Anda di halaman 1dari 15

TAFSIR DAN PARA PENAFSIRNYA

( Pengertian Tafsir, Perbedaannya dengan Terjemah dan Ta’wil, Corak-Corak Tafsir


dan Para Mufassirnya )

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits

OLEH:

1. NANA NURMA JUNITA


2. MELISA

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. FAIZIN, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah swt. Dia-lah yang menganugrahkan al-qur’an sebagai hudan li-
nas (petujuk bagi seluruh manusia) dan rahmatan lil-‘alamin (rahmat bagi segenap alam}.
Dia-lah yang menganugerahkan ilmu pengetahun kepada manusia. Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada nabi muhammad saw. Utusan dan manusia pilihan-nya. Dia-lah
penyampai, pengamal, dan penafsir pertama al-qur’an. Yang memperjuangkan hingga kita
sampai pada zaman yang penuh dengan pengetahuan.
Penulisan makalah yang berjudul “Tafsir Dan Para Penafsirnya ( Pengertian tafsir,
perbedaannya dengan terjemah dan ta’wil, corak-corak tafsir dan para mufassirnya )”
bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits” .

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, baik secara moril maupun materil. Semoga dengan makalah ini
dapat menambah pengetahuan kita dalam memahami tentang Tafsir Dan Para Penafsirnya (
Pengertian tafsir, perbedaannya dengan terjemah dan ta’wil, corak-corak tafsir dan para
mufassirnya ).
Akhirnya, semoga dengan adanya makalah ini bermanfaat bagi penulis dan khalayak
ramai pada umumnya.amin.

Sungai Penuh, November 2021

Penulis

.
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................................


Daftar Isi .................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................
A. Apa yang dimaksud dengan Tafsir?
B. Apa perbedaan antara tafsir, terjemah dan ta’wil?
C. Apa saja corak tafsir?
D. Apa saja syarat menjadi mufasir?

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................


A. Kesimpulan .................................................................................................................
B. Saran ...........................................................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber ilmu yang tidak habis untuk dikaji berbagai
kalangan. Semakin lama dikaji, semakin banyak ilmu yang terkuak. Sebagai
contoh, para ilmuwan mengembangkan maupun mencocokan penemuan mereka
tentang teknologi, ilmu perbintangan, penemuan pesawat terbang, matematika, fisika,
dan lain sebagainya, dengan pemaparan yang tersebut dalam al-Qur’an. Sebagian
sumber-sumber hukum juga berasal dari al-Qur’an. Sehingga, Pengetahuan mengenai
makna al-Qur’an pun menjadi sangat penting untuk dipahami. Adanya tafsir dan para
mufassirnya, tentu mempermudah setiap orang memahami isi al-Qur’an. Perlu
kiranya kita memperdalam pengetahuan mengenai tafsir dan mufassirnya, perbedaan
tafsir dengan terjemah dan takwil, kemudian corak dari tafsir itu sendiri. Sehingga
kita dapat mmperkokoh keimanan dan menambah pengetahuan dalam memahami al-
Qur’an. Inilah yang menjadi latar belakang disusunnya makalah tafsir
dan penafsirnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belaknag diatas, maka rumusan masalahnya berupa:
1. Apa yang dimaksud dengan Tafsir?
2. Apa perbedaan antara tafsir, terjemah dan ta’wil?
3. Apa saja corak tafsir?
4. Apa saja syarat menjadi mufasir?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian tafsir.
2. Mengetahui perbedaan antara tafsir, terjemah dan ta’wil.
3. Mengetahui corak-corak tafsir.
4. Mengetahui syarat menjadi seorang mufassir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan
atau uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir secara etimologi adalah Al-kasf
wal Al-izhhar yang artinya menyingkap (membuka) dan menampakkan.1 Pada
dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan
makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasf (mengungkapkan),
Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan)2
Dari pengertian tafsir menurut bahasa pada dasarnya sama, meskipun
disampaikan dengan bahasa yang berbeda. Tafsir memiliki arti penjelasan atau
keterangan terhadap maksud yang sukar difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan
demikian, menafsirkan Al-Qur’an ialah menjelaskan atau menerangkan makna-makna
yang sulit difahami dari ayat-ayat Al-Qur’an.3
Adapun pengertian “tafsir” berdasarkan istilah, para ulama banyak
memberikan komentar, antara lain sebagai berikut:
1) Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil :
Tafsir adalah menjelaskan Al-quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan
dikehendakai dengan nasbnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
2) Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih :
Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafadz yang sukar dipahamioleh
pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang
mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafdz tersebut.
3) Menurut Abu hayyan :
Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Quran serta cara
mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang
terkandung didalamnya.

