Anda di halaman 1dari 10

ISI

A. Kebijakan Moneter
1. Definisi Kebijakan Moneter
Secara umum, kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh otoritas
moneter (bank sentral) suatu negara dalam mengontrol atau mengendalikan
jumlah uang beredar (JUB) melalui pendekatan kuantitas dan atau pendekatan
tingkat suku bunga yang bertujuan untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi, sudah termasuk didalamnya stabilitas harga dan tingkat pengangguran
yang rendah.1
Definisi tersebut sejalan dengan yang dikemukan oleh Litteboy and Taylor
bahwa kebijakan moneter merupakan upaya atau tindakan Bank Sentral dalam
memengaruhi perkembangan moneter (jumlah uang beredar, suku bunga, kredit
dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu yang meliputi:
pertumbuhan ekonomi, stabilitas mata uang dan keseimbangan eksternal serta
perluasan kesempatan kerja. Para ekonom meyakini bahwa melalui kebijakan
moneternya, Bank Sentral dapat mengontrol JUB.
Secara khusus, Pasal (1) Ayat 10 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (BI) yang kemudian
diamandemen menjadi Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 2004 Tentang Bank
Indonesia menyatakan bahwa: Kebijakan moneter adalah kebijakan yang
diterapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indornesia untuk mencapai dan
memelihara kestabilan rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian
uang beredar dan/atau suku bunga. Dari definisi yang terakhir, BI sebagai bank
sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya bisa menggunakan
pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga. Pilihan mengenai
pendekatan apa yang akan digunakan sangat tergantung pada efektivitas di antara
kedua pendekatan tersebut dan sifat dari tujuan akhir kebijakan moneter, apakah
bertujuan jamak (ganda) atau tunggal (single). Kebijakan moneter yang bertujuan
ganda atau jamak adalah kebijakan moneter yang tujuan akhirnya lebih dari satu
sebagaimana yang dijelaskan oleh Mishkin (2004: 411) bahwa sebagai bagian

1
M. Natsir, Ekonomi Moneter Dan Kebaksentralan,( Jakarta, Mitra Wacana Media, 2014), hlm
113-116
integral dari kebijakan makro ekonomi, maka kebijakan moneter adalah untuk
membantu mencapai sasaran-sasaran kebijakan makroekonomi, yakni
1. Memperluas kesempatan kerja (high employment)
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth)
3. Stabilitas harga (price stability)
4. Stabiitas tingkat suku bunga (interest rate stability)
5. Stabiliitas pasar uang (stability of financial market)
6. Stabilitas pasar valuta asing (stability in foreign exchange markets).
Jika pemerintah atau bank sentral suatu negara menganut atau memilih
kebijakan moneter bertujuan jamak/ganda, maka ke-enam sasaran tersebut di atas
merupakan tujuan atau sasaran akhir kebijakan moneter. Artinya, peran kebijakan
moneter tidak hanya untuk mencapai kestabilan harga, akan tetapi juga harus
memperhatikan tujuan yang lainnya. Dengan kata lain sasaran kebijakan
moneternya menjadi bertujuan ganda dan bank sentral menjadi bagian tak
terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan (Alamsyah dan Masyhuri, 2003).
Idealnya, semua sasaran akhir kebijakan moneter harus dapat dicapai secara
bersamaan dan berkelanjutan. Namun, pengalaman di banyak negara termasuk di
Indonesia menunjukkan bahwa hal yang dimaksud sulit dicapai, bahkan ada
kecenderungan saling melemahkan (kontradiktif) antara satu tujuan dengan yang
lainnya. Kebijakan moneter yang ditujukan mendorong pertumbuhan ekonomi
dan perluasan kesempatan lebih bersifat ekspansif, sedangkan kebijakan moneter
yang ditujukan untuk mencapai stabilitas harga lebih bersifat kontraktif.
Kebijakan moneter merupakan bagian dari pengelolaan Kebijakan stabilisasi
ekonomi makro yang diterapkan sejalan dengan siklus ekonomi (bussines cycle).
Kebijakan moneter terbagi menjadi kebijakan moneter ekspansif dan kontraktif,
Kebijakan moneter kontraktif didesain untuk menekan laju perekonomian,
kebijakan ini biasanya dilakukan apabila JUB dianggap lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah yang ditetapkan atau perekonomian mengalami
tekanan inflasi. Sedangkan kebijakan moneter ekspansif didesain untuk
memberikan stimulus bagi perekonomian. Artinya, penerapan kebijakan moneter
harus mengacu pada kondisi aktual perekonomian, sehingga jumlah uang beredar
akan berada pada tingkat atau jumlah yang telah ditetapkan oleh otoritas moneter.
