Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Produktivitas 8 (2021)

JURNAL PRODUKTIVITAS
Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Pontianak

www.openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/jp

Mekanisme Pembiayaan Fintech Peer to Peer Lending Syariah Bagi UMKM di


Indonesia
Hani Meilita Purnama Subardi
Prodi Akuntnsi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Pontianak, Indonesia

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Kata kunci: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik pembiayaan yang telah
Financial Technology; diterapkan pada Fintech Peer to Peer Lending Berbasis Syariah bagi UMKM serta
Peer To Peer Lending Syariah; akad apa saja yang digunakan. Selanjutnya akad pembiayaan ini akan ditinjau
UMKM.
berdasarkan aturan yang berlaku dari segi fatwa DSN MUI dan Pernyataan Standar
Akuntansi Syariah. Jenis penelitian yang digunakan adalah Literatur Review dengan
objek penelitiannya adalah Fintech Ammana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Fintech Pembiayaan Peer To Peer Lending
Syariah yang telah diterapkan oleh Ammana.id dalam membantu pembiayaan pada
UMKM telah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

1. Pendahuluan
Hadirnya era industri 4.0 yang berkembang dan munculnya berbagai inovasi produk keuangan digital yang semakin
memudahkan nasabah dalam mengakses layanan keuangan kapan dan dimana saja. Fintech atau Financial Technology
merupakan contoh nyata dari revolusi teknologi yang cukup mempengaruhi cara hidup manusia dalam bertransaksi secara
praktis, efektif dan efisien.
Saat ini pemerintah Indonesia sedang meninjau peluang pasar fintech untuk meningkatkan potensi UMKM yang belum
dapat difasilitasi optimal oleh industri perbankan (Minerva, 2016). Hal ini dikarenakan modal menjadi salah satu kendala
yang masih dihadapi oleh para pelaku UMKM dalam menjalankan bisnisnya. Untuk memastikan UMKM dapat bertahan
melewati krisis yang sedang terjadi, pemerintah perlu menyempurnakan proses penyaluran bantuan serta memanfaatkan lebih
banyak saluran distribusi untuk menjangkau UMKM. Pemerintah dan lembaga terkait juga perlu meningkatkan program
pelatihan dan insentif digitalisasi untuk membekali UMKM.
Berdasarkan Kajian Join Research Otoritas jasa Keuangan dan Boston Consulting Group pada tahun 2020 Perusahaan
teknologi secara spesifik dapat menjadi orkestrator dalam proses digitalisasi UMKM, dengan cara mendistribusikan insentif
dan subsidi digitalisasi ke UMKM tradisional Perusahaan teknologi khusunya e-commerce dan fintech dapat berkolaborasi
dengan bank untuk memperlebar akses pembiayaan UMKM, dengan menyalurkan kredit ke UMKM pengguna platform
Di sinilah peran fintech ikut andil dalam menjembatani para pelaku UMKM dalam mempermudah akses permodalan
untuk mengembangkan usahanya. Dengan adanya industri teknologi keuangan ini, maka besarnya modal yang dimiliki oleh
UMKM dapat dikelola dengan lebih baik, selain itu, hal ini akan menciptakan kemajuan dalam usahanya dan meningkatkan
indeks inklusi keuangan.

*Kontak penulis
E-mail: hanimeilita@gmail.com
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/jp
ISSN : 2355 – 1038 (Print) ISSN : 2621 – 5098 (Online)

