Financial technology/FinTech merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja. 2. Bagaimana FinTech bisa terjadi? FinTech muncul seiring perubahan gaya hidup masyarakat yang saat ini didominasi oleh pengguna teknologi informasi tuntutan hidup yang serba cepat. Dengan FinTech, permasalahan dalam transaksi jual-beli dan pembayaran seperti tidak sempat mencari barang ke tempat perbelanjaan, ke bank/ATM untuk mentransfer dana, keengganan mengunjungi suatu tempat karena pelayanan yang kurang menyenangkan dapat diminimalkan. Dengan kata lain, FinTech membantu transaksi jual beli dan sistem pembayaran menjadi lebih efisien dan ekonomis namun tetap efektif. 3. Apa dasar hukum penyelenggaraan FinTech dalam system pembayaran di Indonesia? Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik 4. Apa keuntungan dari FinTech? Bagi konsumen, FinTech memberi manfaat: Mendapat layanan yang lebih baik Pilihan yang lebih banyak Harga yang lebih murah Bagi pemain FinTech (pedagang produk atau jasa), FinTech memberi manfaat: Menyederhanakan rantai transaksi Menekan biaya operasional dan biaya modal Membekukan alur informasi Bagi suatu Negara, FinTech memberi manfaat; Mendorong transmisi kebijakan ekonomi Meningkatkan kecepatan perputaran uang sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat Di Indonesia, FinTech turut mendorong Strategi Nasional Keuangan Inklusif/SKNI 5. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari FinTech? FinTech telah mengubah sistem pembayaran di masyarakat dan telah membantu perusahaan-perusahaan start-up dalam menekan biaya modal dan biaya operasional yang tinggi di awal. 6. Bagaimana peran FinTech dalam sistem pembayaran? Dalam hal ini, FinTech mampu menggantikan peran lembaga keuangan formal seperti bank. Dalam hal sistem pembayaran, FinTech berperan dalam; Menyediakan pasar bagi pelaku usaha Menjadi alat bantu untuk pembayaran, penyelesaian/settlement dan kliring Membantu pelaksanaan investasi yang lebih efisien Mitigasi risiko dari system pembayaran yang konvensional Membantu pihak yang membutuhkan untuk menabung, meminjam dana dan penyertaan modal. 7. Apakah regulator perlu membuat peraturan terkait FinTech? Kuatnya arus teknologi dalam system pembayaran mendorong Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia untuk memastikan lalu lintas pembayaran yang telah terpenetrasi oleh teknologi tetap berjalan dengan tertib dan aman serta mendukung pilar-pilar dalam pencapaian visi dan misi Bank Indonesia. 8. Apa saja yang dilakukan Bank Indonesia dalam menjaga ketertiban lalu lintas pembayaran terkait FinTech? Dalam hal penyediaan pasar bagi pelaku usaha, Bank Indonesia memastikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya mengenai jaminan kerahasiaan data dan informasi konsumen lewat jaringan keamanan siber. Dalam hal tabungan, pinjaman dan penyertaan modal, Bank Indonesia mewajibkan setiap pelaku usaha untuk patuh kepada peraturan makroprudensial, pendalaman mengenai pasar keuangan, system pembayaran sebagai pendukung operasi dan keamanan siber untuk menjaga data dan informasi konsumen. Dalam hal investasi dan manajemen risiko, Bank Indonesia juga mewajibkan setiap pelaku usaha untuk patuh kepada peraturan makroprudensial, pendalaman mengenai pasar keuangan, system pembayaran sebagai pendukung operasi dan keamanan siber untuk menjaga data dan informasi konsumen. Dalam hal pembayaran, penyelesaian/settlement dan kliring, Bank Indonesia memastikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya mengenai jaminan kerahasiaan data dan informasi konsumen lewat jaringan keamanan siber. 