ISLAMIC FINANCE
DISUSUN OLEH
Fathurrahman 120110170002
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2019
JATINANGOR
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah diberikan-
Nya sehingga tugas makalah ini dapat selesai dikerjakan. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuannya kepada teaching assistant dan dosen yang telah membantu
dalam bentuk pembelajaran dan motivasi untuk mengerjakan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Dan ke depannya, kami berharap dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
ii
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemahaman masyarakat Muslim Indonesia mengenai konsep syariah masih terbatas
hanya pada kegiatan ibadah-ibadah rutin, padahal konsep syariah meliputi semua aspek
kehidupan termasuk ekonomi. Ekonomi syariah juga tidak hanya sebatas pada perbankan
syariah, namun mencakup berbagai ruang lingkup perekonomian yang mendasarkan pada
pengetahuan dan nilai-nilai syariah Islam. Cara pandang seperti itu harus sudah mulai
diubah.
Syariah selama ini masih dianggap sebagi ibadah rutin, seperti sholat,zakat, dan haji.
Tugas kita adalah mencari tahu cara bagaimana mengintegrasikan hukum dan nilai yang
kita ambil dari Al-Quran dan As-sunnah untuk masuk dalam kehidupan ekonomi,
produksi, distribusi, marketing dan keuangan.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Islamic Finance dan hukum apa yang mendasarinya?
2. Untuk mengetahui prinsip apa yang dianut oleh Islamic Finance dan apa perbedaannya
dengan konvensional?
3. Untuk mengetahui apa saja instrument dalam dalam Islamic Finance dan apa saja yang
harus dilakukan emiten untuk dapat mengeluarkan saham?
4. Untuk mengetahui apa itu akad, syarat sah akad, dan rukun akad?
5. Untuk mengetahui ada berapa jenis akad dalam Islamic Finance?
1.4 Manfaat
1. Mengetahui apa itu Islamic Finance dan hukum apa yang mendasarinya?
2
2. Mengetahui prinsip apa yang dianut oleh Islamic Finance dan apa perbedaannya dengan
konvensional?
3. Mengetahui apa saja instrument dalam dalam Islamic Finance dan apa saja yang harus
dilakukan emiten untuk dapat mengeluarkan saham?
4. Mengetahui apa itu akad, syarat sah akad, dan rukun akad?
5. Mengetahui ada berapa jenis akad dalam Islamic Finance?
3
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Islamic Finance
A. Pengertian Islamic Finance
Islamic Finance adalah jenis kegiatan pembiayaan yang harus mematuhi Syariah
(Hukum Islam). Konsep ini juga dapat merujuk pada investasi yang diizinkan
berdasarkan Syariah. Praktik umum keuangan dan perbankan Islam muncul bersama
dengan dasar Islam. Namun, pembentukan keuangan Islam formal baru terjadi
pada abad ke -20. Saat ini, sektor keuangan Islam tumbuh 15% -25% per tahun,
sementara lembaga keuangan Islam mengawasi lebih dari $ 2 triliun.
AL-QURAN
Dasar hukum keuangan syariah berdasarkan teori reflexo in complexo tidak lain
adalah dasar hukum Islam itu sendiri, yang terdiri dari: Al-Qur’an, hadis dan sunnah,
ijma’, qiyas, maslahat mursalah, istihsan, istishab, saddud-dzari’ah, urf, qaul sahabat
Nabi Saw, dan hukum agama samawai terdahulu. Al-Qur’an dan sunnah merupakan
sumber utama, dan yang lainnya menurut sistematika ilmu hukum merupakan sumber
turunannya.
“Dan jangan kamu iri hati terhadap apa yang telah dikaruniakan Allah kepada sebagian
kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki ada bagian dari
pada apa yang diusahakkan, dan para wanita (pun) ada bagian dari apa yang diusahakan
4
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala sesuatu” (QS An-Nisa [4]: 32).
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagiuian yang lain dianttara kamu
dengan jalan yang batil dan (jangan) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim,
supaya kamu memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat
dosa, pada hal kamu mengetahui” (QS Al-Baqarah [2]: 188).
