Anda di halaman 1dari 13

MENUJU SWASEMBADA PANGAN TAHUN 2017

Disus Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Ninik Sumarwiyah 221308311


Endang Sri W
221308319
Kiki Vila Veronika
221308321
Eka Umrotul Khorida 221308322
Wulan Dwi Oktavia 221308332

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Tahun 2015

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflasi merupakan peningkatan harga-harga secara umum dan terus menerus. Penyebab
terjadinya inflasi adalah besarnya permintaan terhadap barang (berlebihnya likuiditas atau
uang sebagai alat tukar). Sementara, produksi serta distribusinya kurang.
Tingkat inflasi di Indonesia selama 10 tahun terakhir rata-rata 7,98%. Penyebab inflasi di
Indonesia, contohnya turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar (USD), naikknya harga
BBM yang mempengaruhi kenaikan harga pada komoditas barang lainnya, aksi spekulasi di
sektor industri keuangan dan investasi, serta dampak dan pengaruh kebijakan moneter negara
besar seperti Amerika Serikat. Selama ini, tinggi rendahnya inflasi memang bergantung pada
kemampuan bank sentral dalam mengatasi tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia.
Besarnya permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter pemerintah. Sedangkan
ketidaklancaran distribusi dan macetnya produksi dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal
pemerintah, contohnya naiknya pungutan pajak (insentif/disinsentif) serta perubahan
kebijakan pembangunan infrastruktur. Dampaknya, akan menjadi tekanan terhadap dunia
usaha.
Tekanan ini bisa menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Meningkatnya biaya
produksi juga dapat disebabkan oleh naiknya harga bahan baku serta kenaikan upah buruh
dan atau gaji PNS. Hal ini menyebabkan, dunia usaha akan menaikkan harga barangbarangnya. Melalui survey dan sensus, iInformasi dan data naiknya harga barang menjadi
wewenang dan tugas Badan Pusat Statistik (BPS) untuk publikasi.

Selain itu, Inflasi yang

tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil
keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi,
yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi domestik yang
lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga, menjadikan tingkat bunga
domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Untuk mengurangi tingkat inflasi di Indonesia yang semakin meningkat, pemerintah banyak
melakukan upaya-upaya, salah satunya yaitu swasembada pangan ditahun 2017. indonesia
sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat diandalkan untuk mendukung
swasembada pangan. Terutama dalam sektor pertanian, karena pembangunan sektor pertanian
sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis.
Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional,

baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB,penyerapan tenaga kerja, peningkatan


pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri, pemicu
pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung
melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis
dengan sektor lain. Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar
dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai
sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan
ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan
Perdesaan.
Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk:
(a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional,
(b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja nonpertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah
terbuka, dan
(c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan
dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pengertian Swasembada Pangan
1.2.2 Hambatan apa saja dalam Swasembada Pangan
1.2.3 Upaya pemerintah dalam melaksanakan Swasembada Pangan

II
DESKRIPSI
2.1 Objek
Rencana pemerintah dalam meningkatkan Swasembada pangan khususnya untuk 3 jenis
produk pertanian meliputi padi, jagung, dan kedelai dalam 3 tahun. Serta menargetkan
pemenuhan kebutuhan daging dari produksi dalam negeri
2.2 Kondisi
Indonesia yang terkenal dengan sebutan negara agraris, negara yang kaya hasil alam dan hasil
bumi, dinilai belum kuat dalam hal bahan pangan. Indonesia masih mengalami

