Anda di halaman 1dari 6

Bursa Berjangka Komoditi Internasional (NYMEX) dan Kedaulatan Energi Nasional

Published : 03.05.12 15:58:17 Updated : 25.06.15 05:46:35 Hits : 574


KOMPASIANA ADALAH MEDIA WARGA, SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN MENJADI
TANGGUNGJAWAB PENULIS.
TAG #politik
Alan Tampi
/alantampi Follow
1. Pendahuluan
Minyak merupakan komoditi penting dewasa ini. Sebagai salah satu jenis energi
yang tidak terbarukan minyak bisa dikelolah dan dipakai dalam berbagai bidang.
Hasil olahan minyak mentah kemudian bisa dikonversi menjadi gas dan likuid yang
bernilai guna tinggi. Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih minyak ini
kemudian bisa diubah menjadi komoditi-komoditi baru yang sangat berguna bagi
manusia.
Bahan bakar minyak merupakan salah satu hasil olahan dari minyak mentah yang
sangat vital perannya. Minyak yang sudah diolah ini dipakai sebagai penggerak
mesin mesin industri dan alat alat teknologi lainnya. Minyak dipakai sebagai
energi yang jika dikonversikan bisa menggerakan alat alat industri dan mesin
mesin kendaraan. Serta dipakai juga sebagai bahan bakar bagi aktivitas rumah
tangga.
Jika dilihat dari manfaatnya jelas minyak sangat vital perannya. Industri sebagai
salah satu roda utama pembangunan negara dewasa ini sudah sangat tergantung
dari energi minyak ini. Kendaraan bermotor yang selama ini menjadi media atau
faktor utama dalam distribusi barang dan jasa hasil produksi tidak bisa berjalan
tanpa adanya bahan bakar. Aktifitas konsumsi rumah tangga pun jelas akan sulit
dipenuhi tanpa bahan bakar yang menjadi energi utama produksi makanan.
Ini jelas menunjukan bahwa minyak telah menjadi kebutuhan primer bagi
masyarakat. Tanpa minyak proses industri tidak akan berjalan dan berakibat pada
terganggunya suplai barang untuk di konsumsi masyarakat. Mesin mesin bermotor
baik alat pabrik dan kendaraan tidak bisa difungsikan tanpa bahan bakar. Tanpa ini
semua jelas kegiatan produksi dan konsumsi pun tidak akan berjalan dengan baik.
Pasar akan terganggu dan berakibat luas pada masyarakat. Tanpa pasar sama saja
dengan tidak ada tempat untuk mencari dan memenuhi kebutuhan hidup.
Sehingga dewasa ini minyak disadari betul negara negara sebagai komoditi
penting dalam membangun negara. Minyak yang pada hakikatnya merupakan
energi yang tidak bisa diperbaharui menjadikan komoditi ini semakin penting dan

