Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR,TA’WIL,TERJEMAH,DAN METODE-METODE

PENAFSIRAN AL-QUR’AN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Qur‟an dan Hadist

Dosen Pengampu :
Yusuf Fauzi, Lc., M.Th.I.

Disusun O

Oleh :
Kelompok 5

1. Wiwik Ika Mujiati (12204193093) (05)


2. Laila Zulfatun Nabilah Anwar (12204193246) (19)
3. Nunung Sri Wahyuni (12204193247) (20)

TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
Maret 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
tafsir,takwil,terjemah,dan metode-metode penafsiran Al-qur‟an ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bpk.
Yusuf Fauzi,Lc,M,Th,I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang tafsir,takwil,terjemah dan metode-metode penafsiran Al-Qur‟an
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bpk Yusuf Fauzi,Lc,M,Th,I, selaku


dosen Study Qur‟an Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, 18 Maret 2019

penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................iii
BAB I....................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB II.................................................................................................. 3
A. Pengertian Tafsir, Takwil, dan Terjemah.........................................3

B. Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Terjemah............................................6

C. Metode-Metode Penafsiran Al-Qur’an.................................................7

BAB III...............................................................................................15
A. KESIMPULAN.........................................................................15
B. Saran......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran bagi manusia adalah untuk membedakan yang haq dengan yang batil.
sedangkan Tafsir merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita, bahkan di Indonesia sendiri
kitab-kitab tafsir telah dikaji di banyak pondok pesantren, ini merupakan satu tanda bahwa
keilmuan tafsir dalam Negara kita cukup membanggakan, selain itu Tafsir sendiri merupakan
salah satu cara dimana kita bisa memahami Al-Qur‟an.
Tidak hanya tafsir ada istilah lain lagi yakni takwil dan terjemah, terjemah sendiri adalah
hanya sekedar alih bahasa dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia dan tidak menyebutkan
secara jelas dan gamblang , masih bersifat global, sedangkan takwil pada mulanya para ulama
mutaqodim mrnyamakan dengan tafsir, tetapi ulama; mutakhirin tidak menyetujuinya dan
dianggap berbeda. Metode adalah satu sarana untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam konteks pemahaman al-Quran, metode bermakna: “prosedur yang harus dilalui untuk
mencapai pemahaman yang tepat tentang makna ayat-ayat al-Quran.” Dengan kata lain,
metode penafsiran al-Quran merupakan: seperangkat kaidah yang seharusnya dipakai oleh
penafsir ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
Al-Quran secara tekstual memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teksnya selalu
berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya, al-Quran selalu
membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan ditafsirkan dengan berbagai alat, metode, dan
pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan sebagai jalan
untuk membedah makna terdalam dari al-Quran itu. Sehingga al-Quran seolah menantang
dirinya untuk dibedah.
Al-Qur‟an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk
untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai macam keistemewaan.
Keistimewaan tersebut antara lain susunan bahasanya yang unik memesonakan, dan pada saat
yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami
bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat
berbagai faktor. Makalah ini dibuat untuk memahamkan kepada pembaca apasih terjemah,
tafsir,terjemah dan metode-metode tafsir.

1
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut;

1. Bagaimana pengertian tafsir,takwil dan terjemah?


2. Bagaimana perbedaan tafsir, takwil, dan terjemah?
3. Bagaimana metode-metode tafsir?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan

adalah; 1.Menjelaskan pengertian tafsir,takwil dan terjemah

2.Menjelaskan perbedaan tafsir takwil, dan terjemah.

3.Menjelaskan metode-metode tafsir (tahlily,ijmaly,muqarin,maudhu‟i)


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir, Takwil, dan Terjemah

1. Tafsir

Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara—yufassiru—tafsira” yang berarti keterangan


atau uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata “tafsir” menurut keterangan bahasa adalah
“Al-kasf wa Al-izhhar” yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Pada
dasarnya,pengertian “tafsir” berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-
idhah (menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf (mengungkapkan), Al-izhar
1
(menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan).

