MAKALAH
Untuk memenuhi mata kuliah
Ulumul Hadits
Dosen pengampu:
Mohammad Khadziqun Nuha, M. Pd. I.
Disusun oleh:
NOVEMBER 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta
hidayahnya, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Takhrij Al-Hadits“ .
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits. Dalam
pembuatan makalah ini, penulis banyak mendapat hambatan. Akan tetapi, atas bantuan
dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, diucapkan terima
kasih kepada:
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Cover.....................................................................................................................i
Kata Pengantar.....................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut bahasa (lughah). Kata takhrij berasal dari kata kharoja, yakhruju
yang artinya mengeluarkan, menempatkan, dan menyelesaikan. Yang paling
mendekati disini adalah kata kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau
keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj artinya
tempat keluar, dan akharaja al-hadist wa kharrajahu artinya menampakkan dan
memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Jika dilihat secara historis, pada mulanya pencarian hadist tidak didukung oleh
metode tertentu karena memang tidak dibutuhnkan. Para ahli hadist mempunyai
kemampuan menghafal (dhabit) dan itu yang menjadi alat dan sekaligus metode
pencarian hadist bagi mereka. Kegiatan takhrij al-hadist telah mengalami
perkembangan sering dengan perhatian ulama terhadap pemeliharaan hadist.
Kegiatan takhrij al-hadist pada awalnya adalah berupa pencarian dengan
mengeluarkan hadist dari ulama yang memenuhi syarat sebagai periwayat hadist.
Metode takhrij al-hadist seperti itu adalah yang ditempuh oleh Imam Al-Bukhari,
Imam Muslim dan Imam al-Sittah yang lainnya. Takhrij Al-hadist pada tahp
pertama tersebuta adalah dalam bentuk sensus yaitu menelusuri satu per satu
ulama yang memiliki hadist dari berbagai tempat.
Takhrij Al-Hadist yang sedang dikembangkan dimasa sekarang ini adalah
identik dengan penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadist dari berbagai kitab
yang memuat hadist yang lengkap matan dan sanadnya. Kemudian dilanjutkan
dengan penelitian kualitas sanad dan matan hadist.
3
Kegiatan takhrij al-hadist semakin diminati oleh pengkaji hadist, dengan
berbagai alasan, diantaranya:
بأسانيده مع الكالم على وهو التخريج الذي يقوم فيه المخ ِّرج بإيراد الحديث،التخريج ونهاية المطاف هوغاية
وما يقع فيه من علل،ما يكون له من شواهد ثم يذكر،رواته وبيان درجته وتوضيح الغامض في متنه
Artinya :
“Takhrij yang dibentuk oleh mukhorrij (orang yang mengeluarkan hadits) dengan
cara mendatangkan hadits berserta sanad-sanadnya, mengomentari rowi,
menjeaskan derajatnya dan hal yang samar pada matannya lalu serta
menyebutkan syahid dan ilat – ilatnya dalam hadits”.
Adapun takhrij ini terdapat pada kitab badrul al-Munir karangan Ibnu al-
Mulqin 10 jilid, kitab Nashbu al-Rayyah karangan az-Zailai’I 4 jilid dan kitab
Ikhbarul al-Ahya’ bi al- akhbaaril al-ihya’ karangan Imam al-I’raqi.
Contoh : Hadits tentang mengusap dua muzzah, dalam hadits ini Imam al-Zailai’
mengomentari hukum mengusap dua muzzah, beliau mengungkapkan bahwa
hukum mengusap dua muzzah adalah boleh karena adanya dalil sunnah dan
khabar – khabar yang mashhur yang membincangkan hadits tersebut. Imam al-
zailai’ dari imam abu umar ibnu abdul al-Barr didalam kitabnya al- Istidzkar
beliau berkata :
4
َّ ْال َم ْس َح َعلَى ْال ُخفَّ ْي ِن نَحْ ُو أَرْ بَ ِعينَ ِم ْن ال- صلى هللا عليه وسلم- َر َوى ع َْن النَّبِ ِّي
ص َحابَ ِة
Dan di dalam kitabnya al-Imam, imam ibnu al- Mundzir berkata : kami
diriwayatkan hadits ini dari al-Hasan bahwasannya beliau berkata : telah
menceritakan pada kami dari 70 shahabat nabi bahwasannya rosulullah pernah
mengusap dua muzzah .
Selain itu juga Imam al-Zailai memperluas dalam takhrijnya, dan motif beliau
mentakhrij ini bukanlah untuk menshahihkan hadits dan menolak ilat akan tetapi
beliau mentakhrij hadits ini tujuannya hanyalah untuk memutawatirkan dan
mempopulerkan hadits .
ُ
" "الحديث إذا لم تجمع طرقه لم تكشف علته
Artinya : Jikalau hadits itu tidak terhimpun periwayatnya maka ilatnya tidak akan
tersingkap.
