Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAFSIR DAN MUFASSIRUN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Pembelajaran Al-Qur’an Hadits

Dosen Pengampu:
Ahmad Natsir, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 7:

1. Laelatul Qusna (126201212104)


2. Laili Rinda Ferdina. (126201212142)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
2023
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan
kepada Rasul Allah SAW, penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah,
serta mengesensikan hukum-hakam dan hikmah-hikmahnya. Tafsir Al-
Qur’an sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan
kandungan ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi.
Perkembangan penafsiran tersebut dilatar belakangi oleh perbedaan mazhab
atau aliran, spesifikasi ilmu atau keahlian, kondisi sosial masyarakat, kondisi
politik dan ekonomi serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Oleh
karena itu, muncullah corak tafsir yang beranekaragam yang terkadang dalam
hasil akhir penafsirannya terdapat kesamaan ataupun perbedaan.1
Metode yang digunakan dalam penafsiran pun setiap tokoh berbeda.
Tokoh-tokoh penting dalam bidang tafsir antara lain Ath-Thabari, Ibnu
Athiyah, Ibnu Abbas, Muqatil bin Sulaiman, dan Al Qurthubi. Perkembangan
tafsir dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan interpretasi, minat
dan motivasi mufassir, dan kedalaman pemahaman terhadap teks Al-Qur’an.
Di Indonesia, perkembangan tafsir Al-Qur’an juga mengalami perkembangan
yang signifikan dengan tafsir di dunia Arab yang menjadi tempat
diturunkannya Al-Qur’an. Terdapat banyak tokoh mufasir Indonesia yang
juga memiliki kontribusi besar dalam perkembangan tafsir Al-Qur’an, seperti
Syaikh Abdurrauf As-Sinkili, K.H. Muhammad Soleh bin Umar As-
Samarani, K.H. Abdul Sanusi, K.H. Bisri Mustofa, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari tafsir menurut ulama?
2. Siapakah tokoh-tokoh dalam tafsir?
3. Bagaimana metode dalam penafsiran?

1
https://etheses.uinsgd.ac.id/8781/4/4_bab1.pdf, diakses pada 17 September 2023,
pukul 16.16 wib.

1
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari tafsir.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh tafsir..
3. Untuk mendeskripsikan metode-metode dalam tafsir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir dan tokoh-tokoh tafsir


1. Pengertian Tafsir
a. Dilihat dari aspek lafazh, Tafsir itu bentuk mashdar ‫ تفسر‬, lafazh ini ‫ فسر‬,lafazh
ini secara ilmu shorof sesuai dengan kata ‫ فعل يفعل تفعيال‬bila kita lihat dalam
kitab tahbiq shorfi yang disusun Abduh Rojih Bentuk lafazh taf’iilan
menunjukan beberapa makna, bisa menunjukan makna taktsir, makna
ta’diyah, makna tawajuuh, makna nisbah, makna sulbi, karena itulah wajar
dan pantas, pengertian tafsir sangat banyak versinya.
b. Dilihat dari qomus atau mu’jam , pengerian tafsir secara bahasa dalamm
kitab maqoyisul al-lughoh menyebutkan:
‫ھحاضیا و ءيشال نایب‬
Artinya: menjelaskan sesuatu dan menerangkannya
Maka, dari sini secara bahasa , tafsir secara bahasa adalah sesuatu yang
menjelaskan, menerangkan. Cara menerangkannya bisa dengan berbagai versi.
Karena lafazh taf’il menunjukkan makna katsir atau menunjukkan makna banyak .
Diantara adalah yang memiliki arti menyatakan , menjelaskan al-Idharu, dan
membuka.2
Sedangkan secara istilah para ulama memberikan pengertian yang berbeda-
beda menurut sudut pandangnya masing-masing, yaitu seperti:3
1) Abu Hayan, ‚tafsir adalah ilmu yang membahas tentang tatacara
berbicara dengan lafadz-lafadz al-Qur’an berdasarkan dalil, hukum,
ifrãd (bentuk single), tarkib (susunan), dan makna yang terkandung
didalamnya.
2) Abu Thãlib At-Taglabiy, tafsir adalah menjelaskan peletakan sebuah
lafadz, baik secara hakikat atau majazi (kiasan) dan sebuah

