ILMU TAFSIR
METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Ilmu Tafsir
DAFTAR ISI
2
Contents
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Pengertian Tafsir Al-Tahlili..........................................................................5
B. Metode Tafsir Ijmali.....................................................................................8
C. Metode Muqarin (Komparatif)....................................................................10
D. Tafsir Maudhu’i..........................................................................................12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUPAN........................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Kritik dan Saran..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian terhadap tafsir Al-quran mengali proses yang cukup
panjang dalam sejarah perkembangan ilmu tafisr, dari masa formalisme
islam hingga kotemporer. Proses penafsiran pada setiap masa memiliki
kecenderungan berbeda, sehingga akan menghasilkan produk tafir yang
berbeda pula. Perbedaan inilah yang kemudian menjadi objek kajian tafsir
sebagai suatu proses penafisiran dan tafsir sebagai suatu produk ekslampar
kitab-kitab tafsir.
Perbedaan tafsir sebagai kajian terhadap proses dan produk
penafsiran meruapakan fungsi ilmu tafsir sebagai suatu disiplin keilmuan.
Proses penafisran tidak lepas dari perangkat metodologi yang digunakan
untuk menafsirkan Al-qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tafsir Al-Tahlili?
2. Apa pengertian dari tafsir Al-ijmali?
3. Bgaimana contoh-contoh dari tafsir Al-Muqarabin?
4. Apa pengertian dari tafsir Al-Mawadhui?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-tahlili
2. Untuk mengetahui pengertian dari Al-ijmali
3. Untuk mengetahui contoh-contoh tafsir Al-Muqarabin
4. Untuk mengetahui pengertian dari tafisr Al- Mawadhui
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
2. Tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-Ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad terutama
setelah seorang mufasir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa Arab,
asbab al-nuzul, nasikh mansukh dan hal-hal yang lain yang lazim
diperlukan oleh seorang mufasir. Ulama salaf berkeberatan menerima
status penafsiran model ini, kalau tidak ada dasar yang shahih.Tafsir bi al-
Ra’yi dapat diterima apabila:
Menjauhi sikap yang terlalu berani menduga-duga kehendak Allah
di dalam kalam-Nya tanpa memiliki persyaratan sebagai seorang
mufassir.
Memaksakan diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah
Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu
Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab
semata.
Menghindari penafsiran pasti (qath’i) di mana seorang mufasir
tanpa alasan mengklaim bahwa itulah yang dimaksudkan Allah.
Diantara kitab-kitab tafsir bi al-Ra’yi ini adalah:
- Mafatih al-Ghaib karya Fakhr al-Razi (w.606 H).
- Anwar al-Tanzil wa asrari al-Ta’wil karya al-Baidhawi (w.691 H)
- Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil karya al-Nasafi (w.701 H).
- Nadm al-Durar fi Tanasub al-ayat wa al-Suwar karya al-Biqa’i
6
b. Tafsir Fiqih. Penafsiran al-Qur’an yang dilakukan (tokoh) suatu
madzhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran
madzhabnya. Tafsir fiqih ini banyak ditemukan dalam kitab-
kitab fiqih karangan imam-imam dari berbagai madzhab yang
berbeda, sebagaimana kita temukan sebagian ulama yang
mengarang kitab tafsir fiqih adalah kitab ahkam al-Qur’an
karangan al-Jasshash.
7
B. Metode Tafsir Ijmali
a) Mekanisme Penafsiran
8
uraian terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain:a. Mengartikan
setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak jauh
menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.b. Menjelaskan konotasi
setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.c. Menyebutkan
latar belakang turunnya (azbabun nuzul) ayat yang ditafsirkan, walaupun
tidak semua ayat disertai dengan azbabun nuzul. Azbabun nuzul ini
dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat yang
ditafsirkan. Azbabun nuzul menjadi sangat urgen, karena dalam azbabun
nuzul mencakup beberapa hal: (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu.
9
tidak bisa dinafikan. Dan, setiap individu berhak melahirkan metode-
metode baru yang sesuai dengan kemampuan dirinya, karena al-Qur‟an
bukan hanya menjadi hak otoritas satu dan beberapa orang, tetapi menjadi
hak dan miliki semua orang.
10
sangat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat, melainkan juga
membandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan pendapat para
mufasir dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari metode ini ada manfaat
umum dan manfaat khusus, manfaat umum dari metode ini adalah
memperoleh pengertian yang paling tepat dan lengkap mengenai masalah
yang dibahas, dengan melihat perbedaan-perbedaan di antara berbagai
unsur yang diperbandingkan.Perbandingan adalah ciri utama bagi metode
komparatif.