1
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), h. 209
2
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung : Tafakur, 2009), h.11
3
Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 67.
4) Menurut Az-Zarkasyi
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-
makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW., serta
menyimpulkankandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.4

Dengan demikian, unsur-unsur pokok yang terkandung dalam pengertian tafsir


adalah sebagai berikut:
a) Hakekat tafsir adalah menjelaskan maksud ayat Al-Qur’an yang sebagian besar
memang diungkap dalam bentuk dasar yang sangat global (mujmal).
b) Tujuan tafsir adalah memperjelas apa yang sulit dipahami dari ayat-ayat Al-
Qur’an, sehingga apa yang dikehendaki Allah dalamfirmannya dapat dipahami
dengan mudah, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan.
c) Sasarannya adalah agar Al-Qur’an sebagai hidayah Allah untuk manusia yang
berfungsi menjadi rahmat bagi seluruh manusia dan makhluk Allah yang lain.

B. Perbedaan Tafsir, Terjemah dan Ta’wil


Dari segi istilah, tafsir berbeda dengan terjemah atau takwil. Jika tafsir
bermakna menjelaskan maksud dan tujuan ayat-ayat Alquran, baik dari sisi makna,
kisah, hukum, maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh umat.
Takwil berarti mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni
menerangkan yang dimaksud dari ayat Alquran.

Dalam al-Qur’an, kata ta’wil dapat ditemukan, di antaranya, dalam surah Ali
Imran 3: 7

‫ﻳن‬ ِ‫ﱠ‬ ٌ َ ِ ‫شا‬


َ ‫ات ◌ۖ ﻓَﺄَ ﱠما الذ‬ َ َ‫ُخ ُر ُمت‬ ِ َ‫ات ُه ﱠن أُ ﱡم الْكِت‬
َ ‫اب َوأ‬ ٌ َ ‫اب ِمنْهُ آ‬
ٌ ‫ت ﱡْﳏ َك َم‬ ِ َ ‫ُهو الﱠ ِذي أَنز َل َعلَي‬
َ َ‫ك الْكت‬ْ َ َ
ۗ ُ‫اء َْ ِوﻳلِ ِه ◌ۗ َوَما ﻳَـ ْعلَ ُم َْ ِوﻳلَهُ إِﱠﻻ ا ﱠ‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫ِﰲ قُـلُوِِم َزﻳْ ٌغ ﻓَـيـتﱠبِعو َن ما ت‬
◌ َ َ‫شابَهَ م ْنهُ ابْتغَاءَ الْف ْتـنَة َوابْتغ‬ َ ُ َ ْ
ِ ‫اﺳ ُﺨو َن ِﰲ ال ِْعل ِْم ﻳـ ُﻘولُو َن آمنﱠا بِ ِه ُﻛﻞﱞ ِمن ِع‬
ِ َ‫نﺪ َربِّنَا ◌ۗ َوَما ﻳَ ﱠذ ﱠﻛ ُر إِﱠﻻ أُولُو ْاﻷَلْب‬
‫اب‬ ِ ‫الر‬
‫َو ﱠ‬
ّْ َ َ

4
Hasbi Asy-Syidiqie, ilmu-ilmu Al-qur’an, (Jakarta:PT Bulan Bintang, 1972), h. 202-203
Artinya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur'an) kepada kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya,
padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang
yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.

