Dengan berkembangnya teknologi dan informasi yang saat ini menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari masyarakat, baik di daerah-daerah terpencil maupun di kota-kota besar. Penggunaan
teknologi ini banyak memberikan fasilitas- fasilitas yang bertujuan untuk memudahan dalam setiap
kegiatan dengan akses yang begitu cepat. Berdasarkan laporan Asosiasi Penyedia Jasa Internet
Indonesia (APJII) pada tahun 2018 saja, bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta (34%
dari jumlah penduduk),pengguna media sosial 79 juta (31%), dan pengguna ponsel 318,5 juta (125%).
Hal ini menujukkan bahwa dalam hal jumlah, penetrasi pemanfaatan teknologi digital di Indonesia
sangat besar, bahkan melebihi populasi gabungan negara-negara lain di ASEAN.
Menurut National Digital Research Centre (NDRC), teknologi finansial atau sering disebut
FinTech adalah suatu ide ataupun inovasi di bidang jasa finansial, yang mana istilah tersebut berasal dari
kata “financial” dan “technology” (FinTech) yang mengacu pada inovasi finansial dengan sentuhan
teknologi modern. (Sukma, 2016). Sedangkan menurut (Dofeitner, G., Hornuf, L., Schmitt, M. & Weber,
2016). Melihat sumber data dari sumber Asosiasi Fintech Indonesia dan OJK, tren fintech di tahun 2017
didominasi dengan aktivitas payment dan lending. Tentunya payment menjadi faktor utama pembentuk
tren di perkembangan FinTech, karena bertransaksi adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh semua
orang. Sementera bisnis lending atau peminjaman juga menyumbang angka yang cukup besar, dilihat
dari angka peminjaman yang diakomodir oleh pemerintah baru mencapai sekitar 60%. Sehingga
perkembangan fintech dalam aktivitas kredit atau peminjaman juga sangat besar.
Maraknya teknologi dalam sistem pembayaran menggerakkan Bank Indonesia sebagai bank
sentral Republik Indonesia untuk memastikan lalu lalang pembayaran yang telah dilakukan penerobosan
oleh teknologi tetap berjalan dengan tertib dan aman serta mendukung pilar-pilar dalam pencapaian visi
dan misi Bank Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia menjamin keamanan dan ketertiban dalam hal lalu
lalang pembayaran dengan menjadi:
1. Fasilitator. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai fasilitator dapat memberikan penyediaan
lahan untuk lalu lalang pembayaran.
2. Analis bisnis yang cerdas. Dalam hal ini Bank Indonesia menjadi analis bagi para
penyelenggara usaha terkait FinTech untuk memberikan pandangan dan arahan tentang bagaimana
menciptakan system pembayaran yang tertib dan aman. Bank Indonesia bekerjasama dengan otoritas
dan distributor internasional.
3. Asesmen. Dalam hal ini Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan (monitoring) dan
penilaian (assessment) terhadap setiap kegiatan usaha yang melibatkan FinTech dan system
pembayarannya menggunakan teknologi.
4. Koordinasi dan Komunikasi. Bank Indonesia harus senantiasa menjaga hubungan dengan
otoritas mengenai keberadaan FinTech sebagai sistem pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia juga
senantiasa berkomitmen untuk mendukung para pelaku usaha di Indonesia dengan memberikan
pengarahan secara berkala mengenai FinTech.
5) Personal Finance
Perusahaan Fintech personal finance melalui platform-nya dapat membantu konsumen dari
mulai pembuatan laporan keuangan yang baik hingga pemilihan pengolahan dana yang
bijaksana, sehingga
menghemat waktu dan akan mendapatkan laporan sistem pembukuan yang komprehensif.
Dalam perkembangannya di Indonesia, perusahaan- perusahaan Fintech dalam bidang ini belum
mencapai tingkatan sebagaimana Fintech RoboAdviser seperti yang ada di negara-negara maju.
a) Penempatan pusat data dan pemulihan bencana serta rencana pemulihan bencana
b) Tata Kelola Sistem Elektronik dan teknologi Informasi yang meliputi Rencana Strategis Sistem
Elektronik, Sumber Daya manusia, dan Pengelolaan Perubahan Teknologi Informasi.
b. Bank Indonesia
1) Peraturan Bank Indonesia Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran telah mengeluarkan
peraturan terkait Fintech di Indonesia melalui PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money). PBI tersebut telah diubah sebanyak dua kali yaitu dengan PBI No. 16/8/ PBI/2014
dan PBI No 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik (PBI E-Money).
Berdasarkan PBI E-Money, Uang Elektronik (Electronic Money) didefinisikan sebagai alat
pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
c) digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang
elektronik tersebut;
d) nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana
dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai perbankan. PBI E-Money juga mengatur
mengenai Layanan Keuangan Digital. Terkait penerbitan, Penerbit dilarang menerbitkan Uang Elektronik
dengan Nilai Uang Elektronik yang lebih besar atau lebih kecil daripada nilai uang yang disetorkan
kepada Penerbit. Penerbit wajib melakukan pencatatan dan/atau pengelolaan nilai uang elektronik
harus dipisahkan dari pencatatan dan/atau pengelolaan nilai yang setara dengan nilai uang lainnya
(Pasal 13). Penerbit dilarang menetapkan minimum, menahan atau memblokir secara sepihak nilai uang
elektronik, mengenakan biaya pengakhiran penggunaan uang elektronik (Pasal 13A).