semakin berharga. Semua negara di dunia membutuhkan minyak untuk tetap


menjaga kegiatan perekonomiannya terus berjalan. Minyak menjadi faktor produksi
penting yang menggerakan roda indusri dan ekonomi pasar. Hal ini kemudian
mendorong minyak yang tadinya murni sebagai faktor ekonomi kini mulai
dipolitisasi demi menjamin tersedianya suplai bagi masing masing negara.
2. Pembahasan
Indonesia pada awalnya merupakan negara yang mempunyai kekayaan mineral
yang melimpah termasuk minyak mentah. Hal ini membuat Indonesia mampu
mencukupi permintaan dalam negerinya dengan produksi minyak milik sendiri.
Sehingga pada awalnya Indonesia termasuk dalam negara negara pengekspor
minyak (OPEC) yang memiliki cadangan minyak yang potensial dan cukup. Bahkan
produksi minyak Indonesia pernah mencapai 1,4 juta barel/hari pada periode april
1991 dan maret 1998. Bahkan pada periode ini, Indonesia menjadi negara ketiga
dalam keanggotaan OPEC yang paling tinggi produksi minyaknya. Ini kemudian
membuat Indonesia tidak perlu khawatir soal bagaimana menyediakan atau
mencari minyak. [1]
Tapi sejak tahun 2004 Indonesia tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan minyak
dalam negerinya. Hal ini tentu saja membuat Indonesia harus mengimpor minyak
dari negara lain demi mencukupi konsumsi dalam negeri. Hal ini berarti Indonesia
bukan lagi negara pengekspor melainkan pengimpor minyak. Produksi yang terus
menurun dari tahun 2004 sampai sekarang membuat Indonesia harus membeli
minyak dari luar negeri. [2]
Hal ini kemudian menjadikan posisi Indonesia tidak aman. Ditambah lagi cadangan
minyak Indonesia yang tinggal sedikit membuat pemerintah perlu berpikir keras
untuk menyediakan suplai kebutuhan ditengah permintaan konsumsi masyarakat
yang setiap hari terus bertambah.Keadaan ini jelas menjadi ancaman serius bagi
negara. Karena minyak merupakan kebutuhaan primer masyarakat saat ini yang
mau tidak mau harus dipenuhi demi kelangsungan hidup bangsa dan negara
membutuhkan perhatian dan manajemen khusus dari pemerintah untuk menjamin
tersedianya minyak.
2.1 Bursa Berjangka Komoditi
NYMEX atau New York Mercantile Exchange merupakan bursa berjangka komoditi
minyak atau pasar minyak Internasional. Bursa berjangka merupakan tempat atau
fasilitas memperjual belikan kontrak atas sejumlah komoditi atau instrumen
keuangan dengan harga tertentu yang penyerahan barangnya disepakati akan
dilakukan pada saat yang akan datang. Komoditi dalam hal ini salah satunya adalah
minyak dan yang menjadi patokan internasional adalah WTI atau Light Sweet.
Sehingga dalam bursa atau pasar minyak internasional harga bukan lagi ditentukan
berdasarkan hukum permintaan dan penawaran melainkan oleh para spekulan,
investor atau aksi jual beli kontrak berjangka. [3]

Bursa berjangka ini kemudian yang menentukan harga minyak yang


diperdagangkan diseluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu Negara yang
membeli minyak atau mengimpor minyak dengan menggunakan mekanisme seperti
yang sudah ditetapkan oleh NYMEX. Sehingga minyak yang akan diproduksi telah
dijual lebih dahulu kepada investor selain untuk melindungi, mereka berharap harga
minyak naik pada hari kemudian dan juga untuk melindungi harga dari komoditi itu
sendiri. Sehingga harga komoditi dalam hal ini diserahkan sepenuhnya pada
mekanisme pasar minyak atau bursa berjangka berdasarkan pasar derivatif.
Pasar derivatif adalah tempat dimana kontrak berjangka diperdagangkan. Minyak
dalam hal ini merupakan komoditi utama sejak awal telah dilindungi nilainya (hedge
fun) oleh para pelaku pasar. Produksi minyak telah diperdagangkan terlebih dulu
yang secara fisik barangnya nanti ada kemudian. Tapi harga awal dimana komoditi
itu dibeli bisa saja naik dihari dimana secara fisik barangnya sudah selesai
diproduksi. Ini kemudian yang menjadi keuntungan para pelaku pasar yang
sebelumnya melakukan kontrak dengan harga yang lebih murah.[4]
Sehingga produksi minyak tidak lagi didasarkan pada permintaan akan barang
secara langsung tapi oleh kontrak berjangka yang sudah dibeli terlebih dahulu. Baru
setelah secara fisik komoditi minyak telah diproduksi, oleh bursa berjangka dalam
hal ini NYMEX dijual kepada dunia internasional sesuai dengan harga mereka
sendiri.Sehingga bisa saja harga minyak naik bukan karena murni faktor permintaan
komoditi yang meningkat tapi karena aksi ambil untung yang dilaksanakan para
trader di bursa berjangka.
Dengan mekanismenya NYMEX kemudian melakukan pembatasan akan harga
minyak internasional yang mereka perdagangkan. Mereka menetapkan batas
maksimal dan batas minimal untuk harga komoditi yang mereka perdangangkan.
Hingga beberapa tahun kedepan bursa berjangka NYMEX melakukan monopoli
terhadap harga minyak sekaligus mengamankan harga minyak dari fluktuasi yang
masif yang bisa terjadi kapan saja akibat faktor faktor fundamental maupaun non
fundamental. [5]
Alasan ini kemudian yang memperkokoh bursa berjangka komoditi yang ada, baik
yang ada di New York untuk minyak Light Sweet dan di London untuk Brent Oil.
Lindung nilai yang dilakukan oleh mereka dianggap aman untuk menjamin pasokan
minyak daripada membeli langsung dari produsen. Kondisi sosial politik suatu
negara produsen minyak dapat saja berubah tiba tiba dan terjadi kekacauan
hingga akhirnya produksi minyak berkurang bahkan terhenti. Ini membuat negara
negara pengimpor takut dan lebih memilih membeli minyak dari trader. Meski bagi
Indonesia hal ini bukan pilihan tepat dan bisa mengancam kedaulatan energi
nasional.
2.2 Posisi Indonesia