“Dan pada harta-harta merka ada hak untuk orang miskin yang meminta-minta dan orang
miskin yang tidak dapat bagian” (QS Adz-Dzaariyaat [51]: 19).
b. Tentang riba. Segala kegiatan ekonomi yang menimbulkan unsurunsur riba dilarang
dalam agama Islam, anta lain misalnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendappat keberuntungan” (QS Ali
Imran [3]: 130).
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum kamu pungut) jika kamu orang-orang yang beriman” (QS AL-Baqarah [2]:
278).
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka dengan siksa yang
pedih” (QS An-Nisa [4]: 161).
c. Tentang perdagangan. Allah tidak akan menurunkan rezeki kepada manusia kecuali
manusia berusaha untuk mendapatkannya. Dan telah ditentukan waktu bagi manusia
untuk bekerja dan beristirahat, antara lain:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ad-Ra’d [13]: 11).
“Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan siang
terang benderang supaya kamu mencari karunia Allah” (QS Yunus [10]: 67). “Apabila
telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah
5
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS Al-
Jumuah [62]: 62).
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu” (QS Ar-Rahman [55]: 9).
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil“ (QS Al-An’aam [6]: 152)
“Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS AlMuthafiffin
[ 83]: 1-3).
SUNNAH
Berbeda dengan Al-Qur’an yang otentisitas teks tidak diragukan lagi, hadis dalam
banyak kasus tidak semua sahih (autentik). Para ahli hadis dan teoritisi hukum Islam
membedakan hadis dari segi autentisitasnya menjadi tiga kategori: (i) hadis sahih, (ii)
hadis hasan, dan (iii) hadis dai. Para ahli hukum Islam menyatakan bahwa hanya hadis
sahih dan hasan saja yang dapat menjadi sumber hukum, sementara hadis yang daif tidak
dapat dijadikan sumber hukum Hadis adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan
sunnah adalah pemberitaan sesungguhnya. Hadis dan sunnah berfungsi sebagai
petunjuk-petunjuk praktis yang tidak dijelaskan secara legkap didalam Al-Qur’an.
Justifikasi sunnah dan hadis senagai sumber hukum Islam termuat didalam sabda
Rasulullah Saw, Seperti misalnya:
6
“Telah aku tinggalkan untuk kamu semua dua benda. Kamu tidak akan sesat manakala
berpegang teguh kepadanya. Kitab Allah dan sunnahku”(HR Imam Malik).
Pada abad ketiga Hijriah secara bertahap telah disusun enam kitab hadis “Kuttub al-
Sittah” yang secara umum dapat diterima oleh generasi berikutnya dan diakui sebagai
shahih alSittah (enam kitab hadis shahih). Keenam kitab hadis ini adalah: Shahih
Bukhari (wafat 256 H/870 M), Shahih Muslim (wafat 261 H/875 M), Sunan Ibnu Majjah
(wafat 273 H/887 M), Sunan Ibnu Daud (wafat 275 H/888 M), Jami’ al-Tarmidzi (wafat
279 H/892M), dan Sunnan al-Nasa’I (wafat 303 H/ 915 M)10. Contoh-contoh hadis
tersebut adalah antara lain:
naungan ‘arsy-Nya kelak pada hari ketika tak ada naungan selain naungan- Nya”
(HR Muslim). “Barang siapa berutang sedangkan ia benar-benar berniat akan
melunasinya, maka Allah akan menugaskan sekelompok malaikat untuk menjaganya
dan mendoakan baginya sehingga ia dapat melunasinya” (HR Ahmad dai Aisyah).
IJMA
Ijma adalah kesepakatan para mujtahid (ahli hukum yang menemukan hukum
syarak) sesudah zaman Nabi Muhammad Saw mengenai hukum suatu kasus tertentu.