Dari segi tujuan, antara tafsir dan takwil tidak memiliki perbedaan, yakni
sama-sama berusaha untuk menjelaskan makna ayat Alquran. Namun demikian, bila
ditinjau dari segi kerjanya atau jalan yang ditempuh, keduanya memiliki perbedaan
yang jelas. Tafsir sifatnya lebih umum dari takwil. Tafsir menyangkut seluruh ayat,
sedangkan takwil hanya berkenaan dengan ayat-ayat yang mutasyabihat (samar dan
perlu penjelasan). Maksudnya Dikatakan tafsir yaitu apa yang terjadi jelas didalam
kitabullah atau jelas di dalam hadist sohih, artinya itu jelas tampak, ta’wil yaitu apa
yang disimpulkan oleh ulama, dalam hal ini ada yang mengatakan bahwa tafsir itu
istilah apa yang bersangkut dengan ayat sedangkan ta’wil yaitu, apa yang
bersangkutan dengan ilmu pengetahuan.

Di antara contoh ta’wil al-Qur’an adalah:

‫ﻳَ ُﺪ ا ﱠِ ﻓَـ ْو َق أَﻳْ ِﺪﻳ ِه ْم‬


Artinya : “Tangan (kekuasaan) Allah di atas tangan (kekuasaan mereka).” (Q.S. al-
Fath [48]: 10)

Arti yang zhahir, qarib, dan rajih dari kata (‫ )يد‬adalah tangan, sedangkan
makna bathin --walaupun ba’id-- yang dianggap kuat (marjuh) adalah kekuasaan.
Mengalihkan makna “tangan” kepada makna “kekuasaan” karena alasan kemustahilan
Allah memiliki tangan dalam arti inderawi. Pun lafal-lafal lain yang jika diartikan
secara lahiriah, menggambarkan Allah sebagai jisim; bertempat di atas Arsy, turun ke
bumi, memiliki tangan, wajah dan lainnya.
Sedangkan terjemah secara bahasa berarti “menyalin” (memindahkan) dari
suatu bahasa ke dalam bahasa lain atau mengalihvbahasakan. Jadi, substansi terjemah
adalah memindahkan bahasa pokok kepada bahasa sasaran dengan tidak merubah
semua kandungan makna dan maksud awal.5

5
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/03/pengertian-tafsir-terjemah-dan.html
Perbedaan Tafsir Dengan Terjemahan.
Tafsir dengan terjemah (baik terjemah ḥarfiyah dan terjemah tafsiriyah) tidak
sama. Antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan, antara lain sebagai berikut:
1. Tafsir selalu ada keterkaitan dengan bahasa asalnya dan tidak mesti adanya
pemindahan bahasa. Sedangkan terjemahan terjadi perpindahan bahasa dari bahasa
pertama ke bahasa terjemah (kedua), bahasa pertama tidak melekat pada bahasa
terjemah.
2. Tafsir harus dilakukan apabila usaha menerangkan makna ayat baru dapat dicapai
dengan penguraian secara meluas. Sedangkan terjemahan tidak boleh penguraian
melebihi dari sekedar pemindahan bahasa.
3. Tafsir adanya usaha menerangkan masalah, baik keterangan itu secara ijmālī (garis
besarnya) maupun secara tafsili (terperinci). Sedangkan terjemahan dituntut
terpenuhinya semua makna dan maksud yang ada dalam bahasa yang
diterjemahkan.
4. Tafsir pengakuan didapatkan dari orang yang sepaham dengan yang membaca hasil
penafsiran. Sedangkan terjemahan penerjemah diakui sudah melakukan
penerjemahan apabila ia telah berhasil memindahkan makna bahasa yang pertama
ke bahasa terjemah.