2
Agus Salim Hasanuddin, Hakikat Tafsir menurut para Mufassir, Jurnal iman dan
spiritualitas, V.2, No.2, April-Juni 2022, h. 206.
3
Hamdan Hidayat, Sejarah Perkembangan Tafsir Al Qur’an, Jurnal Al Munir, Vol. 02, No.
1, Juni 2020, h.33.

3
kesaksian bahwasanya Allah menggunakan sebuah lafadz tersebut
kemudian dijelaskan oleh manusia sesuai kemampuannya.
3) Al-Ashbahaniy, tafsir dalam ‘urf ulama adalah membuka makna-
makna al-Qur’an, penjelasan kandungan pesan-pesan al-Qur’an dalam
cakupan lafadz baik asing atau mafhum, baik tersirat atau tersurat.
4) Az-zarkasyi, tafsir adalah ilmu yang difahami mengenai al-Qur’an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad berdasarkan penjelasan
makna-makna, yang tidak dipungkiri didalamnya hukum-hukum,
bahasa, gramatika, ushul fiqh, qiroat dan dibutuhkan menguasai
asbab al-nuzul, nasikh mansukh dan ilmu yang lainnya. Berdasarkan
beberapa pendapat.
Berdasarkan beberapa pendapat ulama mengenai pengertian tafsir secara
istilah, maka pengertiannya, yaitu ilmu yang mempelajari cakupan tentang keadaan
turunnya ayat al-Qur’an, asbab al-nuzul, urutan makiyyah-madaniyyah, muhkam-
mustasyabbih, nasikh-mansukh, khãs-‘am, mutlaq-muqãayyãd,mujmal, halal-harãm,
janji-janji, perintah-larangan, i’tibar-perumpamaan didalam al-Qur’an.
Dari tinjuaun makna bahasa dan istilah bisa dipadukan pengertiannya yaitu
suatu hasil pemahaman atau penjelasan seorang penafsir terhadap al-Qur’an yang
dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan tertentu dengan tujuan
untuk memperjelas suatu makna ayat-ayat al-Qur’an atau menguraikan berbagai
dimensi dan aspek yang terkandung dalam al-Qur’an sesuai dengan kemampuan
manusia memahaminya.
2. Tokoh-tokoh Tafsir
a) Ath-Thabari
Nama lengkap ath-Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
bin Yazid bin Katsir bin Galib ath-Thabari. Beliau dikenal seorang ulama
yang mumpuni, khususnya di bidang sejarah dan tafsir. Beliau lahir pada
akhir tahun 223 H/839 M, di Amal, ibukota Tibristan, Iran.4
Tafsir ath-Thabari adalah kitab tafsir yang sangat masyhur, bahkan ia
dianggap sebagai induk dari kitab-kitab tafsir lainnya. Kehadirannya telah
menginspsirasi bagi tumbuhnya kitab-kitab tafsir setelahnya serta membuka
4
Dr. A Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedia kitab-kitab Tafsir, eLSIQ Tabarakarrahman,
Jakarta 2019, h. 18.