Di samping itu, pelaksanaan kebijakan moneter juga mempertimbangkan sifat
perekonomian suatu negara (terbuka atau tertutup), dan faktor-faktor fundamental
ekonomi lainnya (Utari, 2014).
Kebijakan moneter, yaitu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi
makro agar berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah
uang yang beredar dalam perekonomian atau langkah pemrintah untuk mengatur
penawaran uang dan tingkat bunga.
Menurut karim (2008) kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah
dengan tujuan memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturn jumlah
uang yang beredar. Kebijakan moneter pada dasarnya bertujuan mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembagunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yaitu menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesepakan kerja, kestabilan harga, serta neraca
pembayaran internasional pembayaran internasional yang seimbang.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yaitu
pemerataan kesempatan kerja, harga yang stabil, dan keseimbangan neraca
pembayaran. Sebagai upaya menstabilkan perekonomian, Bank Sentral
menggunakan instrumen kebijakan moneter. Instrumen tersebut yaitu operasi
pasar terbuka (OPT), politik diskonto, cadangan wajib minimum (GWM), dan
himbauan moral.
a. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka (OPT) merupakan tindakan membeli dan
menjual surat berharga oleh Bank Sentral. Menurut Darmawi (2006:66)
menjelaskan bahwa Bank Sentral membeli atau menjual sekuritas
pemerintah dalam melaksanakan OPT. Sekuritas tersebut berupa Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Pembelian
sekuritas ditujukan untuk tujuan ekspansi moneter yaitu menambah jumlah
uang beredar. Sebaliknya, penjualan sekuritas akan mengurangi jumlah
uang beredar. Selain itu, SBI juga digunakan untuk menjaga tingkat bunga
dalam pasar uang secara tidak langsung dengan mengumumkan Stop Out
of Rate (SOR) sehingga diharapkan pasar dapat mengikuti SOR, yaitu
tingkat bunga yang diinginkan Bank Sentral.
b. Politik Diskonto
Politik diskonto adalah tindakan pengubahan tingkat suku bunga
yang harus dibayar oleh bank umum ketika bank umum meminjam dana
dari Bank Sentral. Kebijakan menaikkan tingkat bunga yang dilakukan
Bank Sentral akan menaikkan jumlah biaya yang harus dikeluarkan bank
umum dalam meminjam dana dari Bank Sentral sehingga keinginan Bank
Umum untuk meminjam juga akan berkurang, dan selanjutnya juga akan
mengurangi kredit yang disalurkan oleh Bank Umum yang menyebabkan
berkurang pula jumlah uang beredar. Begitu juga sebaliknya, penuruan
suku bunga oleh Bank Sentral akan menurunkan biaya meminjam dana
sehingga semakin banyak bank umum yang ingin meminjam. Hal ini
menyebabkan jumlah uang beredar akan bertambah (Pohan, 2008:33).
c. Cadangan Wajib Minimum (Reserve Requirement Ratio)
Cadangan wajib minimum adalah suatu ketentuan dari Bank
Sentral di mana Bank memiliki kewajiban untuk menyimpan sejumlah
simpanan sebesar presentase tertentu. Persentasi cadangan wajib
mimimum mempengaruhi daya ekspansi kredit. Kebijakan Bank Sentral
dalam menurunkan cadangan minimum akan meningkatkan penyaluran
kredit bank umum sehingga semakin banyak jumlah uang beredar.
Sebaliknya, kebijakan Bank Sentral dalam menaikkan cadangan minimum
akan menurunkan penyaluran kredit bank umum sehingga menyebabkan
jumlah uang beredar berkurang (Pohan, 2008:32).
d. Himbauan Moral (Moral Persuation)
Selain tiga instrumen kebijakan moneter di atas, Bank Sentral juga
dapat melakukan kebijakan himbauan moral yaitu berupa pernyatan Bank
Sentral yang bersifat menghimbau melalui pemberian informasi untuk
menjadi masukan bagi bank- bank umum. (Pohan, 2008:34).
Bentuk kebijakan moneter ini terdiri atas kebijakan moneter kuantitatif dan
kebijakan moneter kualitatif.2 Kebijakan moneter kuantitatif adalah kebijakan

2
Vinna sri Yuniarti, Ekonomi Makro Syariah, (Jawa tengah: Penerbit, 2016), hlm.
umum yang bertujuan untuk memengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat
bunga dalam perekonomian. Kebijakan moneter kuantitatif terdiri atas hal-hal
berikut.
a. Operasi pasar terbuka.
