususnya pada
belum sepenuhnya menerapkan prinsip masyarakat kelas menengah ke bawah.
14 Jurnal Mahasiswa Akuntansi Manajemen

DAFTAR PUSTAKA Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 12 No.


Republik Indonesia.2018. Peraturan Otoritas 4, tahun 2015.
Jasa Keuangan Nomor 77 Tentang Haprabu, Satya. “Penjualan Lelang Barang
Fintance Technology; Jakarta. Jaminan Hak Tanggungan Menurut
Republik Indonesia. 2000. Fatwa DSN MUI Perspetif Hukum Islam”, Jurnal
Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Repertorium, Vol. 4, No. 1. Surakarta:
Murabahah. Jakarta; Universitas Sebelas Maret. 2017.
Republik Indonesia. 2000. Fatwa MUI No. Harlina, Yuni dan Hellen Lastfitriani, “Kajian
43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Hukum Islam Tentang Wanprestasi
ta‟widh. Jakarta. (Ingkar Janji) Pada Kosumen Yang
Tidak Menerima Sertifitkat Kepemilikan
Al-Ba‟labakiyy, Munir. Qamus al-Mawrid.
Pembelian Rumah”, Jurnal Hukum
(Beirut: Dar al-„Ilm al-Malayyin), 1990.
Islam, No. 1. Vol. 17. Riau: UIN Sultan
Al-Shiddieqiyy, Hasbi. Pengantar Fiqh Syarif Kasim Riau. 2017.
Mu‟amalah. Jakarta: Bulan
Imama, Lely Shofa. “Konsep dan Implementasi
Bintang.1974.
Murabahah Pada Produk Pembiayaan
Dewi, Gemala. Hukum Perikatan Islam di Bank Syariah”, Jurnal Iqtishadia, No. 1,
Indonesia, cetakan ke-2. (Jakarta: Vol. 2. Pamekasan: STAIN Pamekasan.
Kencana Prenada Media Group).2006. 2014
Hakim, Atang Abdul. Fiqh Perbankan Islam, Muzdalifa, Irma.”Peran Fintech dalam
Bandung: Refika Aditama.2011. Meningkatkan Keuangan Inklusif pada
Hariri, Wawan Muhwan. Hukum Perikatan, UMKM di Indonesia (Pendekatan
Bandung: Pustaka Setia.2011 Keuangan FIntech”, Jurnal Masharif al-
Syariah, Vol. 3, No. 1. 2018.
Madkur, Muhammad Salam.. Al - Madkhal al –
fiqh al – Islamiyy. Dar al-Nahdah al - Riadi, Ade Bagus. Aspek Hukum dalam
„ Arabiyyah.1963. Menjalankan Perusahaan Fintech
Lending di Indonesia, Jurnal Hukum
Mahmasaniy, Subhiyy . Al - Nazariyyat al- Fintech, Teknologi, Telekomunikasi &
„ Ammah li al - Mujibat wa al-„Uqud fi Perbankan Syariah, Vol. 1. Sekolah
al-Shari‟ah al-Islamiyyah. (Mesir: Dar Tinggi Ekonomi Islam Tazkia. 2018.
al-Kitab al-„ Arabiyy. 1948.
Sari, Pipit Buana, “Prospek Finansial
Salim H. S. Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Technology (Fintech) di Sumatera Utara
Penyusunan Kontrak, cetakan ke-4. Dilihat Dari Sisi Literasi Keuangan,
Jakarta: Sinar Grafika.2006. Iinklusi Keuangan dan Kemiskinan”,
Subekti. Hukum Perjanjian. akarta: Intermasa. Jurnal Kajian Akuntansi Universitas
2001. Islam Bandung, Vol. 19 No. 2, 2018.
Widjaya, I.G. Rai. Merancang Suatu Kontrak: Segal, Miriam. “Peer to Peer Lending: A
Teori dan Praktik. Jakarta: Kesaint Financing Alternative for Small
Blanc.2003. Business”, tahun 2015.
Abdurrauf. “Penerapan Teori akad pada Setyawati, Desy Ary, Dahlan dan M. Nur
perbankan syariah”. Al-Iqtishad, Vol .IV, Rasyid. “Perlindungan Bagi Hak
Jakarta: UIN-Syarif Hidayatullah, Konsumen dan Tanggung Jawab Pelaku
1.2012. Usaha Dalam Perjanjian Transaksi
Elektronik”, Jurnal Hukum Syiah Kuala,
Al-Hasan, Fahadil Amin. “Analisis Pelaksaaan Vol. 1. Aceh: Universitas Syiah Kuala,
Akad Murabahah di Lembaga Mikro Desember 2017.
Keuangan Syariah (BMT)”, Bandung:
UIN Bandung, 2018. Prabowo, Bagya Agung. “Konsep Akad
Murabahah Pada Perbankan Syariah
Flouridaningrum, Sasmita. “Mengapa Memilih (Analisis Kritis Terhadap Aplikasi
Fintech Syariah”, Prihatwono Law Konsep Akad Murabahah di Indonesia
Research, Vol. 1. 2018. dan Malaysia)”, Jurnal Hukum, No. 1,
Hariyani, Iswi. “Perlindungan Hukum Sistem Vol. 16. Yogyakarta: UII. 2009
Donation Based Crowdfunding pada
Pendanaan Industri Kreatif di Indonesia,

Anda mungkin juga menyukai