Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK BTPN DENGAN NASABAH

DALAM KAITANNYA DENGAN APLIKASI JENIUS SEBAGAI


PRODUK DIGITALISASI PERBANKAN

Mata Kuliah Perbankan dan Lembaga Keuangan


Pengajar: Dr. Zulkarnain Sitompul, SH, LL.M

Muhammad Mizan Ananto


NPM: 2006496034

HUKUM EKONOMI REGULER (PAGI)


PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
ABSTRAK

Digitalisasi bagi dunia perbankan bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah


keharusan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat dan
perubahan perilaku, kebutuhan nasabah juga terus meningkat sehingga mendorong perbankan
untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabahnya. Perbankan saat ini mulai meningkatkan
layanannya agar nasabah dapat memperoleh berbagai layanan perbankan secara mandiri
(self-service) tanpa harus mendatangi kantor bank, yang dikenal juga dengan istilah layanan
perbankan digital (digital banking). Makalah ini bertujuan untuk mengetahui praktik usaha
perbankan dari Jenius BTPN sebagai salah satu digital banking di Indonesia dan aspek
perlindungan hukum terhadap risiko penyalahgunaan data nasabah Jenius. Metode
pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah yuridis normatif. Analisa data
dilakukan secara kualitatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-
undangan serta bahan hukum sekunder lain untuk kemudian dikaitkan dengan praktik usaha
perbankan dari Jenius BTPN sebagai salah satu digital banking di Indonesia. Hasil penelitian
menjabarkan tentang bagaimana praktik digital banking yang dilakukan oleh Jenius BTPN di
Indonesia yang hampir seluruh layanan nasabah dilakukan secara digital dan meminimalisir
penggunaan dokumen fisik, semuanya dapat diakses melalui aplikasi yang ada di telepon
genggam nasabah. Praktik digital banking yang dilakukan oleh Jenius BTPN tunduk pada
POJK Nomor 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital Oleh
Bank Umum (POJK 12/2018) serta peraturan perundang-undangan lain yang berkenaan
dengan perbankan secara umum. Jenius dari BTPN sebagai produk perbankan berbentuk
digital yang memanfaatkan sistem informasi teknologi memiliki risiko yang dapat merugikan
nasabah. Pihak bank berkewajiban memberikan perlindungan nasabah perbankan digital, baik
secara preventif maupun represif. Risiko tersebut timbul dari penyalahgunaan data atau akun
yang dimiliki nasabah. Modus operandi yang dilakukan pelaku pun bermacam-macam,
seperti phising, berpura-pura menjadi call center resmi dan lain-lain. Adanya risiko tersebut
membuat pihak bank harus terus meningkatkan upaya perlindungan data pribadi nasabah baik
secara preventif maupun represif. Upaya perlindungan secara preventif di antaranya melalui
peningkatan teknologi, kesigapan dalam melayani dan menerima pengaduan nasabah, dan
penerbitan regulasi yang sesuai oleh Pemerintah dan OJK. Perlindungan represif diupayakan
oleh OJK melalui POJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Sektor Jasa Keuangan (POJK 1/2014) yang mengatur bahwa setiap permasalahan
antara nasbah dan bank harus diselesaikan oleh bank terlebih dahulu. Apabila tidak berhasil,
maka dapat ditempuh mekanisme pengadilan maupun di luar pengadilan, yaitu melalui
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
POJK 1/2014.

Kata kunci: Perbankan digital, Pelayanan nasabah, risiko penyalahgunaan data


nasabah.

1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Digitalisasi bagi dunia perbankan bukan merupakan sebuah pilihan, melainkan


sebuah keharusan. Hal ini disebabkan karena nasabah mengharapkan adanya
kecepatan, kemudahan, kenyamanan dan ketersediaan layanan kapanpun
dibutuhkan. Seiring dengan perkembangan TI yang begitu cepat dan perubahan
perilaku, kebutuhan nasabah juga terus meningkat sehingga mendorong perbankan
untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabahnya. Saat ini, perbankan mulai
meningkatkan layanannya agar nasabah dapat memperoleh berbagai layanan
perbankan secara mandiri (self-service) tanpa harus mendatangi kantor bank.
Layanan perbankan secara mandiri antara lain melakukan registrasi, transaksi (tunai,
transfer, pembayaran) dan berbagai layanan lainnya, hingga penutupan rekening
yang dikenal juga dengan istilah layanan perbankan digital (digital banking).
Perkembangan layanan perbankan digital didorong oleh hal-hal sebagai berikut: (1)
adanya perkembangan teknologi informasi yang pesat; (2) perubahan gaya hidup
masyarakat sesuai perkembangan teknologi informasi; (3) adanya kebutuhan
masyarakat terhadap layanan perbankan yang efektif, efisien, dapat diakses dari
manapun dan kapanpun, komprehensif, serta mudah; (4) kompetisi industri
perbankan untuk memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; dan (5)
kebutuhan perbankan terhadap operasional yang efisien dan terintegrasi. Hal ini
menjadi dasar dari kemunculan perbankan digital (digital banking).1

Meningkatnya transaksi digital di masa sekarang ini membuat inovasi dalam


dunia perbankan juga turut berkembang. Salah satunya yaitu Tabungan Jenius yang
merupakan inovasi terbaru berkenaan dengan digital banking dari Bank BTPN.
Terobosan baru yang diusung oleh Jenius BTPN yaitu proses pembukaan rekening
full via aplikasi. Setelah mengunduh aplikasi maka calon nasabah akan mengisi form
isian pendaftaran dengan lengkap kemudian melakukan verifikasi akun yang telah
dibuat. Proses verifikasi akun memberikan pilihan untuk kemudahan dan
kenyamanan yaitu bisa datang langsung ke Bank BTPN atau juga memanfaatkan
fitur memanggil petugas dari Bank BTPN untuk datang ke lokasi calon nasabah
berada. Selain itu, banyak fitur lain yang terdapat dalam kartu Jenius BTPN yang
secara keseluruhan dioperasikan hanya dengan aplikasi secara online melalui
smartphone.

