Anda di halaman 1dari 16

Matakuliah : Tafsir Tarbawi

Prodi : Pendidikan Agama Islam


Fakultas : Tarbiyah
IAIN KEDIRI
TAHUN 2022 - 2023
 Secara bahasa, istilah tafsir berasal dari bahasa Arab yang berarti
menjelaskan. Sedangkan kata Tafsir al-Qur’an berarti
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan
ilmu-ilmu yang diperlukan, seperti asbabun nuzul, makkiy dan
madany dan lain sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut biasanya
dinamakan ‘ulum al-Qur’an.

 Tafsir merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting


untuk membekali mahasiswa dalam memahami al-Qur’an,
terutama topik-topik ajaran pokok Islam. Agar mahasiswa
mendapatkan kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan
dengan topik-topik ini maka mereka memerlukan pemahaman
terhadap metodologi tafsir, terutama metode maudlu’i.
Pemahaman dan penguasaan terhadap tafsir diperlukan untuk
mempersiapkan mahasiswa agar mampu bersikap dan
berkepribadian sesuai dengan kandungan ayat-ayat yang terkait
dengan topik-topik ajaran pokok Islam tersebut.

 Setelah berakhirnya perkuliahan, diharapkan : Mahasiswa


memahami metode-metode penafsiran al-Qur’an
1. Rasulullah penafsir al-Qur’an seorang
diri, sahabat tidak ada yang berani
menafsirkan.
2. Rasulullah memberi penjelasan tentang
urusan agama dan dunia, menafsirkan
juga ayat-ayat yang samar
3. Sahabat memperhatikan dan menghafal
penjelasan Rasulullah, lalu
menyampaikannya kepada sahabat
lainnya yang tidak hadir dalam majelis
tersebut.
 Ada 10 orang sahabat yang terkenal ahli tafsir, yaitu: 4 orang khulafa al-
rasyidin, lalu Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Ubay bin Ka’ab,
Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair

 Abdullah bin Abbas layak mendapat gelar Ahli Tafsir al-Qur’an. Rasulullah
SAW pernah berdoa khusus untuknya: “ Allahumma faqqihhu fid diin wa
‘allimhut ta’wil (al-hadits)

 Para Sahabat terkenal kuat hafalannya, adil, dan amanah. Meskipun


demikian mereka tidak menerima riwayat tafsir dari sahabat lainnya
kecuali dengan sanad yang lengkap dan shahih.

 Pada masa Sahabat, sudah mulai muncul perbedaan penafsiran, seiring


dengan munculnya golongan-golongan yang berbeda pendapat di antara
mereka.

 Pada masa Sahabat juga muncul Israiliyat, yaitu kisah-kisah yang dibawa
oleh kaum Yahudi dan Nasrani.
 Para tabi’in meriwayatkan tafsirnya yang diterima dari para
Sahabat kepada tabi’in lainnya, bahkan kepada generasi tabi’
tabi’in.

 Pada masa tabi’in muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di kota-


kota:
1. Makkah (murid Ibnu Abbas); Mujahid, ‘Atha bin Abi Rayyah,
Ikrimah,Thawus, Said bin Jubair
2. Madinah (murid Zaid bin Aslam); Abdurrahman bin Zaid, Malik
bin Anas
3. Kufah atau Irak (murid Abdullah bin Mas’ud)

 Banyak bermunculan hadits-hadits palsu (maudlu’), sehingga


mereka hanya menerima tafsir / hadits yang shahih saja

 Perbedaan penafsiran yang sudah muncul pada masa Sahabat, pada


masa tabi’in semakin tajam perbedaannya.
 Masa ini merupakan masa pembukuan tafsir (akhir abad
pertama – awal abad kedua Hijriyah).

 Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan semua ulama


untuk mengumpulkan semua hadits Rasulullah yang dianggap
sama. Perintah ini direspons positif, sehingga para ulama
berkeliling untuk mendapatkan hadits dan
mengumpulkannya.

 Dari kumpulan hadits-hadits tersebut, kemudian dipisahkan


antara hadits dan tafsir. Jadi, hadits merupakan ilmu
tersendiri, begitu pula tafsir.

 Tokoh-tokohnya: Sufyan bin Uyainah, Waki’ bin Jarrah,


Syu’bah bin al-Hajjaj, Yazid bin Harun, Ibnu Jarir ath-
Thabari, dll.
1. Tafsir bi al-Ma’tsur; yaitu tafsir yang
diisnadkan pada tafsir masa-masa
sebelumnya (sahabat, tabi’in, tabi’
tabi’in)

2. Tafsir bi al-Ra’yi; yaitu tafsir yang


didasarkan pada kemampuan logika
(ra’yu) penafsirnya.
A. Contoh-contohnya :
1. Tafsir Jaami’ul Bayan Fi Tafsiiril Qur’an karya al-Thabari:
a. Menghadirkan isnad periwayatan
b. Menghadirkan kesimpulan hukum
c. Menerangkan bentuk I’rabnya
2. Tafsir al-Qur’an al-’Adzim karya Ibnu Katsir:
a. Cermat dalam penyebutan isnad
b. Susunan kalimatnya sederhana
c. Menunjukkan pemikiran yang jelas
3. Tafsir Al-Durr al-Mantsur Fi al-Tafsiir bi al-Ma’tsur karya al-Suyuthi
a. Isnad haditsnya shahih
B. Kritik Terhadap Tafsir Bi al-Ma’tsur :
1. Banyak riwayat hadits shahih yang bercampur dengan hadits tidak shahih
2. Kemungkinan tercampur dengan pendapat Yahudi, Persia, dan zindiq
yang berusaha menghancurkan Islam
3. Terpengaruh oleh pendapat para tokohnya, yang mungkin menafsirkan
sesuka hati
4. Menuntut kehati-hatian dan ketelitian dalam isnad hadits
A. Kritik terhadap tafsir bi al-ra’yi :
1. Penafsir “memastikan” kehendak Allah dalam al-Qur’an
2. Penafsir bisa jadi tidak menguasai kaidah bahasa Arab
3. Penafsir bisa jadi terdorong hawa nafsunya untuk
memutar balikkan al-Qur’an