Adapun pengertian “tafsir” berdasarkan istilah, para ulama banyak memberikan


komentar,antara lain sebagai berikut:

a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil:

.‫ بّث‬٠‫ضم‬١ٗ ‫ٗصث‬ ٚ
ٕ ‫ٗجسبشاأ‬ ‫ٔحأ‬ٚ ‫ا‬ٛ ‫ث ْآش ٌما‬ٚ ١‫حبصفال ٕٖب ِع ْب‬
ٚ ‫غفحٌا حشش‬١‫ش‬

Artinya:

“Tafsir adalah menjelaskan Al-Qur‟an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa


2
yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.”

b. Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih:

ٗ ‫ا‬٠ٚ ‫ ٌا ٗسبثم‬ٚٗ ‫ع ةٌلد‬١ٍ


ٗ‫ذحءبث‬ٜ ‫ةٌل ٌذا قشط‬. ‫غفحٌا‬١‫ف ش‬ٝ ‫محٌا‬١‫٘ بّٔإ ةم‬ٛ ‫ٌا حشش‬z‫٘ بّث ِعب ٌغا ٕذع ٍفح ٌّغا ع ٌٍٍف‬ٛ ‫بث ٖ ٕذع حصفا‬٠ّ ‫ف داش‬

Artinya:

“Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar
dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan
jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut.”

1 Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al-Qur’an, hal.209.


2 Ibid.

3
4

c. Menurut Abu Hayyan:

ٙ ٌ‫ وشحٌاة‬ٟ ‫ٌا‬ٚ ‫ وشح‬١‫ج‬١‫غفحٌا ة‬١‫ف ش‬ٝ ‫ع حلطص إلا‬٠ٍُ ‫و ٓع ثحج‬١‫ف‬١‫ا ة‬zٌ‫كٕط‬ ٌٛ zٚ ‫ب‬ِٙٙz ‫داشفال‬٠‫ة‬
‫ب‬ٙ ‫ حٌا‬ٟ ‫ًّحج‬zّ ً ‫ع‬١ٍ‫بحب‬ ٌٕ ‫ ِذ ْآش ٌما ظبفٌاأث‬ٚ zٌ‫ل‬ٛ ‫ ج‬ٙ‫بىحأ ب‬ِ
ِ ٚ ١ٔ
‫بع‬
Artinya:
“Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan Lafazh-Lafazh Al-Qur‟an serta cara
mengungkapkan petunjuk, kandungn-kandungan hukum, dan makna-makna yang
terkandung di dalamnya.”

d. Menurut Az-Zarkasyi:

.ِٗ‫ع‬ٍٝz١ٍ ٝ‫ ٔج‬١ٗ ‫ص ّذ ِح‬.َ. ‫ث‬ٚ ١‫بع ْب‬ ٚ ٚ


ِ ١ٔٗ ‫ِٗبىحأ جاشخحعا‬zِ ٗ‫بىح‬ ‫يٕضا الل‬
zٌٌّّٕ ‫ع‬٠ٍُ ‫ ُف‬ٙ ‫ةبحو ٗث‬

Artinya:

“Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna
kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,Muhammad SAW.,serta menyimpulkan
3
kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.”

Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut,dapat


ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya,tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan,
penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di
dalam Al-Qur‟an.

2. Takwil

Arti takwil menurut lughat adalah menerangkan, menjelaskan. Diambil dari kata
“awwala—yu‟awwilu—takwilan.” Al-Qaththan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti
takwil menurut lughat adalah “al-ruju‟ ila Al-ashal” (berarti kembali pada pokoknya).
Sedangkan arti bahasanya menurut Az-Zarqani adalah sama dengan tafsir.

Adapun takwil menurut istilah, dalam hal ini banyak para ulama memberikan
pendapatnya, antara lain:

3 Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al-Qur’an, hal.210.