1
OJK, Panduan Penyelenggaraan Digital Branch oleh Bank Umum, 2016, hal. 2.

2
Disamping memberikan banyak kemudahan dalam hal transaksi, masuknya
digital banking ke dalam dunia perbankan juga dapat memberikan dampak negatif
dalam hal bank solvency, risks in the banking system and protection of customers.2
Di sisi lain, konsep digital banking dapat memberikan dampak positif seperti
increased competition dan expanding potential market which can ultimately boost
bank’s efficiency and productivity in the financial industry.3 Bank for International
Settlements, memprediksi lima skenario yang akan dihadapi perbankan terkait
penerapan teknologi digital banking. Skenario pertama adalah munculnya bank
yang lebih baik. Bank akan melakukan modernisasi dan digitalisasi. Dalam skenario
ini, bank mendigitalkan dan memodernisasi diri untuk memelihara hubungan dengan
pelanggan dan layanan perbankan inti, memanfaatkan teknologi yang
memungkinkan untuk mengubah model bisnis mereka saat ini. Skenario kedua
adalah munculnya bank baru. Skenario ketiga adalah industri keuangan yang
terfragmentasi antara bank dan perusahaan jasa keuangan yang memanfaatkan
teknologi keuangan. Skenario keempat, peran bank menjadi tidak relevan karena
peran bank sebagai lembaga intermediasi telah sepenuhnya digantikan oleh
teknologi. Skenario terakhir, bank berperan sebagai penyedia layanan komoditas dan
mengirimkan hubungan pelanggan langsung ke penyedia layanan keuangan lainnya,
seperti teknologi keuangan dan perusahaan teknologi besar.4

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, salah satu dampak negatif yang mungkin
muncul dari kemunculan perbankan digital (digital banking) berkaitan dengan risiko
dalam sistem perbankan dan perlindungan konsumen (nasabah). Pesatnya
penggunaan te

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagiamana praktik usaha perbankan dari Jenius BTPN sebagai salah satu
produk digital banking di Indonesia?
2. Bagaimana hubungan hukum antara Bank BTPN dengan nasabah dikaitkan
dengan kasus penyalahgunaan data pada aplikasi Jenius?

2
Rosnita Wirdiyanti, OJK Working Paper: Digital Banking Technology Adoption and Bank Efficiency:
The Indonesian Case, 2018, hal. 2.
3
Ibid.
4
Ibid. hal. 2-3

3
C. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum yang digunakan dalam makalah ini adalah metode
penelitian normatif. Metode penelitian hukum normatif menggunakan bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (yang juga dinamakan
bahan hukum penunjang)5 sebagai bahan hukum yang digunakan dalam mengkaji
rumusan permasalahan. Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang penulis
gunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan peraturan
perundang-undangan (statutory approach) dengan mengkaji berbagai peraturan
perundang-undangan terkait perbankan dan perlindungan konsumen. Proses
perolehan data didapat dari hasil studi pustaka berupa teori, konsep dan pendapat
para ahli mengenai digitalisasi perbankan, hubungan hukum antara bank dan
nasabah, juga terkait perlindungan data nasabah.

I. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. JENIUS BTPN SEBAGAI SALAH SATU PRODUK PERBANKAN DIGITAL

DI INDONESIA

Dengan kemajuan teknologi saat ini, masyarakat sebagai nasabah Bank

memiliki kemudahan dalam mengakses uangnya untuk digunakan dimanapun dan

kapanpun. Perkembangan teknologi dalam dunia keuangan yang juga dimanfaatkan

dalam dunia perbankan dimulai sejak lama. Ada beberapa era yang telah dilalui oleh

teknologi keuangan (financial technology), yang mempengaruhi sektor keuangan

termasuk perbankan. Pada tahun 1987, Anjungan Tunai Mandiri (ATM) mulai

digunakan di Indonesia.6 Fase ini disebut fase pertama atau era bank 1.0. Hal l

memberikan kemudahan bagi nasabah bank di Indonesia dalam melakukan transaksi

5
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006. halaman 33.
6
Ni Luh Wiwik Sri Rahayu Ginantra, Janner Simarmata, Ramen A. Purba, Moch Yusuf Tojiri, Amin Ama
Duwila, Muhammad Noor Hasan Siregar, Lora Ekana Nainggolan, Elisabeth Lenny Marit, Acai Sudirman, Indra
Siswanti, Teknologi Finansial: Sistem Finansial Berbasis Teknologi di Era Digital hal 46, (Medan: Yayasan Kita
Menulis, 2020), hal. 46.

4
pengambilan uang yang disimpan di Bank. Pada fase ini juga terjadi perkembangan

infrastruktur dan dan komputerisasi sehingga membentuk jaringan global.7

Pada tahun 1990, sering disebut juga era bank 2.0, jaringan internet mulai

tersedia. Pada tahun 1998, internet banking mulai digunakan oleh bank di Indonesia

dan pada tahun 2000 juga mulai digunakan electronic banking (e-banking)8.

Selanjutnya, masuk pada era uubank 3.0 pada tahun 2008, e-banking makin gencar

digunakan. Selain itu, berkembang pula electronic money pada tahun 2009.9

Perkembangan dunia ekonomi termasuk perbankan terus berjalan. Mulai dari tahun

2019, Indonesia mulai memasuki era bank 4.0, dimana perbankan digital (digital

banking) menjadi salah satu perhatian utamanya.

Layanan perbankan digital dianggap lebih luas dari layanan perbankan

elektronik. Perbankan digital (digital banking) secara prinsip tidak berbeda dengan

e-banking, namun karakteristik perbankan digital (digital banking) lebih luas, karena

nasabahnya dapat mengakses seluruh layanan perbankan melalui kumpulan e-

banking di satu tempat (digital branch) dan atau melalui satu jenis e-banking pada

perangkat milik bank/nasabah (omni channel). Sementara e-banking lebih terbatas

pada layanan perbankan yang memungkinkan nasabah memperoleh informasi,

berkomunikasi dan transaksi melalui media elektronik seperti ATM, phone banking,

sms banking, electronic fund transfer, internet banking, dan mobile banking, secara

multichannel.10 Adapun perkembangan layanan perbankan digital ini salah satunya

ditandai pada tahun 2016 dengan hadirnya salah satu produk perbankan dari Bank

Tabungan Pensiun Negara (BTPN), yaitu Jenius.

7
Ibid.hal. 46.
8
Ibid. hal. 47.
9
Ibid. hal. 49.
10
Artikel “Digital Banking: Perbankan Harus Senantiasa Sempurnakan Penggunaan IT”, Lintasarta
(2016): 10, diakses pada 24 oktober 2020, https://www.lintasarta.net/wp-content/uploads/2018/10/Majalah-PC-
Edisi-37.pdf.

5
Jenius BTPN adalah sebuah aplikasi berbasis teknologi aplikasi perangkat

seluler, produk ini meminimalkan kebutuhan nasabah untuk pergi ke kantor Bank

maupun menggunakan kertas untuk bertransaksi.11 Nasabah yang menggunakan

Jenius tersebut, tidak perlu lagi ke kantor bank untuk membuka rekening,

mentransfer uang atau kegiatan transaksi perbankan lainnya. Jenius BTPN dianggap

berbeda dengan layanan e-banking yang ada selama ini, karena Jenius BTPN

menawarkan layanan kegiatan perbankan yang pada umumnya dilakukan di suatu

kantor bank menjadi dilakukan dengan memanfaatkan perangkat seluler milik

nasabah.12 Dokumen fisik yang diperlukan untuk menjadi nasabah Jenius BTPN,

diubah menjadi dokumen digital. Begitu pula dengan bukti fisik nasabah pada bank,

seperti buku tabungan, diubah menjadi dokumen digital.

