Dosen Pengampu:
Dr. Miswari, M. Ag.
Oleh:
Kelompok 7
Meylin Cahya Maulida 2108056045
Latifatul Hana 2108056058
2022
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur kami
panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Tafsir, Ta‟wil, dan Tarjamah” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
mengantarkan umatnya dari zaman jahiliyah sampai pada zaman terangnya kebenaran dan ilmu
pengetahuan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr.
Miswari, M. Ag. pada mata kuliah Studi Al-Quran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagikan
sebagian pengetahuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah yang berjudul “Tafsir, Ta‟wil, dan Tarjamah”
mata kuliah Studi Al-Quran ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis perlu untuk merumuskan masalah
mengenai “Tafsir, Ta‟wil, dan Tarjamah” sebagai berikut.
a. Apakah pengertian dari Tafsir, Ta‟wil, dan Tarjamah?
b. Apa perbedaan antara Tafsir, Ta‟wil, dan Tarjamah?
c. Bagaimana klasifikasi Tafsir Bil Ma‟tsur dan Bil Ar-Ra‟yi?
d. Bagaimana metode dan corak tafsir?
2
BAB II
PEMBAHASAN
سيَ ر َ ْف ِسي ًْشا ِ ّ َو ََل َيأْر ُ ْىً ََك ِث َوث َ ٍل ا اَِل ِجئْ ٌٰ َك ِث ْبل َح
َ ك َواَ ْح
Artinya: “tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu) yang ganjil melainkan kami
datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” (Q.S. Al-Furqan
[25]: 33)
1
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 139.
2
Mana‟ul Quthan, Mahabits fi „Ulumil Qur‟an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm 164.
3
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 141.
3
Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh
pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya,
atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut.
c. Menurut Abu Hayyan
Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur‟an serta cara
mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang
terkandung didalamnya.
d. Menurut Az-Zarkasyi
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-
makna kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW, serta
menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.
Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut, dapat
ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya, tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan,
penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di
dalam Al-Qur‟an.
b. Pengertian Ta’wil
Ta‟wil menurut lughat adalah kembali ke asal. Diambil dari kata “awwala-yu‟awwilu-
takwilan”. Takwil dalam istilah mempunyai dua pengertian.
Pertama, takwil mentakwilkan kalam (kata-kata). Sesuatu makna yang kepadanya
mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataanya, atau suatu makna
yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kata-kata itu dikembalikan dan dipulangkan
hanya kepada hakikatnya, yaitu apa yang dimaksud.
Kedua, takwilul kalam dalam arti menafsirkan dan menerangkan artinya. Pengertian
inilah yang dimaksud oleh Ibn Jarir at-Tabari dalam tafsirnya dengan kata-kata:
“pendapat tentang „takwil‟ firman Allah ini begini dan begitu…” dan kata-kata: “Ahli
‟takwil‟ berbeda pendapat tentang ayat ini”. Jadi yang dimaksud dengan kata “takwil” di
sini adalah tafsir. Inilah arti takwil menurut ulama salaf.4
4
Manna‟ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Pustaka Litera Antarnusa, Bogor, 2009, hlm 457-
460
4
Takwil menurut pengertian mutakhir yaitu memutar lafadz dari anti yang kuat kepada
arti yang dikuatkan dengan dalil yang dikaitkan kepadanya. Istilah ini tidak disepakati.
Ringkasnya, pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu usaha untuk
memahami lafadz-lafadz (ayat-ayat) Al-Qur‟an melalui pendekatan memahami arti atau
maksud sebagai kandungan dari lafadz itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan
lafadz dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan makna lahiriahnya,
bahkan penggunaan secara masyhur kadang-kadang diidentikan dengan tafsir.
Sasaran takwil pada lazimya menyangkut ayat yang mutasyabihat atau ayat-ayat yang
mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang dikandungnya. Dalam Al-Akhlak wal
Wajibat, Al-Maghraby mengemukakan: “Adapun takwil ialah bahwa ayat mempunyai
sejumlah kemungkinan makna yang dikandungnya. Maka ketika engkau sebutkan makna
demi makna kepada pendengar, ia menjadi ragu-ragu tidak tahu mana yang harus
dipilihnya. Karena itu takwil lebih banyak digunakan untuk ayat-ayat mutasyabihat”.