Tidak semua mazhab dalam Islam menerima ijma dalam konsep seperti ini. Ahliahli
hukum mazhab Hambali hanya menerima ijma para sahabat Nabi Muhammad Saw,
sedangkan ijma sesudah generasi tersebut tidak diterima dengan alasan bahwa
kemungkinan terjadinya ijma seperti itu secara factual adalah sulit. Dilain pihak ada
pendapat bahwa ijma adalah kesepakatan umat, bukan kesepakatan mujtahid saja.
Ijma adalah konsensus para ulama ditetapkan tidak untuk masalah-masalah keimanan
atau ibadat-ibadat pokok yang disepakati, melainkan untuk penerapan syariah dalam
urusan duniawi. Ijma ini penting untuk masalah keuangan Islam, karena model-model
perbankan Islam tidak disebut dalam AlQur’an atau dalam hadis, meskipun prinsip-
prinsip pokok yang mengatur sistemnya ada Konsekuensinya perkembangan perbankan
Islam banyak sekali didasarkan pada konsensus para sarjana dan ahli hukum Islam
modern baik ditingkat nasional maupun internasional. Contoh misalnya Handbook of
Islamic Banking yang diterbitkan oleh International Association of Islamic Banks, yang
memberikan kerangka kerja untuk institusi-institusi keuangan Islam.
Ijma menurut istilah ushul adalah ialah kesepakatan para mujtahid memutuskan
suatu masalah sesudah wafat Rasulullah Saw terhadap hukum syar’I pada suatu
peristiwa Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dikemukakan keadaannya
pada semua mujtahid di saat terjadinya. Para mujtahid itu sepakat
memutuskan/menentukan hukumnya13. Ketentuan hukum mengenai ijma, dikatakan
Rasulullah Saw: “Umatku tidak akan sepakat untuk membuat kekeliruan” (HR Ibnu
Majah). “Apa yang dipandang baik oleh orang-orang muslim disisi Allah pun dipandang
baik juga” (HR Ahmad). Ditinjau dari sudut menghasilkan hukum ini, maka dapat dibagi
menjadi:
8
1. Ijma Sharih, Yaitu kesepakatan mujtahid terhadap hukum mengenai suatu peristiwa.
Masing mujtahid bebas mengeluarkan pendapat. Jelas terlihat dalam fatwa dan
dalam memutuskan suatu perkara.Tiap-tiap mujtahid itu merupakan sumber hukum.
Menurut jumhur ulama disebut juga ijma haqiqi dan menjadi sumber hukum.
2. IJma Sukuti, Sebagian mujtahid terang-terangan menyatakan pendapatnya dengan
fatwa, atau memutuskan suatu perkara. Sebagian lagi hanya berdiam diri. Hal ini
berarti dia menyetujui atau berbeda pendapat terhadap yang dikemukakan itu dalam
mengupas suatu masalah. Menuntut jumhur ulama ijma sukuti disebut juga ijma
I’tibari, sumber hukum yang kedudukannya relatif
QIYAS
Qiyas adalah perluasan ketentuan hukum yang disebutkan didalam teks Al-Qu’an
dan Sunnah sehingga mencakup kasus serupa yang tidak disebutkan dalam teks kedua
sumber pokok itu berdasarkan persamaan sifat causa legisantara kedua kasus dimaksud.
Dengan kata lain qiyas adalah pengelompokan kasus baru yang belum ada ketentuan
hukumnya didalam kedua sumber pokok Al-Qur’an dan Hadis kedalam kategori kasus
yang sudah ada ketentuan hukumnya berdasarkan persamaan sifat antara keduanya.
Contoh mengenai ini adalah qiyas (analogi) seluruh perjanjian lainnya selain jual beli
kepada akad jual beli tentang syarat adanya ridha (perizinan). Dalam hadisnya
Nabi Muhammad Saw hanya menyebutkan jual beli saja yang disyaratkan perizinan
untuk sahnya. Kemudian para ahli hukum menyatakan bahwa seluruh akad lainnya juga
disyaratkan perizinan (ridha) dengan dasar analogi kepada akad jual beli. Qiyas juga
diartikan sebagai sumber hukum tambahan (analogi) dari hukum yang sudah tetap. Qiyas
artinya penalaran secara analogis, dengan menggunakan analogi-analogi masa lalu dan
keputusan-keputusan yang dihasilkannya menjadi preseden dari setiap situasi baru.