Pada masa inflasi, bank sentral mengadakan operasi pasar terbuka
dengan melempar surat-surat berharga ke bank umum sehingga kelebihan
uang di bank umum tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa
deflasi.
b. Mengubah tingkat bunga dan tingkat diskonto
Tingkat bunga dan tingkat diskonto merupakan instrumen
pemerintah dalam stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah
melalui bank sentral dapat melakukan kebijakan menaikkan suku bunga
sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan
kestabilan moneter akan tercapai, Demiklan pula, sebaliknya pada masa
deflasi.
c. Mengubah tingkat cadangan minimum
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah
dengan mengubah cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi
maka pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan cadangan
minimum yang harus dimiliki oleh bank umum. Dengan demikian, jumlah
uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada
masa deflasi,
Adapun kebijakan moneter kualitatif adalah langkah-langkah bank sentral
yang bertujuan mengawasi bentuk-bentuk pinjaman dan investasi yang oleh bank-
bank perdagangan. Kebijakan moneter kualitatif dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pengawasan pinjaman secara selektif
Melalui kebijakan ini, pemerintah melalui bank sentral
mengendalikan dan mengawasi peminjaman dan investasi yang dilakukan
oleh bank-bank umum.
b. Pembujukan moral
Bank sentral melakukan petemuan dengan bank-bank umum,
melalul forum ini maka bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan
yang sedang dijalankan pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang
diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank umum untuk menyukseskan
kebijakan tersebut.

B. Nilai Tukar
Nilai tukar merupakan suatu mata uang yang didefinisikan sebagai harga
relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya., Fabozzi
memberikan batasan tentang nilai tukar, yaitu jumlah dari suatu mata uang
yang dapat ditukarkan perunit mata uang lainnya atau harga dari suatu mata
uang dalam mata uang lainnya. (Fabozzi, 2011) Nilai tukar merupakan harga
di dalam suatu pertukaran dan di dalam pertukaran tersebut terdapat 2 jenis
mata uang yang berbeda.
Menurut (Eiteman, Moffet, & Stonehill, 2007), sistem atau rezim yang
mengatur nilai tukar dibagi atas fixed exchange rate system maupun
floatin/flexible exchange rate system. Bila pemerintah suatu negara mengatur
pada tingkat harga beberapa mata uangnya dapat diperdagangkan, maka
sistem tersebut termasuk fixed atau managed exchange rate. Sedangkan
apabila pemerintah yang bersangkutan tidak mengintervensi penilaian mata
uangnya, maka sistem tersebut diklasifikasikan sebagai floating/flexible
exchange rate. Dalam sejarah, Indonesia pernah menggunakan fixed
exchange rate system yaitu pada tahun 1964 sampai 1978, selebihnya
Indonesia menggunakan floating exchange rate system walaupun tetap
melakukan intervensi terhadapa pasar valas bila diperlukan. Pada floating
exchange rate system nilai kurs akan berfluktuasi mengikuti permintaan dan
penawaran pasar.
Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap
terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang,
nilai tukar atau Kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah
penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik.
Setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang
akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan. Dalam hal
pemintaan terhadap valuta asing relatif terhadap mata uang domestik
meningkat, maka nilai mata uang domestik meningkat. Sebaliknya jika
permintaan terhadap valuta asing menurun, maka nilai mata uang domestik
meningkat. Sementara itu, jika penawaran valuta asing meningkat relatif
terhadap mata uang domestik, maka nilai tukar mata uang domestik
meningkat. Sebaliknya jika penawaran menurun, maka nilai tukar mata uang
domestik menurun.
Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tiga faktor
utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing (Gambar 1). Pertama,
faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka
semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan
cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor menurun, maka permintaan
valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar . Kedua,
faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal
keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada lanjutannya
akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran
hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing
dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. Ketiga, kegiatan
spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan
oleh spekulan maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga
memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.
Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama.
Pertama, faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan
ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang
dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata
uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Sebaliknya, jika ekspor
menurun, maka jumlah valuta asing yang dimiliki semakin menurun sehingga
nilai tukar juga cenderung mengalami depresiasi. Kedua, faktor aliran modal
masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar
akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa
penerimaan hutang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh pihak
asing (Portfolio investment) dan investasi langsung pihak asing (foreign
direct invetment).
PEMBAHASAN
Efektivitas kebijakan moneter dalam ekonomi terbuka sangat dipengaruhi
oleh sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam perekonomian terbuka dengan
tingkat mobilitas modal yang tinggi, kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar
mengambang akan lebih efektif dibandingkan dengan sistem nilai tukar tetap.
Semakin efektifnya kebijakan moneter tersebut terkait dengan mekanisme
penyesuaian otomatis dari perubahan nilai tukar yang dimiliki oleh sistem nilai
tukar mengambang terhadap tingkat mobilitas arus modal dari dan ke luar negeri.