5

a. Menurut Al-Jurzani

.‫إ ٘ش بظٌا ٖ ٕب ِع ٓع عفٌا فشص‬zٌ ٌٝٝ ‫ ٕٖب ِع‬٠‫حح‬z£ ٍّٗٗ ‫ًّححٌّا ْبو ارإ‬zّ ً‫ ٌزا‬ٞ ٠‫ ٖاش‬zِ‫ا‬ِٛٛ ‫ا ةبحىٌبث بمف‬ٚ ‫ٕة ٌغ‬
Artinya:

“Memalingkan suatu Lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang


dikandungnya,apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan Al-
Kitab dan As-Sunnah.”

b. Menurut definisi lain:

.ِٕٗ‫أحٌا‬٠ًٚ ‫جشج‬١‫ء ٌشا ع‬ٟ ‫إ‬zٌ ٌٝٝ ‫بغ‬٠‫ث ٗح‬١‫ب ْب‬


ِ ٠‫داش‬

Artinya:

“Takwil ialah mengembalikan sesuatu pada ghazahnya (tujuannya), yakni menerangkan


4
apa yang dimaksud.”

c. Menurut ulama salaf:

(1) “Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai dengan makna
lahirnya ataupun bertentangan.”Definisi takwil seperti ini sama dengan definisi tafsir.
Dalam pengertian ini pula, Ath-Thabari menggunakan istilah takwil di dalam kitab
tafsirnya.

(2) “Hakikat sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.”

d. Menurut ulama khalaf:

.ٗ‫عٌّا ٓع عفٌا فشص‬ٕٝzٕ ٝ‫إ عجا ٌشا‬zٌ ٌٝٝ ‫ع‬ِٕٝ zٕ ٝ‫حج ٌّشا‬ٛ ‫ ٌذ‬١ًٌ ٠‫ث ْشحم‬

Artinya:

“Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih pada makna yang marjuh karena ada
indikasi untuk itu.”

Ringkasnya, pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu usaha untuk
memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur‟an melalui pendekatan memahami arti atau
maksud sebagai kandungan dari lafazh itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan

4 Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al-Qur’an, hal.211.


6

lafazh dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan makna lahiriahnya,
bahkan penggunaan secara masyhur kadang-kadang diidentikkan dengan tafsir.

3. Terjemah

Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain.” Atau
berarti mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.

Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-Qur‟an seperti dikemukakan oleh Ash-
Shabuni:

“Memindahkan Al-Qur‟an kepada bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak
terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa Arab
5
sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantara terjemahan ini.”

Pada dasarnya, ada tiga corak penerjemahan ,yaitu:

a.Terjemah maknawiyyah tafsiriyya, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan


mensyarahkanny, tidak terikat oleh leterlek-nya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat
aslinya. Terjemah semacam ini (dengan corak lain) sinonim dengan tafsir.

b.Terjemah harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli
dengan kata sinonimnya (muradif)-nya ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.

c.Terjemah harfiyyah bi dzuni Al-mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli
ke dalam bahasa lain dengan memerhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut
kemampuan bahasa baru itu sejauh kemampuam penerjemahnya.

B. Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Terjemah

Perbedaan tafsir dan takwil di suatu pihak dan terjemah di pihak lain adalah bahwa yang
pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Qur‟an, sedangkan
yang kedua hanya mengalihkan bahasa Al-Qur‟an yang nota bene bahasa Arab ke dalam
bahasa non-Arab.

Adapun perbedaan tafsir dan takwil dapat dijelaskan sebagai berikut:

5 Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al-Qur’an, hal.212.


7

TAFSIR TAKWIL

1.Al-Raghil Al-Ashfahani:Lebih umum dan 1.Al-Raghil Al-Ashfahani: Lebih banyak


lebih banyak digunakan untuk lafazh dan dipergunakan untuk makna dan kalimat
kosa kata dalam kitab-kitab yang diturunkan dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
Allah dan kita-kitab lainnya. 2. Lebih banyak dipakai mengenai makna

2. Al-Ashfahany; Lebih banyak dipakai dan susunan kalimat.


mengenai kata-kata tunggal. 3. Al-Maturidi: Menyeleksi salah satu makna

3.Al-Maturidi:Menetapkan apa yang yang mungkin diterima oleh suatu ayat


dikehendaki ayat dan menetapkan dengan tidak meyakini bahwa itulah yang
demikianlah yang dikehendaki Allah. dikehendaki Allah.
4.Abu Thalib Ats-Tsa‟labi: Menerangkan 4.Abu Thalib Ats-Tsa‟labi: Menafsirkan

makna lafazh,baik berupa hakikat atau majaz. batin lafazh.6

C.Metode-Metode Penafsiran Al-Qur’an

Sebelum ini telah dikemukakan salah satu definisi tafsir yaitu penjelasan tentang maksud-
maksud Allah dalam firman-Nya sesuai dengan kemampuan manusia.Dari pengertiannya
tersirat makna adanya sesuatu sebagai penjelasan dan keberagaman caranya,disamping itu
mengandung isyarat tentang kedalaman/keleluasan atau kedangkalan dan keterbatasannya.