4
wawasan bagi para ulama tafsir dalam memahami uslub-uslub al-Qur'an. 5
Ath-Thabari mendasarkan penafsirannya kepada pendapat ulama salaf, tentu
saja, dengan menarjihnya. Beliau juga menyebutkan beberapa qira'at yang
sekiranya dibutuhkan dalam penafsiran. Beliau juga menunjukkan bahayanya
menafsirkan ayat dengan semata-mata menggunakan ra'yu, kecuali jika
disandarkan kepada kaidah-kaidah kebahasaan.6
b) Ibn Abi Hatim
Nama lengkap Ibn Abi Hatim adalah Abu Muhammad ‘Abdurrahman
bin Muhammad Abi Hatim bin Idris bin al-Munzhir al-Hanzhali ar-Razi.
Beliau tinggal di perkampungan Hanzhalah, Ray, dekat Teheran. Kedua
daerah itulah yang dinisbatkan kepada beliau, al-Hanzhali dan ar-Razi. Ada
juga yang mengatakan bahwa Ibn Abi Hatim adalah seorang mufassir dan
muhaddits. Beliau lahir pada tahun 240 H/854 M.7
Tafsir Ibn Abi Hatim. Ia masuk dalam kategori tafsir bil-ma'tsur
(bersandar pada riwayat), hanya saja tidak tersusun secara utuh. Kitab ini
hanya membatasi riwayat tafsir dari Rasulullah, shahabat, tabi'in, dan tabi' at-
tabi'in, yang dibagi dalam lima tingkatan.8
Di antara karakeristiknya adalah setiap kali menjelaskan kandungan
umum surah, keutamaannya, sabab nuzul, tafsir, nasikh-mansukh, dan
munasabah selalu diperkuat dengan hadits-hadits. Namun, beliau tidak
memberi penjelasan tambahan, sebagaimana yang dilakukan oleh mufassir-
mufassir lain pada zamannya. Juga tidak menjelaskan status hadits-hadits
tersebut, apakah shahih, hasan, dha'if (lemah) atau maudhu' (palsu).9
c) Al Qusyairi
Nama lengkap al-Qusyairi adalah Abu al-Qasim 'Abd al-Karim bin
Hawazin al-Qusyairi an-Naisyaburi, yang lebih dikenal dengan sebutan "Abu
al-Qasim al-Qusyairi". Beliau lahir di sebuah desa kecil di daerah Naisyabur.
Bapaknya meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Namun, beliau masih

5
Ibid, h. 19.
6
Ibid, h. 22.
7
Ibid, Dr. A Husnul, h. 28.
8
Ibid, h.29.
9
Ibid, h.30.

5
beruntung, karena keluarga bapaknya berupaya keras untuk membekali al-
Qusyairi dengan berbagai macam ilmu.10
Kitab tafsirnya disusun dengan menggunakan pendekatan tasawuf
(tafsir isyari). Sebelum menulis kitab ini, al-Qusyairi pernah menyusun kitab
tafsir dengan manhaj yang biasa digunakan oleh mufassir-mufassir yang lain,
yaitu at-Taysir fi at-Tafsir. Baru kemudian, beliau menyusun kitab tafsir
dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, yakni tafsir isyari. Meski
begitu, manhaj yang digunakan oleh al-Qusyairi berbeda dengan tafsir-tafsir
sufi lainnya. Beliau berusaha memadukan potensi kalbu dan akal.11
d) Al Qurthubi
Nama lengkap al-Qurthubi adalah Abu 'Abdillah Muhammad bin
Ahmad bin Abi Bakr bin Farrah al-Anshari al-Khazraji al-Qurthubi. Nama al-
Qurthubi merupakan penisbatan terhadap daerah kelahirannya, Qurthubah.
Beliau dibesarkan di lingkungan keluarga petani pada masa pemerintahan
Dinasti al-Muwahhidun (580 H - 595 H).12 Tafsir al-Qurthubi termasuk
kategori kitab tafsir yang bercorak fiqhi, karena pembahasan ayat yang
bersentuhan dengan masalah fiqhiyah sangat mendominasi dengan penjelasan
yang cukup luas. Dalam hal ini, Al-Qurthubi banyak menyantumkan
perbedaan pendapat di kalangan mazhab. Tafsir ini juga laksana ensiklopedi
dalam ilmu-ilmu keislaman, seperti i'rab, qira'at, ilmu ushul, nasikh-mansukh
dan lain-lain, kisah-kisah, dan balaghah.13
Al-Qurthubi adalah pengikut setia mazhab Maliki. Hal ini dapat
dilihat dalam penafsiran beliau terhadap ayat-ayat hukum. Al-Qurthubi
melakukan kajian kritis terhadap mazhab-mazhab yang lain, bahkan secara
pribadi, beliau memberi tanggapan atas pendapat-pendapat Ibn 'Athiyah yang
diterbitkan di beberapa surat kabar.14
Secara umum, tafsir al-Qurthubi cenderung ke arah model tafsir bir-
ra'yi, walaupun begitu, bukan berarti di sana tidak ada riwayatnya sama
sekali sebagaimana tafsir bilma'tsur. Hanya saja, cara bir-ra'yi menjadi