C. Corak-Corak Tafsir

Corak penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya diistilahkan dalam


bahasa Arab yaitu “al-laun” yang arti “dasarnya warna”.6 Corak penafsiran yang
dimaksud ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri
pada tafsir.7 Corak penafsiran adalah suatu arah, warna dan kecenderungan pemikiran
atau ide yang mendominasi suatu karya tafsir. (Sofyan, 2015: 25).
Dapat disimpulkan corak tafsir adalah ragam dan nuansa khusus yang
mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual
seorang mufassir ketika menjelaskan maksud al-Qur’an.
Dari segi corak tafsir al-Qur’an terdapat berbagai macam corak penafsiran al-
Qur’an ketika para pengkaji tafsir melakukan terhadap penafsiran, di antara corak-
corak tafsir al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Corak Tafsir Filsafi (Filsafat)
Maksud dari corak ini adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
menggunakan logika dan teori-teori filsafat. Munculnya corak penafsiran ini
seiring dengan berkembangnya ilmu-ilmu agama dan sains di berbagai wilayah
kekuasaan Islam yakni ketika periode penterjemahan di masa Abbasiyah. Pada
waktu itu buku-buku filsafat Yunani banyak diterjemahkan dalam bahasa Arab dan
saat itu adalah karya Plato dan Aristoteles.

6
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung : Tafakur, 2011), h. 199
7
Abdul Mustaqim, Aliran Aliran Tafsir, dari Periode Klasik hingga Kontemporer, (Yogyakarta : Kreasi
Warna, 2005), h. 69
2. Corak Tafsir Fiqhi (Hukum)
Corak tafsir fiqhi adalah menafsirkan al-Qur’an yang lebih berorientasi kepada
ayat-ayat hukum yang terdapat dalam al-Qur’an atau penafsiran ayat-ayat al-
Qur’an yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum fiqih sedangkan ayat-ayat
yang lain dan tidak memuat hukum-hukum fiqih maka tidak dijadikan sebagai
target dalam penafsirannya bahkan cenderung tidak dimuat sama sekali. Corak ini
sudah ada sejak masa Rasulullah SAW. Sebab ketika para sahabat kesulitan dalam
memahami hukum yang terkandung dalam al-Qur’an tersebut, maka sahabat
langsung menanyakan hal itu kepada Nabi dan beliau pun langsung menjawab.

Adapun kitab tafsir yang bercorak fiqhi adalah kitab Ahkam al-Qur’an karya al-
Jashshash (w. 370 H) dari golongan Hanafiyah, kitab Ahkam al-Qur’an karya
Alkiya al-Harasi (w. 504 H) golongan Syafi’iyyah dan terakhir dari golongan
Malikiyyah kitab al-Jami’ li al-Ahkam al-Qur’ankarya al-Qurthubi.

3. Corak Tafsir ‘Ilmi (Ilmu/Science)


Tafsir ‘ilmi adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan melakukan pendekatan
ilmiah atau mengkaji ayat-ayat al-Qur’an berorientasi pada teori-teori ilmu
pengetahuan. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan dalam corak ini adalah ayat-
ayat kauniyah (tentang kealaman). Corak tafsir seperti ini memberi peluang yang
luas bagi mufasir dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya ataupun berbagai
potensi keilmuan yang ada dan akan di bentuk dalam al-Qur’an. Perlu diketahui
ketika menggunakan corak penafsiran ini adalah berpegang pada hakikat ilmiah
yang dapat dijadikan sebagai rujukan maupun sandaran, tidak memaksakan diri
dalam memahami nash dan tidak sembarangan dalam menakil nash dengan suatu
makna yang diinginkan kesimpulannya.
Kitab-kitab tafsir yang menggunakan corak penafsiran ini adalah kitab al-Jawahir
fi Tafsir al-Qur’an karangan Thanthawi Jawhari (1287-1358 H) terdiri 13 jilid, 26
juz dan 6335 halaman, kitab al-Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kawniyah fi al-Qur’an
karya Hanafi Ahmad dan kitab al-Isyarat al-Ilmiyah fi al-Qur’an al-Karim karya
Dr. Muhammad Syawqi al-Fanjari.