B. Contoh-contoh tafsir bi al-ra’yi :


1. Tafsir Mafaatihul Ghaib karya al-Razi
2. Tafsir Anwaarut Tanziil wa Asraarut Ta’wil karya Abus
Sa’ud
3. Tafsir Madaarikut Tanziil Wa Haqaaiqut Ta’wil karya al-
Khazin
C. Hukum tafsir bi al-ra’yi :
- TIDAK BOLEH bila seperti kasus 3 hal tersebut di atas
- BOLEH bila memenuhi syarat mufassir bi al-ra’yu

*** Tafsir bi al-Ra’yu TIDAK BOLEH BERTENTANGAN dengan tafsir


bi al-Ma’tsur

D. Syarat mufassir bi al-ra’yi :


1. Berpegang pada hadits Rasulullah yang shahih
2. Berpegang pada riwayat shahabat yang marfu’
3. Berpegang pada kaidah bahasa Arab
4. Berpegang teguh pada maksud ayat, dan terjamin
kebenarannya menurut hukum dan syara’.
 Metode dari Bahasa Yunani methodos
- Meta: menuju, melalui, mengikuti
- Hodos : berjalan, cara-cara
Metode : cara-cara atau jalan menuju
 Metode tafsir yang telah berkembang:
1. Metode Tahlili (rinci)
2. Metode Ijmali (global)
3. Metode Muqaran (perbandingan)
4. Metode Maudlu’i (tematik)
 Tahlili disebut juga tajzi’i; salah satu metode tafsir ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai
seginya, dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat seperti dalam mushaf.

 Ciri-ciri umum metode tahlili, yaitu:


1. Menyebutkan arti kosa kata
2. Menjelaskan ayat-ayat secara global
3. Menjelaskan ayat-ayat secara lebih rinci
4. Menjelaskan munasabah ayat-ayat
5. Menyebutkan asbabun nuzul ayat, bila ada
6. Mengemukakan pendapat Rasulullah SAW, sahabat, atau tabi’in

 Metode Tahlili memiliki corak atau ragam, yaitu :


1. Tafsir bi al-Ma’tsur; penafsiran ayat dengan ayat, dg hadits atau dg pendapat shahabi
2. Tafsir bi al-Ra’yi; penafsiran dg nalar / ijtihad penafsir sendiri, tanpa rujukan riwayat
lain
3. Tafsir Shufi;
4. Tafsir Fiqhi; penafsiran ayat-ayat yang cenderung diarahkan pada aspek-aspek hukum
5. Tafsir Falsafi; penafsiranberdasarkan penemuanilmiah yang dianggap sesuai dg ayat-
ayat
6. Tafsir ‘Ilmi, dan
7. Tafsir Adabi; penafsiran ayat-ayat yang dihubungkan dengan realitas sosial dan budaya
 Ijmali berasal dari kata jamala dan ajmala
yang artinya mengumpulkan atau
menghimpun.
Metode tafsir ijmali adalah penafsiran ayat-
ayat al-Qur’an sesuai urutan mushafnya atau
suratnya, kemudian ditafsirkan pokok-pokok
kandungan ayat-ayat yang dihimpun secara
global atau umum.

 Contoh Tafsir Ijmali adalah Tafsir al-Jalalain


karya Jalal al-Din al-Mahalli dan Jalal al-Din
al-Suyuthi.
 Muqaran artinya sesuatu yang diperbandingkan.
Metode Muqaran yaitu metode penafsiran dengan cara
membandingkan. Menurut al-Farmawi, muqaran adalah
membandingkan hasil penafsiran para mufassir.

 Al-Farmawi mengutip pendapat Ahmad al-Sayyid al-Kumi yang


kemudian dijabarkan oleh Quraish Shihab menyebutkan bahwa
metode muqaran adalah :
1. Membandingkan ayat-ayat yang memiliki kesamaan atau
kemiripan redaksi, tetapi berbicara tentang kasus berbeda
2. Membandingkan ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda,
dalam kasus yang sama
3. Membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits
yang tampaknya bertentangan
4. Membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
 Maudlu’i artinya masalah, pokok pembahasan, topik,
atau tema.
 Metode maudlu’i adalah menafsirkan ayat-ayat berkaitan
dengan satu topik tertentu dan menyusunnya dari
berbagai sisi permasalahannya.

 Langkah-langkah metode maudlu’i, yaitu :


1. Menetapkan tema / topik / masalah yang akan dibahas
2. Menghimpun ayat-ayat yang yang berkaitan dengan
topik tersebut
3. Memilah ayat-ayat sesuai munasabah dan asbabun
nuzulnya
4. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
5. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang
relevan
6. Membuat kesimpulan dari pembahasan.
Selamat Mencoba
memahami al-Qur’an yang sarat ma’na
dengan Metode Maudlu’i.
Semoga manfaat….
Amien…………..

Anda mungkin juga menyukai