10
Ibid, h. 48.
11
Ibid, h. 44
12
Ibid, h. 122.
13
Ibid, h.125
14
Ibid, h. 126

6
landasan awal bagi al-Qurthubi dalam menjelaskan ayat. Baru kemudian,
diperkuat dengan hadis-hadis marfu' (sampai ke Rasulullah).Sementara sikap
al-Qurthubi terhadap pendapat para sahabat, beliau mengambilnya jika
memang tidak ada penjelasan dari Rasulullah. Bahkan, beliau juga
mengambil pendapat tabi'in dan para mufassir lainnya, namun dengan tetap
melakukan analisa kritis untuk memilih pendapat yang, menurut beliau,
dipandang lebih kuat dan argumentatif.15
e) Ibn Katsir
Nama lengkap Ibn Katsir adalah 'Imaduddin Abu al-Fida` Isma'il bin
'Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi. Beliau dikenal
seorang ahli fiqh, sejarawan, dan mufassir; mazhab beliau adalah Syafi'i.
Beliau lahir pada tahun 701 H, di sebuah desa kecil sebelah selatan Bushra,
wilayah pemerintahan Damaskus. Beliau mulai belajar agama sejak kecil
bahkan melakukan perjalanan ilmiah di luar daerahnya. Beliau ditinggal mati
kedua orang tuanya sejak masih kecil, pada tahun 703 H. Sementara beliau
sendiri wafat pada tahun774 H, dan dimakamkan di komplek pemakaman
sufi bersebelahan dengan gurunya, Ibn Taimiyah.16
Tafsir Ibn Katsir cukup ringkas tetapi komprehensip. Kitab ini banyak
dikenal di kalangan umat muslim dan tersebar di beberapa negara Islam atau
yang mayoritas islam, sehinggamengalami cetak ulang beberapa kali. Ibn
Katsir mendasarkan penafsirannya pada riwayat-riwayat. Untuk memperkuat
penafsirannya, Ibn Katsir juga mendasarkan pada ilmu bahasa Arab dan
sya’ir-sya’ir Arab.Az-Zahabi berkata, “Tafsir Ibn Katsir dikenal sebagai kitab
tafsir bil-ma`tsur. Ia mendapat julukan kitab tafsir bil-ma`tsur kedua setelah
ath-Thabari. Di mana si mufassir mendasarkan penjelasannya kepada hadis-
hadis nabi, pendapat para sahabat, yang dilengkapi dengan sanad-sanadnya,
juga disertai dengan kritik sanad.”17 Ibn Katsir dalam penulisannya
menggunakan metodologi standar.

15
Ibid, h. 127.
16
Ibid, h. 141.
17
Ibid, h. 142.

7
B. Metode para Mufassir dalam Menafsirkan Al-Qur’an
Metode penafsiran adalah cara dan langkah-langkah sistematis dan
merupakan seperangkat ulasan materi yang disiapkan untuk penulisan tafsir al-
Qur’an agar dapat sampai kepada maksud dan tujuan. 18 M. Amin Summa
menjelaskan, bahwa metode adalah sesuatu yang penting dalam penafsiran,
karena para ilmuwan menyatakan, metode adalah suatu cara atau jalan, atau
dengan kata lain cara ilmiah untuk dapat memahami atau mawas objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Abd al-Hayy al-Farmâwî menyatakan
bahwa metode penyajian tafsir yang dilakukan oleh kalangan ulama terbagi
menjadi empat macam, pertama, tahlîlî (analitis),kedua, ijmâlî (global),ketiga,
muqaran (komparatif), dan keempat maudlû’î (tematik).