Harus diakui bahwa metode-metode tafsir yang ada atau dikembangkan selama ini
memiliki keistimewaan dan kelemahan-kelemahannya.Masing-masing dapat digunakan
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Secara umum dikenal empat macam metode penafsiran,yaitu:

1. Tahlily/Analisis
2. Ijmaly/Global
3. Muqarin/Perbandingan
4. Maudhu‟i/Tematik

6 Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an Tafsir, hal.156.


8

1. Metode Tahlily/Analisis
Sistematika tahlily/runtut adalah penulisan tafsir yang mengacu pada urutan surah
7
yang ada dalam mushaf atu mengacu pada turunnya wahyu .Metode ini berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya,sesuai dengan
pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufasirnya yang dihidangkannya secara runtut
sesuai dengan perurutan ayat-ayat dalam mushaf.Metode ini memiliki beragam jenis
hidangan yang ditekankan penafsirannya; ada yang bersifat Kebahasaan, Hukum, Sosial
Budaya, Filsafat/Sains dan ilmu Pengetahuan, Tasawuf/Isyary, dan lain-lain.
Sementara pakar, antara lain, Malik bin Nabi berpendapat bahwa tujuan utama para
ulama menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi
pemahaman dan pembuktian kemukjizatan al-Qur‟an.Kitab-kitab Tafsir yang menekankan
uraiannya pada Hukum/fiqih banyak yang dikritik karena penulisnya terlalu menekankan
pada pandangan mushafnya, sehingga menurut Syekh Muhammad Abduh, “Mazhab
menjadi dasar dan al-Qur‟an digunakan untuk mendukungnya”.Dengan kata lain, al-
Qur‟an dijadikan pembenaran mazhab dan tidak dijadikan petunjuk untuk memperoleh
kebenaran.
Dalam kitab-kitab tafsir Tahlily, di samping tidak jarang bertele-tele,dirasakan juga
adanya semacam “belenggu yang mengikat generasi masa sesudahnya”, karena tidak
jarang para mufasirnya menghidangkan pendapat secara teoretis dan mengesankan bahwa
itulah pesan al-Qur‟an yang harus diindahkan setiap waktu dan tempat. Kelemahan dari
metode ini adalah kurangnya rambu-rambu metodologis yang harus diindahkan oleh
mufasir, ketika menarik makna dan pesan ayat-ayat al-Qur‟an, bahkan ketika
menyodorkan hidagannya.Sang mufasir biasanya mengarahkan pandangan pada ayat yang
dibahasnya, terlepas dari ayat lain yang memiliki keterikatan makna dengan ayat tersebut.

Sebagai contoh firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 219


ۡ ۡ ۡ ۤ ۡ ۡ ۡ ۤ ۡ ۡ ۡ ۡ
ۡ ۡ
ۡ
ٰٰۡ ِؕ ٠‫ٔکـغ‬ٛz١ٍٍٔٛ ‫ ۡ ّش ٌخا ٓع‬ٚ ‫ا‬١ٌّ‫ف ًل ِؕشغ‬١‫جک ُثا بّہ‬١‫ ش‬ٚ ‫ٕب‬ z١ٌٍٍٕ zٌ ٚ ‫ِٓ شجکا بّہّثا‬zِ ٓ‫ّہعف‬
zِِٕ ‫۫طٍٕب عف‬ ٔ ‫ب‬
ٰ ٰ ۡ ۡ ۡ ۡ
ٰ
ْٚۡ ٍۡ
٠‫ٔکـغ‬ٛۡz١ٍٔٛ ‫ب‬ ٕ ْۡٛ۬ؕؕzِْؕؕ۬ ‫فعٌا ًل‬ِٛؕ ‫ ٌکزک‬٠‫ج‬١ٓ ‫ک الل‬
ِ ‫ ار‬٠‫مف‬ ٌ ُ ‫ال‬٠‫ شکفحج ۡ ُ ٍک ٌع ث‬ٚ
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah;
„Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, Tetapi dosanya
lebih besar daripada manfaatnya.‟ Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang
(harus) mereka infakkan.Katakanlah; „Kelebihan (dari apa yang diperlukan).‟
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu

7 M.Alfatih Suryadilaga, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, hal.120.


9

memikirkan"

Di sini sang mufasir Tahlily akan menjelaskan paling sedikit tiga persoalan pokok,
yaitu khamer (minuman keras), maisir (perjudian), dan makna al-„afw dalam soal nafkah.
Penjelasannya tidak tuntas karena ada ayat-ayat lain yang berbicara tentang persoalan yang sama dan yang
nyaris tidak disinggungnya. Misalnya, firman Allahdalam QS. Al-Maidah [5]: 90:
ۡ ٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۤ ٰ ۡ ۤ

ٰ
ٖٛۡ٠‫ب‬٠‫ ٌزا بہ‬٠ٓ ‫اا‬ِٕٛۡ ‫ ۡ ّش ٌخا بّٔا‬ٚ ‫ا‬١ٌّ‫ شغ‬ٚ ‫ةبصال‬
ٔ ٚ ‫ِٓ ظجس َلصال‬zِ ٓ‫ًّع‬zّ ً‫ ٌشا‬١‫ٕجحجبف ٓط‬
ۡ ۡ
ْٛ‫ٍحفج ۡ ُ ٍک ٌع‬

Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban
untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Memang harus diakui bahwa sang mufasir dapat menghidangkan secara tuntas makna ayat
yang ditafsirkannya secara berdiri sendiri, tetapi dia tidak menghidangkan secara tuntas
petunjuk al-Qur‟an menyangkut keseluruhan uraian kitab suci itu yang berkaitan dengan
persoalan-persoalan yang dibahasnya. Uraiannya melebar sehingga terhidang aneka
8
hidangan yang bisa jadi sebagian diantaranya tidak diperlukan oleh pembacanya .

2. Metode Ijmali/Global

Sesuai dengan namanya, Ijmali/global, metode ini hanya menguraikan makna makna
umum yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkan, namun sang penafsir diharapkan dapat
menghidangkan makna makna dalam suasana Qur‟ani. Ia tidak perlu menyinggung Asbab
an-Nuzul atau Munasabah, apalagi makna makna kosakata dan segi-segi keindahan bahasa al-
Qur‟an. Tetapi langsung menjelaskan kandungan ayat secara umum atau hukum dan hikmah
yang dapat ditarik. Contoh metode ini antara lain: Tafsir karya Abdurrahman As-Sa‟dy
(1307-1376 H) Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan.Uraian singkat yang
dihidangkan oleh Ahmad Musthafa al-Maraghy (w.1952 M) dalam bagian akhir dari setiap
kelompok ayat yang ditafsirkannya dapat juga dianggap contoh Tafsir Ijmaly, walaupun itu

8 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal.378-381.


10

terhidang dalam kitab Tafsir Tahlily yang disusunnya.Tafsir al-Lubab karya penulis agaknya
9
dapat juga digolongkan dalam metode ini .

3. Muqarin/Perbandingan

Hidangan metode ini adalah:

a) Ayat-ayat al-Qur‟an yang berbeda redaksinya satu dengan yang lain, padahal
sepintas terlihat bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang persoalan yang sama.
b) Ayat yang berbeda kandungan informasinya dengan hadist Nabi saw, dan
c) Perbedaan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat yang sama.
Sebagai contoh firman Allah:
ْ ْ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ُ َْ َُُ ٰ ْ ‫هه‬ َ
ِ‫ميكِحَ ٱل زيزعَٱل لٱَّل‬ ‫نم‬
ْ ِ ‫دن ِِع‬ ْ‫إَّل رُصنٱل‬ ‫ام ۗ ََوۦهِب‬ ‫شب إَّل لٱَّل هُلعَ ُجَ اُم ََو‬
ُ َ‫ ىر‬$‫م ُكبولق نه ِئمَطت َِلومكل‬
ِ ِِ ِ ِ ْ ُِِ
“Allah tidak menjadikannya (pemberitaan tentang bala bantuan malaikat) melainkan
sebagai kabar gembira bagi kamu, dan agar menjadi tenteram hati kamu disebabkan
olehnya. Kemenangan itu hanyalah bersumber dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana” (QS. Ali Imran (3):126).

