PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Krisis yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997 telah membawa
pengaruh negatif yang signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia. Krisis ini
mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi dan terkurasnya cadangan devisa
Indonesia. Menghadapi tekanan terhadap rupiah yang kian besar dan kebutuhan
mengamankan cadangan devisa, maka 14 Agustus 1997, pemerintah melakukan
pergantian sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi
sistem nilai tukar mengambang. Namun di balik pergantian sistem nilai tukar ini,
Indonesia mencapai puncak krisis pada tahun 1998, dimana krisis yang bermula dari
krisis moneter telah berubah cepat menjadi krisis multidimensi. Kondisi ini telah
menyebabkan pertumbuhan ekonomi sempat terhenti bahkan mengalami pertumbuhan
yang negatif, dimana Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari
4,70 persen menjadi -13,13 persen, laju inflasi meningkat sangat tinggi dari 11,10
persen menjadi 77,63 persen, serta nilai tukar rupiah pada bulan Juni 1998 mencapai
Rp 14.900 per dollar AS. Pemerintah terus berusaha memulihkan kondisi
perekonomian akibat krisis.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penataan
kembali kelembagaan di bidang moneter. Pemberlakuan UndangUndang (UU) No. 23
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia merupakan tindak lanjut upaya pemerintah.
Berdasarkan UU tersebut, Bank Indonesia menjadi lebih independent dalam mencapai
tujuan dan melaksanakan tugasnya, dimana kebijakan moneter yang ditempuh oleh
Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan (inflation
targeting). Pemberlakuan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah
membawa perubahan mendasar pada perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter
di Indonesia. Berdasarkan UU tersebut, kebijakan moneter yang ditempuh Bank
Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sejak tahun
2000 Bank Indonesia mulai menempuh langkah untuk penerapan kerangka kerja
kebijakan moneter berdasarkan suatu kerangka yang dikenal dengan sebutan Inflation
Targeting Framework. Hal ini tercermin pada penetapan dan pengumuman sasaran
inflasi sebagai tujuan utama kebijakan moneter, penjelasan secara periodik kepada
masyarakat mengenai pelaksanaan kebijakan moneter yang ditempuh, maupun
pemberian independensi kepada Bank Indonesia dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter.
1.3 TUJUAN
1.
2.
3.
4.
5.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Inflasi
Pengertian Inflasi adalah kebijakan ekonomi di mana bank sentral
memperkirakan dan mempublikasikan "target" yang diproyeksikan atau inflation rate
dan kemudian mencoba untuk mengarahkan ke arah target inflasi aktual melalui
penggunaan dan perubahan suku bunga ataupun alat-alat moneter lainnya. Suku
bunga dan tingkat inflasi cenderung berbanding terbalik , maka kemungkinan bank
sentral untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga menjadi lebih transparan
dalam kebijakan penargetan inflasi. Inflasi diartikan juga sebagai meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus menerus. Contoh:
Sasaran Inflasi Sejak tahun 2000 Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan
sasaran inflasi yang akan dicapai melalui kebijakan moneternya. Sasaran inflasi saat
ini pada tahun 2011 adalah sebesar 5,3%. Untuk dasar perumusan kebijakan moneter
secara internal, Bank Indonesia mengembangkan jenis inflasi yang dapat dikendalikan
oleh kebijakan moneter (inflasi inti/core inflation).
kestabilan harga;
2.Adanya penetapan dan pengumuman sasaran inflasi kepada masyarakat;
3.Adanya pengaturan bahwa sasaran inflasi merupakan sasaran akhir dan sebagai
dasar perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter;
4.Adanya pemberian independensi kepada Bank Indonesia dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan moneternya;
5.Adanya kewajiban bagi Bank Indonesia untuk menjelaskan pelaksanaan kebijakan
moneternya kepada masyarakat sebagai wujudan azas transparansi;
6.Adanya
mekanisme
akuntabilitas
bagi
bank
sentral
untuk
mempertanggungjawabkan dan dinilai kinerjanya dalam pelaksanaan kebijakan
moneter oleh DPR.
ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan
pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam
beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan
stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak
berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai
Inflation Targeting lite countries. Hubungan ITF dengan inflansi adalah ITF
merupakan kebijakan moneter yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan
inflansi.
A.
sektor riil masih relatif rendah karena banyak dunia usaha yang masih menghadapi
restrukturisasi usaha dan kewajibannya.