1. Metode Tafsir Tahlîlî


Tahlîlî merupakan kalimat infinitif dari kata hallala –yuhallilu-tahlîlân
yang mengandung makna “mengurai, menganalisis”. Tafsir metode tahlîlî adalah
tafsir yang menyoroti al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang
terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam al-Qur’an
mushaf Utsmani. Ada sebagian ulama yang menamai metode tafsir tahlîlî dengan
penamaan yang lain, sebut saja, Muhammad Baqir Al-Shadr, ia menyebutnya
dengan tafsir tajz’î. Yang secara literal berarti tafsir yang menguraikan
berdasarkan bagian-bagian, atau tafsir parsial. Dalam melakukan penafsiran,
mufassir memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang
terkandung dalam ayat yang ditafsirkannya dengan tujuan menghasilkan makna
yang benar dari setiap bagian ayat. Dalam menafsirkan al-Qur’an biasanya,
mufassir yang menggunakan metode ini melakukan hal-hal dibawah ini: Pertama,
menerangkan hubungan (munâsabah) baik antara satu ayat-dengan ayat yang
lain maupun antara satu surat dengan surat yang lain, seperti ketika
menafsirkan surat Âli Imrân maka mufassir akan menjelaskan munâsabah antara
satu surat Ali Imran dengan surat al-Baqarah dengan pembahasan yang panjang
18
Musthafâ al-Shâwi al-Juwainî, Manâhij fî al-Tafsîr, (Kutb Dirasah al-Qur’aniyyah: tt.), hal.
3

8
lebar. Kedua, menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat yang disertai dengan
argumentasi pengutipannya. Ketiga, menganalisis kosa kata (mufradat) dan
lafadz dari sudut pandang bahasa Arab, untuk menguatkan pendapatnya,
terutama dalam menjelaskan mengenai bahasa ayat yang bersangkutan, mufassir
kadang-kadang juga mengutip sya’ir-sya’ir sebelum dan pada masanya.
Keempat, memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima,
menerangkan unsur-unsur fashahah, bayân, i’jâznya, bila dianggap perlu,
khususnya apabila ayat-ayat yang ditafsirkan mengandung keindahan
balaghah. Keenam, menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat-ayat
ahkâm, yang berhubungan dengan persoalan hukum. Ketujuh,menerangkan
makna dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat bersangkutan. Sebagai
sandarannya, mufassir mengambil manfaat dari ayat-ayat lainnya, hadits nabi yang
secara jelas menerangkan ayat yang bersangkutan, pendapat para sahabat dan
tabi’in, disamping ijtihad mufassir sendiri. Demikian sekelumit ketentuan yang
menjadi keniscayaan seorang mufassir yang menempuh metode tahlîlî seperti
yang diungkapkan Abd al- Hayy al-Farmâwî. Pengutipan pernyataan sahabat,
tabi’in, biasanya disertai dengan komentar penilaian yang memadai atas perkataan
tersebut. Tahlîlî merupakan metode yang banyak dipergunakan oleh banyak
kalangan ulama pada masa-masa dahulu. Tahlîlî adalah model sistemtika penyajian
tafsir yang rangkaian penyajiannya mengacu pada urutan penulisan tafsir yang
ada dalam model tafsir klasik. Artinya model ini merupakan model tafsir
generasi pertama yang kemudian dikembangkan dan masih digunakan hingga
generasi sampai sekarang. Model metode ini mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari
segala segi dan maknanya, ayatemi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan
urutan surat yang ada dalam mushaf Utsmani. Untuk itu, pengkajian metode
ini mengkaji kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki,
sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang dapat di-
istinbath-kan dari ayat serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan
relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya, untuk itu, ia merujuk kepada
sebab-sebab turun ayat, hadits-hadits rasulullah saw. Dan riwayat dari para sahabat

