Sejak berubah menjadi negara pengimpor minyak jelas Indonesia perlu membeli
tambahan minyak dari luar negeri. Bukan hanya karena produksi nasional tidak
cukup lagi tapi produksi nasional harus dibagi lagi dengan perusahaan perusahaan
asing yang melakukan eksplorasi dan pengolahan.
Pertamina yang merupakan satu satunya badan usaha milik negara yang bergerak
dalam bidang minyak bertanggung jawab besar terhadap suplai minyak bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Pertamina kemudian yang menjalankan tender
tender pemerintah dalam bidang ekplorasi dan eksploitasi minyak serta penyediaan
minyak bagi konsumsi nasional. Kini dalam hal penentuan ICP (Indonesia Cruel
Price) pertamina, bp migas dan menteri keuangan sudah mengacu pada NYMEX
[6]
Saat Indonesia menjadi anggota OPEC harga minyak (ICP) yang akan diekspor
ditentukan oleh OPEC (OPEC basket) berdasarkan biaya produksi dan pajak (Tax
Reference Price) serta Agreed Selling Price . Sekarang karena bukan lagi negara
pengekspor minyak (OPEC) lagi ICP Indonesia ditentukan berpatokan pada harga
minyak yang ada di bursa berjangka NYMEX [7]
Hal ini tentu saja sangat besar pengaruhnya bagi mekanisme pembelian minyak
oleh pertamina. Indonesia yang masih memiliki minyak walau tidak lagi mencukupi
konsumsi dalam negeri seharusnya punya harga yang berbeda soal minyak nasional
dan minyak impor. Permasalahanya sekarang, ICP yang merupakan minyak milik
sendiri sudah mengacu pada harga NYMEX dan harga minyak yang kita import
sesuai juga dengan harga bursa berjangka. Sehingga dalam penetapan harga
minyak produksi dalam negeri sendiri dan pembelian minyak dari luar negeri
semuanya sudah mengacu pada mekanisme pasar.
2.3. Masalah kedaulatan
Sejak awal berdirinya Indonesia para pendiri bangsa sadar betul akan potensi dari
kekayaan mineral yang ada di Indonesia. Minyak salah satunya. Dalam Undang
Undang Dasar 1945 pasal 33 secara jelas dipaparkan mengenai pengelolahan
terhadap sumber daya alam yang ada digunakan untuk kepentingan dan
kesejahtraan masyarakat dan dikuasai oleh negara. Ini kemudian yang harusnya
menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengelolah minyak buminya sampai hari
ini.
Mekanisme NYMEX merupakan ancaman bagi kedaulatan energi Indonesia.
Bagaimana produksi minyak dalam negeri sendiri selalu mengikuti harga minyak
yang ada di pasar. Sedangkan biaya produksi dan pengelolahan dari hulu ke hilir
jelas nilainya berbeda tiap tiap sumur dan dengan kualitas yang berbeda juga.
Minyak mentah yang nantinya akan kita serahkan pada perusahaan perusahaan
ekstraksi dan pengelolahan minyak mentah tidak bisa kita tetapkan sendiri harga
jualnya sesuai dengan perhitungan akan untung rugi.
Sedangkan untuk minyak yang akan kita impor sepenuhnya juga menggunakan
patokan NYMEX. Pertamina sebagai instrumen Negara untuk memproduksi minyak
untuk kepentingan nasional tidak mampu membeli minyak langsung dari negara
produsen minyak. Pertamina selalu membeli dari tangan kedua atau trader dengan
mekanisme harga yang sesuai dengan NYMEX. Saat seharusnya membeli minyak
langsung dari Iran lebih murah, Indonesia tidak mampu keluar dari pengaruh
Amerika Serikat yang melarang Indonesia untuk membeli minyak Iran yang
notabene lebih murah.Sehingga konsumsi minyak dalam negeri sepenuhnya
bergantung pada spekulan dan investor investor yang ada bursa berjangka
komoditi. Sehingga saat faktor faktor non fundamental kemungkinan
mengacaukan negara negara sumber minyak, para investor bisa dengan cepat
memonopoli harga. Mereka menaikan harga atau kemudian segera mengambil
keuntungan dan meninggalkan pasar berjangka. Yang dampaknya sudah kita lihat
saat pemerintah hendak menaikan harga minyak apa yang terjadi dengan
masyarakat kita. Dan yang paling penting pemerintah tidak punya kedaulatan untuk
membuat kebijakan menangkal pengaruh dari luar itu.
3. Penutup
Minyak sudah menjadi komoditi utama saat ini. Semua Negara harus memlikinya.
Untuk membangun negara dan bangsa mau tidak mau pemerintah harus
menegelolah sumber daya alamnya untuk demi berjalannya industri. Sehingga
dewasa ini jaminan akan tersedianya minyak merupakan tugas penting negara
demi menyelamatkan dan membangun negaranya.
Indonesia dengan penduduk yang sangat banyak jelas tingkat konsumsinya juga
sangat minyak. Keperluan akan minyak dewasa ini sudah menjadi kebutuhan yang
harus bisa disediakan. Karena sangat vitalnya, membuat isu isu apa saja yang
beredar soal minyak bisa menganggu kestabilan negara.
Sebagai negara yang masih memiliki cadangan minyak meski tidak lagi cukup untuk
konsumsi nasional Indonesia harusnya sedikit lebih aman dibandingkan dengan
Jepang dan Korea selatan yang benar benar tergantung pada impor minyak.
Indonesia masih memiliki minyak mentah yang siap diolah menjadi bahan bakar
yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan 30% kebutuhan domestik.
Sehingga sisanya 70% bisa diimpor dari luar negeri.
Yang menjadi masalah saat mekanisme pasar minyak dunia (NYMEX) menjadi
patokan utama bagi Indonesia. Undang Undang no 22 tahun 2001 justru
melegalkan atau meliberalisasi sektor minyak dan gas dalam negeri dan kemudian
diserahkan pada mekanisme pasar persaingan yang sehat. Sehingga kontrol
terhadap penyediaan konsumsi minyak jadi untuk masyarakat sepenuhnya ada
dibawah kontrol pasar minyak internasional.
Penetapan icp yang selalu mengacu pada harga NYMEX serta impor minyak untuk
kebutuhan dalam negeri dari trader sepenuhnya menggunakan mekanisme NYMEX
dalam hal penggunaan harga. Harusnya kita bisa mendapatkan minyak lebih
murah, justru minyak dalam negeri sendiri dan minyak yang akan kita impor
harganya ditentukan oleh pasar bukan oleh negara.
Inilah yang menjadi ancaman besar saat ini. Terutama bagi kedulatan energi dalam
negeri. Terlebih khusus dalam menentukan harga jual dan harga beli pemerintah
tidak berkuasa lagi didalamnya. Sehingga konstitusi negara yang berisi tentang
liberalisasi sektor migas perlu segera dihapuskan dan negara bergerak inpenden.
Menentukan harga jual minyak nasional secara inpenden membeli minyak secara
langsung dari trader sehingga campur tangan atau pengaruh asing terhadap
kebutuhan dalam negeri akan menghilang. Itu barulah sebuah negara merdeka.