Selanjutnya, berkaitan dengan aspek hukum pembentukan Jenius BTPN pada

tahun 2016 silam, belum terdapat peraturan yang secara khusus yang mengatur

mengenai layanan perbankan digital. Peraturan yang berlaku saat itu adalah terkait

dengan layanan perbankan elektronik yang diatur dalam POJK 38/2016. Dalam

POJK tersebut diatur mengenai Layanan Pebrankan Elektronik, yaitu layanan bagi

nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan

transaksi perbankan melalui media elektronik.13 Adapun contoh Layanan Perbankan

Elektronik antara lain Automated Teller Machine (ATM), Cash Deposit Machine

(CDM), phone banking, Short Message Services (SMS) banking, Electronic Data

Capture (EDC), Point of Sales (POS), internet banking, dan mobile banking.

Sementara, Layanan perbankan Digital diatur secara umum, yaitu merupakan

11
“BTPN Annual report 2016 banking reinvented”, BTPN (2016): 260, diakses pada 23 Oktober 2020,
https://www.btpn.com/btpn-annual-report-2016-en-.pdf.
12
Artikel “Digital Banking: Perbankan Harus Senantiasa Sempurnakan Penggunaan IT”, Lintasarta
(2016): 10, diakses pada 24 oktober 2020, https://www.lintasarta.net/wp-content/uploads/2018/10/Majalah-PC-
Edisi-37.pdf.
13
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 Tahun 2016 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, LN Tahun 2016 Nomor 267, TLN
Nomor 5963, Pasal 1 angka 3.

6
lanjutan dari Layanan Perbankan Elektronik dan diatur dalam POJK tersendiri. 14

Dalam penjelasan Pasal 28 POJK 38/2016, diatur pula bahwa produk Layanan

Perbankan Elektronik adalah produk baru yang memiliki karakteristik berbeda

dengan produk yang telah ada di Bank dan/atau menambah atau meningkatkan

eksposur risiko tertentu pada Bank.15 Mengingat belum ada pengaturan lain oleh

OJK terkait dengan perbankan elektronik/digital, maka kami mengasumsikan bahwa

Jenius dari BTPN dibuat berdasarkan POJK 38/2016 tersebut, dan dikategorikan

sebagai produk layanan perbankan eketronik sebagaimana dimaksud dalam bagian

penjelasan Pasal 28 POJK 38/2016 tersebut.

Peraturan untuk perbankan digital mengalami pembaharuan semenjak OJK

menerbitkan POJK 12/2018. Peraturan ini diterbitkan agar Bank dapat memberikan

layanan kepada nasabah secara personal pada era perbankan digital sejak hubungan

usaha antara nasabah dengan Bank dimulai sampai dengan berakhir. Proses

pembukaan rekening simpanan, eksekusi transaksi keuangan, hingga penutupan

rekening simpanan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi.16

Dengan adanya POJK 12/2018 ini, Jenius BTPN perlu menyesuaikan hal-hal yang

baru dari pengaturan Layanan perbankan digital (digital banking) tersebut, dan lebih

menyempurnakan layanan yang diberikannya. Adapun dalam POJK 12/2018

tersebut, Layanan Perbankan Digital didefinisikan sebagai Layanan Perbankan

Elektronik yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah

dalam rangka melayani nasabah secara lebih cepat, mudah, dan sesuai dengan

kebutuhan (customer experience), serta dapat dilakukan secara mandiri sepenuhnya

oleh nasabah, dengan memperhatikan aspek pengamanan.17 Dari definisi tersebut

14
Ibid. Pasal 27.
15
Ibid.
16
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan
Perbankan Digital Oleh Bank Umum, LN Tahun 208 Nomor 217, TLN Nomor 6235, Bagian Umum Penjelasan.
17
Ibid. Pasal 1 angka 4.

7
dapat dilihat bahwa Layanan Perbankan Digital adalah pengembangan dari Layanan

Perbankan Elektronik.

Dalam rangka menjaga kelangsungan suatu bank, POJK 12/2018 mengatur agar

bank dapat menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap calon nasabahnya, yaitu

dengan memastikan identifikasi calon nasabah dan melakukan verifikasi atas

informasi dan dokumen pendukung dari calon nasabah tersebut dengan

memperhatikan faktor keaslian dari calon nasabah.18 Hal lain yang perlu

diperhatikan adalah sistem teknologi informasi dari bank harus selalu siap dan

terjaga kestabilannya untuk mendukung pelayanan kepada nasabah.

B. HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK BTPN DAN NASABAH

Berdasarkan Pasal 1 angka 16 UU 10/1998, yang dimaksud dengan nasabah

adalah pihak yang menggunakan jasa bank dan dibagi menjadi:

1. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam

bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.

2. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah bersangkutan.

Dana yang dihimpun oleh bank dalam bentuk simpanan. Simpanan adalah dana

yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian

penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan

dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Adapun definisi dari bentuk

simpanan, sebagai berikut:

18
Ibid. Pasal 11.

8
1. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan

pemindahbukuan.

2. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada

waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

3. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti

penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

4. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut

syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,

dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.19

Pada Penjelasan Pasal 29 ayat (3) dan (4) UU 10/1998, disebutkan bahwa

hubungan antara bank dengan nasabah didasarkan sebagai suatu hubungan

kepercayaan (fiduciary relationship). Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib

menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang

memercayakan dananya kepada bank. Untuk kepentingan nasabah, bank wajib

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Bank adalah lembaga kepercayaan masyarakat (fiduciary financial institution),

ia mempunyai misi dan visi yang sangat mulia yaitu sebagai lembaga yang diberi

tugas untuk mengemban amanat pembangunan bangsa demi tercapainya peningkatan

taraf hidup rakyat sebagaimana dikemukakan oleh Nindyo Pramono.20

Demikian halnya dikemukakan oleh Hirsanudin bahwa hubungan bank dengan

nasabah dilandasi oleh asas kepercayaan atau fiduciary relation ialah bahwa bank

tidak boleh hanya memperhatikan kepentingannya sendiri semata-mata, tetapi juga


19
Trisadi P. Usanti, Abd. Shomad, Hukum Perbankan, (Jakarta: Kencana, 2017), hal.17
20
Ibid. Hal. 18.

9
harus memperhatikan kepentingan nasabah, baik nasabah penyimpan dana maupun

pengguna dana. Kewajiban fiducia dapat timbul karena adanya kontrak dan juga

timbul karena adanya suatu hubungan di antara dua pihak.21 Suatu bank memiliki

hubungan dengan nasabahnya sehingga apabila bank merugikan nasabahnya dengan

melakukan unsafe and unsound practice, bank dapat digugat karena melanggar

fiduciary duty yang diembannya. Nindyo Pramono juga berpendapat bahwa bank di

dalam menghimpun dan mengelola dana masyarakat itu didasarkan atas prinsip

kepercayaan. Nasabah memercayakan dananya untuk disimpan di bank dalam suatu

portofolio dan diminta kembali oleh nasabah, bank mampu menyediakannya. Sifat

hubungan hukum demikian bukan sekadar hubungan debitur dan kreditur semata.

Oleh sebab itu, sifat hubungan hukum antara bank dan nasabah lebih tepat jika

dikatakan sebagai hubungan kepercayaan (fiduciary relation). Prinsip kepercayaan

merupakan prinsip yang harus dipegang teguh dalam pengelolaan industri

perbankan. Hal ini juga ditekankan oleh Edward L. Symons dan James J. White

sebagaimana, dikutip oleh Sutan Remy Sjahdeini bahwa hubungan antara bank dan

nasabah bukanlah hanya sekadar hubungan debitur semata, tetapi lebih dari itu.

Dilihat dari transaksi loan dan deposit adalah memang hubungan debitur-kreditur.

Namun mengingat status bank yang unik di dalam masyarakat kita di mana bank

adalah a place of special safety and probity, maka hubungan tersebut adalah suatu

fiduciary.22

Dari hubungan hukum yang terbentuk antara bank dan nasabah ada empat

prinsip dasar yang mendasarinya sebagaimana dikemukakan oleh Nindyo Pramono,

di samping itu keempat prinsip dasar tersebut juga menjelaskan sifat hubungan

antara bank dan nasabah penyimpan dana, yaitu:23

1. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Principle, Fiduciary Relation)


21
Ibid.
22
Ibid. Hal. 18
23
Ibid.

10
Bank di dalam menghimpun dan mengelola dana masyarakat itu

didasarkan atas prinsip kepercayaan. Nasabah memercayakan dananya untuk

disimpan di bank dalam suatu portofolio dan dikelola dengan aman dan jujur,

yang sewaktu-waktu diminta kembali oleh nasabah, dan bank mampu

menyediakannya. Sifat hubungan hukum demikian bukan sekadar hubungan

debitur dan Kreditur semata. Oleh sebab itu, sifat hubungan hukum antara bank

dan nasabah lebih tepat jika dikatakan sebagai hubungan kepercayaan (fiduciary

relation). Prinsip kepercayaan merupakan prinsip yang harus dipegang teguh

dalam pengelolaan industri perbankan. Bank terutama bekerja dengan dana

masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, oleh karenanya

setiap bank perlu menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan

masyarakat padanya. Pada hubungan antara bank dan nasabah simpanan tidak

ada jaminan baik jaminan kebendaan ataupun jaminan perorangan yang

diberikan oleh bank kepada nasabah untuk menjamin pinjaman tersebut,

sebagaimana pada umumnya bahwa bank mensyaratkan adanya jaminan dalam

perjanjian kredit antara bank dan nasabah debitur. Nasabah penyimpan dana

berdasarkan kepercayaan menempatkan dananya pada bank untuk dikelola.

2. Prinsip Kerahasiaan (Confidental Principle, Confidential Relation)

Prinsip rahasia bank menjadi sangat penting dijaga dalam industri

perbankan karena prinsip tersebut merupakan jiwa dari industri perbankan.

Stabilitas sistem keuangan akan dapat goyah jika bank tidak menganut prinsip

kerahasiaan ini. Jika identitas atau keberadaan nasabah dan simpanannya atau

rekeningnya, misalnya rekening giro seorang nasabah bank tanpa alasan hukum

yang kuat begitu mudah diterobos oleh pihak yang tidak berkepentingan dengan

rekening giro tersebut atau dibocorkan kepada pihak yang tidak berkepentingan.

Dampaknya sudah dapat dipastikan bahwa pemilik rekening akan merasa

11
privasinya terganggu dan dapat dipastikan jika nasabah tersebut tidak merasa

aman lagi berkaitan dengan harta milik yang disimpan di suatu bank tertentu,

maka ia akan memindahkan ke tempat lain yang menjanjikan keamanan dan

kerahasiaannya. Diketahui bahwa kegiatan usaha bank bergantung pada

sebagian besar dana masyarakat yang memercayakan dananya pada bank.

3. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle, Prudential Relation)

Pasal 2 UU 10/1998 menegaskan bahwa perbankan Indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan

prinsip kehati-hatian. Hal ini dihubungkan dengan kewajiban bank untuk tidak

merugikan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank,

sekalipun uang yang disimpan oleh nasabah telah menjadi milik bank sejak

disetorkan dan selama dalam penyimpanan bank, tetapi bank tidak dapat

menggunakan secara bebas tanpa adanya rambu-rambu yang menjamin

keamanan dana tersebut. Bank mampu membayar kembali dana kepada nasabah

jika sewaktu-waktu ditarik oleh penyimpannya.

4. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle)

Prinsip Know Your Customer (KYC) adalah prinsip yang diterapkan bank

untuk mencermati dan mengetahui identitas nasabah serta memantau kegiatan

transaksi nasabah, termasuk pelaporan jika terdapat transaksi yang diduga

mencurigakan. Tujuan penerapan KYC adalah untuk mengenal profil dan

karakter transaksi nasabah sehingga secara dini bank dapat mengidentifikasi

transaksi yang diduga mencurigakan tersebut, untuk meminimalisasi operational

risk, legal risk, concentration risk, dan reputational risk. Ketidakcukupan

penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat memperbesar risiko yang dihadapi

bank dan dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan bagi bank

baik dari sisi aktiva maupun pasiva bank.

12
Mengingat hal tersebut dan dengan memperhatikan rekomendasi dari Basel

Committee on Banking Supervision dalam Core Principles for Effective Banking

Supervision bahwa penerapan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan faktor

yang penting dalam melindungi kesehatan bank, maka bank perlu menerapkan

Prinsip Mengenal Nasabah secara lebih efektif.24

Tuntutan perkembangan digital dan nasabah yang semakin kompleks dunia

perbankan hadir melalui perkembangan digital dimana dunia digital sudah hadir di

segala aspek kehidupan masyarakat, salah satu produk digital perbankan yaitu Jenius

BTPN yang dalam memberikan layanannya tidak lepas dari asas dan prinsip dari

pada bank itu sendiri yaitu prinsip Nasabah dengan Bank.

C. RISIKO LAYANAN PERBANKAN DIGITAL PADA JENIUS

Jenius dari BTPN yang merupakan bank berbentuk digital yang memanfaatkan

sistem informasi teknologi memiliki risiko yang dapat merugikan nasabah. Risiko

tersebut timbul dari penyalahgunaan data atau akun yang dimiliki nasabah. Terdapat

beberapa serangan dari sisi penggunaan sistem teknologi dan informasi, yaitu:

1. Domain Name System (DNS) Hijacking, merupakan suatu serangan keamanan

jaringan komputer di mana penyerang dapat meletakkan dirinya di antara klien

dan server DNS. Kemudian penyerang dapat mengambil informasi dari klien

dan mengirimkan kembali informasi yang palsu ke klien sebelum informasi asli

sampai ke server DNS. Tipe serangan ini bergantung dari kondisi siapa yang

lebih cepat. Jika penyerang ingin serangannya berhasil, maka pernyerang harus

membalas informasi yang diterimanya kepada klien sebelum informasi asli

sampai ke server yang sesungguhnya.

a. Phishing, yaitu serangan jarak jauh yang paling sering terjadi terhadap

layanan keuangan online. Seorang penyerang membuat website persis

24
Ibid. Hal. 21

13
sama dengan website aslinya dan menggunakan alamat website mirip

dengan aslinya sehingga tidak mudah dicurigai. Kemudian penyerang

mengirimkan e-mail ke sejumlah akun e-mail dimana isinya memberikan

link yang merupakan website palsu yang tersembunyi, untuk diklik oleh

calon korban dan diyakinkan oleh penyerang untuk mengisi data karena

ada perbaikan dengan alassan tertentu, sehingga -data pribadi dari nasabah

sebagai korban tersebut disalahgunakan oleh penyerang untuk mencuri

ataupun untuk keperluan negatif lainnya.

b. Typo Site, yaitu pelaku membuat nama situs palsu yang sama persis

dengan situs asli dan membuat alamat yang mirip dengan situs asli agar

korban memberikan data dan password.

c. Interception, yaitu pihak yang tidak berhak berhasil mengakses aset atau

informasi. Contoh dari serangan ini adalah penyadapan.25

Serangan-serangan tersebut di atas menimbulkan risiko bagi nasabah, yaitu

apabila pelaku/penyerang berhasil mengambil data nasabah, maka data tersebut

dapat digunakan untuk masuk ke dalam akun nasabah dan uang yang tersimpan

dapat diambil. Bank sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, akan

mempercayai segala transaksi yang dilakukan oleh akun nasabah tersebut sesuai

dengan yang telah dicantumkan dalam dokumen syarat dan ketentuan.26

Risiko-risiko tersebut pada umumnya dapat tetap terjadi walaupun bank sudah

menjaga dengan ketat keamanan sistem teknologi dan informasinya. Hal ini karena

kewaspadaan dari nasabah terhadap keamanan akses akun digital, baik untuk

keperluan perbankan maupun electronic commerce (e-commerce), misalnya saja

password yang mudah ditebak atau sama dengan keseluruhan onlie access, jaringan
25
Maynina Norshela Hastuti, Rialda Annisya, “Security System Layanan Internet Banking PT BANK
MANDIRI (Persero) Tbk.“, Jurnal Sistem Komputer Volume 2 Number 2, (2012): 57, diakses pada tanggal 25
Oktober 2020, http://jsiskom.undip.ac.id/index.php/jsk/article/view/38/28.
26
BTPN, Syarat dan Ketentuan Pengguna Jenius, diakse 24 Oktober 2020,
https://www.jenius.com/terms-and-condition.

14
internet yang tidak aman, antivirus yang kadaluarsa, jarang memeriksa akun seperti

akun pada e-commerce tersambung dengan pembayaran digital melalui bank.27

Risiko yang paling mungkin terjadi pada nasabah Jenius BTPN adalah metode

phising.28 Seperti pada kasus yang terjadi pada seorang nasabah Jenius pada bulan

Juni tahun 2020. Seorang nasabah pada pagi hari tanggal 8 Juni 2020 mendapati

notifikasi transaksi sebesar 3,2 (tiga koma dua) juta rupiah dalam semalam. Nasabah

mengakui handphone dalam keadaan aeroplane saat dibawa tidur pada malam

harinya, dan tidak melakukan transaksi apapun hingga pada pagi hari menemukan

notifikasi tesebut, dimana semua transaksi dikatakan menggunakan Paypal. Nasabah

segera memindahkan sisa sladonya ke rekening lain kemudian memblokir sementara

M-Card dan E-card-nya. Selama ini nasabah menganggap penggunaan aplikasi

Jenius sudah cukup aman dengan adanya system fingerprint dan bahwa semua

trtansaksi di atas 500 (lima ratus) ribu rupiah wajib memakai password. Saat

dihubungi, pihak Jenius menyarakan untuk melakukan pemblokiran secara

permanen dan kartu baru akan segera dikirimkan. kemudian meminta untuk

menunggu konfirmasi selama 14 (empat belas) hari kerja. Nasabah pun

menambahkan keterangan bahwa saldo yang terkuras adalah yang disimpan di saldo

aktif, sedangkan saldo yang disimpan di fitur Dream dan Flexi Saver masih aman. 29

Pada 9 Juni 2020, pihak Jenius BTPMN mengatakan kasusnya bisa terjadi akibat

kartu Jenius nasabah terkoneksi dengan e-commerce, nasabah mengaku aneh dengan

pernyataan tersebut karena selama ini dia juga melakukan dengan bank lain dan

belum pernah terjadi kasus. Selanjutnya, pada tanggal 10 Juni 2020, sejumlah dana

masuk ke rekening nasabah, ketika dipastikan, pihak Jenius BTPN memberikan

27
Ibid.
28
Adi Briantika, “Ruby Alamsyah Founder, CEO & Chief Digital Forensic dari PT Digital Forensic
Indonesia: Transaksi Siluman di Rekening Jenius Bermodus Phishing?", Tirto.id, 13 Juni 2020, diakses 25
Oktober 2020, https://tirto.id/fG4jhttps://tirto.id/transaksi-siluman-di-rekening-jenius-bermodus-phishing-fG4j
29
Kumparan, “Kronologi Lengkap Nasabah Jenius Kena Bobol Rp 3,2 Juta”, Kumparan.com (11 Juni
2020), diakses 25 Oktober 2020, https://kumparan.com/kumparanbisnis/kronologi-lengkap-nasabah-jenius-kena-
bobol-rp-3-2-juta-1tam3RwCmEH/full.

15
keterangan bahwa dana tersebut sebagai refund dari transaksi e-commerce pada

tanggal 7 Juni 2020, yang diakui nasabah bahwa ia tidak pernah melakukan transaksi

apapun pada tanggal tersebut. Namun dana tersebut tidak ada di saldo aktif, dan baru

akan masuk ke M-card pada tanggal 12 Juni 2020. Hari yang sama, tanggal 10 Juni

2020, pada sore hari, Jenius BTPN mengirimkan sejumlah dana yang diakui sebagai

immediate refund, namun dana belum sah menjadi milik nasabah karena kasus masih

dalam investigasi dan harus dibuktikan bahwa nasabah benar tidak melakukan

trasaksi. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2020, Jenius BTPN melakukan refund dana

sejumlah yang terpangkas dan menjadi milik nasabah, namun investigasi terus

berlanjut.

Menanggapi kasus tersebut, Founder, CEO & Chief Digital Forensic dari PT

Digital Forensic Indonesia Ruby Alamsyah mengatakan pelaku kemungkinan

menggunakan teknik phishing.30 Dalam makalah berjudul The State of Phishing

Attacks, Jason Hong mengatakan bahwa phishing bekerja dalam tiga tahap. Pertama,

calon korban menerima umpan; kemudian ia mengambil tindakan yang disarankan

dalam pesan umpan itu, biasanya pergi ke situs palsu atau memasang malware

secara tak sadar atau membalas pesan dengan menyertakan informasi sensitif; dan

yang terakhir adalah pelaku memonetisasi informasi yang dicuri. Modus sejenis ini

terjadi berselang satu hingga dua hari sebelum nasabah menjadi korban. Karena

yang dibutuhkan hanya nomor kartu dan CVV (tiga atau empat digit terakhir yang

tertera di balik kartu kredit), maka pelaku tidak perlu mengakses aplikasi Jenius

korban atau tidak memerlukan autentikasi apapun seperti yang dibutuhkan saat

penggunaan aplikasi Jenius BTPN.31

30
Adi Briantika, “Ruby Alamsyah Founder, CEO & Chief Digital Forensic dari PT Digital Forensic
Indonesia: Transaksi Siluman di Rekening Jenius Bermodus Phishing?", Tirto.id, 13 Juni 2020, diakses 25
Oktober 2020, https://tirto.id/fG4jhttps://tirto.id/transaksi-siluman-di-rekening-jenius-bermodus-phishing-fG4j.
31
Ibid.

16
Selain contoh kasus di atas, risiko yang mungkin timbul dari pemanfaatan

Layanan Perbankan Digital Jenius BTPN adalah penipuan dengan modus berpura-

pura sebagai call center, sehingga nasabah percaya untuk memberikan informasi

terkait akun perbankannya. Seperti pada kasus yang terjadi pada seorang nasabah

BTPN yang juga menggunakna rekening Jenius yang mengalami pembobolan

hingga lebih dari 50 (lima puluh) juta rupiah. 32 Kasus ini berawal dari adanya

panggilan telepon dari pihak penipu yang seolah-olah bertindak sebagai call center

Jenius pada tanggal 7 September 2020. Panggilan telepon tersebut

megabarkan tentang adanya pembaruan system dan penggantikan kartu ATM. Pada

saat itu, korban memberitahukan data diri sehingga pelaku dapat mengakses aplikasi

Jenius BTPN korban. Uang korban kemudian ditransfer ke rekening pengguna

Jenius BTPN yang lain yang tinggal di Lampung yang mengaku rekeningnya sedang

di-hack orang tidak dikenal. Nasabah mengadukan hal ini pada pihak Jenius BTPN,

Otoritas Jasa Keuangan, dan kepolisian, namun pelaku tetap tidak dapat diciduk.

Nasabah menyesalkan jenis tabungan deposito yang dapat dengan mudah ditarik.

Penipuan pada nasabah dengan Layanan Perbankan Digital dapat terjadi dengan

kemungkinan yang lebih besar, mengingat proses kegiatan perbankan dari Layanan

Perbankan Digital dilakukan tanpa bertemu fisik, maka nasabah akan lebih mudah

percaya apabila ada orang yang mengaku sebagai petugas jenius dari BTPN.

Terkait dengan kasus tersebut di atas, dapat dicermati bahwa serangan tersebut

menyebabkan nasabah melakukan kesalahan dengan memberikan data pribadi.

Namun hal ini perlu pula menjadi perhatian bagi sistem keamanan perbankan agar

lebih hati-hati kembali dalam menjaga sistem keamanan dalam transfer dana milik

nasabah. Selain itu, bank perlu aktif memberikan sosialisasi terhadap cara

32
M. Richard, “Ada Pembobolan Rekening Digital, Ini Kata BTPN Soal Keamanan Akun Jenius”,
Bisnis.com (21 September 2020), diakses 25 Oktober 2020,
https://finansial.bisnis.com/read/20200921/90/1294614/ada-pembobolan-rekening-digital-ini-kata-btpn-soal-
keamanan-akun-jenius.

17
komunikasi dengan nasabah, dan nomor telepon nasabah pun perlu untuk

dipertanggungjawabkan kerahasiaannya.

D. PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH PENGGUNA LAYANAN

PERBANKAN DIGITAL

Perlindungan terhadap nasabah pengguna Layanan Perbankan Digital

merupakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh bank. Nasabah

merupakan konsumen pengguna jasa Layanan Perbankan Digital yang perlu

mendapat perlindungan konseumen. Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum

bagi konsumen Layanan Pebrankan Digital tersebut, dapat diuraikan menurut jenis

perlindungan hukum ada 2 (dua) bentuk yaitu perlindungan hukum preventif dan

represif.33

1. Perlindungan Preventif Terhadap Pengguna Nasabah Layanan Perbankan

Digital

Perlindungan preventif adalah upaya dalam mencegah atas keselamatan dan

ancaman melalui peraturan perundang-undangan. Upaya ini merupakan upaya

hukum untuk menanggulangi keadaan yang tidak diharapkan nantinya oleh

nasabah.34 Perlindungan nasabah yang sifatnya preventif tersebut secara umum

dapat ditemukan dalam UU 10/1998, UU 8/1999, dan POJK 12/2018.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh bank atas Layanan Perbankan Digital

berdasarkan UU 10/1998, terdiri atas:

a. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian

nasabah terkait layanan perbankan digital, yang dimaksudkan agar akses

untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank

33
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Percetakan M2 Print,
2007), hal. 3
34
Tami Rusli, “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah) Electronic BankingMelalui Anjungan Tunai
Mandiri (ATM)”, Jurnal Pranata Hukum Vol 5 No 2, (2010): 69-70, diakses pada 25 Oktober 2020,
http://jurnal.ubl.ac.id/index.php/PH/article/view/143/142

18
menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam

dunia perbankan;

b. Rahasia bank, yang dimaksudkan agar kepercayaan masyarakat lahir

apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang data

pribadi pengguna layanan perbankan digital ataupun data simpanan serta

keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan; dan

c. Setiap bank wajib menjamin dana nasabah pengguna layanan perbankan

digital yang disimpan di bank melalui dibentuknya Lembaga Penjamin

Simpanan.

Selanjutnya, Bank juga bertanggung jawab untuk melaksanakan amanat UU

8/1999, dalam penyelenggaraan perlindungan nasabah pengguna layanan

perbankan digital, dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai pelaku

usaha, antara lain:

a. Menerapkan itikad baik saat menjalankan kegiatan usaha, termasuk layanan

perbankan digital;

b. Memberikan pelayanan kepada nasabah dengan benar, jujur dan tidak

diskriminatif;

c. Memberikan jaminan kualitas barang maupun jasa yang dipasarkan

kemasyarakat atas ketentuan standar kualitas barang maupun jasa, termasuk

layanan perbankan digital;

d. Informasi mengenai kondisi jaminan barang maupun jasa wajib diberikan

oleh bank secara benar, jelas dan jujur. Bank selaku pelaku usaha wajib

memberikan penjelasan penggunan, perbaikan dan pemeliharaan;

e. Dalam hal menguji atau mencoba barang maupun jasa bank diwajibakan

memberikan kesempatan serta memberikan garansi terhadap barang

maupun jasa yang dipasarkan; dan

19
f. Bank wajib memberi konpensasi, ganti rugi maupun penggantian atas

kerugian akibat penggunaan dan pemamfaatan atas barang maupun jasa

sesuai dengan perjanjian.

Selain ketentuan Pasal 29 ayat (4) UU 10/1998 mengenai penyediaan

informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian, Pasal 40 ayat (1)

dan ayat (2) UU 10/1998 mengenai rahasia bank, Pasal 37B ayat (1) dan (2) UU

10/1998 mengenai jaminan atas simpanan nasabah melalui LPS dan Pasal 18

UU 8/1999 tentang klausula baku, POJK 12/2018 mengatur juga tentang

perlindungan nasabah. Dalam Pasal 21 POJK 12/2018, diatur ketentuan agar

bank penyelenggara Layanan Perbankan Digital wajib menerapkan prinsip

perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.

Bank penyelenggara Layanan Perbankan Digital juga wajib memiliki fungsi dan

mekanisme penanganan setiap pertanyaan dan/atau pengaduan dari nasabah

yang beroperasi selama 24 (dua puluhh empat) jam dalam sehari.

Pelayanan dan pengaduan nasabah juga diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank

Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah (PBI

10/2008) menyebutkan bahwa pengaduan adalah ungkapan ketidak puasan

nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada nasabah

yang diduga karena kesalahan atau kelalaian bank. Sementara itu, PBI 10/2008

juga mengatur bahwa bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang

diajukan nasabah atau perwakilan nasabah melalui prosedur tertulis yang

meliputi penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan, serta

pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.

20
Pengaturan penyelesaian pengaduan nasabah lainnya diatur dalam Surat

Edaran OJK No.2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian

Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (SEOJK-2/2014). Di

dalam SEOJK 2/2014 tersebut disebutkan bahwa bank dalam menyelesaikan

pengaduan wajib disertai dengan pernyataan maaf serta menawarkan ganti rugi

(Redress/Remedy) apabila nasabah tersebut mengalami kerugian materiil.

Mengacu pada peraturan perundang-undangan tersebut, perlindungan

preventif dapat meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Regulasi

Upaya perlindungan hukum konsumen perbankan dapat dilihat pada

peraturan perundang-undangan yang diterbitkan untuk melindungi

konsumen, termasuk nasabah.35 Hal ini sudah dilakukan oleh Pemerintah

dan juga Otoritas Jasa Keuangan dengan menerbitkan peraturan perundang-

undangan terkait dengan perlindungan konseumen, termasuk nasabah bank.

b. Pembinaan

Pembinaan diperlukan untuk menunjang bank dalam melaksanakan fungsi

pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen dan mempertimbangkan

aspek manajemen resiko. dalam SEOJK 2/ 2014 telah diatur bahwa pelaku

usaha jasa keuangan, termasuk bank, wajib untuk melakukan pelatihan bagi

karyawan yang ebrhadapan langsung dnegan konsumen, melakukan

pengawasan pelaksa-naan pelayanan dan penyelesaian pengaduan

konsumen dan penyusunan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

c. Pengaduan Layanan
35
Rati Maryani Palilati, “Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan”,
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5 No 1, (2017): 55, diakses 25 Oktober 2020,
https://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/view/414/pdf_34

21
Dalam SEOJK 2/2014 diiatur pula mengenai ketentuan mengenai pelayanan

dan penyelesaian pengaduan konsumen pada Pelaku Usaha Jasa keuangan,

yaitu mekanisme dalam pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen.

d. Sanksi

Penetapan sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan merupakan salah satu

kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam Pasal 9 huruf g

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

yaitu sanksi administratif bagi pihak yang tidak memenuhi ketentuan

peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

2. Perlindungan Represif Terhadap Nasabah Pengguna Layanan Perbankan

Digital.

Perlindungan represif adalah upaya yang bertujuan dalam menyelesaikan

sengketa yang timbul atau permasalahan lainnya.36 Menurut ketentuan Pasal 39

POJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, diatur bahwa apabila konsumen dan pelaku usaha jasa keuangan

tidak mencapai kesepakatan penyelesaian pengaduan, maka konsumen dapat

melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui lembaga alternatif

penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau

melalui pengadilan penyelesaian pengaduan konsumen, salah satunya nasabah

perbankan. Lebih lanjut Otoritas Jasa Keuangan mengatur pula mengenai

perlindungan represif untuk sengketa yang mungkin terjadi antara bank dan

konsumen, yaitu dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan (POJK

1/2014). Dalam POJK 1/2014 diatur agar setiap permasalahan antara konsumen

dan Lembaga jasa keuangan. Dalam hal ini nasabah dan bank, harus

36
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987)
hal. 5

22
diselesaikan oleh bank terlebih dahulu. Dalam hal tidak dapat diselesaikan oleh

bank, maka dapat dipilih mekanisme pengadilan atau melalui luar pengadilan

yaitu Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang merupakan yang

melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang ditetapkan oleh

Otoritas Jasa Keuangan sesuai dnegan ketentuan yang diatur dalam POJK

1/2014.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, dikaitkan dengan pengalaman

kasus yang terjadi pada Layanan Perbankan Digital Jenius, terdapat perlindungan

konsumen preventif yang dilakukan oleh Jenius dari BTPN sesuai dengan SEOJK

2/2014, yaitu call center 24 jam bagi kepentingan nasabah, pengajuan keluhan

melalui website dan standar operasional prosedur yang telah diterapkan oleh Jenius

dari BTPN, yaitu layanan pengaduan nasabah.37

Adapun prosedur layanan pengaduan nasabah jenius BTPN, yaitu:

a. Melalui pengaduan lisan, yang harus dilakukan senidir oleh nasabah

bersangkutan, dengan menggunakan saluran call center; atau

b. Melalui pengaduan tertulis, dapat dilakukan oleh nasabah bersangkutan atau

perwakilannya, dengan datang langsung ke cabang BTPN, website BTPN, atau

melalui e-mail BTPN.38

Pengaduan nasabah tersebut akan ditindaklanjuti oleh Jenius BPN dengan

dalam jangka waktu 2 (dua) hari untuk pengaduan lisan dan 20 (dua puluh) hari

untuk pengaduan tulisan. Selanjutnya, akan terus dipantau ddan diberikan solusi.

Prosedur tersebut layanan Jenius BTPN tersebut telah sesuai dengan ketentuan

dalam POJK 12/2018 dan PBI 10/2008, dimana bank harus memiliki layanan

pengaduan 24 (dua puluh empat) jam, dan dengan prosedur tertulis.

37
Pengaduan dan pelayanan dapat dilihat pada situs: https://www.jenius.com/en/pengajuan-keluhan
38
Jenius BTPN, Informasi Tatacara Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen, diakses pada
25 Oktober 2020, https://www.btpn.com/pdf/bank-mediation/informasi-tata-cara-pelayanan-dan-penyelesaian-
pengaduan-konsumen---032018.pdf

23
Terkait dengan telah kasus hilangnya dana dari rekening dana nasabah

sebagaimana dimaksud dalam pembahasan huruf C di atas, penyelesaian yang

dilakukan oleh BTPN Jenius tersebut telah memperhatikan ketentuan POJK 12/2018,

yaitu memberikan ganti kerugian materiil kepada nasabah. Pada kasus hilangnya dana

nasabah tersebut, Jenius dari BTPN memberikan penyelesaian secara cepat melalui

immediate refund berupa penggantian rugi dana yang hilang setelah nasabah

memberikan bukti bahwa itu bukan transaksi yang dilakukan oleh nasabah, dan

melakukan investigasi atas kasus tersebut.

Namun demikian, apabila pengaduan nasabah Jenius dari BTPN tidak

ditindaklanjuti oleh Jenius BTPN, maka dapat menjadi sengketa yang dapat

diselesaikan melalui mekanisme pengadilan atau penyelesaian alternatif sengketa di

luar pengadilan, sebagaimana diatur dalam POJK 1/2013 dan POJK 1/2014.

E. PENUTUP

Perlindungan konsumen untuk nasabah pengguna Layanan Digital Perbankan,

sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain UU 8/1999, UU

10/1998, POJK 12/2018, POJK 38/2016, POJK 1/2013 dan peraturan pelaksana lain

seperti peraturan Bank Indonesia.

Pada Jenius dari BTPN juga sudah menerapkan ketentuan yang diatur oleh

peraturan perundang-iundangan, khususnya untuk memberikan perlindungan

penggunaan Layanan Perbankan Digital oleh nasabah. Namun, dengan

berkembangnya teknologi informasi tersebut, perbankan selaku pelaku usaha jasa

keuangan harus terus melakukan inovasi untuk menghadapi celah dari teknologi

tersebut.

Pemenuhan perlindungan hak nasabah sudah dilakukan dengan baik oleh Jenius

dari BTPN dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. Namun, apabila

24
hilangnya dana nasabah terus terjadi dan mengakibatkan bank harus mengganti

kerugian materil tersebut, maka hal ini akan menyebabkan kerugian pada bank yang

harus terus menerus mengganti kerugian nasabah.

DAFTAR PUSTAKA

25
BUKU

Ginantra , Ni Luh Wiwik Sri Rahayu, Janner Simarmata, Ramen A. Purba, Moch Yusuf
Tojiri, Amin Ama Duwila, Muhammad Noor Hasan Siregar, Lora Ekana Nainggolan,
Elisabeth Lenny Marit, Acai Sudirman, Indra Siswanti, Teknologi Finansial: Sistem
Finansial Berbasis Teknologi di Era Digital. Medan: Yayasan Kita Menulis. 2020.

Soemitro, Roni Hanitijo. Metode Penelitian Hukum dan Jarimetri Jakarta: Ghalia Indonesia.
1990.

Usanti, Trisadi P., Abd. Shomad. Hukum Perbankan. Jakarta: Kencana. 2017.

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Percetakan M2


Print. 2007.

-------------------------. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (Surabaya: PT. Bina


Ilmu, 1987).

UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790.

Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3821.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 Tahun 2016 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan
Layanan Perbankan Digital Oleh Bank Umum.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan

JURNAL

Hastuti, Maynina Norshela, Rialda Annisya, “Security System Layanan Internet Banking PT
BANK MANDIRI (Persero) Tbk“. Jurnal Sistem Komputer Volume 2 No. 2. 2012.

Palilati, Rati Maryani. “Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa
Keuangan”, Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Volume 5 No 1. 2017.

Rusli, Tami. “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah) Electronic Banking Melalui


Anjungan Tunai Mandiri (ATM)”, Jurnal Pranata Hukum Volume 5 No 2. 2010.

Wirdiyanti, Rosnita. Digital Banking Technology Adoption and Bank Efficiency: The
Indonesian Case. OJK Working Paper. 2018.

26
ARTIKEL

“Digital Banking: Perbankan Harus Senantiasa Sempurnakan Penggunaan IT”, Lintasarta


(2016): 10, diakses pada 24 oktober 2020, https://www.lintasarta.net/wp-
content/uploads/2018/10/Majalah-PC-Edisi-37.pdf.

“Digital Banking: Perbankan Harus Senantiasa Sempurnakan Penggunaan IT”, Lintasarta


(2016): 10, diakses pada 24 oktober 2020, https://www.lintasarta.net/wp-
content/uploads/2018/10/Majalah-PC-Edisi-37.pdf

“Transaksi Siluman di Rekening Jenius Bermodus Phishing?", Tirto.id (13 Juni


2020), diakses pada 25 Oktober 2020, https://tirto.id/fG4jhttps://tirto.id/transaksi-siluman-di-
rekening-jenius-bermodus-phishing-fG4j

“Kronologi Lengkap Nasabah Jenius Kena Bobol Rp 3,2 Juta”, Kumparan.com (11 Juni
2020), diakses pada 25 Oktober 2020, https://kumparan.com/kumparanbisnis/kronologi-
lengkap-nasabah-jenius-kena-bobol-rp-3-2-juta-1tam3RwCmEH/full.

“Ada Pembobolan Rekening Digital, Ini Kata BTPN Soal Keamanan Akun Jenius”,
Bisnis.com (21 September 2020), diakses pada 25 Oktober 2020,
https://finansial.bisnis.com/read/20200921/90/1294614/ada-pembobolan-rekening-digital-ini-
kata-btpn-soal-keamanan-akun-jenius.

DOKUMEN LEMBAGA TERKAIT

BTPN, Annual Report 2016 Banking Reinvented.


BTPN, Syarat dan Ketentuan Pengguna Jenius.
Otoritas Jasa Keuangan. Panduan Penyelenggaraan Digital Branch oleh Bank Umum.
Jenius BTPN, Informasi Tatacara Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen.

27

Anda mungkin juga menyukai