Contoh : Hadits tentang dua qullah yang ditakhrij oleh Imam al-Daruthni didalam
kitab sunannya dari 25 periwayat, dan beliau mampu menolak ilat hadits itu
dikarenakan asumsi para ulama mengenai kekacauan hadits tersebut .
يعني فيه المخ ِّرج بذكر روايات الحديث المشهورة،وهو تخري ٌج بين المطوَّل والمختصر
Artinya: Takhrij wasath atau mutawassith adalah takhrij diantara takhrij yang
panjang dan ringkas, maksudnya si mukhorrij (orang yang mengeluarkan hadits)
menyebutkan perowi hadits yang masyhur.
5
muncul ketika yang meriwayatkannnya adalah Imam muhadditsin yaitu Imam
Abu abdillah Muhammad ibnu ismail ibnu Ibrahim ibnu bardazbah al-Ju’fi al-
Bukhori dan Abu al-Husain muslim Ibnu al-Hujjaj al-Qusyairi an-Nasyaaburi,
dan beliau juga berkata : رواه األربعة (diriwayatkan oleh 4 imam) ketika yang
meriwayatkannya adalah Imam al-Turmudzi didalam kitab jami’nya dan Abu
dawud, an-Nasaii dan Imam ibnu majah didalam kitab sunannya. Dan beliau juga
berkataرواه الثالثة (diriwayatkan oleh 3 imam ) ketika yang meriwayatkannya
adalah Imam yang telah disebutkan diatas di dalam kitab sunannya selain Imam
Ibnu majah .
c. Takhrij mukhtashar
من- بأعالها وأشهرها التخريج الذي يقتصر فيه المؤلف على رواية الحديث بأقوى أسانيد المؤلف أو هو
من حيث المتن- على المعاني واألحكام وأدل ألفاظها وأدقها في العبارة عند مؤلفه-حيث السند-.
6
d. Dan seterusnya, begitu juga dengan urutan huruf-huruf pada lafal matan.
Kelebihan dan kekurangan dalam metode ini. Dengan menggunakan
metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadits-hadits yang
dimaksud. Hanya saja bila terdapat kelainan lafal pertama tersebut sedikitpun
akan berakibat sulit menemukan hadits.
Ada beberapa kitab-kitab yang menggunakan metode ini antara lain: kitab al-
Jami’ al-Shaghir, kitab Faidh al-Qadir, kitab al-Fath al-Kabir, dll.
2. Takhrij melalui Kata-kata dalam Matan hadits
Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat dalammatan hadits
baik berupa isim atau fi’il. Para penyusun kitab-kitab takhrij hadits
menitikberatkan peletakan hadits-haditsnya menurut lafal yang asing. Semakin
asing suatu kata, maka pencarian hadits akan lebih mudah dan efisien. Contoh :
ِ َصلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َْن طَ َع ِام ْال ُمتَب
ار يَي ِْن اَ ْن ب ُْؤع ََل َّ ِاِ َّن النَّب
َ ي
Sekalipun kata-kata yang dipergunakan dalam pencariannya dalam hadits
di atas banyak, seperti نَهى, طَ َع ِام,ي ُْؤك ََل akan tetapi sangat dianjurkan mencarinya
ِ َال ُمتَبkarena kata tersebut sangat jarang sekali adanya. Menurut
melalui kata ار بَ ْي ِن
penelitian kata تَبَ¦¦ارى digunakan dalam kitab hadits yang sembilan, hanya dua
kali.
Kelebihan metode ini :
a. Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits.
b. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-
haditsnya dalam beberapa kitab induk menyebutkan nama kitab, juz, bab
dan halaman.
c. Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat
dalam matan hadits
Kekurangan metode ini :
a. Keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-
ilmunya yang memadai karena metode ini menuntut untuk
mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.
b. Metode ini tidak menyebutkan perawinya dari kalangan sahabat yang
menerima hadits dari Nabi Saw, mengharuskan kembali pada kitab-kitab
aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab ini.
c. Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang
yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.
Adapun kitab takhrij yang menggunakan metode ini, yaitu : kitab al-Mu’jam al-
Mufahras, dll.
3. Takhrij melalui Perawi Hadits Pertama
Metode takhrij yang ketiga ini berlandaskan pada perawi pertama suatu
hadits, baik dari kalangan sahabat bila sanad haditsnya bersambung kepada Nabi
(mutasil), atau dari kalangan tabi;in bila hadits itu mursal. Sebagai langkah
pertama kita harus mengetahui perawi pertama setiap hadits yang kita inginkan
diantara hadits-hadits yang tertea di bawah perawi pertamanya itu. Jika sudah
ditemukan, maka kita akan mengetahui pula ulama hadits yang meriwayatkannya.