305
H.M.P Subardi Jurnal Produktivitas 8 (2021)
Terdapat berbagai produk pembiayaan yang ditawarkan oleh fintech syariah untuk para pelaku UMKM. Salah satu
jenis pembiayaan yang memiliki pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun yakni Peer to Peer Lending. Mengacu pada
peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 menyatakan bahwa P2P Lending adalah sebuah layanan pinjam meminjam uang dengan
menggunakan rupiah sebagai mata uangnya baik dilakukan secara langsung antara kreditur atau lender (pemberi pinjaman)
dan debitur atau borrower (penerima pinjaman) yang menggunakan basis teknologi informasi. Pada peer to peer berbasis
syariah harus menerapkan syariat Islam yang telah ditetapkan oleh MUI, peraturan atau Fatwa Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Oleh sebab itu, Fintech P2P Lending Syariah tentunya mengadopsi aturan-aturan yang
berlaku dalam jasa keuangan syariah yang harus bebas dari riba (bunga) gharar (ketidakpastian atau disembunyikan) dan
masyir (spekulasi atau judi).
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa perusahaan fintech yang menyediakan online marketplace peer to peer lending
yang telah diawasi oleh OJK, seperti PT. Ammana Fintek Syariah, perusahaan tersebut merupakan perusahaan
onlinefinancing yang menghubungkan donatur yang bersedia meminjamkan dananya dengan dengan individu yang
memerlukan pendanaan. Selain menjalankan online marketplace, perusahaan tersebut juga melakukan seleksi, analisis
dan menerima pengajuan aplikasi pinjaman oleh peminjam (borrower) agar menciptakan permodalan yang berkualitas
untuk diberikan kepada para pemodal (lender).
Di Indonesia, kemunculan Fintech P2P Lending yang berbasis syariah dimulai pada tahun 2019 dengan hadirnya
Ammana.id yang berhasil lulus verifikasi dan persyaratan OJK untuk memperoleh surat izin sebagai penyelenggara Fintech
P2P Lending berbasis Syariah yang bertujuan menjadi wadah bagi para pelaku usaha UMKM dalam mendapatkan
pembiayaan. Seiring dengan perkembangan Fintech Ammana dalam menghadirkan produk Peer to Peer Lending berbasis
Syariah untuk membantu memfasilitasi pembiayaan bagi para pelaku UMKM, maka perlu ditelusuri mekanisme produk
pembiayaan tersebut dan kesesuaian aturan penerapan yang berlaku dengan Fatwa DSN MUI dan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Syariah.
Berangkat dari pemaparan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat disusun diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme akad Peer to Peer Lending Syariah yang dimiliki Ammana?
2. Bagaimana Implementasi akad yang ada pada Ammana ditinjau berdasarkan Fatwa DSN-MUI?
3. Bagaimana Implementasi akad yang ada pada Ammana ditinjau berdasarkan Pernyataan Standar Akuntnasi
Keuangan Syariah?

2. Kajian Literatur

2.1 Financial Technology Syariah

Pengertian Fintech Syariah adalah kombinasi, inovasi yang ada dalam bidang keuangan dan teknologi yang
memudahkan proses transaksi dan investasi berdasarkan nilai-nilai syariah. Fintech syariah memiliki kriteria khusus diantaranya
tidak mengandung unsur riba, ghoror (penipuan), mudharat (efek negatif), dan jahalah (tidak ada transparansi) antara penjual
dan pembeli. Diawali oleh startup Fintech syariah pertama Beehive di Dubai pada tahun 2004. Fintech yang mendapatkan
sertifikat syariah pertama kali di dunia ini menyediakan pembiayaan murah untuk UMKM yang menggunakan pendekatan peer
to peer lending marketplace.
Fintech Syariah di Indonesia sudah mulai banyak menarik perhatian publik terlebih dengan dibentuknya Asosiasi
Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Institute yang menaungi fintech syariah di Indonesia serta mulai dilegalkannya fintech
Syariah sebagai suatu transaksi ekonomi yang juga dapat didaftarkan kepada Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK). Fintech
Syariah merupakan kombinasi dari inovasi teknologi informasi dengan produk dan layanan yang ada pada bidang keuangan dan
teknologi yang mempercepat dan memudahkan bisnis proses dari transaksi, investasi dan penyaluran dana berdasarkan nilai-
nilai syariah (Yarli, 2018).