9
dan tabi’in. Model inilah sebetulnya yang hampir dikatakan menjadi model standar
dalam penyajian tafsir, karena telah secara umum banyak digunakan oleh para
ulama tafsir, dalam model ini, literatur disusun hampir selalu dimulai dari
pembahasan tentang urutan surat yang ada dalam model mushaf standar. Pada tahap
selanjutnya, model penyajian tafsir dengan menggunakan metode tahlîlî melahirkan
corak-corak28 yang berbeda, sehingga pada gilirannya corak-corak tafsir metode
tahlîlî menambah khazanah tafsir al-Qur’an. Penafsiran atau apapun itu memiliki
sisi kelebihan dan kelemahan, dalam hal ini penafsiran yang menggunakan
metode tahlîlî tidak terlepas dari keniscayaan itu.

2. Metode Tafsir Ijmâlî


Dapun ijmâlî adalah metode tafsir yang digunakan untuk menjelaskan uraian-
uraian singkat dan global tanpa uraian panjang lebar. Atau boleh dikatakan
metode ini menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara singkat tetapi mencakup,
dengan menggunakan bahasa yang populer, mudah untuk dimengerti, dan enak
dibaca. Sistematikanya menuruti susunan ayat dalam mushaf. Disamping itu,
penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, sehingga pendengar
dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Qur’an padahal yang
didengarnya itu adalah tafsirannya. Dengan menggunakan metode ini, mufassir
menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an secara garis besar dengan mengikuti
sistematika tartib mushafi, sehingga makna-makna saling berhubungan. Dalam
menyajikan makna-makna ayat al-Qur’an tersebut, mufassir menggunakan
ungkapan-ungkapan yang diambil dari al-Qur’an sendiri dengan menambahkan
kata-kata atau kalimat penghubung, juga menyajikan peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya ayat (asbâb al-nuzûl), hadits nabi, dan pernyataan-
pernyataan dari ulama salaf secara singkat. Dengan gaya bahasa yang mirip, bahkan
sama dengan lafadz al-Qur’an, tampak terkesan bahwa al-Qur’an itu sendiri yang
berbicara, sehingga lafadz-lafadz al-Qur’an itu menjadi jelas dan mudah
dipahami.

10
3. Metode Tafsir Muqarran
Muqarran memiliki arti perbandingan, dalam arti metode yang digunakan dalam
metode ini adalah cara kerja dengan membandingkan. Tetapi definisi lain
memberikan pengertian muqaran sebagai metode tafsir yang menjelaskan ayat-ayat
al-Qur’an dengan merujuk pada perbandingan teks ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki persamaan atau kemiripan redaksi di dalam dua kasus atau lebih, dan
atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, bisa juga
berarti membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya
bertentangan, dan juga membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam
menafsirkan al-Qur’an. Objek kajian tafsir dengan metode ini dapat
dikelompokkan kepada tiga macam, yaitu:
a. Perbandingan ayat al-Qur’an dengan ayat lain. Dengan cara ini,
membandingkan ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam
dua atau lebih masalah atau kasus yang berbeda, atau ayat-ayat yang
memiliki redaksi yang berbeda dalam masalah atau kasus yang diduga
sama. Di dalam al-Qur’an ditemukan banyak ayat yang memiliki
kemiripan redaksi atau lafadz yang tersebar pada beberapa surat.
Kemiripan itu dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang
menyebabkan adanya nuansa makna tertentu, misalnya perbedaan
dalam susunan kalimat. Perbedaan redaksi yang menyebabkan adanya
nuansa perbedaan makna seringkali disebabkan perbedaan konteks
pembicaraan ayat dan konteks turunnya ayat bersangkutan. Karena
itu, ilmu munâsabah dan ilmu asbâb al-nuzûl sangat membantu dalam
menafsirkan melalui metode muqarran ini dalam hal perbedaan ayat
tertentu dengan ayat yang lain.
b. Perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadits. Mufassir membandingkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits nabi yang terkesan bertentangan,
kemudian berusaha menemukan kompromi antara keduanya. Dalam
melakukan perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadits yang terkesan
bertentangan itu, langkah pertama yang ditempuh mufassir adalah