Ayat diatas sedikit berbeda dengan ayat 10 dari surah al-Anfal. Disana dinyatakan:

“Allah tidak menjadikannya (pemberitaan tentang bala bantuan malaikat) melainkan


sebagai kabar gembira dan agar menjadi tenteram disebabkan olehnya hati kamu.
Kemenangan itu hanyalah bersumber dari sisi Allah. Sesunggunhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat Ali Imran diatas kata bihi terletak sesudah qulubukum, berbeda dengan ayat al-
Anfal yang letaknya sebelum qulubukum. Dalam al-Anfal fashilat (penutup ayat) dibarengi
dengan Harf Taukid (Inna/sesungguhnya), sedang dalam Ali Imran huruf tersebut tidak
ditemukan. Mengapa demikian? Sedang kedua ayat tersebut berbicara tentang turunnya
malaikat untuk mendukung kaum Muslim.

Dalam Tafsir al-Mishbah ketika membahas ayat Ali Imran di atas, penulis antara lain
menyatakan bahwa ayat al-Anfal berbicara tentang peperangan badar, sedang ayat Ali Imran
berbicara tentang peperangan uhud.

9 Ibid.
11

Perbedaan redaksi memberi isyarat tentang perbedaan kondisi kejiwaan dan pikiran
Mukhatab (mitra bicara), dalam hal ini kaum muslim. Dalam peperangan badar mereka
sangat khawatir karena mereka lemah dari segi jumlah pasukan dan perlengkapan, berbeda
dengan peperangan Uhud, jumlah mereka cukup banyak, semangat mereka pun sangat
menggebu.

Masih banyak contoh-contoh lain yang menjadi bahasan para ulama yang berkecimpung
dalam metode Muqarin. Yang jelas, setiap perbedaan pasti akibat adanya perbedaan
objek,subjek,waktu,atau kondisi mukhatab, dan lain sebagainya.

Antara ayat dan hadist pun tidak jarang terkesan berbeda atau bertolak belakang. Firman
allah :

.ٝ‫ْأ‬ٚ ١ٌ‫ْل ظ‬zٌٌْ ‫ب إل ٓ ٔغ‬


ِ ‫عع‬

“Manusia tidak memperoleh balasan/manfaat kecuali apa yang diusahakannya” (QS. An-
Najm (53):39).

Ayat ini sepintas terlihat bertentangan dengan hadist yang menegaskan bahwa:

“Bila putra putri Adam meninggal dunia, maka terputuslah amal kebaikannya kecuali tiga
hal. Shadaqah Jariah, ilmu yang diajarkannya dan dimanfaatkan orang lain, serta anak
yang saleh mendoakannya.”

Yang ketiga yang menjadi bahasan metode ini adalah perbandingan penafsiran satu ayat
atau lebih antara seorang mufasir dengan mufasir yang lain. Di sini, yang dibahas bukan
sekadar perbedaannya, tetapi argumentasi masing masing, bahkan mencoba mencari apa yang
melatarbelakangi perbedaan itu dan berusaha pula menemuka sisi sisi kelemahan dan
10
kekuatan masing masing penafsiran .

4. Maudhu’i/Tematik

Sistematika penulisan dengan cara tematik adalah penulisan yang dilakukan dengan
11
menulis ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan topik yang telah ditentukan . Metode ini adalah
suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu tema tertentu, lalu mencari
pandangan al-Qur‟an tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang
membicarakannya, menganalisis, dan memahaminya ayat demi ayat, lalu menghimpunnya

10 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal.382-385.


11 M.Alfatih Suryadilaga, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits, hal.120.
12

dalam benak ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan yang khusus, yang Muthlaq
digandengkan dengan yang Muqayad, dan lain lain, sambil memperkaya uraian dengan hadist
hadist yang berkaitan untuk kemudian disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh
dan tuntas menyangkut tema yang dibahas itu.