Dalam aplikasinya qiyas meliputi pembandingan antara dua hal dengan maksud
menilai satu hal dari sudut pandang hal lainnya. Dalam hukum Islam qiyas adalah
perluasan nilai syariah dari kasus lama (awal) ke kasus baru, karena kasus baru ini
mempunyai alasan efektif yang sama dengan kasus lama. Qiyas bisa digunakan untuk
menemukan hukum dari suatu masalah tertentu hanya jika tidak ditemukan solusinya
didalam Al-Qur’an atau hadis, atau dalam kasus-kasus yang dicakup oleh ijma.
Misalnya, diambil kesimpulan bahwa haram menggunakan narkotika dengan alasan
sebagaimana alasan yang digunakan untuk mengharamkan alkohol, yakni pada
9
umumnya kedua barang itu merusak pikiran. Qiyas adalah istilah ushul, yaitu
mempersamakan peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya dengan peristiwa yang
terdapat nash bagi hukumnya. Qiyas merupakan metode pertama yang dipegang para
mujtahid untuk mengistimbathkan hukum yang yang tidak diterangkan nash, sebagai
metode terkuat dan paling jelas. Qiyas ini dikenal ada empat macam:
1. Qiyas Aula, yaitu qiyas yang illat-nya mewajibkan adanya hukum dan yang
disamakan (mulhaq) mempunyai hukum yang lebih utama dari pada tempat
menyamakannya (mushaqbih).
2. Qiyas Musawi, yaitu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum dan illat
hukumnya yang terdapat pada mulhaqnya adalah sama dengan illat hukum yang
terdapat pada mulhaqbih.
3. Qiyas Dalalah, yaitu suatu qiyas dimana illat yang ada pada mulhaq menunjukan
hukum, tetapi tidak mewajibkan hukum padanya. Seperti men-qiyas-kan harta milik
anak kecil kepada harta orang dewasa dalam kewajibannya mengeluarkan zakat
dengan illat bahwa seluruhnya adalah harta benda yang mempunyai sifat dapat
berubah.
4. Qiyas Syibhi, yaitu suatu qiyas yang mulhaq-nya dapat diqiyas-kan kepada dua
mulhaqbih. Akan tetapi ia di-qiyaskan dengan mulhaqih yang mengandung banyak
persamaan dengan mulhaq.
UNDANG-UNDANG
Selain dari sumber-sumber hukum yang disebutkan diatas masih adal lagi sumber
hukum yang tidak kalah pentingnya dan bahkan banyak mewarnai hukum keuangan
syariah di negara Indonesia ini yaitu undang-undang, seperti misalnya:
Gharar: Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar berarti
seduatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap transaksi
yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar
jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan
dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam
transaksi yang bersifat gharar. Pelarangan ghararkarena memberikan efek negative
dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara
bathil. Ayat dan hadits yang melarang gharar diantaranya:“Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui” (Al-Baqarah : 188)
Riba: Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan
atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
11
dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba
adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 130 yang
melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda. Sangatlah penting bagi
kita sejak awal pembahasan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat
Muslim mengenai pengharaman Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat
keterlibatan dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini
dikarenakan sumber utama syariah, yaitu Al-Qur’an dan Sunah benar-benar mengutuk
riba. Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna dari riba atau apa saja yang
merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas perekonomian
dengan ajaran Syariah.
Syariah Konvensional
Seperti yang telah disebutkan pada tabel di atas, Bank Syariah berorientasi pada profit,
kemakmuran, dan kebahagiaan dunia akhirat. Sedangkan Bank Konvensional lebih
cenderung mengutamakan untuk mendapatkan keuntungan atau profit oriented.
Hal berikutnya yang menjadi perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
adalah dilihat dari sisi hubungan bank dengan nasabahnya.
13
Bank Syariah memperlakukan nasabah mereka layaknya mitra dengan ikatan perjanjian
yang transparan. Itulah alasannya mengapa banyak nasabah Bank Syariah yang mengaku
punya hubungan emosional dengan pihak bank pemberi fasilitas pembiayaan.