9. Apa bentuk inisiatif Bank Indonesia terkait FinTech? Bank Indonesia menjamin keamanan dan ketertiban lalu lintas pembayaran dengan menjadi: Fasilitator. Bank Indonesia menjadi fasilitator dalam hal penyediaan lahan untuk lalu lintas pembayaran Analis bisnis yang intelligent. Melalui kerjasama dengan otoritas dan agen-agen internasional, Bank Indonesia menjadi analis bagi para pelaku usaha terkait FinTech untuk memberikan pandangan dan arahan tentang bagaimana menciptakan system pembayaran yang aman dan tertib. Asesmen. Bank Indonesia melakukan monitoring dan penilaian (assessment) terhadap setiap kegiatan usaha yang melibatkan FinTech dan system pembayarannya menggunakan teknologi. Koordinasi dan Komunikasi. Bank Indonesia menjaga hubungan dengan otoritas terkait untuk tetap mendukung keberadaan FinTech system pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia juga berkomitmen untuk mendukung para pelaku usaha di Indonesia dengan memberikan pengarahan secara berkala mengenai FinTech. Pengaruh Fintech Terhadap Sistem Pembayaran Dampak yang ditimbulkan oleh fintech yaitu fintech sudah bisa mengubah sistem pembayaran yang ada di masyarakat. Selain itu, fintech juga sudah membantu sebagian besar perusahaan-perusahaan start up dalam hal menekan biaya operasional maupun biaya modal yang cukuplah tinggi. Fintech memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan zaman yang ada untuk saat ini, diantaranya yaitu seperti fintech sudah dapat menggantikan peran dari lembaga keuangan secara formal, misalnya seperti bank. Kategori fintech di Indonesia menurut Bank Indonesia Yang sering terjadi adalah kebanyakan orang mengidentikkan financial technology dengan layanan pinjaman 1. Peer-to-peer lending dan crowdfunding Marketplace yang mempertemukan orang yang ingin mengajukan pinjaman dengan orang yang bersedia memberikan pinjaman. Crowdfunding sendiri adalah penggalangan dana yang menggunakan teknologi untuk membiayai suatu karya atau menyumbang korban bencana. Sesuai dengan istilah yang digunakan, layanan ini adalah pembiayaan massal. Contoh paling populer layanan crowdfunding adalah KitaBisa.com. Peer-to-peer lending atau P2P lending merupakan layanan pinjaman dana pada masyarakat. Bisa dana dari masyarakat itu sendiri maupun dari perusahaan yang membangun platform tersebut. Contoh layanan P2P: KoinWorks yang menyediakan platform pemberi pinjaman dan peminjam. Sementara itu, layanan pinjaman online ada yang bernama UangTeman. Lalu, ada pula fintech berupa cicilan tanpa kartu kredit seperti Kredivo. 2. Market Aggregator Portal yang mengumpulkan dan mengoleksi berbagai informasi pilihan layanan keuangan untuk disajikan kepada pengguna. Informasi tersebut kemudian dapat dibandingkan untuk menentukan produk keuangan terbaik mulai dari kartu kredit, kredit, asuransi, hingga investasi. Sebagai contoh, saat ini kita sedang mencari produk kartu kredit dengan persyaratan tertentu. Dengan mengakses dan membandingkan informasi melalui portal market aggregator, kita bisa mempelajari kelebihan dan kekurangan setiap produk dan memilih kartu kredit yang paling sesuai dengan persyaratan kita. Contoh, produk kartu kredit, kredit tanpa agunan, asuransi, sampai dengan KPR dan kredit kendaraan bermotor.Contoh market aggregator di Indonesia adalah DuitPintar.com, Cekaja, Cermati, KreditGogo 3. Manajemen Risiko dan Investasi Secara singkat platform fintech satu ini merupakan perencanaan keuangan berbentuk digital. Pengguna bakal dibantu buat dapat model investasi yang cocok buat dia. Beberapa contoh fintech yang masuk dalam kategori ini adalah Bareksa, Investree, hingga Online-Pajak yang membantu buat mengatur pajak. 4. Payment, Clearing, dan Settlement Jenis ini memberikan layanan sistem pembayaran secara online melalui dompet elektronik atau uang digital. Sistem ini diselenggarakan baik oleh bank maupun lembaga keuangan non-bank. Doku, Sakuku BCA, T-cash, Go-pay dan Ovo Evolusi sistem pembayaran Alat Pembayaran Tunai (Cash Based) Merupakan alat pembayaran yang paling konvensional, yaitu menggunakan uang kartal yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Di Indonesia sendiri, yang berhak untuk mencetak uang kartal adalah Bank Indonesia melalui UU Bank Sentral No. 13 Tahun 1968 pasal 26 ayat 1. Pembayaran menggunakan uang kartal memang paling umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari karena mudah digunakan untuk transaksi dengan nominal yang kecil. Alat Pembayaran Non Tunai Alat pembayaran non tunai adalah seluruh alat pembayaran selain tunai (uang kartal). Alat pembayaran non tunai atau uang giral biasa digunakan untuk melakukan pembayaran transaksi yang berjumlah besar sehingga lebih efisien dibandingkan pembayaran dengan uang kartal. Di Indonesia, yang berhak untuk menerbitkan uang giral adalah