4. Corak Tafsir Sufi


Maksudnya adalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan pemahaman
tasawuf atau beraliran tasawuf. Corak ini dibagi menjadi dua macam adalah;
pertama tafsir Sufi al-Nazhariy adalah tafsir yang disusun oleh ulama-ulama dalam
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang berpegang pada teori-teori tasawuf yang
mereka pegangi dan dikembangkan. Kedua tafsir Sufi al-Isyari berarti penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an yang berusaha mentakwilkan berdasarkan isyarat-isyarat yang
tersembunyi dan hanya diketahui oleh para sufi ketika mereka melaksanakan suluk.
Kemudian di antara kitab-kitab tafsir yang bercorak shufi adalah tafsir al-Qur’an
al-Azhimkarya Abdullah al-Tustariy (w.283 H), kitab Haqaiq al-tafsirkarya al-
‘Alamah al-Sulamiy (w. 412 H) dan kitab Ara’is al-Bayan fi Haqaiqal-Qur’an
karya Imam al-Syiraziy (w. 606 H).
Para ulama tafsir berpendapat bahwa dalam tafsir bercorak shufi ini banyak
terdapat kesalahan dan penyimpangan, maka tafsir ini bisa saja diterima apabila
memenuhi syarat-syarat, yakni; tidak bertentangan dengan makna lahiriyah ayat,
penafsirannya itu dapat dikuatkan dengan dalil syara’ yang lainnya, penafsirannya
tidak bertentangan dengan dalil syara’ dan akal, ahli tafsirnya tidaklah menganggap
apabila penafsirannya itu merupakan satu-satunya penafsiran yang memang benar,
tapi harus mengakui terlebih dahulu makna lahiriyah ayat.
5. Corak Tafsir al-Adabiy al-Ijtima’i (Sosial-Kemasyarakatan)
Al-Adabiy merupakan bentuk mashdar dan kata kerja dari aduba berarti tatakrama
dan sopan santun. Sementara kata al-Ijtima’iy berarti menyatukan sesuatu dan juga
dapat diterjemahkan kemasyarakatan. Maka, secara etimologi al-adabi al-ijtima’iy
adalah penafsiran yang lebih menekankan kepada sastera budaya dan
kemasyarakatan. Sedangkan secara terminologi corak tafsir adabiy ijtima’iy adalah
memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan cara menyebutkan ungkapan-ungkapan al-
Qur’an secara teliti lalu menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an
tersebut dengan menggunakan keindahan gaya bahasa sehingga menjadi menarik
ketika membacanya. Kemudian para mufasir menghubungkannya nash-nash al-
Qur’an yang sedang dikaji sesuai dengan kondisi sosial dan sistem budaya yang
ada pada masyarakat.

Menurut al-Dzahabi yang dimaksud dari corak tafsir al-al-ijtima’iy adalah


merupakan corak penafsiran al-Qur’an dengan menjelaskan atau mengungkap ayat-
ayat al-Qur’an berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan dan disusun dengan
menggunakan bahasa yang lugas dan menekankan tujuan pokok turunnya al-
Qur’an, lalu diaplikasikan dengan kehidupan sosial.

Corak penafsiran ini muncul karena ketidakpuasannya para mufasir yang


menganggap bahwa penafsiran al-Qur’an selama ini hanya didominasi oleh tafsir
yang menitik beratkan pada nahwu, bahasa dan perbedaan mazhab, baik dalam
bidang ilmu kalam, ushul fiqh, sufi, fiqh, dan lain sebagainya.