Pada perkembangannya, saat ini Bank Konvensional juga telah berupaya untuk
membangun hubungan emosional dengan nasabah mereka.
Penentu kebijakan dalam Bank Syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS
mengawasi operasional BSM secara independen. DPS ditetapkan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN), sebuah badan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seluruh
pedoman produk, jasa layanan dan operasional bank telah mendapat persetujuan DPS untuk
menjamin kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah Islam.Sedangkan dalam
Konvensional tidak memiliki penentu kebijakan khusus.
Akad
Pengertian Akad. Akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah atau UUS dan
pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesui dengan
Prinsip Syariah. Diantaranya :
• Murabahah
• Salam
• Istishna’
• Mudharabah Muqayyadah
• Musyarakah
• Musyarakah Mutanaqisah
• Wad’ah
• Wakalah
• Ijarah
• Kafalah
• Hawalah
• Rahn
• Qard
Indeks Saham
14
Saham syariah merupakan efek berbentuk saham yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah di Pasar Modal. Definisi saham dalam konteks saham syariah merujuk
kepada definisi saham pada umumnya yang diatur dalam undang-undang maupun peraturan
OJK lainnya. Ada dua jenis saham syariah yang diakui di pasar modal Indonesia. Pertama,
saham yang dinyatakan memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan
OJK no. II.K.1 tentang penerbitan Daftar Efek Syariah, kedua adalah saham yang
dicatatkan sebagai saham syariah oleh emiten atau perusahan publik syariah berdasarkan
peraturan OJK no. 17/POJK.04/2015.
Semua saham syariah yang terdapat di pasar modal syariah Indonesia, baik yang tercatat
di BEI maupun tidak, dimasukkan ke dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan
oleh OJK secara berkala, setiap bulan Mei dan November. Saat ini, kriteria seleksi saham
syariah oleh OJK adalah sebagai berikut;
b. Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan
total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari
10% (sepuluh per seratus);
Sukuk
Sukuk adalah efek berbentuk sekuritisasi aset yang memenuhi prinsip-prinsip syariah
di pasar modal. Berdasarkan penerbitnya, sukuk terdiri dari dua jenis:
1. Sukuk negara adalah sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan
Undang-undang No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),
dan
2. Sukuk korporasi adalah sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan, baik perusahaan
swasta maupun Badan Umum Milik Negara (BUMN), berdasarkan peraturan OJK No.
18/POJK.04/2005 tentang penerbitan dan persyaratan sukuk.
Dalam hal sukuk diterbitkan oleh pihak korporasi, maka aset yang menjadi dasar
penerbitan sukuk tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar Modal yang
terdiri atas:
Reksa dana syariah dianggap memenuhi prinsip syariah di pasar modal apabila akad,
cara pengelolaan, dan portofolionya tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar
modal sebagaimana diatur dalam peraturan OJK tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar
Modal.
16
Obligasi sendiri merupakan sebuah instrumen investasi berupa surat utang negara.
Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu
pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk
membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh
tempo pembayaran.
Di Indonesia, surat utang dibedakan berdasarkan jangka waktunya. Dimana surat utang
yang diterbitkan oleh pemerintah dan berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut Surat
Utang Negara (SUN) dan yang di bawah 1 tahun disebut Surat Perbendaharan Negara
(SPN).
Sukuk atau obligasi syariah merupakan surat berharga yang diterbitkan dan
merepresentasikan kepemilikan investor atas aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
(underlying asset) tanpa melupakan penerapan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian,
seluruh prosesnya dan pemanfaatannya harus berlandaskan hukum Islami (Syariah).
Sebagai contoh, penggunaan dana hasil penerbitan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-
hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, atau dengan kata lain untuk hal-hal
yang halal. Selain itu, tidak dikenal istilah bunga dalam sukuk. Pengembaliannya terkait
dengan aset, akad dan tujuan pendanaannya dan umumnya berupa imbalan yang berasal
dari uang sewa (ujrah), fee margin, bagi hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad yang
telah disepakati.