Ta‟wil menurut golongan mutaakhirin adalah memalingkan makna lafadz yang kuat
(rajih) kepada makna yang lemah karena ada dalil menghendakinya. Takwil semacam ini
banyak digunakan oleh kebanyakan ulama mutaakhirin, dengan tujuan untuk lebih
memahasucikan Allah SWT keserupaaannya dengan makhluk seperti yang mereka
sangka. Dugaan ini sungguh bathil karena dapat menjatuhkan mereka dalam
kekhawatiran yang sama dengan apa yang mereka takuti, atau bahkan lebih dari itu.
Misalnya aliran mu‟tazilah yang menafsirkan ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa
Tuhan bersifat jasmani secara teoritis. Dengan kata lain, ayat-ayat Al-Qur‟an yang
menggambarkan bahwa Tuhan bersifat jasmani diberi takwil oleh muktazilah dengan
pengertian yang layak bagi kebesaran dan keagungan Allah. Seperti, kata „istawa‟ dalam
surat Thaha ayat 5 ditakwilkan dengan al-istila wa al-ghalabah (menguasai dan
mengalahkan), kata aini ditakwilkan dalam surat Thaha ayat 39 ditakwilkan dengan „ilmi‟
(pengetahuan). Kata yad dalam surah shad ayat 75 ditakwilkan dengan al quwwah atau al
qudrah. Ayat-ayat Al-Qur‟an yang dijadikan sandaran dalam mendukung pendapat di
atas adalah ayat 103 surah Al-An‟am dan ayat 23 surah Al-Qiyamah. Hal semacam ini
mengandung kontradiktif, seperti kata yad ditakwilkan dengan kekuasaan, karena
5
memaksa mereka untuk menetapkan sesuatu makna yang serupa dengan makna yang
mereka sangka harus ditiadakan, mengingat makhlukpun mempunyai kekuasaan.
c. Pengertian Tarjamah
Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang artinya “salinan dari sesuatu bahasa ke
bahasa lain” atau berarti mengganti, menyalin dan memindahkan kalimat dari suatu
bahasa ke bahasa lain.5 Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut
dengan Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti sebagai berikut.
1) Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu
2) Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama
3) Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain
4) Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang
lain
Adapun yang dimaksud dengan tarjamah Al-Qur‟an adalah seperti yang dikemukakan
oleh Ash-Shabuni: “Memindahkan Al-Qur‟an kepada bahasa lain yang bukan bahasa
Arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak
mengerti bahasa Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT dengan perantara
terjemahan ini.”
5
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag., Ulum Al-qur‟an, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hlm 212
6
3) Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat
sasaran baik secara global maupun secara terinci. Tidak demikian halnya dengan
terjemah. Ia pada lazimnya mengandung tuntutan terpenuhinya semua makna yang
dikehendaki oleh bahasa pertama.
Dengan memperhatikan pemyataan-pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
antara tafsir dengan terjemah (baik tafsiriyah maupun harfiyah) terdapat perbedaan yang
cukup jelas. Khusus dalam hubungannya dengan upaya pemahaman terhadap kandungan
Al-Qur'an, keterangan melalui terjemahnya tentu tidak akan dapat memberikan kejelasan
yang memadai.
7
b) Ta‟wil: mengalihkan lafadz-lafadz ayat Al-Qur'an dari arti yang lahir dan rajih kepada
arti lain yang samar dan marjuh.
c) Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa Arab ke dalam bahasa lain tanpa
memberikan penjelasan tentang kandungan secara panjang lebar dan tidak
menyimpulkan dari isi kandungannya.
8
2) Klasifikasi Tafsir Bil Ma’tsur
Tafsir bil ma‟tsur dapat dibedakan menjadi empat (4) bentuk, yaitu sebagai
berikut.
a) Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
1. Firman Allah SWT (Q.S. At-Thariq: 1)
ق
ِ بس س َو ۤب ِء َو ا
ِ الط َوال ا
Artinya: “Demi langit dan yang datang pada malam hari”.