Kelebihan metode ini antara lain :
7
a. Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya
ulama hadits yang meriwayatkan beserta kitab-kitabnya.
b. Metode ketiga ini memberikan manfaat yang tidak sedikit, diantaranya
memberikan kesempatan melakukan persanad, danjuga faedah-faedah
lainnya yang disebutkan oleh para penyusun kitab takhrij dengan metode
ini.
Kekurangan metode ini antara lain :
a. Metode ini dapat digunakan dengan baik tanpa pengetahuan terlebih
dahulu perawi pertama hadits yang kita maksud.
b. Terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari hadits diantaranya yang tertea di
bawah setiap perawi pertamanya.
Adapun kitab-kitab dengan metode ini, yaitu kitab-kitab al-Athraf, kitab-kitab
Musnad.
4. Takhrij Menurut Tema Haidts
Takhrij denganmetode ini bersandar pada pengenalan teman hadits yang
akan kita takhrij. Kerap kali suatu hadits memiliki teman lebih dari satu. Sikap
kita terhadap hadits seperti ini mencarinya pada tema-teman yang dikandungnya.
Contoh :
َ الص¦الَ ِة َواِ ْيتَ¦¦ا ِء ال َّر َك¦¦ا ِة َو
ص¦وْ ِم ِ ¦َ َشهَا َد ِة اَ ْن الَ اِلَهَ اِالَّهللا ُ َواَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هللاِ َواِق: س
َّ ¦ام ٍ بُنِ َى ْا ِال ْسالَ ُم َعلَى َح ْم
ِ َر َمصَانَ َو َح ِّج ْالبَ ْي
.ًت لِ َم ِن ا ْستَطَا َع اِلَ ْي ِه َسبِ ْيال
Hadits ini dicantumkan pada kitab iman, tauhid, sholat, zakat, puasa dan haji
untuk itu, kita harus mencarinya dalam tema-teman tersebut.
Kelebihan metode ini, yaitu :
a. Metode tema hadis tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain
dari luar hadits.
b. Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadits pada diri peneliti
c. Metode ini juga memperkenalkan pada peneliti maksud hadits yang
dicarinya dan hadits yang senada dengannya.
Kekurangan metode ini, yaitu :
a. Terkadang kandungan hadits sulit disimpulkan
b. Terkadang pula pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman
penyusun kitab.
Adapun kitab-kitab takhrij yang menggunakan metode ini antara lain : kitab Kanz
al-‘Ummai, kitab Bulughul Marom, Kitab Nushub al-Raayah, dll
5. Takhrij berdasarkan Status Hadits
Metode kelima ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan
dengan upaya para ulama yang telah menyusun kumpulan hadits-hadits yang
berdasarkan status hadits. Kitab-kitab sejenis ini sangat membantu pencarian
berdasarkan statusnya, seperti : hadits qudsi, hadits yang sudah masyhur, hadits
mursal, dll.
Kelebihan metode ini, yaitu :
8
Dapat memudahkan proses takhrij, karena sebagian besar hadits-hadits
yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit,
sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.
Kekurangan dalam metode ini, yaitu :
Hanya metode ini cakupannya sangat terbatas, karena sedikitnya hadits-
hadits yang dimuat
.
E. Macam-Macam Kitab Takhrij
A. Kitab-kitab Musnad
Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama
sahabat, atau kitab yang menghimpun hadis-hadis tersebut. Musnad yang telah
berhasil di tulis para ahli hadis, jumlahnya cukup banyak , hingga mencapai
seratus musnad, bahkan lebih. Menurut Al-Kattani dalam Al-Risalatul
Mustatrafah bahwa kitab-kitab Musnad tersebut, berjumlah 82 kitab, dan
selain itu masih banyak lagi.
Nama-nama sahabat dalam kitab Musnad itu terkadang disusun
berdasarkan urut huruf hijaiyah.
Menurut sebagian Ahli hadis , Musnad adalah kitab hadis yang di susun
berdasarkan urutan bab-bab fiqih atau berdasarkan urutan huruf Hijaiyah,
tidak berdasarkan urutan nama sahabat. Karena pada dasarnya hadis riwayat
sahabat bernilai musnad dan marfu sampai kepada Rasululloh SAW, se[erti
Musnad Baqiyi Bin Makhlak AL-Andalusi ang di susun berdasarkan bab-bab
fiqih
Berikut ini nama-nama sbagian kitab Musnad :
a. Musnad Ahmad bin Hambal (-241 H)
b. Musnad Abu Bakar, Abdullah Bin Az-Zubair Al-Humaidi.
c. Musnad Abu Dawud Sulaiman Bin Dawud At-Tayalisi (-204 H)
d. Musnad Asad bin Musal Al-Umawi (-212 H )
e. Musnad Musaddad bin Mussarhad Al-Asadi Al-Basri(-228 H)
f. Musnad Nu’aim bin Hammad
g. Musnad Ubaidillah bin Musa Al-Aisi
i. Musnad Abu Ya’laAhmad bun Ali Al-Musani Al-Mausili (-249 H)
h. Musnad Aid bin Humaid (-249 H)
Dari beberapa Musnad diatas, hanya dua musnad yag akan kami
sampaikan. Yaitu Musnad Al Humaidi dan Musnad Ahmad Bin Hambal.