Dalam konsep sukuk, perdagangan obligasi bukan dinilai sebagai surat utang, namun
sebagai penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan. Sukuk juga
memiliki sejumlah investor dengan basis yang lebih luas, yakni mencakup investor
konvensional dan investor syariah.
Obligasi Konvensional
Obligasi konvensional menyatakan utang dari pihak penerbit kepada pihak investor,
dimana penerbitannya tidak membutuhkan underlying asset. Penerbitan obligasi tidak
menggunakan dasar-dasar dan prinsip syariah, sehingga tidak ada pembatasan secara
syariah terkait penggunaan dana hasil penerbitan obligasi. Pengembaliannya juga berupa
bunga yang memang sudah umum digunakan, dan tidak terkait dengan segala tujuan
17
pendanaannya. Obligasi juga hanya bisa meraih investor konvensional, dan tidak dapat
dipilih sebagai instrumen investasi bagi para investor syariah.
Bunga, capital
Penghasilan Imbalan, bagi hasil, margin
gain
Menengah –
Jangka waktu Pendek – Panjang
Panjang
Underlying
Perlu Tidak Perlu
Asset
Trustee
Pihak terkait Obligor, SPV, investor obligor/issuer,
investor
Penggunaan
Harus sesuai Syariah Bebas
dana
18
Mencerminkan
Perdagangan di Penjualan atas kepemilikan aset yang
penjualan atas surat
pasar sekunder menjadi dasar penerbitan
utang
OJK secara periodik menerbitkan DES dua kali dalam setahun, yaitu pada akhir bulan
Mei dan akhir bulan November. Selain itu, terdapat DES Insidentil yang diterbitkan karena
adanya penetapan saham yang memenuhi kriteria syariah pada saat pernyataan pendaftaran
Emiten dalam rangka penawaran umum perdana (IPO) efektif.
a. Syarat terjadinya akad in’iqad yaitu orang yang melakukan akad, berkaitan dengan akad
itu sendiri, berkaitan dengan tempat akad, berkaitan dengan objek akad.
- syarat aqid, aqid harus berakal mumayyis, orang yang berakad harus berbilang
(tidak sendirian)
20
- syarat akad (ijab dan qabul), syarat akat yang sangat penting adalah bahwa qabul
harus sesuia dengan ijab, dalam arti pembeli menerima apa yang di ijab kan
(dinyatakan) oleh penjual. apabila terdapat perbedaan antara qabul dan ijab,
misalnya pembeli menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh
penjual, maka akad jual beli tidak sah.
- syarat ma’qud ‘alaih (objek akad), syarat yang harus dipenuhi oleh objek akad
(ma’qud ‘alaih) yaitu: barang yang dijual harus maujud (ada), barang yang dijual
harus mal mutaqawwin, barang yang dijual harus barang yang sudah dimiliki,
barang yang dijual harus bisa diserahkan pada saat dilakukannya akad jual beli.
b. Syarat sah jual beli, syarat sah ini terbagi kepada dua bagian, yaitu syarat umum dan
syarat khusus. syarat umum adalah syarat yang harus ada pada setiap jenis jual beli agar
jual beli tersebut dianggap sah menurut syara’. secara global akad jual beli harus
terhindar dari enam macam yaitu:
- ketidakjelasan
- pemaksaan
- pembatasan dengan waktu
- penipuan
- kemudaratan
- syarat-syarat yang merusak.
c. Syarat kelangsungan jual beli, untuk kelangsungan jual beli diperlukan dua syarat
sebagai berikut:
- kepemilikan atau kekuasaan
- pada benda yang dijual tidak terdapat hak orang lain
d. Syarat mengikatnya jual beli, untuk mengikatnya jual beli, disyaratkan akad jual beli
terbebas dari salah satu pihak untuk membatalkan akad jual beli, seperti khiyar syarat,
khiyar ru’yat, dan khiyar ‘aib. Apabila di dalam akad jual beli terdapat salah satu dari
jenis khiyar ini maka akad tersebut tidak mengikat kepada orang yang yang memiliki
hak khiyar, sehingga ia berhak membatalkan jual beli atau meneruskan atau
menerimanya.