2.2 Peer to Peer Lending Syariah

P2P Lending Syariah Menurut fatwa DSN MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018, P2P lending syariah didefinisikan
sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan yang didasarkan atas prinsip syariah yang menghubungkan antara pemberi
pembiayaan dengan penerima pembiayaan untuk melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan bantuan
jaringan internet. Perbedaan P2P lending syariah dan konvensional terletak pada sistem transaksi yang digunakan. P2P lending
syariah menggunakan prinsip dan aturan Islam atau syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Contohnya
menggunakan prinsip bagi hasil dan menggunakan akad-akad syariah. Karakteristik tersebut berbeda dengan P2P lending
konvensional yang hanya menggunakan hukum positif yang berlaku. Selain itu P2P lending konvensional menggunakan sistem
bunga dengan besar yang relatif beragam mulai dari 30%.
Ketentuan prinsip syariah dalam P2P lending syariah menurut Baihaqi (2018) yaitu, (1) terhindari dari riba, gharar
(ketidakpastian), maysir (spekulasi), tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan pihak lain), dan haram; (2) memenuhi
prinsip keseimbangan, keadilan, dan kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) akad
yang digunakan selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan seperti al-bai’, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah
bi al ujrah, dan qardh; (4) terdapat bukti transaksi berupa sertifikat elektronik dan telah divalidasi; (5) transaksi harus
menjelaskan ketentuan bagi hasil yang sesuai dengan syariah, dan (6) penyelenggaraan layanan boleh mengenakan biaya (ujrah)
dengan prinsip ijarah.
306
H.M.P Subardi Jurnal Produktivitas 8 (2021)

2.3 Pembiayaan Peer to Peer Lending bagi UMKM

Menurut Irfan Syauqi Beik (2016:132) dalam bukunya Ekonomi Pembangunan Syariah menyebutkan bahwa salah satu
masalah yang dihadapi oleh UMKM adalah kekurangan modal dan sulitnya mendapat akses pinjaman melalui lembaga
keuangan. Perlunya keuangan inklusif dimasukkan dalam program pengembangan lembaga keuangan. Salah satu cara untuk
memudahkan akses permodalan bagi UMKM adalah melalui pembiayaan online
Wijaya (2016) menyatakan bahwa layanan P2P lending memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia, termasuk
dalam menyelesaikan beberapa masalah yang terkait dengan kesejahteraan UMKM. P2P lending dapat membantu
meningkatkan taraf inklusi keuangan terhadap masyarakat Indonesia. Sekitar 80% UMKM belum mendapatkan akses atau
pembiayaan perbankan (BPS,2016).
Hal ini disebabkan pinjaman modal usaha memiliki syarat untuk menyertakan agunan atau jaminan dalam prosesnya.
P2P lending dapat menjangkau usaha mikro dan kecil (UMK) yang belum memiliki akses terhadap perbankan (unbankable) dan
menjembatani UMK yang sebenarnya layak (credit worthy) agar mendapatkan pinjaman baik dengan atau tanpa agunan. P2P
lending juga memberikan solusi terhadap tidak meratanya ketersediaan layanan pembiayaan. Di Indonesia, 60% layanan
pembiayaan terkonsentrasi hanya di Pulau Jawa. Penggunaan jaringan internet membuat P2P lending mampu menjangkau
hampir siapa saja dan dimana saja selama terdapat akses terhadap internet serta menjadikan proses administrasi pinjaman
efektif dan efisien. Selanjutnya, P2P lending dapat menjadi solusi untuk mengurangi kesenjangan pembiayaan pembangunan
di Indonesia. Lembaga keuangan yang ada di Indonesia saat ini hanya mampu menyerap sekitar 700 triliun rupiah dari total
kebutuhan pembiayaan pembangunan sebesar 1,700 triliun per tahunnya. P2P lending menawarkan overhead yang rendah
dengan credit scoring dan algoritma inovatif yang dapat membantu mengurangi kesenjangan pada kebutuhan pembiayaan
pembangunan di Indonesia (Wijaya, 2016).

3. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah tinjauan pustaka (literature review) yang merupakan serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelola bahan penelitian
(Creswell, 2010). Pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data dokumentasi
yaitu dengan jalan mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkip, buku, jurnal,
surat kabar, dan sejenisnya. Dalam hal ini penulis mengumpulkan berbagai data dan informasi yang relevan terkait platform
P2P lending terdaftar dan berizin usaha serta aturan-aturan yang berlaku pada akad dan penerapannya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni data yang diperoleh dari hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah
primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-cetak) berkenaan dengan penerapan
fintech pada P2P lending syariah
Penelitian ini mencoba mengulas akad apa saja yang digunakan pada produk pembiayaan peer to peer lending fintech
syariah yang ada pada Ammana serta mengaji penerapan akad tersebut berdasarkan aturan pada Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Syariah terkait akad yang berlaku.

