Fakultas Hukum
Universitas Andalas
Tahun Ajaran 2022/2023
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya era industri digital atau 4.0 dengan banyaknya
kemajuan teknologi di segala bidang menyebabkan perubahan yang signifikan dalam
kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi yang terjadi berdampak baik bagi kehidupan,
terutama dalam kegiatan bisnis salah satunya pada lembaga keuangan. Konsep yang awalnya
dilakukan secara konvensional diubah menjadi digital yang memberikan akses kemudahan
dalam memanfaatkan teknologi yang ada. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi dalam
bidang keuangan yaitu munculnya platfrom keuangan atau program keuangan digital yang
dikenal dengan istilah fintech (financial technology) dengan berbagai jenis layanan. Fintech
sebagai inovasi baru yang merujuk pada penggunaan software atau disebut dengan perangkat
lunak pada platform digital yang bertujuan untuk memberikan pelayanan di bidang keuangan
kepada pengguna dengan berbagai bentuk transaksi.
Pelayanan keuangan secara digital meliputi berbagai kegiatan ekonomi diantaranya
yaitu dalam hal transaksi pembayaran, transfer, investasi, pinjaman uang secara online, rencana
keuangan, serta pembanding antar produk keuangan. Fintech disini memiliki tujuan untuk
memudahkan masyarakat dalam mengakses suatu produk layanan keuangan digital serta
meningkatkan literasi keuangan di lingkungan masyarakat. Selain itu, fintech juga memberikan
bantuan kepada usaha-usaha dalam menekan tingginya biaya modal untuk pendirian maupun
perkembangan usahanya.
Perkembangan pemanfaatan teknologi jaringan komunikasi seperti smartphone
mendorong meluasnya bisnis perdagangan secara elektronik (e-commerce) dan financial
technology (Fintech) dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini
menjadikan berbagai inovasi dan keterlibatan pihak baru dalam penyelenggaraan pemrosesan
transaksi pembayaran, sebagaimana pada Penyelenggara Payment Gateway1. Penyelenggara
Dompet Elektronik dan Penyelenggara Penunjang seperti perusahaan penyedia teknologi
pendukung transaksi nirkontak (contactless). Salah satu jenis jasa keuangan berbasis teknologi
informasi yang cukup populer saat ini yaitu model Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi atau dikenal dengan fintech peer to peer lending. Melalui financial
1
Payment gateway adalah gerbang atau media transaksi yang bertujuan untuk memudahkan pengguna, baik
penjual maupun pembeli dalam melakukan transaksi.
3
technology (fintech) segala bentuk menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien tanpa memerlukan
tatap muka untuk bertransaksi. Kemunculan fintech tidak terlepas dari inovasi yang
berkembang, untuk membiayai konsep finansialnya diperlukan startup (wirausaha baru) untuk
membangun bisnisnya.
Fintech peer to peer lending (P2PL) adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan
untuk mempertemukan pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower)
dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara
langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Fintech peer to
peer lending merupakan alternatif potensial sumber pembiayaan bagi masyarakat terutama
untuk pembiayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah(UMKM)2.
Dalam aturannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan yang tertuang dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi menjelaskan bahwa Fintech peer to peer lending adalah
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan
penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang
rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet 3.
Fintech P2PL diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dana tunai secara cepat,
mudah, dan efisien,serta meningkatkan daya saing sekaligus dapat menjadi salah satu solusi
untuk membantu pelaku usaha skala UMKM dalam memperoleh akses pendanaan. Perbedaan
utama antara Fintech P2PL adalah P2P tidak melakukan penghimpunan dana masyarakat 4.
Banyaknya pelaku usaha yang melakukan usaha di bidang financial technology (fintech)
diperlukan adanya peraturan dalam kegiatan usaha tersebut karena sangat penting bagi pelaku
usaha lembaga keuangan berbasis teknologi yang berguna sebagai acuan dalam pelaksanaan
kegiatan financial technology (fintech).
Pengawasan dari lembaga keuangan juga diperlukan untuk mengontrol kegiatan usaha
financial technology (fintech) agar sesuai dengan aturan yang berlaku. Keduanya menjadi
sangat penting bagi keberlangsungan fintech di Indonesia. Karena pada pelaksanaanya,
pengembangan fintech memiliki potensi resiko yang berkaitan dengan perlindungan konsumen,
stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan stabilitas ekonomi.
2 Jadzil Baihaqi, Financial Technology Peer to peer lending Berbasis Syariah.Tawazun, Vol 1, No 2, IAIN
Kudus, 2018.
3
Pasal 1 ayat 3 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi.
4 www.pajak.go.id. Fintech Peer-toPeer (P2P) Lending dan Potensi Pemajakannya,diakses pada 14 Mei 2023
4
Dalam hal ini OJK sebagai lembaga pengawas industri jasa keuangan di Indonesia
menetapkan peraturan yang secara khusus mengatur profil penyelenggara maupun pengguna
yaitu POJK nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 28 Desember 2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK nomor 13/POJK.02/2018 tentang
Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan untuk mendukung pertumbuhan lembaga
jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
Tujuan pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah untuk
meminimalisir resiko dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil.
Sehubungan dengan permasalahan fintech yang terjadi ini, OJK membentuk Satuan Tugas
Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan untuk mengawasi pelaku fintech. Di
penghujung tahun 2016 OJK mengeluarkan peraturan mengenai yaitu Peraturan OJK Nomor
77/OJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
(LPMUBTI). Dengan adanya regulasi tersebut diharapkan dapat mendukung menunjang
pertumbuhan industri LPMUBTI atau fintech peer to peer lending.
Dilansir dari data World Population Review pada tahun 2021, Indonesia adalah negara
dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia, total ada sekitar 231 juta penduduk di
Indonesia yang memeluk agama Islam 5. Karena banyaknya penduduk Indonesia yang
beragama Islam, tak sedikit berbagai bidang khususnya keuangan yang turut serta membuka
layanan atau jasa berbasis syariah, salah satu jasa keuangan tersebut adalah peer to peer lending
syariah.
Secara rinci, fintech peer to peer lending syariah adalah layanan jasa keuangan dengan
berpedoman pada prinsip syariah yang menghubungkan antara pemberi pembiayaan dan
penerima pembiayaan disertai dengan penetapan akad syariah yang berbasis sistem elektronik
yang tersambung kepada jaringan internet. Dalam operasionalnya secara khusus terdapat
perbedaan antara fintech konvensional dengan fintech syariah, salah satunya mekanisme pada
fintech syariah dalam proses transaksi dan investasinya berdasarkan dengan nilai-nilai syariah.
Menurut Dewan Syariah Nasional yang tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah bahwa fintech peer to peer lending syariah
merupakan penyelenggaraan layanan jasa keuangan yang mempertemukan atau
5
Diakses pada https://www.cnbcindonesia.com/research/20230328043319-128-424953/negara-dengan-
umat-muslim-terbanyak-dunia-ri-nomor-
berapa#:~:text=Melansir%20dari%20data%20World%20Population,Indonesia%20yang%20memeluk%20
agama%20Islam. tanggal 21 Mei 2023 pukul 21:03 WIB.
5
menghubungkan pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet 6.
Selain itu, di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 67/DSNMUI/III/2008 tentang
Anjak Piutang Syariah menjelaskan bahwa Peer to peer lending syariah adalah pengalihan
penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak lain
yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk
oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah. Fintech peer to peer lending syariah adalah
sebuah platform pinjaman online yang menerapkan prinsip syariah dalam menjalankan
kegiatan usahanya. Peranan perusahaan fintech syariah di sini selain membantu UKM yang
memiliki ketidakmampuan menjangkau perbankan untuk mendapatkan modal usaha juga
menguntungkan banyak pihak karena tidak adanya bunga.
Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan pada fintech peer to peer lending syariah
berdasarkan fatwa DSN-MUI dari segi akad harus sesuai dengan syariah seperti terhindar dari
unsur riba (bunga), garar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), tadlis (penipuan), darar
(bahaya), zulm (ketidakadilan) dan haram. Di sisi lain untuk menjaga kemaslahatan berbagai
pihak, dikatakan peer to peer lending syariah sesuai dengan prinsip syariah apabila klausula
baku yang dibuat oleh penyelenggara memuat prinsip keseimbangan, keadilan dan kewajaran
sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan laporan Salaam Gateway, ada 375 fintech syariah secara global pada 2021
dan Indonesia menempati posisi teratas jumlah fintech syariah terbanyak di dunia sepanjang
tahun lalu. Jumlahnya mencapai 61 fintech syariah atau sekitar 16,27% dari
total fintech syariah global7. Pesatnya pertumbuhan fintech peer to peer lending syariah di
Indonesia memperlihatkan potensi dan keuntungan yang diperoleh dalam jasa keuangan ini.
Namun tentu saja ada setiap kelemahan atau sejumlah risiko yang selalu berdampingan dengan
keuntungan, maka pada makalah ini penulis akan membahas mengenai problematika hukum
peer to peer lending syariah di Indonesia.
6
Poin pertama mengenai ketentuan umum Fatwa DSN MUI No.117/DSNMUI/II/2018 tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, hlm. 8.
7 Diakses pada https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/15/daftar-negara-dengan-fintech-
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah konsep dan mekanisme sistem Fintech Peer to Peer Lending Syariah?
2. Bagaimanakah Apa yang menjadi faktor penghambat penerapan pembiayaan modal
Fintech Peer to Peer Lending Syariah di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan pertanyaan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dan mekanisme sistem Fintech Peer to Peer
Lending Syariah.
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor penghambat penerapan pembiayaan modal
Fintech Peer to Peer Lending Syariah di Indonesia.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8 Tim Dinar, Fintech Syariah: Teori Dan Terapan, ed. Safira Aulia Amirullah (Surabaya: Scopindo Media
Pustaka, 2020), hlm. 2.
9
Lilik Rahmawati et al., “Fintech Syariah: Manfaat Dan Problematika Penerapan Pada UMKM,” Jurnal
Masharif AlSyariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, Vol. 5, No. 1, (2020) : 83-84
10 International Journal of Innovation, Management and Technology, Vol. 9, No. 2, (2018) : hlm. 74-78
8
Konsep peer to peer lending berdasarkan prinsip syariah merupakan konsep
penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis teknologi dengan tujuan untuk menghindari
praktik yang dilarang oleh hukum Islam. Hal ini memberikan media bagi para pelaku kegiatan
pembiayaan melalui penyelenggara peer to peer lending untuk melaksanakan transaksi
berdasarkan prinsip syariah. Adapun akad yang digunakan ialah wakalah bil Ujrah dan
Mudharabah.
• Wakalah bil Ujrah,
Pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al-muwakil) kepada pihak lain (al-wakil),
dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah).
Secara istilah, wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseoang sebagai
pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang
diwakilkan. Dalam hal ini pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas
kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Namun, apabila kuasa
itu telah dilaksanakan sesuai dengan yang disyaratkan, maka semua risiko dan
tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya berada pada
pihak pertama atau pemberi kuasa. Akad ini digunakan dalam kerjasama antara
lender dan penyelenggara (platform) untuk mengelola dana sesuai dengan
kesepakatan.
• Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah menurut Sharia Standard Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions (AAOFI) adalah sebuah bentuk kemitraan
dalam rangka mencari sebuah keuntungan, dimana salah satu pihak
menyediakan modal (shahibul maal) sedangkan pihak lain (mudharib)
menyediakan tenaga atau keterampilan dalam mengelola usaha. Dalam hal ini
kerjasama antara lender dan borrower melalui perantara platform menggunakan
akad mudharabah muqayyadah. Dimana dalam pelaksanaannya akan dibatasi
jenis usaha, jangka waktu, dan/atau tempat usahanya. Pembagian keuntungan
langsung diperoleh dari objek investasi yang dibiayai.
Layanan pinjaman pada platform fintech peer to peer lending merupakan berbentuk
patungan secara online yang melibatkan tiga pihak utama.
• Pihak pertama yaitu pemilik usaha yang berperan sebagai peminjam dana untuk
mengajukan pembiayaan usaha miliknya atau disebut dengan borrower.
9
• Pihak kedua yaitu donatur/investor yang berperan sebagai pemberi dana kepada
pemilik usaha yang mengajukan pembiayaan atau disebut dengan lender.
• Kemudian pihak ketiga yaitu sebuah perusahaan atau platform yang berperan
sebagai pengelola dana serta sebagai pihak penghubung antara pihak borrower
dengan pihak lender
Mekanisme dari fintech peer to peer lending yaitu yang pertama pemilik dana akan
memberikan dana yang akan diinvestasikan dan disalurkan melalui penyelenggara atau
perusahaan fintech. Kemudian penyelenggara akan menyalurkan dana tersebut kepada
pengguna platform P2P lending yang telah mengajukan pembiayaan untuk keperluan modal
usaha dengan kesepakatan dan ketentuan yang telah disepakati baik dalam jangka waktu,
nisbah, maupun risikonya. Setelah dana diberikan dan digunakan oleh penerima dana, maka
setiap waktu yang telah ditentukan harus mengembalikan sejumlah dana melalui
penyelenggara yang selanjutnya dana tersebut akan disalurkan kembali kepada pemilik dana
oleh penyelenggara. Begitupun dengan nisbah atau ujrahnya yang mana penerima dana akan
membayarkan sejumlah dana sesuai kesepakatan kepada penyelenggara, kemudian
penyelenggara akan menyalurkan kepada pemilik dana.
Platform fintech P2P lending ini memberikan kemudahan kepada pengguna jasa serta
pihak donatur atau investor. Kemudahan yang diterima oleh pengguna jasa serta pihak donator
atau investor ini dikarenakan pada pihak donatur atau investor platform P2P Lending ini
memberikan dan menyediakan sebuah informasi terkait investasi yang dapat dipilih oleh
mereka, serta informasi usaha mana saja yang dapat diberikan pembiayaan. Sedangkan pada
pengguna jasa tersebut dapat mengakses serta melakukan pengajuan dengan mudah dan cepat.
Dalam menjamin keamanan penggunaan jasa layanan fintech peer to peer lending maka telah
ditetapkan aturan dari OJK nomor 77 tahun 2016 terkait dengan penerima pinjaman dan
pemberi pinjaman. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pihak penerima pinjaman harus
WNI atau sebuah badan hukum Indonesia.
Namun, untuk pihak pemberi pinjaman diperbolehkan berasal dari luar ataupun dalam
negeri. Selain itu, terdapat pula perjanjian yang dapat dilakukan oleh penyelenggara dengan
yaitu antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman dana dan penerima pinjaman yang mana
perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk dokumen elektronik dan menggunakan tanda tangan
elektronik.
10
B. Faktor Penghambat Penerapan Pembiayaan Modal Fintech Peer to Peer Lending
Syariah di Indonesia
11
negara. Kejahatan finansial yang terjadi pada fintech konvensional tidak menutup
kemungkinan juga terjadi pada fintech syariah, terlebih belum adanya regulasi yang jelas
perihal fintech syariah di Indonesia. Disamping itu, operasional prosedur fintech syariah yang
menuntut adanya kepatuhan terhadap syariah (sharia compliance) tidak ditemukan dalam
peraturan fintech konvensional sehingga pengguna dapat terjebak pada transaksi terlarang
dalam Islam. Perbedaan prinsip serta mekanisme prosedur yang ada pada fintech syariah ini
mengharuskan pemerintah untuk mulai memikirkan urgensitas pengaturan fintech syariah
dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai pengguna jasa
layanan fintech syariah khususnya pada layanan P2P lending.
Penyelenggaraan fintech syariah hingga saat ini masih berkiblat kepada POJK No. 77
Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan
ini secara umum mengatur setiap jenis fintech P2P baik dalam konsep syariah maupun
konvensional11. Dari sisi syariah, fintech syariah mengacu kepada Fatwa 12 Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 117 Tahun 2018 tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Fatwa DSNMUI
tersebut menjelaskan fintech syariah merupakan layanan jasa keuangan yang menggunakan
prinsip syariah Islam yang mempertemukan atau menghubungkan antara investor dan
peminjam untuk melakukan suatu akad pembiayaan melalui sistem elektronik menggunakan
jaringan internet.
Dikarenakan fintech syariah masih mengacu kepada POJK No. 77 Tahun 2016 yang
berkonotasi konvensional dan telah berlaku secara positif, namun rasanya masih belum dapat
mengakomodasi hukum syariah yang bersifat yuridis normative, sementara Fatwa DSN-MUI
belum cukup kuat secara legalitas. Akibatnya, beberapa perkara yang menyimpang seperti
dengan adanya sistem bunga, pembayaran denda serta jenis akad yang digunakan dan ada pula
perkara yang berpotensi menyimpang dari ajaran Islam masih ditemukan dalam
penyelenggaraan fintech seperti halnya ketiadaan pengawas syariah dan penyelesaian sengketa
yang belum mengatur penyelesaian sengketa bisnis syariah.
Sebagai lembaga pengawas, OJK juga belum membuat regulasi khusus yang berkenaan
dengan keberadaan fintech syariah. Sehingga penyelenggaraan fintech syariah masih mengacu
kepada POJK No. 77 Tahun 2016 ditambah Fatwa DSN-MUI No. 117 Tahun 2018 yang
11 Otoritas Jasa Keuangan, POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.
12
Fatwa berarti menjelaskan norma-norma dasar syariah oleh para pakar di bidangnya terhadap mereka
yang belum mengetahuinya.
12
menyatakan bahwa perusahaan fintech syariah harus mengikuti prinsip Islam termasuk akad
yang diterapkan harus sesuai dengan syariat Islam.
Masih bergantungnya penyelenggaraan fintech syariah kepada POJK tersebut tentu
sangat disayangkan karena orientasinya yang lebih mengarah kepada sistem konvensional.
Disamping itu, terdapat problem lain yang juga menyalahi ketentuan syariah seperti halnya
penggunaa frasa “pinjam-meminjam uang” yang terdapat dalam POJK tersebut tentu mengarah
kepada operasional fintech konvensional. Mengingat bahwa dalam fintech syariah, konsep
yang dipakai adalah “pembiayaan” melalui berbagai akad-akad yang digunakan seperti
murabahah, musyarakah, dan sebagainya. Ketiadaan aturan yang mengatur mekanisme
penyelenggaraan operasional suatu tindakan tentu akan menimbulkan potensi terjadinya
kejahatan dan kecurangan yang tentu dapat merugikan berbagai pihak. Begitu pun dengan
fintech syariah yang belum diatur secara khusus, akan berpotensi terjadinya kejahatan dan
berbagai penyimpangan khususnya penyimpangan terhadap ketentuan syariat Islam seperti
yang telah disebutkan diatas.
Disamping itu, belum tersedianya pengawasan terhadap kepatuhan syariah (sharia
compliance) juga berpotensi membuka celah terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan
syariah. Aspek kepatuhan terhadap syariah merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah
sistem syariah. Oleh karenanya, penasehatan (advisory) dan pengawasan (supervisory) syariah
menjadi aspek yang sangat penting baik sebelum bisnis dijalankan (ex-ante) maupun setelah
bisnis tersebut dijalankan (ex post) 13.
13
Agus Triyanta, “Implementasi Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Islam (Syariah) (Studi
Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia),” Jurnal Hukum - UII Vol. 16 No. 1, (2009): 209–228.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
berakibat dengan terhambatnya perkembangan dari kegiatan peer to peer lending
syariah, hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor diantaranya pemahaman terkait
jenis fintech peer to peer lending yang masih rendah, tidak mengetahui bagaimana cara
penggunaannya (Gaptek), khawatir terkait penipuan online, lebih percaya dan memilih
mengajukan pembiayaan pada bank umum, dan belum adanya payung hukum yang
melindungi konsumen muslim.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
A. Undang-undang
Fatwa No.67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak Piutang Syariah.
Fatwa No. 117/DSN-MUI/IX/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi.
B. Buku/Jurnal
Baihaqi, Jadzil. 2018. Financial Technology Peer to peer lending Berbasis Syariah.
IAIN Kudus: Tawazun. Vol 1, No 2.
Tim Dinar. 2020. Fintech Syariah: Teori Dan Terapan, ed. Safira Aulia Amirullah
(Surabaya: Scopindo Media Pustaka.
Lilik Rahmawati et al. 2020. Fintech Syariah: Manfaat Dan Problematika Penerapan
Pada UMKM. Jurnal Masharif AlSyariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan
Syariah, Vol. 5, No. 1.
International Journal of Innovation. 2018. Management and Technology, Vol. 9, No. 2.
Agus Triyanta. 2009. ,Implementasi Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Islam
(Syariah) (Studi Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia). Jurnal Hukum:
UII Vol. 16 No. 1.
C. Website
Www.pajak.go.id. Fintech Peer-toPeer (P2P) Lending dan Potensi Pemajakannya
https://www.cnbcindonesia.com/research/20230328043319-128-424953/negara-
dengan-umat-muslim-terbanyak-dunia-ri-nomor-
berapa#:~:text=Melansir%20dari%20data%20World%20Population,Indonesia
%20yang%20memeluk%20agama%20Islam.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/15/daftar-negara-dengan-fintech-
syariah-terbanyak-indonesia-juaranya .
16