Kata “Ath-Thariq” dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu
pula, yaitu (QS. Ath-Thariq: 3):
ُ ِالٌا ْج ُن الثابل
ت
Artinya: “(yaitu) bintang yang bersinar tajam,”
Ayat ini diperjelas oleh ayat selanjutnya dalam (QS. Al-Maidah: 3):
ُّٰللا ِث ٖه َو ْال ُو ٌْ َخ ٌِمَخ
ِ علَ ْي ُك ُن ْال َو ْيزَخُ َوالذا ُم َولَ ْح ُن ْال ِخ ٌْ ِضي ِْش َو َهب ٰٓ ا ُ ِه ال ِلغَي ِْش ه ْ ُح ِ ّش َه
َ ذ
ت
ِ ص ُ ٌُّعلَى ال َو ْال َو ْىلُ ْىرَح ُ َو ْال ُوز َ َش ِدّ َيخُ َوالٌا ِط ْي َحخُ َو َهب ٰٓ ا َ َك َل ال ا
َ سجُ ُع ا اَِل َهب رَ اك ْيز ُ ْن َو َهب ر ُ ِث َح
س الا ِزيْيَ َكفَ ُش ْوا ِه ْي ِد ْيٌِ ُك ْن فَ ََل رَ ْخش َْى ُه ْن َ َوا َ ْى ر َ ْسز َ ْم ِس ُو ْىا ِث ْبَلَ ْص ََل ِم ٰر ِل ُك ْن فِسْك ا َ ْل َي ْى َم َي ِٕى
ِ ْ ضيْذُ لَ ُك ُن
اَلس ََْل َم ِد ْيًٌب َ ُاخش َْى ِى ا َ ْليَ ْى َم ا َ ْك َو ْلذُ لَ ُك ْن ِد ْي ٌَ ُك ْن َواَرْ َو ْوذ
ِ علَ ْي ُك ْن ًِ ْع َو ِز ْي َو َس ْ َو
غفُ ْىس اس ِحيْن غي َْش ُهز َ َجبًِفٍ ِّ َِلثْ ٍن فَب اِى ه
َ َّٰللا َ ص ٍخ َ ط اش فِ ْي َه ْخ َو ُ ض ْ فَ َو ِي ا
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging)
hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang
9
jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini
telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku
bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa
karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
الش ِح ْي ُن
اة اُ علَ ْي ِه اًِاهٗ ُه َى الز ا اى
َ بة ٍ ٰفَزَلَمٰٓهى ٰادَ ُم ِه ْي اس ِثّ ٖه َكلِو
َ َ ذ فَز
Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhan Nya, maka Allah
menerima taubatnya, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi Maha
Penyayang.”
َسٌَب َوا ِْى لا ْن رَ ْغ ِف ْش لٌََب َورَ ْش َح ْوٌَب لَ ٌَ ُك ْىً اَي ِهيَ ْال ٰخس ِِشيْي
َ ُظلَ ْوٌَب ٰٓ ا َ ًْف
َ لَ َبَل َسثاٌَب
Artinya: “Keduanya berkata (Adam dan Hawa), ”Wahai Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami, andai kata Kau tidak memaafkan dan mengasihi kami, niscaya
kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A‟raf: 23)
َص ٰلىحِ ْال ُىس ْٰطى َولُ ْى ُه ْىا ِ هّلِلِ ٰلٌِزِيْي ِ صلَ ٰى
د َوال ا علَى ال ا ُ َِحبف
َ ظ ْىا
Artinya: “Peliharalah segala shalat (peliharalah) shalat wustha.” (QS. Al-Baqarah:
238)
Rasulullah manafsirkannya dengan shalat “Ashar”.
10
عذ اُو ُك ْن
َ ّٰللاِ َو
عذ اُو هَ بط ْال َخ ْي ِل ر ُ ْش ِهج ُْىىَ ِث ٖه
ِ ط ْعز ُ ْن ِ ّه ْي لُ اىحٍ او ِه ْي ِ ّس َث َ َ َوا َ ِعذ ُّْوا لَ ُه ْن اهب ا ْسز
ّٰللا
ِ س ِج ْي ِل هَ ش ْيءٍ فِ ْي َو ٰاخ َِشيْيَ ِه ْي د ُْو ًِ ِه ْۚ ْن ََل ر َ ْع َل ُو ْىًَ ُه ْۚ ْن َ ه
َ ّٰللاُ َي ْع َل ُو ُه ْن َو َهب ر ُ ٌْ ِفمُ ْىا ِه ْي
ْ ُ ف اِلَ ْي ُك ْن َوا َ ًْز ُ ْن ََل ر
َظلَ ُو ْىى ي َُى ا
Artinya: “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka
dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di
jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dizalimi (dirugikan).”
c) Tafsir Sahabat
Sahabat Umar ibn al-Khattab pernah bertaya tentang arti takhawwuf dalam
firman Allah (QS. An-Nahl: 47):
d) Tafsir Tabi’in
Sebagai bahan rujukan dalam penulisan Al-Qur‟an, penjelasan tabi‟in tetap
diperhitungkan untuk dapat menafsirkan Al-Qur‟an. Sekalipun mereka bukan
generasi sahabat yang langsung mendapat penafsiran dari Nabi, tetapi mereka
memperoleh penjelasan dari para sahabat. Sebagai contoh diantara tabi‟in ada
yang mengambil seluruh tafsir dari sahabat. Mujahid menceritakan, “Saya
membacakan mushaf kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali, dari pembukaan
11
(Fatihah) sampai dengan penutupan. Saya berhenti pada setiap ayat untuk
menanyakan kepadanya hal-hal yang berkaitan dengannya.”
Tabi‟in yang termasyhur adalah murid-murid Ibnu Abbas dan murid-murid
Ibnu Mas‟ud. Yang meriwayatkan tafsir dari Ibnu Abbas antara lain: Mujahid Ibnu
Jabir, „Atha bin Rabah dan Ikrimah Maula ibnu Abbas. Sedangkan dari golongan
murid Ibnu Mas‟ud adalah „Alqamah an-Nakh‟y, Masyruq ibn al-Ajda‟, Al-
Hamadany, Ubaidah ibn Amr as-Silmany dan al-Aswad ibn Yazid an-Nakha‟y.
18
4) Metode Maudhu'i (Metode Tematik)
Yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufasir untuk menjelaskan konsep Al-
Qur‟an tentang suatu masalah atau tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh
ayat Al-Qur‟an yang membicarakan tema tersebut. Kemudian masing-masing ayat
tersebut dikaji secara komprehensif, mendalam, dan tuntas dari berbagai aspek
kajiannya. Baik dari segi asbabun nuzulnya, munasabahnya, makna kosa katanya,
pendapat para mufassir tentang makna masing-masing ayat secara parsial, serta aspek-
aspek lainnya yang dipandang penting.
Ciri utama metode ini adalah terfokusnya perhatian pada tema (maudhu'), baik
tema yang ada dalam Al-Qur‟an itu sendiri, maupun tema-tema yang muncul di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Contohnya seperti:
Al-Insan Fi Al-Qur‟an dan Al-Mar'ah Fi Al-Qur'an, karya Abbas Mahmud Al-
'Aqqad, dan
Al-Riba Fi Al-Qur'an, karya Abu Al-A'la Al-Maududi.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk memahami makna Al-Qur‟an, ada beberapa ilmu yang digunakan dalam
mempelajari pengkajian Al-Qur‟an tersebut secara mendalam, diantaranya ilmu Tafsir,
Ta‟wil, dan Tarjamah. Tafsir merupakan suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan
ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam Al-Qur‟an.
Adapun ta‟wil ialah suatu usaha untuk memahami lafadz-lafadz (ayat-ayat) Al-Qur‟an
melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafadz itu.
Sedangkan tarjamah yaitu memindahkan Al-Qur‟an kepada bahasa lain yang bukan
bahasa Arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang
tidak mengerti bahasa Arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT dengan
perantara terjemahan ini.
Terdapat perbedaan di antara tafsir, ta‟wil, dan tarjamah. Tafsir lebih menjelaskan
makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar, lengkap dengan penjelasan
hukum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu dan sering disertai dengan
kesimpulan dari ayat-ayat tersebut. Sedangkan ta‟wil mengalihkan lafadz-lafadz ayat Al-
Qur'an dari arti yang lahir dan rajih kepada arti lain yang samar dan marjuh. Adapun
tarjemah hanya mengubah kata-kata dari bahasa Arab ke dalam bahasa lain tanpa
memberikan penjelasan tentang kandungan secara panjang lebar dan tidak menyimpulkan
dari isi kandungannya.