Kondisi tersebut berbeda dengan sistem nilai tukar tetap; nilai tukar relatif tetap
sehingga tidak terdapat penyesuaian otomatis.
Efektivitas kebijakan moneter dengan masing-masing sistem nilai tukar
dapat dijelaskan dengan model ekonomi terbuka dari Mundel-Fleming model.
Untuk penyederhanaan, pembahasan dalam buku ini dibatasi pada hal-hal pokok
dari teori tersebut sehingga mudah dipahami. Untuk melihat pengaruh kebijakan
moneter terhadap ekonomi dari masingmasing sistem nilai tukar dimisalkan
otoritas moneter atau bank sentral melakukan ekspansi moneter. Ekspansi moneter
mengakibatkan jumlah uang beredar meningkat sehingga suku bunga menurun.
Dengan asumsi lainnya tidak berubah, peningkatan jumlah uang beredar akan
meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga jumlah kebutuhan impor
meningkat dan neraca perdagangan suatu negara memburuk. Selain itu, penurunan
suku bunga dalam negeri relatif terhadap suku bunga luar negeri dapat mendorong
arus modal keluar khususnya lagi jika suku bunga dalam negeri lebih kecil
dibandingkan suku bunga luar negeri. Peningkatan permintaan valuta asing untuk
keperluan impor atau capital outflow mengakibatkan nilai tukar melemah. Pada
lanjutannya depresiasi akan dapat mendorong peningkatan ekspor dan neraca
perdagangan sehingga pada akhirnya pendapatan masyarakat (Produk Domestik
Bruto) akan meningkat.
Kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar tetap mempunyai dampak
yang berbeda terhadap ekonomi dibandingkan dengan sistem nilai tukar
mengambang. Untuk memperjelas perbedaan tersebut digunakan contoh sebagai
berikut. Pada tahap awal ekspansi moneter mempunyai pengaruh yang sama
dengan sistem nilai tukar mengambang, yaitu jumlah uang beredar meningkat,
suku bunga turun, pendapatan meningkat, neraca perdagangan memburuk, dan
capital outflow. Namun, perbedaan utama dengan sistem nilai tukar tetap,
peningkatan permintaan valuta asing yang berasal dari peningkat capital outflow
dan impor tidak mengakibatkan nilai tukar mengalami depresiasi karena nilai
tukar dipatok tetap terhadap mata uang asing lainnya. Jika bank sentral tidak
melakukan intervensi,
kondisi tersebut mengakibatkan nilai tukar over-valued sehingga ekspor menurun
karena harga barang-barang ekspor lebih mahal. Penurunan neraca perdagangan
ini akan menghilangkan dampak peningkatan pendapatan pada tahap pertama dan
secara keseluruhan pendapatan agregat tidak akan meningkat.
Kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar fleksibel akan lebih efektif
dibandingkan dengan sistem nilai tukar tetap. Selanjutnya akan diuraikan
bagaimana mekanisme kebijakan moneter dalam mentabilkan nilai tukar. Menjaga
kestabilan nilai tukar sesuai dengan kebutuhan ekonomi sangat diperlukan
mengingat fluktuasi nilai tukar yang berlebihan dapat berpengaruh negatif
terhadap ekonomi. Pada umumnya, mekanisme kebijakan moneter untuk
menstabilkan nilai tukar dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat
dilakukan dengan intervensi langsung ke pasar valuta asing dengan menambah
dan mengurangi supply valuta asing. Misalnya, dalam hal terjadi depresiasi, bank
sentral melakukan intervensi dengan menambah supply valuta asing melalui
penjualan cadangan devisa yang dimiliki. Peningkatan supply valuta asing dapat
meningkatkan nilai tukar atau setidaknya mencegah depresiasi nilai tukar
domestik lebih lanjut.
Sementara secara tidak langsung, kebijakan moneter dapat mempengaruhi
nilai tukar melalui pengendalian permintaan dan penawaran valuta asing secara
tidak langsung. Misalnya, dalam hal terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, bank
sentral akan melakukan operasi terbuka dengan meningkatkan suku bunga.
Berdasarkan teori interest rate parity, jika akibat peningkatan suku bunga tersebut
suku bunga di dalam negeri menjadi lebih besar dibandingkan suku bunga luar
negeri9 , maka aliran dana masuk akan meningkat. Peningkatan arus modal masuk
mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah valuta asing sehingga pada
lanjutannya akan nilai tukar mata uang domestik akan mengalami apresiasi. Selain
itu, peningkatan suku bunga akan mendorong penabung menempatkan dananya di
bank dalam negeri. Peningkatan jumlah simpanan dana di bank akan mengurangi
permintaan valuta asing di dalam negeri dan nilai tukar juga dapat mengalami
apresiasi.

Anda mungkin juga menyukai