Sejak berubah menjadi negara pengimpor minyak jelas Indonesia perlu membeli
tambahan minyak dari luar negeri. Bukan hanya karena produksi nasional tidak
cukup lagi tapi produksi nasional harus dibagi lagi dengan perusahaan perusahaan
asing yang melakukan eksplorasi dan pengolahan.
Pertamina yang merupakan satu satunya badan usaha milik negara yang bergerak
dalam bidang minyak bertanggung jawab besar terhadap suplai minyak bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Pertamina kemudian yang menjalankan tender
tender pemerintah dalam bidang ekplorasi dan eksploitasi minyak serta penyediaan
minyak bagi konsumsi nasional. Kini dalam hal penentuan ICP (Indonesia Cruel
Price) pertamina, bp migas dan menteri keuangan sudah mengacu pada NYMEX
[6]
Saat Indonesia menjadi anggota OPEC harga minyak (ICP) yang akan diekspor
ditentukan oleh OPEC (OPEC basket) berdasarkan biaya produksi dan pajak (Tax
Reference Price) serta Agreed Selling Price . Sekarang karena bukan lagi negara
pengekspor minyak (OPEC) lagi ICP Indonesia ditentukan berpatokan pada harga
minyak yang ada di bursa berjangka NYMEX [7]
Hal ini tentu saja sangat besar pengaruhnya bagi mekanisme pembelian minyak
oleh pertamina. Indonesia yang masih memiliki minyak walau tidak lagi mencukupi
konsumsi dalam negeri seharusnya punya harga yang berbeda soal minyak nasional
dan minyak impor. Permasalahanya sekarang, ICP yang merupakan minyak milik
sendiri sudah mengacu pada harga NYMEX dan harga minyak yang kita import
sesuai juga dengan harga bursa berjangka. Sehingga dalam penetapan harga
minyak produksi dalam negeri sendiri dan pembelian minyak dari luar negeri
semuanya sudah mengacu pada mekanisme pasar.
2.3. Masalah kedaulatan
Sejak awal berdirinya Indonesia para pendiri bangsa sadar betul akan potensi dari
kekayaan mineral yang ada di Indonesia. Minyak salah satunya. Dalam Undang
Undang Dasar 1945 pasal 33 secara jelas dipaparkan mengenai pengelolahan
terhadap sumber daya alam yang ada digunakan untuk kepentingan dan
kesejahtraan masyarakat dan dikuasai oleh negara. Ini kemudian yang harusnya
menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengelolah minyak buminya sampai hari
ini.
Mekanisme NYMEX merupakan ancaman bagi kedaulatan energi Indonesia.
Bagaimana produksi minyak dalam negeri sendiri selalu mengikuti harga minyak
yang ada di pasar. Sedangkan biaya produksi dan pengelolahan dari hulu ke hilir
jelas nilainya berbeda tiap tiap sumur dan dengan kualitas yang berbeda juga.
Minyak mentah yang nantinya akan kita serahkan pada perusahaan perusahaan
ekstraksi dan pengelolahan minyak mentah tidak bisa kita tetapkan sendiri harga
jualnya sesuai dengan perhitungan akan untung rugi.