Kelebihan dan kekurangan metode muqarin (metode komparatif)
11
Terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang
D. Tafsir Maudhu’i
Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’ yang
merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan,
menjadikan, mendustakan dan membuat-buat.[1] Arti maudhu’i yang
dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau judul atau topik atu sektor,
sehingga tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Alquran yang
mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu. Dan bukan
maudhu’i yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat, seperti arti kata
hadis maudhu’ yang berarti hadis yang didustakan/dipalsukan/dibuat-buat.
[2] Adapun pengertian tafsir maudhu’i (tematik) ialah mengumpulkan
ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang bersama-sama
membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat
mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab
turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-
penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan
ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.[3]
Menurut al-Sadr bahwa istilah tematik digunakan untuk
menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia mulai dari sebuah
terma yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali ke Alquran. la
juga disebut sintesis karena merupakan upaya menyatukan pengalaman
manusia dengan alqur’an.[4]Namun ini bukan berarti metode ini berusaha
untuk memaksakan pengalaman ini kepada Alquran dan menundukkan
Alquran kepadanya. Melainkan menyatukan keduanya di dalam komteks
suatu pencarian tunggal yang ditunjukkan untuk sebuah pandangan Ialam
mengenai suatu pengalaman manusia tertentu atau suatu gagasan khusus
yang dibawa oleh si mufassir ke dalam konteks pencariannya. Bentuk
12
tafsir ini disebut tematik atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih
sekelompok ayat yang berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Ia
disebut sistetis, atas dasar ciri kedua ini karena ia melakukan sintesa
terhadap ayat-ayat berikut artinya ke dalam sebuah pandangan yang
tersusun.
Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema,
diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut terma itu.
Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan
menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).[5]
Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa tafsir
maudhu’i ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Alquran mengenai suatu
terma tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat
yang dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk
memperoleh jawaban atau pandangan Alquran secara utuh tentang terma
tertentu, dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan
sesuai dengan asbabun nuzul kalau perlu.
a. Urgensi Tafsir Maudhu’i
Bila dicermati, dalam metode tafsir maudhu’i akan diperoleh
pengertian bahwa metode ini merupakan usaha yang berat tetapi teruji.
Dikatakan berat, karena mufassir harus mengumpulkan ayat dalam satu
tema dan hal-hal yang berhubungan dengan tema tersebut. Dikatakan
teruji, karena memudahkan orang dalam menghayati dan memahami
ajaran Alquran, serta untuk memenuhi menyelesaikan berbagai masalah
yang timbul di zaman ini. Begitu pentingnya metode ini, Abdul Djalal
menyebutkan faedah metode ini yaitu (1) akan mengetahui hubungan dan
persesuaian antara beberapa ayat dalam satu judul bahasan, sehingga bisa
menjelaskan arti dan maksud-maksud ayat-ayat A1-qur’an dan
petunjuknya, ketinggian mutu seni, sastra dan balghahnya. (2) akan
memberikan pandangan pikiran yang sempurna, yang bisa mengetahui
seluruh nash-nash Alquran mengenai topik tersebut secara sekaligus,
sehingga ia bisa menguasai topik tersebut secara lengkap. (3) menghindari
13
adanya pertentangan dan menolak tuduhan yang dilontarkan oleh orang-
orang, yang mempunyai tujuan jahat terhadapAlquran, seperti dikatakan
bahwa ajara Alquran bertentangan dengan ilmu pengetahuan, (4) lebih
sesuai dengan selera zaman sekarang yang menuntut adanya penjelasan
tuntutan-tuntutan Alquran yang umum bagi semua pranata kehidupan
sosial dalam bentuk peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang
sudah difahami, dimanfaatkan dan diamalkan, (5) mempermudah bagi para
muballigh dan penceramah serta pengajar untuk mengetahui secara
sempurna berbagai macam topik dalam Alquran, (6) akan bisa cepat
sampai ke tujuan untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu topik
bahasan aI-qur’an tanpa susah payah, (7) akan menarik orang untuk
mempelajari, menghayati dan mengamalkan isi Alqur’an, sehingga Insya
Allah tidak ada lagi semacam kesenjangan antara ajaran-ajaran Alquran
dengan pranata kehidupan mereka.
14
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Metode tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an yang
ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang
menafsirkan ayat tersebut. Tafsir tahlili ialah mengkaji ayat-ayat al-
Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi
surat sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hafid Hasan, Minhatul Mughis, terj. Abu Muhamad, Ilmu Mustholah Hadits.
Surabaya: Salim Nabhan
https://mamadbae07.wordpress.com/2016/09/30/perkembangan-ilmu-mustholah-
hadits/ (di akses pada tanggal 13 september 2019)
16