c) Akad itu dianggap berlaku dan berkekuatan hukum, apabila tidak memiliki khiyâr (hak
pilih/opsi). Seperti khiyar syarath (hak pilih menetapkan persyaratan), khiyar ‘aib dan
sejenisnya.
ada di lokasi transaksi, seperti dalam jual beli as-Salam, berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang melakukan jual beli As-Salm,
hendaknya ia menjual barangnya dalam satu takaran yang jelas atau timbangan yang
jelas, dalam batas waktu yang jelas.”
Wadi’ah
Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah
penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang
mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak
yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan
tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
- Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh
penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
- Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh
penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan
barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam
bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
24
Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana
sebesar 100 persen dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi
sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
1. Syirkah Al-Inan
Syirkah Al-Inan memiliki arti dimana ada dua pihak atau lebih memberikan
penyertaan modalnya dengan porsi yang berbeda, maka dengan bagi hasil
keuntungan yang disepakati bersama dan kerugian yang diderita akan di tanggung
sesuai dengan besarnya porsi modalnya masing-masing. Sehingga sebagian orang
cenderung memilih jenis akad ini, karena lebih aman dan menjanjikan. Ataupun
bagi mereka yang tidak memiliki modal dan dana terlalu besar.
Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab akan ditentukan dengan kesepakatan
bersama dan tidak tergantung pada porsi modalnya, begitu juga dengan
keuntungan yang akan didapat. Mereka tidak akan bergantung dari porsi modal di
sesuaikan dengan perjanjian di muka.
Setiap mitra dari Syirkah Al-Inan maka akan bertindak sebagai wakil
dibandingkan mitra yang lainnya dalam hal modal, serta jenis pekerjaan yang
dilakukan untuk keperluan transaksi bisnisnya. Selain itu ciri khas lainnya adalah
setiap mitra tidak akan saling memberikan jaminan pada masing-masing mitra
bisnisnya, meskipun dalam bentuk barang atau persediaan sejenisnya.
Akad ini bersifat tidak mengikat dan pada saat tertentu, mitra dan partner bisa
mengundurkan diri dan mencoba memutus kontrak. Namun kembali lagi, anda
harus menggunakan prosedur yang teratur agar tidak terjadi kesalahpahaman dan
kerugian mendadak. Selain itu cara mengundurkan diri pun menggunakan
kerjasama dan penjualan saham, bukan memutus bisnis secara sepihak.
2. Syirkah Al-Mufawadah
25
Dalam akad ini, setiap mitra harus menyertakan modal yang sama nilainya
untuk mendapatkan profit yang sesuai dengan modalnya. Begitupun jika
mengalami kerugian dan harus menanggung bersama sesuai modal. Para Ulama
dari Mazhab Hanafi menyatakan bahwa setiap partner saling menjamin untuk
garansi bagi partner lainnya.
Sedangkan Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang bahwa bentuk
partnership merupakan hal yang legal, sedangkan Mazhab Hanbali dan Shafi’i
memandang bahwa yang dipahami Mazhab Hanafi tidak berdasar dan ilegal.
Sesungguhnya Syirka Al-Mufawadah cukup sulit di aplikasikan, karena modal
kerja dan keahlian dari masing-masing partner berbeda-beda. Sedangkan untuk
mewujudkan bisnis ini, porsi yang mereka miliki harus sama beserta persediaan
yang melingkupinya.
Akad Mudharabah
Secara teknis, mudharabah merupakan akad kerja sama di bidang usaha baik antara
pemilik dana dan pengelola dana untuk dibuat sebuah usaha dan dikelola baik laba
dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan baik pihak pertama maupun
pihak kedua. Namun, bila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh pemilik dana
kecuali disebabkan oleh pengelola dana itu sendiri. Dalam istilah ekonomi,
mudharabah biasa disebut trust financing yang memang bermodalkan keperayaan
untuk membangun sebuah transaksinya.