Kemudian kitab tafsir yang menggunakan corak penafsiran al-Adabiy al-Ijtima’i


adalah kitab tafsiral-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, kitab
Tafsir al-Wadhih karya Muhammad Mahmud al-Hijazy, kitab Tafsir al-Qur’an
karya Syaikh Ahmad al-Maraghi dan kitab Tafsir al-Qur’an al-Karim karangan
Syaikh MahmudSyaltut.8

8
Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2 (2). Desember 2020
D. Mufassir
Mufassir adalah orang yang menerangkan makna atau maksud kandungan Alquran.
Sejatinya kata Ustadz Ahmad Sarwat, Lc. MA dalam bukunya Pengantar Ilmu Tafsir
mangatakan yang boleh menafsirkan Al-qur’an hanyalah Nabi Muhammad SAW.
Karena Nabi Muhammad merupakan utusan Allah SWT yang diberi ilmu secara
langsung untuk menjelaskan isi dan makna Alquran. Semua yang keluar dari mulut
Nabi Muhammad SAW adalah wahyu juga, meski bukan termasuk ayat Alquran.

Hal ini sebagaimana surat An-Najm ayat 3-4 yang tegas menyebutkan yang artinya.
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya
(Muhammad)."

Pada masa Nabi Muhammad SAW, selain Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Ali) yang menjadi Mufassir adalah Abdullah bin Abbas. Sejak kecil
Abdullah bin Abbas didoakan Rasulullah agar diberi kemampuan dalam memahami
agama dan mampu mentakwil Alquran.

Sejarah telah mencatat bahwa dikalangan sahabat banyak orang ahli tafsir. Namun
demikian, yang terkenal diantara mereka hanya 10 orang : Khalifah empat, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Abbas, dkk.9

seorang mufassir tidak boleh menerjemahkan al-qur’an sekehendak hati atau secara
serampangan. Hal ini dijelaskan lansung dalam al-Qur’an dan hadist sebagai berikut :

Firman Allah Ta’ala:

‫ﻚ ﺑِِﻪ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ‬
َ َ‫ﺲ ﻟ‬
َ ‫ﻒ َﻣﺎ ﻟَْﻴ‬
ُ ‫َوَﻻ ﺗَـ ْﻘ‬
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya.” (Q.S. al-Isra’ [17] 36)

9
http://ilmu76.blogspot.com/2017/06/pengertian-dan-syarat-syarat-mufassir.html, diakses pada tanggal 7
november 2021
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda:

‫ ﻓﻠﻴﺘﺒﻮأ ﻣﻘﻌﺪﻩ ﻣﻦ اﻟﻨﺎر‬- ‫ أو ﲟﺎ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ‬- ‫ﻣﻦ ﻗﺎل ﰲ اﻟﻘﺮآن ﺑﺮأﻳﻪ‬

Artinya: “Siapa berkata tentang al-Qur’an dengan logikanya (semata), maka silakan
ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. at-Tirmidzi no. 2951)

Berikut adalah syarat-syarat yang harus dimiliki mufassir adalah sebagai


berikut:
1. Mempunyai Aqidah yang Benar.
Aqidah berpengaruh besar bagi mufassir. Apabila seorang mufassir beraqidah
jelek, maka kemungkinan ia akan mengubah nash-nash dan akan berhianat dalam
meriwayatkan berita, ia akan mena’wilkan ayat-ayat yang bertentangan dengan
aqidahnya serta akan menjuruskan tafsirnya kepada madzhabnya yang batal.

2. Tidak Dipengaruhi Oleh Hawa Nafsunya.


Hawa nafsunya kadang-kadang mengajak mufassir itu untuk membela
madzhabnya. Kemudian mereka menipu manusia dengan perkataan-perkataan
yang indah seperti yang dilakukan oleh Madzhab Qadariyah, Rafidlah, Mu’tazilah
dan lain-lain.

3. Mengetahui ilmu Bahasa Arab dan Cabang-cabangnya.


Seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an wajib menguasai ilmu bahasa Arab,
karena bahasa Arab merupakan bahasanya al-Qur’an. Ilmu bahasa Arab memiliki
beberapa cabang, dan yang terpenting di antaranya adalah: Ilmu nahwu, Ilmu
Sharaf, Isytiqaq dan Ilmu Balaghah.