Permasalahan fungsi intermediasi perbankan yang belum berjalan normal pada
akhirnya telah mempengaruhi efektifitas mekanisme transmisi dan kebijakan moneter
yang ditempuh Bank Indonesia. Dengan kondisi demikian, langkah-langkah kebijakan
moneter Bank Indonesia, misalnya dengan perubahan suku bunga SBI, tidak selalu
dapat secara efektif mempengaruhi perkembangan suku bunga perbankan maupun
berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan secara keseluruhan yang diperlukan
mencapai sasaran inflasi yang diterapkan. Perkembangan inflasi juga tidak hanya
dipengaruhi oleh kebijakan moneter, tetapi juga oleh kebijakan pemerintah di bidang
harga (administered prices), seperti perubahan harga BBM, upah minimum, tarif
listrik dan telepon, serta oleh gangguan di sisi produksi dan distribusi barang karena
kondisi sektor riil yang belum pulih. Melemahnya nilai tukar juga menjadi faktor lain
penyebab tidak mudahnya mengendalikan dan mencapai sasaran inflasi. Perbaikan
kondisi perekonomian dan perbankan diharapkan akan terus berlangsung ke depan
dengan didukung oleh perbaikan kondisi sosial poitik nasional.
Dengan perbaikan tersebut, penerapan kerangka kebijakan moneter berdasar
Inflation Targeting secara penuh dengan suku bunga sebagai sasaran operasional yang
telah dicanangkan Bank Indonesia diharapkan dapat berjalan dengan baik.
Perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi di Indonesia Tahun Target Inflasi
Inflasi Aktual(%)
2001 4% - 6% = 12,55 %
2002 9% - 10% = 10,03 %
2003 9 +1% = 5,06 %
2004 5,5 +1% = 6,40 %
2005 6 +1% = 17,11 % , dst.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat mendasar dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat dalam
kaitan ini, kerangka kerja kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia atau
Bank Sentral merupakan bagian penting dalam langkah-langkah mencapai
kesejahteraan masyarakat yang salah satunya adalah Inflation Targeting Framework
menargetkan sasaran inflasi ke arah yang stabil dan rendah.
Pemberlakuan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah membawa
perubahan mendasar pada perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter di
Indonesia. Berdasarkan UU tersebut, kebijakan moneter yang ditempuh Bank
Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sejak tahun
2000 Bank Indonesia mulai menempuh langkah untuk penerapan kerangka kerja
kebijakan moneter berdasarkan suatu kerangka yang dikenal dengan sebutan Inflation
Targeting Framework. Penerapan kerangka kerja kebijakan moneter sebagai langkah
mendasar dalam memperkuat efektifitas penerapan kebijakan moneternya. Kerangka
kebijakan ini diyakini dapat membantu bank sentral untuk mencapai dan memelihara
kestabilan harga dengan menentukan sasaran kebijakan moneter secara eksplisit
dengan berdasarkan pada proyeksi dan terget inflasi tertentu ke depan. Pokok
pokok konsep dasar penerapan inflation targeting adalah :
Sasaran Inflasi
Kebijakan moneter mengarah ke depan
Transparansi
Akuntabilitas
Perkembangan inflasi dipengaruhi oleh kebijakan moneter, kebijakan pemerintah
di bidang harga (administered prices), juga oleh gangguan di sisi produksi dan
distribusi barang karena kondisi sektor riil yang belum pulih. Melemahnya nilai tukar
dapat menyebabkan tidak terkendali dan tidak tercapainya sasaran inflasi. Perbaikan
kondisi perekonomian dan perbankan diharapkan akan terus berlangsung ke depan
dengan didukung oleh perbaikan kondisi sosial poitik nasional. Dengan perbaikan
tersebut, penerapan kerangka kebijakan moneter berdasar ITF secara penuh dengan
suku bunga sebagai sasaran operasional yang telah dicanangkan Bank Indonesia
diharapkan dapat berjalan dengan baik.
10
SARAN
1. Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan moneter
perlu untuk dipertahankan dan ditingkatkan efektifitasnya.
2. Perlunya upaya terus menerus untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan
melalui fitur terpenting dalam pelaksanaan ITF yaitu komunikasi dan
transparansi kebijakan moneter.
3. Seiring dengan peningkatan kredibilitas kebijakan moneter maka respon
terhadap inflasi di masa yang akan mendatang dapat terus diturunkan sehingga
diharapkan akan lebih mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi
pencapaian output perekonomian.
4. Respon kebijakan moneter terhadap output perlu untuk ditingkatkan dalam
batas tertentu yang tidak mengorbankan tujuan pencapaian target inflasi
seperti pada saat krisis dimana pertumbuhan output mengalami perlambatan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12