4. H a s i l d a n Pembahasan

Secara umum ketentuan prinsip dalam P2P lending syariah yang harus dipatuhi yaitu, (1) terhindari dari riba, gharar
(ketidakpastian), maysir (spekulasi), tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan pihak lain), dan haram; (2)
memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan, dan kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; (3) akad yang digunakan selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan seperti al-bai’, ijarah, mudharabah,
musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh; (4) terdapat bukti transaksi berupa sertifikat elektronik dan telah divalidasi; (5)
transaksi harus menjelaskan ketentuan bagi hasil yang sesuai dengan syariah, dan (6) penyelenggaraan layanan boleh
mengenakan biaya (ujrah) dengan prinsip ijarah.

Gambar 1.
Skema Peer To Peer Lending
Sumber: Harp, Fitri dan Mahanani (2021)

307
H.M.P Subardi Jurnal Produktivitas 8 (2021)
Subjek dalam P2P lending ada tiga pihak, yaitu penyelenggara (perusahaan penyedia layanan P2P lending), penerima
pembiayaan (borrower) dan pemberi pembiayaan (lender). Hubungan antara ketiga subjek tersebut dapat dilihat pada skema
sederhana layanan P2P lending tersebut, dimana pihak lender sebagai pemberi pembiayaan menyampaikan pembiayaannya
melalui perusahaan P2P lendingmenggunakan digital platform P2P lending kepada pihak borrower, dalam hal ini adalah
Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Pinjaman melalui P2P lending menguntungkan berbagai pihak. Bagi peminjamatau penerima
pembiayaan, P2P lendingbadalah cara untuk mendapatkan pinjaman dengan lebih mudah daripada meminjam lewat
sistem perbankan tradisional. P2P lending mudah karena semua prosesnya dilakukan secara daring sehingga menjadi lebih
mudah dan cepat.

4.1 Mekanisme Pembiayaan dan Akad pada Ammana.id

Ammana adalah perusahaan teknologi keuangan berbasis syariah pertama yang telah mengantongi ijin dan diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan. Model layanan pada Ammana yakni berupa peer to peer lending (P2P) syariah yang ditujukan untuk
mendukung perkembangan para pelaku usaha mikro kecil dan menengah melalui kerjasama dengan lembaga syariah.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Yahya, Affandi dkk (2020) menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan pada Ammana dalam
penyelesaian kewajiban pinjam meminjam sebesar 98,41%.

Dalam hal pembiayaan kepada UMKM, terdapat dua jenis pendanaan yang ditawarkan oleh Ammana, diantaranya
sebagai berikut:

1. Musyarakah

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah no. 106 tentang Musyarakah dijelaskan bahwa
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko
berdasarkan porsi kontribusi dana.
Pada Ammana, jenis pendanaan Musyarakah dilakukan dengan cara masing-masing dari pemilik dana maupun
Lembaga Keuangan Mikro Syariah memberikan kontribusi modal untuk dapat membiayai UMKM binaan LKMS tersebut.
Jika terdapat keuntungan, maka hal itu akan dibagi sesuai dengan proporsi dana yang telah dikontribusikan atau berdasarkan
nisbah yang telah disepakati oleh para mitra. Adapun kerugian yang terjadi akan dibagi secara proporsional sesuai dengan
dana yang disetorkan. Pembiayaan Musyarakah ini difasilitasi oleh Ammana melalui virtual account dengan pendanaan pada
Musyarakah paling sedikit adalah Rp500.000 dan paling banyak senilai Rp2 Milyar per unit.

2. Mudharabah

Berdasarkan DSN MUI No. 115/DSN-MUI/IX/2017 mendefinisikan mudharabah adalah akad kerja sama atau usaha
antara pemilik modal (malik/shahib al-mal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (‘amil/mudharib) dan
keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai bagi hasil atau nisbah yang telah disepakati pada akad.
Pada Ammana, jenis pendanaan Mudharabah dilakukan oleh para calon pemberi dana dengan kontribusi modal
100% kepada para pelaku UMKM yang telah disepakati oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Minimal pendanaan yang
dapat dikontribusikan oleh pemilik modal sebesar Rp500.000 dan maksimal 2 Milyar per unit. Nantinya proses
penghimpunan dana tersebut dilakukan secara online melalui Virtual Account yang disiapkan oleh Ammana dengan
dikenakan biaya administrasi perbankan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Cara kerja pada Ammana yakni dengan sistem non direct funding, artinya para pelaku UMKM diharuskan untuk
menjadi anggota dari mitra keuangan syariah mikro yang sudah terdaftar di Ammana yang memilki fungsi sebagai lembaga
kurasi kelayakan usaha UMKM. Berikut skema dari tahapan pembiayaan pada Ammana dengan sistem non direct funding
yang dapat diajukan oleh para pelaku UMKM:

Gambar 2.
Alur Non direct Funding pada Ammana
Sumber: Iskadar, Ayumiati dan Katrin (2019)
308
H.M.P Subardi Jurnal Produktivitas 8 (2021)

Penerapan pembagian keuntungan yang diterapkan oleh Ammana melalui hasil pendanaan produktif dengan sistem bagi
hasil diantara para pendana dan Mitra Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang menjadi mitra dari Ammana. Adanya variasi pada
jenis usaha yang ada, menyebabkan imbal hasil dan profil resiko yang berbeda-beda pula pada tiap usaha yang dimiliki UMKM.
Sehingga, acuan dari pembagian hasil tersebut berdasarkan pada perbandingan antara estimasi dengan realisasi dari hasil
pendapatan usaha yang dihasilkan dari para mitra nasabah atau UMKM yang telah dibiayai usahanya oleh Mitra Lender.
Pembagian bagi hasil yang diterapkan pada Ammana adalah pola bagi hasil yang murni syariah karena dihitung
berdasarkan hak bagi hasil yang adil dan transparan antara para pelaku UMKM, pemberi dana dan juga Mitra Keuangan Mikro
Syariah yang telah diseleksi menjadi mitra Ammana.

4.2 Implementasi Akad Pada Ammana Berdasarkan Fatwa DSN MUI

Berdasarkan hasil analisis dari peneliti, terdapat dua akad yang digunakan Ammana dalam menjalankan peer-to-peer
landing yakni Akad Mudharabah dan Musyarakah. Maka dari itu, aturan yang dapat dijadikan acuan dalam mekanisme
pembiayaan kedua akad tersebut yakni Fatwa DSN MUI No:115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah, Fatwa DSN
MUI No:08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. Selanjutnya, dikarenakan Ammana merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang financial technology, maka acuan mekanismenya harus sesuai dengan Fatwa DSN MUI No:
117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Pada Fatwa DSN MUI No:115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah berisi ketentuan Sighat Akad
Mudharabah yang menjelaskan salah satu aturan bahwa akad boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat maupun secara
elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini selaras dengan penerapan pembiayaan
mudharabah yang diberikan oleh Ammana dengan merincikan detail aturan selama akad dilaksanakan melalui media
elektronik pada platform Ammana. Dari segi modal, pembiayaan yang diperbolehkan oleh Ammana paling sedikit yakni
sebesar Rp500.000/unit dan dana yang diberikan harus berbentuk tunai dalam bentuk uang. Hal ini sesuai dengan ketentuan
terkait Ra’s al-Mal yang menyatakan bahwa jumlah atau nilai nominal serta jenis mata uang yang diserahkan oleh pemberi
pembiayaan harus jelas dan disepakati oleh para pihak yang terlibat.
Selanjutnya dari segi pembagian keuntungan pada akad mudharabah, Ammana menerapkan nisbah bagi hasil
berdasarkan kesepakatan Ammana dengan pihak mitra Ammana yang telah dibicarakan di awal. Mitra Ammana wajib
menyerahkan bagi hasil kepada pemberi modal atau pendana nisbah yang telah disepakati sesuai dalam akad. Adapun dari segi
biaya pajak yang timbul pada usaha yang berjalan akan dibebankan kepada entitas atau mitra Ammana. Kemduian jika terdapat
perselisihan antara pihak yang sedang melaksanakan akad ini, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah. Semua
aktivitas penerapan pada Ammana ini telah sesuai dengan ketentuan terkait nisbah bagi hasil, ketentuan kegiatan usaha yang
membebankan biaya-biaya yang timbul ke entintas mudharabah serta ketentuan penutup pada Fatwa DSN MUI No:115/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah.
Pembahasan selanjutnya yakni analisis peneliti terkait penerapan akad musyarakah yang dilakukan oleh Ammana
ditinjau berdasarkan fatwa DSN-MUI No:08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah. Dari segi peryataan ijab