Karena kedua Musnad tersebut , yang telah di cetak dan masyur di kalangan
masyarakat, sehingga mudah mendapatkannya.
9
surga. Kecuali Talhah bin Ubaidillah, karena Al Humaidi tidak pernah
meriwaatkan hadis melalui jalannya. Sedang berharap susunan nama-nama
ssahabta lainnya tidak kami dapatkan caraa beiau gunakan. Tetapi yang jelas
beliau menyebutkan sahabat yang lebih dahuu masuk islam, ummahatul
mukminin, sahabat wanita, kemudian para rawi dari sahabat Ansar, dan baru
kemudian sahabat pada umumnya.
Sahabat yang menjadi sandaran hadis dalam Musnad ini berjumlah 180
sahabat dan hanya satu hadis yang di riwayatkan Al-Humaidi dengan jalan
yag banyak. Cara melacak hadis pada musnad ini ialah mula-mula di cari
nama sahabat yang meriwayatkannya, kemudian hadis yang di maksud dicari
dalam musnadnya. Jika hadis tersebut terdapatdi dalam Musnad, maka Al
Humaidi jelas meriwayatkan dalam Musnassdnya. Tetapi jika sebaliknya ,
yakni hadis tersebut tidak terdapat dalam musnad, berarti Al Humaidi tidak
meriwayatkan dalam Musnadnya, dan harus dicari dalam kitab lain.
b. Musnad Ahmad bin Hambal
Musnad telah dicetak menjadi enam jilid besar dan semua 40.000 hadis,
di tulis Imam Ahmad bin Hambal As-syaibaniyag wafat tahun 241 H.
Musnad ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat ataukitab-kitab yang
meriwayatkan hadis-hadis setiap sahabat, tanpa memerhatikan pokok bahasan
hadis itu. Beliau tidak menyusun nama-nama sahabat berdasarkan urutan
huruf hijaiyah, karena beliau hanya memperhatiakan beberapa hal, antar lain:
keutamaan tempat tinggal, dan kabilah para sahabat dan sebagainya.
Langkah pertama bagi orang yang ingin mentkhrij hadis yang telah
diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya adalah melihat daftar isi yang
telah di isi petunjuk , guna mengetahui tempat musnad sahabt itu secara
mudah, baik dari juz ataupun halamannya. Musnad Imam Ahmad bin Hambal
ini memuat 904 musnad sahabat, yang diantaranya memuat jumlah hadis yang
besar . Ada juga memuat hadis diantara kedua musnad.
Mula-mula Ahmad menyebutkan Musnad sepuluh sahabat yang dijamin
masuk surga, dengan mendahulukan Musnad Khulafah Rasyidin( Abu Bakar ,
Umar , Usman dan Ali), kenmudian menyebutkan hadis abdur Rahman bin
Abu Bakar , tiga hadis untuk tiga sahabat, kemudian musnad dan hadis Ahlul
Bait. Begitulah seterusnya hingga pada hadis Syaddad bin Al-Hadi.
10
b. Al-Mu’jamul Ausat
Kitab Al-Mu’jamul adalah karya Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad At-
Tabrani. Kitab tersebut disusun berdasarkan nama-nama gurunya yang hampir
mencapai 2.000 orang dan didalamnya terdapat 30.000 hadis.
c. AL-Mu’jam As-Sagir
Kitab Al-Mu’jam As-Sagir adalah karya Abdul Qasim Sulaiman bin
Ahmad AT-Tabrani. Kitab tersebut meriwayatkan hadis dari 1.000 orang guru,
dan kebanyakan hanya di ambil satu hadis dari setiap guru.
d. Mu’jam As-Sahabah
Kitab Mu’jam As-Sahabah adalah karya Ahmad bin Ali bin Lalin Al-
Hmadany,(-398 H).
C. Kitab-kitab Atraf
1) hakekat kitab Atraf
Kitab atraf adalah bagian kitab-kitab hadis yang hanya menyebutkan
bagian (tarf) hadis yang dapat menunjukan keseluruhannya, kemudian
menyebutkan sanad-sanadnya, baik secara menyeluruh atau hanya di nisbatkan
(dihubungkan) pada kitab-kitab tertentu. Dalam Atraf ini ada yang sanadnya
secara menyeluruh dan ada yang hanya menyebutkan gurunya.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
12