1. Perkembangan metode tematik


Dapat dikatakan bahwa benih metode ini sudah lahir sejak kehadiran Nabi
Muhammad saw, dimana beliau seringkali menafsirkan ayat dengan ayat yang lain,
seperti ketika menjelaskan arti Zhulum dalam QS. Al-An‟am (6):82;
ْٚ‫ ٌزا‬٠ٓ ‫اء‬zِ‫أ‬ِٕٕٛٛ ٌُzٌ ُٚ ٠‫آغج‬ٛ ‫إ‬٠ّٕٙzُٕٙ ‫ٍُظث‬z١ٍ ُ‫ئٌأ‬ٚ ‫ُ ه‬zٌ ٌُٙٙ ‫ِٓاْل‬zِ ُٓ ٘ٚ ‫ح‬ٙ‫ذ‬
zِِٙ
ٕ ٍ
Artinya:.
“orang orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah orang orang yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang orang yang mendapat petunjuk.”
Nabi saw. Menjelaskan bahwa zhulum yang dimaksud adalah syirik sambil
membaca firman Allah dalam QS. Luqman (31):13
ُ‫ٍُظٌ نش ٌشا ْإ‬z١ٍ ُ‫ظ‬١

Artinya:.

“ Sesungguhnya syirik adalah zhulum (penganiayaan) yang besar.”

Demikian juga penafsiran Rasul saw.terhadap QS.al-An‟am(6):59 ;

ِ ‫ ٌغا حج‬١‫ ل ت‬٠‫ع‬z£‫ب‬ٍّٙٙ ‫إل‬


ٛ٘ ‫ع‬ٚ ‫بف ٖ ٕذ‬

Artinya:

“Di sisi Allah mafatih al-ghaib (kunci kunci pembuka ghaib), tidak ada yang
mengetahuinya kecuali allah.”

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasul saw. Memaknai Mafatih al-Ghaib itu
dengan firman Allah dalam QS.Luqman (31):34 ;

‫ب ۖاذغ‬ ٔ ‫أث‬ٞ ‫ج ضسأ‬zّ‫ت‬ّٛٛ ۚ ‫ع الل ْإ‬١ٍُ ‫جخ‬١‫ٍُع ٖ ٕذع الل ْإ ش‬z١ٍ ُ‫ ةعب ٌغا‬٠ٚ‫يض‬
ِ ٚ ‫سذج‬ٞ ‫ظف‬ ٕ ِ ‫ف‬ٟ ‫بحس اْل‬zَ َۖۖ ‫ب‬
‫ ٌغا‬١‫ ث‬٠ٚ‫ٍُع‬z١ٍ ُ‫ب‬ ِ ٚ ‫سذج‬ٞ ‫ظف‬
ٔ ‫ب‬ِ ‫تغىج ار‬

Artinya:

“Sesungguhnya Allah, pada sisi-Nya pengetahuan tentang Hari Kiamat; Dan dialah
yang meurunkan hujan,dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak satu
13

jiwa pun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok. Tidak
satu jiwa (juga) dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Benih penafsiran ayat dengan ayat itu tumbuh subur dan berkembang sehingga
lahir kitab kitab Tafsir yang secara khusus mengarah kepada Tafsir ayat dengan ayat.
Tafsir ath-Thabary (839-923 M) dinilai sebagai kitab Tafsir pertama dalam bidang ini,
lalu lahir lagi kitab kitab Tafsir yang tidak lagi secara khusus bercorak penafsiran ayat
dengan ayat, tetapi lebih fokus pada penafsiran ayat ayat yang bertema hukum.

Kendati kedua tafsir yang dicontohkan diatas membatasi diri atau fokus membahas
ayat-ayat yang bertema hukum, namun penafsiran mereka belum dimaksudkan secara
khusus sebagai Tafsir Maudhu‟i yang berdiri sendiri, anatara lain, karena belum
menggunakan metode yang kemudian diperkenalkan sebagai metode Maudhu‟i.