11
menentukan nilai hadits yang akan diperbandingkan dengan ayat al-
Qur’an. Hadits tersebut harus shahih, karena bila ada hadits yang
memiliki kualifikasi yang lemah (hadits dla’îf) tidak dapat
diperbandingkan, karena disamping nilai otentisitasnya rendah, justru
semakin tertolak karena bertentangan dengan al-Qur’an. Setelah itu
mufassir melakukan analisis terhadap latar belakang terjadinya
perbedaan atau pertentangan antara keduanya.
c. Perbandingan produk penafsiran mufassir dengan mufassir lain.
Mufassir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama salaf
maupun ulama khalaf dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang
bersifat manqûl (tafsir bi al-ma’tsûr) maupun ra’y (tasir bi al-ra’y)
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tertentu ditemukan adanya
perbedaan di kalangan ulama tafsir, karena perbedaan hasil ijtihad,
latar belakang sejarah, wawasan dan sudut pandang masing-masing.
Dalam hal perbedaan di kalangan ulama tafsir tersebut, mufassir
berusaha mencari, menggali, menemukan dan mencari titik temu di
antara perbedaan itu apabila memungkinkan, dan mentarjih salah satu
pendapat setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.

Jelaslah bahwa yang menjadi objek pembahasan pada bagian ini adalah
berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ulama tafsir dalam satu ayat
tertentu, kemudian melakukan perbandingan di antara berbagai pendapat yang
dikemukakan itu. Sedangkan yang dianalisis dua bagian yang sebelumnya
adalah perbandingan berbagai redaksi yang mirip dari ayat-ayat al-Qur’an atau
antara ayat dengan hadits yang kelihatannya secara lahiriah berlawanan.

4. Metode Tafsir Maudlû’î

Maudlû’î adalah metode yang sedang banyak digandrungi oleh sebagian


kalangan mufassir. Metodemaudlû’î atau sistematika penyajian tematik adalah

12
metode yang ditempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-
ayat al-Qur’an yang berbicara tentang satu tema atau masalah serta mengarah
kepada satu pengertian dan tujuan, sekalipun turunnya ayat secara berbeda. Tersebar
pada berbagai surat dalam al-Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat
turunnya.Kemudian ia menentukan ayat-ayat itu sesuai dengan masa
turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu masih dimungkinkan
( jika ayat-ayat itu turun karena sebab tertentu), menguraikannya dengan sempurna.

Secara global metode ini memiliki dua bentuk, yaitu: pertama, tafsir yang
membahas satu surah al-Qur’an secara menyeluruh, memperkenalkan dan
menjelaskan maksud-maksud umum dan khususnya secara garis besar dengan cara
menggabungkan ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, sehingga surat
tersebut tampak dalam bentuknya yang utuh, teratur, betul-betul cermat, teliti
dan sempurna. Berkenaan dengan bentuk ini, al-Syatibi dalam kitabnya al-
Muwâfaqât berkata: “ satu surat al-Qur’an, meskipun banyak mengandung masalah,
tetapi sebenarnya masalah itu satu, karena pada hakikatnya menunjuk kepada satu
maskud”. Bentuk kedua adalah tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-
ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan
penjelasan dan mengambil kesimpulan di bawah satu bahasan tema tertentu.
Melalui kajian seperti ini, mufassir mencoba menetapkan pandangan al-Qur’an
yang mengacu kepada tema khusus dari berbagai macam tema yang berkaitan
dengan alam dan kehidupan.