Menurut sumbernya, tafsir dibedakan menjadi tafsir bi al-ma‟sur dan tafsir bi al-ra‟yi.
Muhammad Husain Al-Zahabi mendefinisikan tafsir bi al-ma‟sur sebagai apa saja yang
datang mengenai teks-teks Al-Qur‟an Al-Karim itu sendiri berupa penjelasan dan
penjabaran sebagian ayat-ayatnya yang dinukil dari Nabi, para sahabat, atau dari tabi‟in
sesuai kehendak Allah SWT. Tafsir bil ma‟tsur dapat dibedakan menjadi empat (4)
bentuk, yaitu tafsir Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, tafsir Al-Qur‟an dengan As-Sunnah,
tafsir sahabat, dan tafsir tabi‟in.
22
Tafsir bi al-ra‟yi ialah upaya untuk memahami nas Al-Qur‟an atas dasar ijtihad
seorang ahli tafsir (mufasir) yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya,
mengerti betul lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti syair-syair Arab sebagai dasar
pemaknaan, mengetahui betul asbab al-nuzul, mengerti nasikh dan mansukh di dalam Al-
Qur‟an, dan menguasai juga ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir. Para ahli
tafsir membedakan tafsir bi al-ra‟yi ke dalam dua macam, yaitu tafsir bi al-ra‟yi al-
mahmud (yang terpuji) dan tafsir bi al-ra‟yi al-mazmum (yang tercela).
Tidak hanya itu, para ulama ahli Ulum Al-Qur'an telah membuat klasifikasi tafsir
berdasarkan metode penafsirannya menjadi empat macam metode, yaitu metode ijmaly,
metode tahlily, metode muqaran, dan metode maudhu‟i. Selain itu, buku-buku tafsir juga
mempunyai berbagai corak pemikiran dan madzhab. Di antara corak tafsir tersebut yaitu
corak sufi, corak falsafi, corak fiqih atau hukum, corak sastra, corak ilmiy, dan corak al-
Adab al-Ijtima‟i.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat menambah pengetahuan baru bagi
pembaca tentang tafsir, ta‟wil, dan tarjamah, khususnya mengenai apa itu tafsir, ta‟wil,
dan tarjamah; perbedaan tafsir, ta‟wil, dan tarjamah; klasifikasi Tafsir Bil Ma‟tsur dan Bil
Ar-Ra‟yi; serta macam-macam metode dan corak tafsir. Sebagai pembaca yang baik,
hendaknya juga mengetahui dan memahami pentingnya menguasai tafsir, ta‟wil, dan
tarjamah sebagai suatu ilmu yang digunakan dalam mempelajari pengkajian Al-Qur‟an
secara mendalam.
23
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. (2013). Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Hamdani. (2015). Pengantar Studi Al-Qur‟an. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya.
Hitami, Mundzir. (2012). Pengantar Studi Al-Qur‟an Teori dan Pendekatan. Yogyakarta: LkiS.
Ichwan, Muhammad Nor. (2004). Tafsir „Ilmiy Memahami Al-Qur‟an Melalui Pendekatan Sains
Modern. Yogyakarta: Menara Kudus.
Khaeruman, Badri. (2004). Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia.
Khalil Al-Qattan, Manna‟. (2009). Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa.
Khuli, Amin Al dan Zayd, Abu Nashr. Metode Tafsir Sastra (Terj. Khairan Nahdiyyin).
Yogyakarta: Adab Press.
LAL, Anshori. (2010). Tafsir bi al-Ra‟yi, Menafsirkan Al-Qur‟an dengan Ijtihad. Jakarta: Gaung
Persada Press.
Munawar, Said Agil Husin Al. (2005). Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki.
Ciputat: PT Ciputat Press.
Rohimin. (2007). Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sabuni, Muhammad Ali Al. (1981). Al-Tibyan fi Ulum Al-Qur‟an. Dimasyq: Maktabah Al-
Ghazali.
24
Sadr, Muhammad Baqir as. (1992). Madrasah Al-Qur‟aniyyah (terj. Hidayaturakhman). Jakarta:
Risalah Masa.
Suma, Muhammad Amin. (2013). Ulum Al-Qur‟an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Qaththan, Syaikh Manna al. (2005). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an. Jakarta: Maktabah Wahbah
Kairo
25