dan qabul maka akad harus dituangkan secara tertulis ataupun menggunakan cara-cara komunikasi modern. Hal ini telah sesuai
dengan praktek pada pembiayaan musyarakah pada Ammana yang menggunakan platform digital Ammana dalam merincikan
detail mekanisme perjanjian yang akan dilaksanakan. Selanjutnya untuk kriteria objek akad pada Ammana jelas menggunakan
uang sebagai alat transaksi dengan mata uang rupiah dalam pelaksanaan akad musyarakah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kamaruddin (2021), pembagian nisbah yang diterapkan oleh Ammana pada
akad musyarakah mengacu pada presentase modal yang dikeluarkan. Misalkan keuntungan yang didapatkan dari hasil usaha
sebesar Rp10.000.000 maka standar keuntungan 75% untuk Ammana, sedangkan 25% untuk nasabah. Penetapan porsi
pembagian keuntungan tersebut telah dibicarakan dan disepakati diawal akad oleh para mitra yang terlibat baik Ammana
selaku penyelenggara, mitra aktif yang mengelola usaha maupun pendana selaku mitra pasif yang tidak ikut mengelola usaha
tersebut. Adapun kesepakatan terkait keuntungan dikemukakan di awal disebabkan karena keuntungan bukan hal yang bersifat
pasti dan dapat dipatok berapa banyak nominal yang dapat dihasilkan sehingga share pembagiannya yang dapat ditentukan di
awal (profit loss share). Sistem pembagian keuntungan ini telah sesuai dengan ketentuan terkait nisbah bagi hasil yang
tercantum pada fatwa DSN-MUI No:08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah yang mana disebutkan bahwa
sistem pembagian keuntungan harus disepakati dan dinyatakan secara jelas dalam akad.
Selanjutnya terkait kerugian yang terjadi selama usaha dijalankan, Ammana menerapkan bahwa jika terdapat kerugian
pada usaha yang dikelola maka hal ini akan ditanggung oleh kedua belah pihak dengan pembagian yang juga proporsional. Hal
ini juga telah selaras dengan ketentuan pembagian kerugian yang ditetapkan oleh Fatwa DSN-MUI No:08/DSN-MUI/IV/2000
yang menyebutkan kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
Secara umum mekanisme teknis pembiayaan Ammana yang berbasis teknologi diatur dalam Fatwa DSN MUI No:
117/DSN-MUI/II/2018. Anallisis peneliti dari segi subjek hukum pada Ammana, terdapat pemberi modal, mitra Ammana
sebagai pengelola modal dan Ammana selaku pihak penyelenggara atau wadah yang mempertemukan antara pendana dan
pengelola modal. Hal ini telah sesuai dengan Fatwa DSN MUI No: 117/DSN-MUI/II/2018 yang mensyaratkan adanya
penyelenggara, penerima pembiayaan dan pemberi pembiayaan.
Dari segi akad yang ditawarkan oleh Ammana pada produk peer to peer lending berbasis syariah yakni Mudharabah dan
Musyarakah juga telah masuk pada kriteria yang diberikan oleh Fatwa DSN MUI No: 117/DSN-MUI/II/2018 dari segi
ketentuan pedoman umum layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi yang menyatakan bahwa akad yang digunakan
oleh para pihak penyelenggaraan layanan berbasis teknologi informasi dapat berpa akad-akad yang selaras dengan karakteristik
pembiayaan seperti halnya dalam hal ini akad mudharabah dan musyarkah. Selanjutnya, pembiayaan akad mudharabah dan
musyarakah bagi para pelaku usaha seperti UMKM yang bekerjasama dengan mitra yang telah ditunjuk Ammana ini tentunya
sudah melalui proses penyaringan yang detail untuk memastikan bahwa jenis usaha yang dilakukan harus bebas dari riba,
gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm dan haram karena hal ini sesuai dengan syarat dan ketentuan pada Fatwa DSN MUI No:
117/DSN-MUI/II/2018.
309
H.M.P Subardi Jurnal Produktivitas 8 (2021)
4.3 Implementasi Akad Pada Ammana Berdasarkan PSAK Syariah

Dilihat dari akad yang digunakan Ammana dalam peer-to-peer lendingnya yakni Mudharabah dan Musyarakah maka
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah yang digunakan mengacu pada PSAK Syariah No. 105 tentang Akuntansi
Mudharabah dan PSAK Syariah No.106 tentang Akuntansi Musyarakah. Pernyataan Standar yang dibuat oeh Ikatan Akuntan
Indonsesia bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transkasi yang ada pada kedua akad
tersebut.
Dari segi pembagian nisbah bagi hasil, baik akad mudharabah dan akad musyarkah yang ada pada Ammana
menggunakan metode profit sharing. Hal ini seperti yang sudah tertuang pada PSAK No.105 yang menjelaskan mekanisme
prinsip pembagian hasil usaha dapat mengacu pada Grooss Profit Margin (berdasarkan laba kotor) ataupun menggunakan Profit
Sharing (berdasarkan laba rugi bersih).
Dari segi pengukuran investasi, baik PSAK 105 maupun PSAK 106 menyatakan hal serupa bahwa investasi yang
diberikan untuk entitas dapat berupa kas atau tunai maupun non kas berupa barang. Dalam prakteknya, Ammana menggunakan
uang tunai sebagai alat investasi pada akad mudharabah bagi pihak pemberi modal. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dari
Kamaruddin (2021) untuk investasi pada musyarakah para mitra usaha (syirkah) bersama-sama menyediakan investasi baik
berupa kas maupun non kas untuk mebiayai suatu kegiatan usaha tertentu. Hal ini tentu sudah sejalan dengan kaidah PSAK 105
dan PSAK106 yang berlaku.
Demi menjaga kepercayaan publik terhadap Ammana, maka praktek keberlangsungan usaha pun terus dipantau dan
dilaporkan oleh pihak mitra Ammana kepada para pemilik modal. Laporan keuangan usaha yang dijalankan tetap diinfokan
secara berkala oleh para mitra Ammana agar para pemilik modal mengetahui dengan jelas perkembangan usaha yang sedang
dijalankan. Tak hanya itu, mitra Ammana juga turut melakukan pembinaan kepada para pemilik UMKM dibawah bimbingan
mitra Ammana untuk pembuatan laporan keuangan. bentuk transaparansi ini sudah sejalan dengan ketentuan PSAK 105 dan
PSAK 106 tentang penyajian Laporan keuangan yang harus dibuat oleh pengelola dana atau mitra aktif. Adapun isi laporan
keuangan yang perlu dicantumkan berdasarkan PSAK 105 Akuntansi Mudharabah harus memuat terkait dana syirkah temporer
dari pemilik dana yang disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah serta bagi hasil dana syirkah temporer
yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:


1. Mekanisme pembiayaan peer to peer lending berbasis syariah pada Ammana menggunakan Akad mudharabah dan
Musyarakah yang mana penerapan akad ini terdapat pada Fatwa DSN MUI No: 117/DSN-MUI/II/2018
2. Penerapan Akad Mudharabah yang dilakukan oleh Ammana dalam hal pembiayaan UMKM telah sesuai dengan aturan
yang berlaku Fatwa DSN MUI No:115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah
3. Pelaksanaan Akad Musyarakah yang dilakukan oleh Ammana dalam hal pembiayaan UMKM telah sesuai dengan aturan
yang berlaku pada fatwa DSN-MUI No:08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
4. Penerapan Akad Mudharabah yang dilakukan oleh Ammana dalam hal pembiayaan UMKM telah sesuai dengan aturan
yang berlaku pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah No. 105 tentang Akuntnasi Mudharabah
5. Implementasi Akad Musyarakah yang dilakukan oleh Ammana dalam hal pembiayaan UMKM telah sesuai dengan
aturan yang berlaku pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah No. 106 tentang Akuntnasi Musyarakah
Secara keseluruhan praktik pembiayaan Fintech pada Ammana.id telah menjadi wadah yang solutif dalam membantu
peningkatan produktivitas UMKM melalui pembiayaannya yang mudah dan sesuai dengan prinsip syariah.