Sedangkan untuk minyak yang akan kita impor sepenuhnya juga menggunakan
patokan NYMEX. Pertamina sebagai instrumen Negara untuk memproduksi minyak
untuk kepentingan nasional tidak mampu membeli minyak langsung dari negara
produsen minyak. Pertamina selalu membeli dari tangan kedua atau trader dengan
mekanisme harga yang sesuai dengan NYMEX. Saat seharusnya membeli minyak
langsung dari Iran lebih murah, Indonesia tidak mampu keluar dari pengaruh
Amerika Serikat yang melarang Indonesia untuk membeli minyak Iran yang
notabene lebih murah.Sehingga konsumsi minyak dalam negeri sepenuhnya
bergantung pada spekulan dan investor investor yang ada bursa berjangka
komoditi. Sehingga saat faktor faktor non fundamental kemungkinan
mengacaukan negara negara sumber minyak, para investor bisa dengan cepat
memonopoli harga. Mereka menaikan harga atau kemudian segera mengambil
keuntungan dan meninggalkan pasar berjangka. Yang dampaknya sudah kita lihat
saat pemerintah hendak menaikan harga minyak apa yang terjadi dengan
masyarakat kita. Dan yang paling penting pemerintah tidak punya kedaulatan untuk
membuat kebijakan menangkal pengaruh dari luar itu.
3. Penutup
Minyak sudah menjadi komoditi utama saat ini. Semua Negara harus memlikinya.
Untuk membangun negara dan bangsa mau tidak mau pemerintah harus
menegelolah sumber daya alamnya untuk demi berjalannya industri. Sehingga
dewasa ini jaminan akan tersedianya minyak merupakan tugas penting negara
demi menyelamatkan dan membangun negaranya.
Indonesia dengan penduduk yang sangat banyak jelas tingkat konsumsinya juga
sangat minyak. Keperluan akan minyak dewasa ini sudah menjadi kebutuhan yang
harus bisa disediakan. Karena sangat vitalnya, membuat isu isu apa saja yang
beredar soal minyak bisa menganggu kestabilan negara.
Sebagai negara yang masih memiliki cadangan minyak meski tidak lagi cukup untuk
konsumsi nasional Indonesia harusnya sedikit lebih aman dibandingkan dengan
Jepang dan Korea selatan yang benar benar tergantung pada impor minyak.
Indonesia masih memiliki minyak mentah yang siap diolah menjadi bahan bakar
yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan 30% kebutuhan domestik.
Sehingga sisanya 70% bisa diimpor dari luar negeri.
Yang menjadi masalah saat mekanisme pasar minyak dunia (NYMEX) menjadi
patokan utama bagi Indonesia. Undang Undang no 22 tahun 2001 justru
melegalkan atau meliberalisasi sektor minyak dan gas dalam negeri dan kemudian
diserahkan pada mekanisme pasar persaingan yang sehat. Sehingga kontrol
terhadap penyediaan konsumsi minyak jadi untuk masyarakat sepenuhnya ada
dibawah kontrol pasar minyak internasional.
Penetapan icp yang selalu mengacu pada harga NYMEX serta impor minyak untuk
kebutuhan dalam negeri dari trader sepenuhnya menggunakan mekanisme NYMEX

dalam hal penggunaan harga. Harusnya kita bisa mendapatkan minyak lebih
murah, justru minyak dalam negeri sendiri dan minyak yang akan kita impor
harganya ditentukan oleh pasar bukan oleh negara.
Inilah yang menjadi ancaman besar saat ini. Terutama bagi kedulatan energi dalam
negeri. Terlebih khusus dalam menentukan harga jual dan harga beli pemerintah
tidak berkuasa lagi didalamnya. Sehingga konstitusi negara yang berisi tentang
liberalisasi sektor migas perlu segera dihapuskan dan negara bergerak inpenden.
Menentukan harga jual minyak nasional secara inpenden membeli minyak secara
langsung dari trader sehingga campur tangan atau pengaruh asing terhadap
kebutuhan dalam negeri akan menghilang. Itu barulah sebuah negara merdeka.

Anda mungkin juga menyukai