4. Menguasai Ilmu Ushul Fiqih


Dengan ilmu ini, dapat diketahui bagaimana cara menggunakan dalil (dalam
hal ini adalah al-Qur’an), yang dari dalil tersebut bisa diambil kesimpulan hukum
tentang suatu perkara.
5. Menguasai Ulumul Qur’an.
Di antara cabang ulumul Qur’an yang wajib dikuasai oleh seorang mufassir
adalah: Ilmu qiraat, Ilmu asbabun nuzul, Ilmu nasikh-mansukh dan Ilmu
qashashul Qur’an.

6. Mendalamnya faham yang memungkinkan mufassir itu mentarjihkan suatu makna


atas makna yang lain, atau mengistinbathkan makna yang sesuai dengan nash-
nash syari’ah.

7. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat-ayat al-


Qur’an. Orang yang paling memahami al-Qur’an adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Jadi, agar seorang mufassir tidak menyimpang tafsirnya, ia
wajib mengetahui hadits-hadits Nabi yang terkait dengan ayat yang ingin ia
tafsirkan.

8. Mengetahui Tafsir Sahabat.


Setelah Nabi, para shahabat lah yang paling mengetahui al-Qur’an, karena
mereka hidup di masa turunnya al-Qur’an, hari-hari mereka dihabiskan dengan
bersama Rasul, sang penerima wahyu. Jadi, seorang mufassir wajib mengetahui
tafsir para shahabat, dan menjadikannya sumber ketiga dalam penafsiran al-
Qur’an setelah al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengertian Tafsir :
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir secara etimologi adalah Al-kasf wal
Al-izhhar yang artinya menyingkap (membuka) dan menampakkan. Pada dasarnya,
pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah
(menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasf (mengungkapkan), Al-izhar
(menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan)

Perbedaan Tafsir. Takwil dan Terjemahan


Dari segi istilah, tafsir berbeda dengan terjemah atau takwil. Jika tafsir bermakna
menjelaskan maksud dan tujuan ayat-ayat Alquran, baik dari sisi makna, kisah,
hukum, maupun hikmah, sehingga mudah dipahami oleh umat.
Takwil berarti mengembalikan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni
menerangkan yang dimaksud dari ayat Alquran.
Sedangkan terjemah secara bahasa berarti “menyalin” (memindahkan) dari suatu
bahasa ke dalam bahasa lain atau mengalihvbahasakan. Jadi, substansi terjemah
adalah memindahkan bahasa pokok kepada bahasa sasaran dengan tidak merubah
semua kandungan makna dan maksud awal

Corak-corak Tafsir :
a. Corak Tafsir Filsafi (Filsafat)
b. Corak Tafsir Fiqhi (Hukum)
c. Corak Tafsir ‘Ilmi (Ilmu/Science)
d. Corak Tafsir Sufi
e. Corak Tafsir al-Adabiy al-Ijtima’i (Sosial-Kemasyarakatan)

Mufassir Al-qur’an
Mufassir adalah orang yang menerangkan makna atau maksud kandungan Alquran.
Sejatinya kata Ustadz Ahmad Sarwat, Lc. MA dalam bukunya Pengantar Ilmu Tafsir
mangatakan yang boleh menafsirkan Al-qur’an hanyalah Nabi Muhammad SAW.
Karena Nabi Muhammad merupakan utusan Allah SWT yang diberi ilmu secara
langsung untuk menjelaskan isi dan makna Alquran. Semua yang keluar dari mulut
Nabi Muhammad SAW adalah wahyu juga, meski bukan termasuk ayat Alquran.

B. SARAN
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan oleh karena itu saran dan kritik dari teman-teman pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), h. 209


Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung : Tafakur, 2009), h.11
Nasrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 67.
Hasbi Asy-Syidiqie, ilmu-ilmu Al-qur’an, (Jakarta:PT Bulan Bintang, 1972), h. 202-203
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung : Tafakur, 2011), h. 199
Abdul Mustaqim, Aliran Aliran Tafsir, dari Periode Klasik hingga
Kontemporer, (Yogyakarta : Kreasi Warna, 2005), h. 69
Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah, 2 (2). Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai