Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ILMU TAFSIR
METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Ilmu Tafsir

Disusun Oleh Kelompok 2


Kelas PS C/2 :
Nurleli Melianasari (1908203091)
Mita Anggraeni (1908203092)
Lutvianah Afikoh (1908203093)
Arif Maulana (1908203094)
Yisti Ayu Pradana (1908203095)

PRODI PERBANKAN SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN SYARI’AH ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NUR JATI CIREBON
2020
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkat kepada Allah SWT atas rahmat-Nya yang
senantiasa memberikan nikmat sehat sehingga kami bisa menyelesaikan
penyususan makalah Ilmu Tafsir yang berjudul metode-metode penafsiran Al-
qur’an. Tanpa ridha dan petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat
terselesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa kami curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Saw, yang senantiasa kami nantikan syafa’at di yaumil akhir.
Kemudian kami juga ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Syarifudin, M.Ag
yang memberikan tugas ini sehingga menambah wawasan kami.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan kelapangan
hati kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini dan selanjutnya.

DAFTAR ISI

2
Contents
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
A. Pengertian Tafsir Al-Tahlili..........................................................................5
B. Metode Tafsir Ijmali.....................................................................................8
C. Metode Muqarin (Komparatif)....................................................................10
D. Tafsir Maudhu’i..........................................................................................12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUPAN........................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Kritik dan Saran..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian terhadap tafsir Al-quran mengali proses yang cukup
panjang dalam sejarah perkembangan ilmu tafisr, dari masa formalisme
islam hingga kotemporer. Proses penafsiran pada setiap masa memiliki
kecenderungan berbeda, sehingga akan menghasilkan produk tafir yang
berbeda pula. Perbedaan inilah yang kemudian menjadi objek kajian tafsir
sebagai suatu proses penafisiran dan tafsir sebagai suatu produk ekslampar
kitab-kitab tafsir.
Perbedaan tafsir sebagai kajian terhadap proses dan produk
penafsiran meruapakan fungsi ilmu tafsir sebagai suatu disiplin keilmuan.
Proses penafisran tidak lepas dari perangkat metodologi yang digunakan
untuk menafsirkan Al-qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tafsir Al-Tahlili?
2. Apa pengertian dari tafsir Al-ijmali?
3. Bgaimana contoh-contoh dari tafsir Al-Muqarabin?
4. Apa pengertian dari tafsir Al-Mawadhui?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-tahlili
2. Untuk mengetahui pengertian dari Al-ijmali
3. Untuk mengetahui contoh-contoh tafsir Al-Muqarabin
4. Untuk mengetahui pengertian dari tafisr Al- Mawadhui

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Al-Tahlili


Metode tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an yang
ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang
menafsirkan ayat tersebut. Tafsir tahlili ialah mengkaji ayat-ayat al-
Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi
surat sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani. Untuk itu, pengkajian
metode ini, kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki.
Sasaran yang dituju dan kandungan ayat menjelaskan apa yang dapat
diistinbatkan dan serta mengemukakan kaitan ayat-ayat dan relevansinya,
dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu, ia merujuk kepada
sebab-sebab turun ayat, hadits-hadits Rasulullah saw dan riwayat dari para
sahabat dan tabi’in. Tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan
metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman
akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi
kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini.
 Dari segi bentuknya, tafsir tahlili bisa dibagi ke dalam dua pembagian :
1. Tafsir bi al-Ma’tsurr
Artinya menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an
dengan sunnah, al-Qu’an dengan pendapat sahabat Nabi SAW, dan
al-Qur’an dengan perkataan tabi’in. Contoh kitab-kitab tafsir yang
tergolong tafsir jenis ini adalah:jami’ al-Bayan fi Tafsir al-
Qur’an (30 juz ) karya Ibn Jarir al-Thabari (w.310 H).Bahr al-
Ulum (3 Jilid) Karya Abu Lais al-Samarkandi (w.373/378 H). Al-
Kasyaf wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an (hanya ditemukan 4 jilid
dari surah al-Fatihah sampai al-Furqan), karya Abu Ishaq al-Tsa’labi
(w.427H).

5
2. Tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-Ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad terutama
setelah seorang mufasir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa Arab,
asbab al-nuzul, nasikh mansukh dan hal-hal yang lain yang lazim
diperlukan oleh seorang mufasir. Ulama salaf berkeberatan menerima
status penafsiran model ini, kalau tidak ada dasar yang shahih.Tafsir bi al-
Ra’yi  dapat diterima apabila:
Menjauhi sikap yang terlalu berani menduga-duga kehendak Allah
di dalam kalam-Nya tanpa memiliki persyaratan sebagai seorang
mufassir.
Memaksakan diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah
Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu
Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab
semata.
Menghindari penafsiran pasti (qath’i) di mana seorang mufasir
tanpa alasan mengklaim bahwa itulah yang dimaksudkan Allah.
Diantara kitab-kitab tafsir bi al-Ra’yi  ini adalah:
- Mafatih al-Ghaib  karya Fakhr al-Razi (w.606 H).
- Anwar al-Tanzil wa asrari al-Ta’wil karya al-Baidhawi (w.691 H)
- Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil karya al-Nasafi (w.701 H).
- Nadm al-Durar fi Tanasub al-ayat wa al-Suwar karya al-Biqa’i

 Dari segi coraknya, tafsir tahlili dapat dibagi menjadi 5 sedikitnya,


diantaranya:

a. Tafsir Shufi. Penafsiran yang dilakukan oleh kaum sufi pada


umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan
tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sufi dan
orang yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf. Diantara
kitab tafsir sufi ini adalah kitab tafsir al-Qur’an al-‘Adzim
karangan imam al-Tusturi.

6
b. Tafsir Fiqih. Penafsiran al-Qur’an yang dilakukan (tokoh) suatu
madzhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran
madzhabnya. Tafsir fiqih ini banyak ditemukan dalam kitab-
kitab fiqih karangan imam-imam dari berbagai madzhab yang
berbeda, sebagaimana kita temukan sebagian ulama yang
mengarang kitab tafsir fiqih adalah kitab ahkam al-Qur’an
karangan al-Jasshash.

c. Tafsir Falsafi. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan


menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab ini adalah
kitab mafatih al-Ghaib yang dikarang oleh Fakhr al-Razi.
Dalam kitab tersebut ia menempuh cara ahli filsafat dalam
mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu-ilmu
kalam dan semantik (logika).

d. Tafsir Ilmi. Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam


al-Qur’an dengan mengaitkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan
modern yang timbul pada masa sekarang. Diantara kitab tafsir
ini adalah kitab al-Islam Yata’adda, karangan al-‘Alamah
Wahid al-Din Khan

e. Tafsir Adabi. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan


mengungkapkan segi balaghah al-Qur’an dan kemu’jizatannya,
menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju al-
Qur’an, mengungkapkan hukum-hukum alam dan tatanan-
tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya. Tafsir adabi
merupakan corak baru yang menarik pembaca dan
menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’an serta memotivasi
untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur’an.
Diantara kitab tafsir adabi adalah kitab tafsir al-Manar karya
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

7
B. Metode Tafsir Ijmali

Secara definitif, metode ijmali (global) ialah mencoba menjelaskan


ayat-ayat al-Qur‟an secara ringkas dan padat, tetapi mencakup (global).
Metode ini mengulas setiap ayat al-Qur‟an dengan sangat sederhana, tanpa
ada upaya untuk memberikan pengkayaan dengan wawasan yang lain,
sehingga pembahasan yang dilakukan hanya menekankan pada
pemahaman yang ringkas dan bersifat global. Dalam metode ini, mufasir
berupaya untuk menjelaskan makna-makna al-Qur‟an dengan uraian
singkat dan mudah dipahami oleh pembaca dalam semua tingkatan, baik
tingkatan orang yang memiliki pengetahuan yang ala kadarnya sampai
pada orang yang berpengetahuan luas.

Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat


hanya sekedar ditafsirkan dan tidak diletakkan sebagai obyek yang harus
dianalisa secara tajam dan berwawasan luas, sehingga masih menyiasakan
sesuatu yang dangkal, karena penyajian yang dilakukan tidak terlalu jauh
dari gaya bahasa al-Qur‟an, sehingga membaca tafsir yang dihasilkan
dengan memakai metode ijmali, layaknya membaca ayat al-Qur‟an.
Uraian yang singkat dan padat membuat tafsir dengan metode ijmali tidak
jauh beda dengan ayat yang ditafsirkan.

a) Mekanisme Penafsiran

Proses penafsiran dengan menggunakan metode ijmali sebenarnya


tidak jauh beda dengan metode-metode yang lain, terutama dengan metode
tahlili( analitis). Mekanisme penafsiran dengan metode ijmali dilakukan
dengan cara menguraikan ayat demi ayat ayat serta surat demi surat yang
ada dalam al-Qur‟an secara sistematis. Semua ayat ditafsirkan secara
berurutan dari awal sampai akhir secara ringkas dan padat dan bersifat
umum. Uraian yang dilakukan dalam metode ini mencakup beberapa aspek

8
uraian terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain:a. Mengartikan
setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak jauh
menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.b. Menjelaskan konotasi
setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.c. Menyebutkan
latar belakang turunnya (azbabun nuzul) ayat yang ditafsirkan, walaupun
tidak semua ayat disertai dengan azbabun nuzul. Azbabun nuzul ini
dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat yang
ditafsirkan. Azbabun nuzul menjadi sangat urgen, karena dalam azbabun
nuzul mencakup beberapa hal: (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu.

b) Ciri Metode Ijmali.

Metode ijmali berbeda jauh dengan metode komparatif maupun


metode tematik. Kedua metode tersebut lebih populer di kalangan dunia
tafsir, sementara metode ijmali tidak sepopuler kedua metode tersebut. Ciri
khas metode ijmali, antara lain:1. Mufasir langsung menafsirkan setiap
ayat dari awal sampai akhir, tanpa memasukkan upaya perbandingan dan
tidak disertai dengan penetapan judul, seperti yang terjadi pada metode
komparatif (muqaran) dan metode maudhu‟i (tematik).2. Penafsiran yang
sangat ringkas dan bersifat umum, membuat metode ini lebih sanat
tertutup bagi munculnya ide-ide yang lain selain sang mufasir untuk
memperkawa wawasan penafsiran. Oleh karena itu, tafsir ijmali dilakukan
secara rinci, tetapi ringkas, sehingga membaca tafsir dengan metode ini
mengesankan persis sama dengan membaca al-Qur‟an.3.

Berbagai kitab tafsir yang ditulis dengan menggunakan metode


ijmali yang muncul dalam dinamika penafsiran umat Islam terhadap al-
Qur‟an tetap menjadi khazanah yang sangat berarti. Tetapi, metode
apapun yang dilahirkan dalam menafsirkan al-Qur‟an tetap bukan harga
mati yang harus menjadi pilihan atau sesuatu yang terbenarkan secara
mutlak. Setiap metode tetap memiliki kekurangan dan kelebihan yang

9
tidak bisa dinafikan. Dan, setiap individu berhak melahirkan metode-
metode baru yang sesuai dengan kemampuan dirinya, karena al-Qur‟an
bukan hanya menjadi hak otoritas satu dan beberapa orang, tetapi menjadi
hak dan miliki semua orang.

Al-Qur‟an memberikan hak otonom kepada siapapun untuk


menafsirkan ayat-ayatnya secara kreatif guna menemukan makna-makna
ideal yang diinginkan oleh al-Qur‟an. Kebebasan membaca dan
menafsirkan al-Qur‟an ini, tentu saja bisa dilakukan dengan cara apapun
yang dimiliki oleh setiap individu.

C. Metode Muqarin (Komparatif)


Muqarin dari kata qarana-yuqarinu-qornan yang artinya
membandingkan, kalau dalam bentuk masdar artinya perbandingan.
Sedangkan menurut istilah,metode muqarin adalah mengemukakan
penafsiran ayat-ayat Alquran yang ditulis oleh sejumlah para mufassir.
Metode ini mencoba untuk membandingkan ayatayat Alquran antara yang
satu dengan yang lain atau membandingkan ayat Alquran dengan hadis
Nabi serta membandingkan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat-
ayat Alquran.
Tafsir Muqarin adalah tafsir yang menggunakan cara perbandingan
atau komparasi. Para ahli tafsir tidak berbeda pendapat mengenai definisi
metode ini. Dari berbagai literatur yang ada, bahwa yang dimaksud dengan
metode komparatif adalah: 1) membandingkan teks ayat-ayat Al-Quran
yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau
lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda dalam satu kasus yang sama, 2)
membandingkan ayat AlQuran dengan hadis yang pada lahirnya terdapat
pertentangan, dan 3) membandingkan berbagai macam pendapat ulama
tafsir dalam menafsirkan Al-Quran.
Dari definisi tersebut, dapat terlihat jelas bahwasannya tafsir
dengan menggunakan metode komparatif mempunyai cakupan yang

10
sangat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat, melainkan juga
membandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan pendapat para
mufasir dalam menafsirkan ayat Al-Quran.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari metode ini ada manfaat
umum dan manfaat khusus, manfaat umum dari metode ini adalah
memperoleh pengertian yang paling tepat dan lengkap mengenai masalah
yang dibahas, dengan melihat perbedaan-perbedaan di antara berbagai
unsur yang diperbandingkan.Perbandingan adalah ciri utama bagi metode
komparatif.
 Kelebihan dan kekurangan metode muqarin (metode komparatif)

Kelebihan meode muqarin


 Memberikan wawasan penafsiran Alquran yang bersifat relative

dibanding dengan menggunakan metode-metode yang lain.


 Dapat mengetahui suatu kedisiplinan ilmu pengetahuan didalam
Alquran, sehingga kita tidak akan menganggap Alquran itu sempit.
 Dapat menjadikan sikap toleran dan memahami seseorang yang

bersifat fanatik terhadap madzab tertentu tentang penafsiran


Alquran.d. Mufassir akan lebih berhati-hati dalam menafsirakan
Alquran dengan mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta
pendapat-pendapat mufassir sehingga penafsiran yang diberikan
akan relative terjamin kebenarannya.

Kekurangan metode muqarin


 Akan mengakibatkan kesalah pahaman bahkan akan bersikap

fanatik terhadap madzab tertentu bagi pemula yang


menggunakan metode muqarin.
 Metode komparatif lebih mengutamakan perbandingan daripada
pemecahan masalah, maka kurang dapat diandalkan untuk
menjawab permasalahan sosial yang tumbuh dimasyarakat.

11
 Terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang

pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-


penafsiran baru.

D. Tafsir Maudhu’i
Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’ yang
merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan,
menjadikan, mendustakan dan membuat-buat.[1] Arti maudhu’i yang
dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau judul atau topik atu sektor,
sehingga tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat Alquran yang
mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu. Dan bukan
maudhu’i yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat, seperti arti kata
hadis maudhu’ yang berarti hadis yang didustakan/dipalsukan/dibuat-buat.
[2] Adapun pengertian tafsir maudhu’i (tematik) ialah mengumpulkan
ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang bersama-sama
membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat
mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab
turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-
penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan
ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.[3]
Menurut al-Sadr bahwa istilah tematik digunakan untuk
menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia mulai dari sebuah
terma yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali ke Alquran. la
juga disebut sintesis karena merupakan upaya menyatukan pengalaman
manusia dengan alqur’an.[4]Namun ini bukan berarti metode ini berusaha
untuk memaksakan pengalaman ini kepada Alquran dan menundukkan
Alquran kepadanya. Melainkan menyatukan keduanya di dalam komteks
suatu pencarian tunggal yang ditunjukkan untuk sebuah pandangan Ialam
mengenai suatu pengalaman manusia tertentu atau suatu gagasan khusus
yang dibawa oleh si mufassir ke dalam konteks pencariannya. Bentuk

12
tafsir ini disebut tematik atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih
sekelompok ayat yang berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Ia
disebut sistetis, atas dasar ciri kedua ini karena ia melakukan sintesa
terhadap ayat-ayat berikut artinya ke dalam sebuah pandangan yang
tersusun.
Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema,
diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut terma itu.
Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan
menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).[5]
Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa tafsir
maudhu’i ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Alquran mengenai suatu
terma tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat
yang dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk
memperoleh jawaban atau pandangan Alquran secara utuh tentang terma
tertentu, dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan
sesuai dengan asbabun nuzul kalau perlu.
a. Urgensi Tafsir Maudhu’i
Bila dicermati, dalam metode tafsir maudhu’i akan diperoleh
pengertian bahwa metode ini merupakan usaha yang berat tetapi teruji.
Dikatakan berat, karena mufassir harus mengumpulkan ayat dalam satu
tema dan hal-hal yang berhubungan dengan tema tersebut. Dikatakan
teruji, karena memudahkan orang dalam menghayati dan memahami
ajaran Alquran, serta untuk memenuhi menyelesaikan berbagai masalah
yang timbul di zaman ini. Begitu pentingnya metode ini, Abdul Djalal
menyebutkan faedah metode ini yaitu (1) akan mengetahui hubungan dan
persesuaian antara beberapa ayat dalam satu judul bahasan, sehingga bisa
menjelaskan arti dan maksud-maksud ayat-ayat A1-qur’an dan
petunjuknya, ketinggian mutu seni, sastra dan balghahnya. (2) akan
memberikan pandangan pikiran yang sempurna, yang bisa mengetahui
seluruh nash-nash Alquran mengenai topik tersebut secara sekaligus,
sehingga ia bisa menguasai topik tersebut secara lengkap. (3) menghindari

13
adanya pertentangan dan menolak tuduhan yang dilontarkan oleh orang-
orang, yang mempunyai tujuan jahat terhadapAlquran, seperti dikatakan
bahwa ajara Alquran bertentangan dengan ilmu pengetahuan, (4) lebih
sesuai dengan selera zaman sekarang yang menuntut adanya penjelasan
tuntutan-tuntutan Alquran yang umum bagi semua pranata kehidupan
sosial dalam bentuk peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang
sudah difahami, dimanfaatkan dan diamalkan, (5) mempermudah bagi para
muballigh dan penceramah serta pengajar untuk mengetahui secara
sempurna berbagai macam topik dalam Alquran, (6) akan bisa cepat
sampai ke tujuan untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu topik
bahasan aI-qur’an tanpa susah payah, (7) akan menarik orang untuk
mempelajari, menghayati dan mengamalkan isi Alqur’an, sehingga Insya
Allah tidak ada lagi semacam kesenjangan antara ajaran-ajaran Alquran
dengan pranata kehidupan mereka.

14
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Metode tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an yang
ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang
menafsirkan ayat tersebut. Tafsir tahlili ialah mengkaji ayat-ayat al-
Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, dan surat demi
surat sesuai dengan urutan dalam mushaf Utsmani.

B. Kritik dan Saran


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karean berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, makalah
di ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah studi al-hadits. Kami
mengucapkan terima kasih kepada rekan rekan kelompok yang telah
membantu sehingga makalah ini bisa diselesaikan dengan tepat waktunya.
Kami pun dari penulis menyadari bahwa makalah ini banyak
kekurangannya, untuk itu mohon maaf, sekaligus kami berharap saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca semua. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk kita semua.

15
DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashiruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2005.

Al-Farmawi, Abd al-Hay, Muqaddimah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Kairo: Al-


Hadharah al-Arabiyah, 1977.

Hafid Hasan, Minhatul Mughis, terj. Abu Muhamad, Ilmu Mustholah Hadits.
Surabaya: Salim Nabhan
https://mamadbae07.wordpress.com/2016/09/30/perkembangan-ilmu-mustholah-
hadits/ (di akses pada tanggal 13 september 2019)

16

Anda mungkin juga menyukai