Upaya mengaitkan antara satu ayat dengan ayat lainnya itu pada akhirnya akan
mengantarkan mufassir kepada kesimpulan yang menyeluruh tentang masalah
tertentu menurut pandangan al-Qur’an.Lebih lanjut Al-Farmâwî secara rinci
mengemukakan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menyusun tafsir
berdasarkan bentuk metode ini yaitu: 1) menentukan pokok bahasan setelah
menentukan batasan-batasannya dan mengetahui jangkauannya di dalam ayat-
ayat al-Qur’an, 2) menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut

13
masalah tersebut, 3) merangkai urutan-urutan ayat sesuai dengan masa
turunnya, 4) kajian tafsir ini merupakan kajian yang memerlukan bantuan kitab-
kitab tafsir metode tahlîlî, pengetahuan asbâb al-nuzûl, munâsabah, dan pengetahuan
tentang petunjuk (dalâlah) suatu lafadz dan penggunannya, 5) menyusunpembahasan
dalam suatu kerangka yang sempurna, 6) melengkapi pembahasan dengan hadits-
hadits yang menyangkut dengan masalah yang sedang dibahas, 7) mempelajari
semua ayat-ayat yang terpilih dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang
sama pengertiannya, atau yang mengkompromikan antar yang ‘am dan khas yang
muthlaq dan muqayyad, atau yang kelihatannya kontradiktif, sehingga semuanya
bertemu dalam suatu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran, 8)
pembahasan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi beberapa pasal, dan setiap
pasal itu dibahas secara luas sesuai dengan cakupan bahasannya itu, kemudian
diterapkan unsur pokok yang meliputi macam-macam pembahasan yang terdapat
pada bab, lalu menjadikan unsur yang bersifat cabang sebagai satu macam
dari pasal. Hal ini untuk mempermudah kepada para pembaca dalam
menelaah kandungan pokok ayat al-Qur’an.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Scara bahasa , tafsir secara bahasa adalah sesuatu yang menjelaskan,
menerangkan. Cara menerangkannya bisa dengan berbagai versi. Karena lafazh
taf’il menunjukkan makna katsir atau menunjukkan makna banyak . Diantara
adalah yang memiliki arti menyatakan , menjelaskan al-Idharu, dan membuka.
Sedangkan Berdasarkan beberapa pendapat ulama mengenai pengertian tafsir
secara istilah, maka pengertiannya, yaitu ilmu yang mempelajari cakupan
tentang keadaan turunnya ayat al-Qur’an, asbab al-nuzul, urutan makiyyah-
madaniyyah, muhkam-mustasyabbih, nasikh-mansukh, khãs-‘am, mutlaq-
muqãayyãd,mujmal, halal-harãm, janji-janji, perintah-larangan, i’tibar-
perumpamaan didalam al-Qur’an.
Tokoh-tokoh dalam tafsir begitu banyak namun yang dibahas dalam
makalah ini ada lima yaitu Ath Thabari, Ibn Abu Hasim, Al Qusyairi, Al
Qurthubi, Ibn Katsir. Dalam penafsiran terdapat beberapa metode diantaranya
Metode Tafsir Tahlîlî, Metode Tafsir Ijmâlî, metode Tafsir Muqarran, Metode
Tafsir Maudlû’î. Setiap metode memiliki ciri khasnya masing-masing.

15
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, dimana dalam penyusunan
maupun penyajian masih terdapat kekurangan yang perlu penulis perbaiki.
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sebagai evaluasi untuk kedepannya, semoga dengan makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

https://etheses.uinsgd.ac.id/8781/4/4_bab1.pdf, diakses pada 17 September 2023, pukul 16.16 wib.


Agus Salim. Agus. Hasanuddin. 2022. Hakikat Tafsir menurut para Mufassir. Jurnal iman dan
spiritualitas, V.2. No.2. April-Juni.
Hidayat. Hamdan. 2020. Sejarah Perkembangan Tafsir Al Qur’an. Jurnal Al Munir.Vol. 02. No. 1.
Juni.
Husnul. A Hakim Imzi.2019. Ensiklopedia kitab-kitab Tafsir Jakarta. eLSIQ Tabarakarrahman.
Al-Shâwi. Musthafâ. al-Juwainî, Manâhij fî al-Tafsîr. (Kutb Dirasah al-Qur’aniyyah: tt.).

16

Anda mungkin juga menyukai