seluruh bank umum kecuali Bank Indonesia. Jenis-jenis alat pembayaran non tunai adalah: Cek merupakan bukti permintaan nasabah kepada bank untuk mencairkan dana sesuai yang jumlah dan nama penerima yang tertulis dalam cek. Giro merupakan bukti permintaan pemindahan sejumlah uang dari rekening seseorang kepada rekening nasabah lain sesuai jumlah dan nama yang tertulis. Nota debit merupakan bukti transaksi untuk mengurangi utang usaha yang harus dilunasi. Kartu kredit merupakan alat pembayaran berbentuk kartu yang diterbitkan oleh bank dimana bank meminjamkan uang terlebih dahulu kepada nasabah untuk melakukan pembayaran. Uang elektronik merupakan pengganti uang tunai, nasabah menyetorkan uang tunai mereka kedalam uang elektronik. Selain efisiensi dalam pembayaran transaksi yang berjumlah besar, alat pembayaran non tunai memiliki resiko pencurian yang kecil karena transaksinya dapat dilacak. Selain itu, orang-orang yang terlibat dalam transaksi tidak perlu menghitung uang tersebut karena nominalnya telah tertera dengan jelas sehingga proses pengecekan tidak memakan waktu yang lama. Pembayaran yang diterima juga memiliki jumlah yang tidak terbatas. Namun, tidak semua pihak bersedia menerima pembayaran menggunakan uang giral, hanya pihak-pihak tertentu yang menggunakannya. Alat Pembayaran Internasional Kita tahu bahwa setiap negara memiliki mata uang yang berbeda-beda yang digunakan dalam setiap transaksinya. Seperti Indonesia menggunakan Rupiah, Singapura menggunakan Dollar Singapura, Jepang menggunakan Yen, China menggunakan Yuan, Amerika menggunakan Dollar Amerika, Uni Eropa menggunakan Euro, dan lain-lain. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana cara pembayaran untuk transaksi internasional seperti kegiatan ekspor dan impor, mengingat bahwa setiap negara memiliki mata uang sendiri dan memiliki kurs yang berbeda-beda. Contoh pembayaran tunai internasional adalah ketika turis mancanegara melakukan transaksi tunai di negara lain. Sedangkan alat pembayaran non tunai dapat berupa: Cek: Pembeli dapat membayarkan jumlah pembayarannya menggunakan cek melalui bank penjual di negara si penjual. Wesel Pos: Pembeli dapat menggunakan jasa bank yang memiliki layanan wesel pos untuk mengirim uang dari dalam negeri ke luar negeri sesuai dengan nama dan nominal yang tertulis pada wesel pos tersebut. Salah satu perusahaan penyedia wesel pos internasional terbesar adalah Western Union. Kartu Kredit: Pembeli dapat menggunakan kartu kredit sesuai dengan jaringan kartu tersebut (Union Pay, MasterCard, Visa, dll). Penggunaan kartu kredit cocok dilakukan untuk melakukan belanja online dengan pengiriman dari luar negeri seperti Amazon, eBay, ASOS, dll ataupun pembayaran wisata mancanegara seperti pembayaran hotel. Pihak jaringan kartu akan menkonversikan mata uang domestik dengan mata uang yang digunakan di negara penjual sesuai dengan peraturan kurs masing-masing jaringan. Online Payment: Selain kartu kredit, pembeli dapat menggunakan alat pembayaran online untuk melakukan pembayaran internasional. Online payment ini mirip dengan uang elektronik dimana nasabah dapat mengisi uang tunai kedalam akun nasabah atau menyambungkan akun online payment mereka dengan kartu kredit. Salah satu perusahaan online payment terbesar adalah PayPal. Cryptocurrency: yang baru-baru ini mendunia adalah salah satu alat pembayaran digital dimana transaksinya dilakukan secara online. Alat ini disusun berdasarkan kode-kode digital yang rumit, membuatnya berbeda dengan pada umumnya. Beberapa negara telah menerima pembayaran menggunakan cryptocurrency sebagai salah satu instrumen pembayaran. Namun di Indonesia, Bank Indonesia menyatakan bahwa BI tidak mengakui Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah karena tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 7 tentang Mata Uang.. Selain itu, cryptocurrency memiliki resiko yang tinggi seperti sulitnya pelacakan transksi (sehingga dapat digunakan untuk melakukan transaksi ilegal seperti pembelian barang ilegal), nilai yang fluktuatif, serta tidak ada otoritas yang bertanggung jawab atas peredaran mata uang ini. Salah satu jenis cryptocurrency yang terkenal di dunia adalah BitCoin dan Ethereum.