4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Pada sistem pembiayaan berbasis akad mudharabah dan akad musyarakah, hendaknya dipastikan bahwa para mitra
Ammana menyajikan Laporan Keuangan berdasarkan standar yang telah ditetapkan pada PSAK Syariah No.101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Sehingga nantinya kualitas dari laporan keuangan yang disampaikan menjadi lebih
komprehensif.
2. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat membahas terkait praktik pembiayaan pada platform Fintecch Peer to Peer
berbasis syariah lainnya dan melakukan studi komparasi antara praktik pembiayaan yang dijalankan secara konvensional
maupun Syariah.

DAFTAR PUSTAKA
Ammana. (2021, Agustus 15). Ammana Peer to Peer Lending Indonesia. Retrieved Agustus 15, 2021, from ammana.id:
https://ammana.id/funding

Darawansyah, T. T., & Aguspriyani, Y. (2019). Implementation Of Fintech Syariah In PT Investree Reviewed Based On Fatwa
Dsn-Mui No: 117 / Dsn-Mui / Ii / 2018 About Information Technology-Based Financing Services Based On Sharia
Principles. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Ad-Deenar.

Dewan Syariah Nasional MUI. (2018). Layanan Pembiayaan Berbasis Tekonologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Jakarta Pusat: Majelis Ulama Indonesia.
310
H.M.P Subardi Jurnal Produktivitas 8 (2021)

DSN MUI No.115/DSN-MUI/IX/2017. (2017). Akad Mudharabah. Jakarta Pusat: Majelis Ulama Indonesia.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000. (2000). Pembiayaan Musyarakah. Jakarta Pusat: Dewan Syariah
Nasional.

Firdaus, R., & Hendratmi, A. (2019). Solusi Pembiayaan UMKM Dengan Peer To Peer Lending Syariah. Jurnal ekonomi Syariah
Teori dan terapan Vol. 6 No. 8.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). PSAK No.105 Akuntansi Mudharabah. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Ikatan Akuntan indonesia. (2007). PSAK No.106 Akuntansi Musyarakah. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Iskandar, E., Ayumiati, & Katrin, N. (2019). Analisis Prosedur Pembiayaan Dan Manajemen Risiko Pada Perusahaan Peer To
Peer (P2P) Lending Syariah di Indonesia (Studi Kasus Pada PT. Ammana Fintek Syariah). Jurnal J-Iscan.

Kamaruddin, S. (2021). Implementasi Akad Mudharabah Dan Musyarakah Pada Teknologi finansial Syariah Dengan Pendidikan
Kemaslahatan. Jakarta: FEBI UIN Syarif Hidayatullah.

Maulida, S., Hasan, A., & Umar, M. (2020). Implementasi Akad Pembiayaan Qard dan Wakalah bil Ujrah pada Platform Fintech
Lending Syariah ditinjau Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Fatwa DSN-MUI. Jurnal Ekonomi
dan Bsnis Islam Al-Tijary.

OJK-BCG Joint Research. (2020). Bagaimana UMKM dan Perbankan Dapat Sukses Di Era Disrupsi Ekonomi dan Digital.
Jakarta: Otoritas jasa Keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Perusahaan Fintech Lending Berizin Dan Terdaftar Di OJK. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan.

Rafif, M. M. (2019). Implementasi Akad Mudarabah Pada Pembiayaan Daring Di PT Ammana Fintek Syariah Perspektif
Kepatuhan Syariah. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Saripudin, Nadya, P. S., & Iqbal, M. (2021). Upaya Fintech Syariah Mendorong Akselarasi Pertumbuhan UMKM di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam.

Yahya, A., Affandy, A., & Narimawati, U. (2019). Pengembangan UMKM Melalui Pemanfaatan Model Layanan Fintech
Syariah Ammana.id. Accounting Information Systems and Information Technology Business Enterprise.

Yuliandri, T. (2019). Tinjauan Fatwa DSN-MUI No.67/DSN-MUI/III/2008 Terhadap Sistem Peer To Peer Lending Pada
Financial Technology. Semarang: UIN Walinsongo.

311

Anda mungkin juga menyukai