Tafsir Maudhu‟i mulai mengambil bentuknya melalui Imam Abu Ishaq Ibrahim
bin Musa asy-Syathiby (720-790 H). Ulama ini mengingatkan bahwa satu surah adalah
satu kesatuan yang utuh, akhirnya berhubungan dengan awalnya, demikian juga
sebaliknya, kendati ayat-ayat itu sepintas terlihat berbicara tentang hal-hal berbeda.

Apa yang dimaksudkan itu diperagakan dengan menafsirkan surah al-


Mu‟minun. Jauh setelah asy-Syathiby, Mahmud Syaltut (1893-1963 M) menulis juga
kitab Tafsir dengan metode yang sama.

Setelah itu lahir bentuk baru dari metode ini yang tidak lagi terbatas bahasannya
dalam satu surah tertentu, tetapi mengarahkan pendangan kepada tema tertentu yang
ditemuka ayat-ayat yang membahas tema itu pada seluruh lembaran al-quran, tidak
terbatas pada satu surah tertentu, dan bentuk itulah yang dikenal dewasa ini secara
populer dengan Metode Maudhu‟i.

I. Bentuk terbaru Metode Maudhu‟i


Banyak ulama Tafsir di Universitas al-Azhar Mesir yang menilai Syekh Ahmad
Sayyid al-Kumy, ketika menjadi Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin al-Azhar
itu, sebagai pencetus metode Mudhu‟i yang berbeda dengan apa yang diperkenalkan oleh
ulama-ulama sebelumnya. Lalu, setelah itu bermunculah beberapa kitab tafsir yang
menggunakan metode itu.
14

II. Langkah penerapan Metode Maudhu‟i


1. Menetapkan masalah yang akan dibahas
2. Melacak dan menghimpun masalah yang dibahas tersebut dengan menghimpun
ayat-ayat al-Quran yang membicarakannya.
3. Mempelajari ayat dari ayat yang berbicara tentang tema yang dipilih sambil
memperhatikan Sabab an-Nuzul-nya.
4. Menyusun runtutan ayat al-Quran yang berkaitan dengan ayat-ayat sesuai dengan
masa turunnya, khusunya jika berkaitan dengan hukum, atau kronologi
kejadiannya jika berkaitan dari awal hingga akhir.
5. Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-
masing.
6. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis, dan utuh.
7. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadist, riwayat sahabat, dan lain lain yang
relevan bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna
dan semakin jelas.
8. Setelah tergambar keseluruhan kandungan ayat-ayat yang dibahas, langkah
berikutnya adalah menghimpun masing-masing ayat pada kelompok uraian ayat
dengan menyisihkan yang telah terwakili, atau mengompromikan antara yang
Am (umum) dan Khas (khusus), Muthlaq dan Muqayyad, atau pada lahirnya
bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan
atau pemaksaan sehinga lahir satu simpulan tentang pandangan al-Qur‟an
12
menyangkut tema yang dibahas .

12 M.Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal.385-389.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, secara umum dapat disimpulkan:

1. Tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk
menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam Al-Qur‟an.

2. takwil adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur‟an melalui
pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafazh itu.

3. terjemah adalah mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa
lain.

4. Secara umum dikenal empat macam metode penafsiran,yaitu;

1. Tahlily/Analisis
2. Ijmaly/Global
3. Muqarin/Perbandingan
4. Maudhu‟i/Tematik

B. Saran

Sudah selayaknya kita sebagai umat islam untuk memahami tentang tafsir, takwil,
terjemah dan metode-metode tafsir Al-Qur‟an.Karena untuk memahami suatu isi Al-
Qur‟an dibutuhkan suatu pemahaman,agar kita bisa menjalankan suatu larangan dan
perintah dari Allah, dan tidak salah mengartikan makna-makna Al-quran yang bisa
menjerumuskan kita. Semoga materi ini bisa bermanfaat.

15
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Rosihon. 2007. Ulum Al-Qur‟an. Bandung: Cv Pustaka Setia.

Shihab,Quraish. 1434. Kaidah Tafsir. Tanggerang: Lentera Hati.

Suryadilaga,Alfatih. 2018. Pengantar Studi Al-Qur‟an dan Hadits. Depok: Kalimedia.

Ash-Shiddieqy,Hasbi. 2002. Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putria.

16

Anda mungkin juga menyukai