ketergantungan pangan dari luar (impor), bahkan diprediksi akan mengalami krisis pangan
pada 2017. Dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 hingga 1,5%, sementara luas lahan
pertanian tidak ada penambahan, dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis pangan
beberapa tahun ke depan. Akibat tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri,
Indonesia terpaksa impor. Ketergantungan pangan bangsa Indonesia terhadap negara lain
sangat tinggi. Pada 2011, volume impor beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu dan
daging mencapai 17,6 juta ton senilai US$ 9,4 miliar. Defisit pangan 2011 sejumlah 17,35
juta ton dengan nilai US$ 9,24 miliar karena ekspor hanya 250 ribu ton dengan nilai US$ 150
juta.
Pada 2011, data Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan, impor beras Indonesia dari
sejumlah negara mencapai 2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar atau 5% dari total
kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, volume impor kedelai 60% dari total konsumsi dalam
negeri sekitar 3,1 juta ton dengan nilai US$ 2,5 miliar, jagung 11% dari konsumsi 18,8 juta
ton dengan nilai US$ 1,02 miliar, gandum 100% dengan nilai US$ 1,3 miliar, gula putih 18%
dari konsumsi dengan nilai US$ 1,5 miliar, daging sapi 30% dari konsumsi dengan nilai US$
331 juta dan susu 70% dari konsumsi. Sedangkan angka impor bahan pangan pada 2012,
beras 1,8 juta ton, jagung 1,7 juta ton, kedelai 1,9 juta ton, gandum 6,3 juta ton, daging sapi
40,338 ton, tepung terigu 479,7 ribu ton, gula pasir 91,1 ribu ton, daging ayam 6.797 kg dan
garam 2,2 juta ton.
Data di atas menggambarkan dalam fase tiga tahun terakhir angka impor bahan pangan yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia masih tinggi, sehingga saat ini Indonesia berada pada
fase pangan stadium empat atau sudah dalam kondisi sangat mengkhawatirkan karena sudah
terlalu banyak mengimpor berbagai produk pangan. Produksi pangan yang tidak mencukupi
kebutuhan dalam negeri membawa Indonesia selalu dibanjiri bahan pangan impor. Kondisi
ini harus secepatnya dihentikan.
Pemerintahan baru kabinet kerja dihadapkan pada tantangan kebutuhan pangan nasional dan
permintaan internasional khususnya pangan pokok yaitu padi, jagung dan kedelai. Upaya
swasembada pangan merupakan tahapan untuk mencapai kedaulatan pangan. Tentu upaya
untuk mencapai 2 tahapan tersebut bukan hal yang mudah karena sektor pertanian pada saat
ini masih dihadapkan oleh berbagai masalah krusial yaitu (1) Lahan, (2) Infrastruktur, (3)
Benih, (4) Regulasi/Kelembagaan, (5) Sumber Daya Manusia, (6) Permodalan.

1.2.1 Pengertian Swasembada Pangan


Swasembada pangan yang berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan
pangan masyarakat dengan melakukan realisasi dan konsistensi kebijakan tersebut, antara
lain dengan melakukan:
1. Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.
2. Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan
irigasi,

pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll

serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.


3. Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik
pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.

4. Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada
satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling
mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).
Jadi diversifikasi adalah bagian dr program swasembada pangan yg memiliki arti
pengembangan pilihan/ alternatif lain makanan pokok selain padi/nasi (sebab di indonesia
makanan pokok adalah padi/nasi). Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu
non padi/nasi.

1.2.2 Hambatan apa saja dalam Swasembada Pangan


Ada lima masalah besar terkait rencana swasembada pangan : belum optimalnya jaringan
irigasi, benih, ketersediaan pupuk , tenaga kerja, dan penyuluhan program-program pertanian.
Adapun uraian mengenai masalah dalam swasembada pangan :

1. Kerusakan infrastruktur jaringan irigasi kini mencapai 52% . Hanya irigasi baik
primer dan sekunder tidak tertangani dengan baik. Solusinya yang harus dilakukan
untuk menangani masalah ini yaitu skala prioritas perbaikan jaringan irigasi jadi
prioritas revolusi anggaran Kementan, termasuk dari APBN perubahan.
2. Terkait persoalan beni realisasi benih pada 2014 secara nasional kurang dari 20%
anggaran yang disediakan pemerintah tidak terserap baik oleh petani
3. Ketersediaan pupuk disusupi distributor pupuk ilegal hal ini terjadi di enam wilayah
produksi utama di Jawa tengah . Distributor illegal memasok petani dengan pupuk
non subsidi.
4. Penurunan jumlah pekerja rata-rata setiap tahun ada 500.000 rumah tangga petani
yang beralih profesi pada tahun 2003 berdasarkan data BPS ada sekitar 31 juta tenaga
kerja di sektor pertanian tetapi pada tahun 2013 hanya tinggal 26,5 juta .
5. Penyuluhan program-program pertanian belum optimal . Persoalan ada pada perhutani
yang bertugas meningkatkan peran penyuluhan dalam mendukung program-program
pertanian.

Saat ini baru persoalan infrastruktur irigasi yang selalu di tangani.Kementarian


pertanian menargetkan jaringan irigasi kedepan bisa mengairi 3 juta hektar lahan

pertaniaan . Kementerian pekerjaan umum mendukung dengan memperbaiki 49


waduk termasuk jaringan irigasi primer maupun sekunder dengan anggaran mencapai
4 triliun di tahun 2015.

1.2.3 Upaya pemerintah dalam melaksanakan Swasembada Pangan


Dalam rangka mencapai swasembada pangan maka ada beberapa langkah yang
bisa dilakukan dalam mencapai swasembada pangan:
1. Harus ada peningkatan kualitas budidaya pertanian dengan teknik yang lebih modern.
Cara ini tentu sangat efektif dalam mendongkrak hasil produksi pangan. Dalam satu
hektar lahan pertanian tentu akan mengalami peningkatan hasil produksi yang
significant jika proses budidaya yang dilakukan tepat. Dewasa ini ilmu pengetahuan
dibidang budidaya pertanian telah berkembang pesat dengan bertambahnya Profesor
dalam bidang ini. Tentu, sumbangsih penemuan-penemuan terbarukan mereka mampu
menjadi pendongkrak pengetahuan baru yang menjadi solusi ditengah krisisnya
pengetahuan di bidang pertanian modern yang dimiliki oleh para petani yang rata-rata
minus latar belakang pendidikannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasisosialisasi terhadap petani tentang teknik- teknik baru tersebut.
Sebagai contoh dari telah ditemukannya benih padi yang Sidenuk, nama benih padi
unggul tersebut, mampu berproduksi jauh lebih banyak dibandingkan dengan benih

2. Pemerintah harus menjamin pemenuhan kebutuhan produksi pertanian. Kebutuhan


petani akan pupuk, bibit unggul, pengendali hama dan penyakit tanaman serta irigasi
harus betul-betul diperhatikan. Untuk beberapa tanaman pangan yang musiman tentu
akan sangat terkendala ketika sudah tiba musim tanam tetapi pupuk dan bibit belum
didapatkan oleh petani. Ini adalah kondisi real yang dialami oleh petani di Indonesia,
dimana kelangkaan pupuk terjadi hampir setiap kali musim tanam. Kelangkaan pupuk
ini mengakibatkan petani mau tidak mau berusaha mati-matian untuk mendapatkan
pupuk meskipun dengan harga yang mahal demi tetap bisa berproduksi. Setali tiga
uang dengan pupuk, pestisida dan juga obat-obatan yang digunakan untuk
mengendalikan hama pun menjadi barang langka yang sulit didapatkan oleh petani.
Tentu kondisi-kondisi ini sangat jauh jika melirik cita-cita swasembada pangan ala
Jokowi.

3. Pemerintah harus menjamin pasar bagi distribusi hasil produksi pertanian dengan
harga yang stabil dan sesuai. Sampai hari ini tidak ada satupun kebijakan pemerintah
yang menjamin proses pemasaran untuk hasil produksi pertanian. Akibatnya, untuk
beberapa hasil produksi pertanian yang bukan kebutuhan pokok, petani mengalami
kesulitan memasarkan produk mereka, sehingga harus menemui harga jual yang
murah atau bahkan tidak laku. Menjamin pemasaran hasil produksi pertanian saja
tidak cukup, kebijakan ini juga harus disertai dengan jaminan harga yang stabil dan
sesuai dengan ongkos produksi yang dikeluarkan oleh petani. Sampai hari
ini,persoalan inipun masih menjadi kecamuk bagi petani, dimana terkadang petani
harus menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih murah dibandingkan
dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Akibatnya, tak jarang petani mengalami
kerugian besar pasca panen dan memilih untuk menjual lahannya.

4. Menerapkan sistem budidaya pertanian yang Sustainable. Sistem budidaya pertanian


yang diterapkan pada era Revolusi Hijau dipandang sebagai kebijakan salah dalam
meningkatkan hasil produksi pertanian. Karena peningkatan produksi pertanian
ditekankan pada penggunaan bahan kimia besar-besaran, dalam bentuk pupuk dan
pestisida. Kebijakan ini dinilai telah menimbulkan dampak buruk pada system
budidaya pertanian, karena penggunaan pupuk kimia dalam skala besar hanya akan
mengurangi angka waktu produktif pada lahan pertanian. Dimana lahan pertanian
yang mustinya mampu digunakan untuk kurun waktu yang lebih lama akan berumur
lebih rendah, sehingga harus disiasati dengan memberikan kapur pertanian untuk
menstabilkan pH tanah.Ini diakibatkan karena penggunaan pupuk kimia dapat
mempercepat pengasaman tanah yang mengakibatkan matinya mikroba tanah yang
menjadi agen dekomposer dan penyubur tanah. Sedangkan penggunaan pestisida
kimia untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman, hanya akan menjadikan petani
ketergantungan terhadap bahan-bahan tersebut. Karena penggunaan pestisida untuk
membunuh hama akan menyisakan beberapa hama yang tidak mati. Hama yang tidak
mati ini akan tumbuh menjadi hama yang lebih kebal terhadap dosis pestisida yang
digunakan sebelumnya, kemudian hama tersebut beranak-pinak dan melahirkan
koloni yang lebih resisten. Sehingga pada musim tanam selanjutnya untuk membunuh
hama tersebut petani harus menaikkan dosis pestisida lebih tinggi lagi. Tetapi sekali
lagi, masih akan ada hama yang tetap hidup dengan dosis tersebut dan siklus ini akan
kembali terulang sampai entah kapan dan harus berapa dosis yang digunakan petani
untuk menghalau hama tersebut dan selamanya petani akan bergantung pada pestisida
tersebut dan inilah yang diinginkan oleh kapitalist. Oleh karena itu, penerapan sistem
budidaya pertanian yang Sustainable menjadi solusi agar sistem pertanian bisa lebih

efektif dan efisien. Sistem pertanian ini mengacu pada system budidaya yang ramah
lingkungan, dimana kelangsungan budidaya pertanian menjadi pertimbangan utama
dengan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, mengingat aktivitas budidaya
pertanian juga menyumbang gas emisi yang mampu merusak lapisan ozon.
Karenanya, Penekanan penggunakan pupuk organik dan melepaskan ketergantungan
pada bahan-bahan kimia menjadi fokus utama dalam system budidaya ini. Begitu pula
dengan pengendalian hama yang lebih ditekankan dengan memanfaatkan hewanhewan predator dalam menghalau hama tersebut.
5. Menggalakkan proses perluasan lahan budidaya pertanian pangan. Perluasan lahan
pertanian yang katanya telah dilakukan oleh pemerintah perlu ditinjau ulang
fungsinya. Jika swasembada pangan sudah menjadi program konkret, maka proses
perluasan lahan pertanian harus difokuskan pada fungsinya sebagai lahan tanaman
pangan, bukan yang lain. Mengingat,perluasan lahan pertanian yang dilakukan hari ini
justru digunakan untuk penanaman tanaman perkebunan yang mengakibatkan
Indonesia semakin tidak berdikari dalam hal pangan. Karena semodern apapun teknik
budidaya pertanian tidak akan pernah mencapai swasembada pangan jika tidak
disertai dengan perluasan lahan produksi.
6. Menghentikan atau membatasi penanaman tanaman perkebunan. Dalam
rangkaperluasan lahan produksi tanaman pangan maka pemerintah harus membatasi
perluasan lahan untuk tanaman perkebunan. Bahkan untuk beberapa usaha
perkebunan milik swasta lokal atau bahkan milik asing yang sering mengemplang
pajak atau bahkan tidak membayar pajak dan legalisasinya bermasalah lebih baik
ditutup karena tidak ada kontribusinya bagi negara dan hanya menguntungkan sepihak
saja.
7. Penyelesaian konflik agraria. Petani harus diberikan akses seluas-luasnya untuk
berproduksi, oleh karenanya tanah sebagai modal dasar dalam budidaya pertanian
harus disediakan oleh pemerintah. Saat ini, tanahnya sudah ada tetapi persoalannya
tidak dipegang oleh petani melainkan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan
perkebunan / tambang swasta milik lokal dan asing, yang dalam proses
penguasaannya mengalami konflik langsung dengan para petani itu sendiri, Mulai dari
perampasan tanah secara terang-terangan hingga penipuan dengan berkedok
penggadaian sertifikat atau mengajak bermitra dengan petani yang ujung-ujungnya
merampas paksa lahan-lahan rakyat. Konflik agraria ini terjadi hampir diseluruh

wilayah NKRI yang tentu diwarnai oleh insiden tragis yang tak jarang merenggut
jiwa. Oleh karena itu, swasembada pangan yang dicanangkan oleh Jokowi juga harus
berkorelasi dengan penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Karena sekali lagi,
program swasembada pangan tanpa disertai perluasan lahan budidaya pertanian
pangan adalah omong kosong.
Ketujuh point diatas harus betul-betul ditepati sebagai modal dasar menuju swasembada
pangan. Selain itu kebijakan penghapusan raskin sama sekali tidak ada hubungannya dengan
swasembada pangan, karena kebutuhan akan bahan pangan murah masih sangat dibutuhkan
oleh rakyat indonesia ditengah kondisi perekonomian yang carut-marut.Kemudian, harus ada
pembenahan pola pikir pemerintah tentang kebijakan subsidi, bahwa jika dalam proses
pelaksanaannya tidak tepat sasaran maka yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah
merubah sistemnya dan melakukan pengawasan yang ketat agar menjadi tepat sasaran sesuai
fungsinya, bukan justru mencabut subsidinya, seperti subsidi pupuk yang sangat diharapkan
mampu meringankan ongkos produksi petani.

PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia yang terkenal dengan sebutan negara agraris adalah negara yang kaya hasil alam
dan hasil bumi, dinilai belum kuat dalam hal bahan pangan. Indonesia masih mengalami
ketergantungan pangan dari luar (impor), bahkan diprediksi akan mengalami krisis pangan
pada 2017. Untuk menanggulangi ketergantungan import pemerintah melakukan upaya yaitu
dengan cara swasembada pangan untuk mencapai kedaulatan pangan. Swasembada pangan
yaitu mampu mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi
dan konsistensi kebijakan tersebut. Rencana pemerintah dalam swasembada pangan ada
hambatan antara lain ; kerusakan infrastruktur, kurangnya benih,penurunan jumlah kerja dan
program pertanian belum optimal. Selain itu juga pemerintah mengadakan program antara
lain ; peningkatan kualitas budi daya pertanian dengan teknik modern, pemerintah menjamin
pemenuhan kebutuhan produksi pertanian, pemerintah harus menjamin pasar bagi distribusi
bagi pertanian, menerapkan sistem budi daya pertanian, menggalakkan proses perluasan

lahan pertanian, menghentikan penanaman tanaman perkebunan, dan menyelesaikan konflik


agraria.
Dari program tersebut pemerintah berharap agar indonesia bisa meningkatkan swasembada
pangan dan menghentikan ketergantungan import.
Saran
Dari makalah tersebut kami memiliki saran agar pemerintah cepat melaksanakan programprogram swasembada pangan. Dalam melaksanakan swasembada pangan, pemerintah harus
sesuai dengan rencana tersebut agar indonesia tidak akan mengalami keburukan ekonomi.
Selain itu pemerintah harus memanfaatkan kekayaan indonesia yang sudah ada biar tidak
terjadi ketergantungan import.

PERTANYAAN
1. Apa yang di maksud swasembada pangan ?
Jawab : Swasembada pangan yang berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri
kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi dan konsistensi kebijakan
tersebut
2. Apa saja lima masalah besar terkait rencana swasembada pangan ?
Jawab :
a. belum optimalnya jaringan irigasi,
b. benih,
c. ketersediaan pupuk ,
d. tenaga kerja, dan
e. penyuluhan program-program pertanian.
3. Langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan dalam mencapai swasembada pangan?
Jawab :

a. Harus ada peningkatan kualitas budidaya pertanian dengan teknik yang lebih
modern
b. pemerintah harus menjamin pemenuhan kebutuhan produksi pertanian.
c. Pemerintah harus menjamin pasar bagi distribusi hasil produksi pertanian
d.
e.
f.
g.

dengan harga yang stabil dan sesuai.


Menerapkan sistem budidaya pertanian yang Sustainable.
Menggalakkan proses perluasan lahan budidaya pertanian pangan.
Menghentikan atau membatasi penanaman tanaman perkebunan.
Penyelesaian konflik agraria.

4. Apa Akibatnya jika tidak ada satupun kebijakan pemerintah yang menjamin proses
pemasaran untuk hasil produksi pertanian?
Jawab : untuk beberapa hasil produksi pertanian yang bukan kebutuhan pokok, petani
mengalami kesulitan memasarkan produk mereka, sehingga harus menemui harga jual
yang murah atau bahkan tidak laku.
5. Salah satu program swasembada adalah menghentikan atau membatasi penanaman
tanaman perkebunan.Jelaskan !
Jawab : Dalam rangka perluasan lahan produksi tanaman pangan maka pemerintah
harus membatasi perluasan lahan untuk tanaman perkebunan. Bahkan untuk beberapa
usaha perkebunan milik swasta lokal atau bahkan milik asing yang sering
mengemplang pajak atau bahkan tidak membayar pajak dan legalisasinya bermasalah
lebih baik ditutup karena tidak ada kontribusinya bagi negara dan hanya
menguntungkan sepihak saja.

Anda mungkin juga menyukai