Rukun Mudharabah
1. Mudharabah Muthlaqah
2. Mudharabah Musytarakah
26
3. Mudharabah Muqayyadah
Akad Salam
Akad salam menurut definisi para fuqaha adalah jual beli barang tidak tunai
dengan pembayaran tunai. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan maksud dari salam adalah
jual beli suatu barang secara tangguh, hanya sifat-sifatnya saja yang disebutkan ketika
akad. Penyerahan barangnya diwaktu yang akan datang, namun pembayarannya wajib
dilakukan dipendahuluan akad secara keseluruhan dan tunai.
Akad Istishna
Akad Istishna menurut jumhur dari segi definisi sama dengan salam, hanya saja
Hanafiyah lebih spesisifik dan membedakannya dari salam. Menurut Hanafiyah akad
istishna merupakan suatu akad terhadap seorang pembuat atau pengrajin untuk
mengerjakan atau membuat suatu barang tertentu yang ditangguhkan.
Sekretaris komisi fatwa DSN MUI Hasanuddin menyebutkan, “Dalam akad salam,
barangnya mitsli (mesti sudah ada sebelumnya atau ada contoh sebelumnya.
Sedangkan dalam akad istishna’ barang bersifat qiimi (barang masih berbentuk
gambaran, belum ada wujudnya) sehingga perlu dibuat terlebih dahulu sebelum
diserahkan ke pemesan atau pembeli.” Sebagai contoh, barang yang sering disebutkan
27
untuk akad istisha ini adalah pembuatan baju. Seseorang datang kepada desainer atau
perancang busana atau tukang jahit minta dibuatkan baju. Maka akad yang cocok
untuk transaksi ini adalah akad istishna.
E. Akad Jasa
WAKALAH
Akad perwakilan antara satu pihak kepada yang lain. Wakalah biasanya diterapkan
untuk pembuatan Letter of Credit, atas pembelian barang di luar negeri (L/C Import)
atau penerusan permintaan.
KAFALAH
Akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan biasanya
digunakan untuk membuat garansi atas suatu proyek (performance bond), partisipasi
dalam tender (tender bond) atau pembayaran lebih dulu (advance payment bond).
28
HAWALAH
Akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak yang lain. Dalam
lembaga keuangan hawalah diterapkan pada fasilitas tambahan kepada nasabah
pembiayaan yang ingin menjual produknya kepada pembeli dengan jaminan
pembayaran dari pembeli tersebut dalam bentuk giro mundur. Ini lazim disebut Post
Dated Check. Namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariah.
RAHN
Akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak yang lain, dengan uang
sebagai gantinya. Akad ini digunakan sebagai akad tambahan pada pembiayaan yang
berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Lembaga keuangan tidak menarik
manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang tersebut.
QARD
Pembiayaan kepada nasabah untuk dana talangan segera dalam jangka waktu yang
relatif pendek, dan dana tersebut akan dikembalikan secepatnya sejumlah uang yang
digunakannya. Dalam transaksi ini, nasabah hanya mengembalikan pokok.
29
3.2 Saran
Untuk menggunakan Islamic finance dengan baik, diperlukan pemahaman yang cukup
dalam hukum Syariah. Oleh karena itu, sebelum mencoba berekonomi Syariah, kita harus
tahu dengan jelas perbedaan antara ekonomi biasa/konvensional dengan ekonomi Syariah.
30
Daftar Pustaka
” Islamic Finance - Financing activities that must comply with Sharia (Islamic Law)”.
finance/
lembaga-keuangan-syariah/
“Transkasi yang Dilarang Dalam Islam Akuntansi Syariah”. (2014). Diambil dari
https://datakata.wordpress.com/2014/11/26/transaksi-yang-dilarang-dalam-islam-akuntansi-
syariah/
“Pengertian Akad Jual Beli Rukun Syarat dan Macam-macam Jual Beli”. (2016). Diambil
dari http://www.informasiahli.com/2016/09/pengertian-akad-jual-beli-rukun-syarat-dan-
macam-macam-jual-beli.html