Anda di halaman 1dari 8

PENDALAMAN MATERI PPG

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Nama : Yanti Damayanti


B. Kelas : PAI 2I
C. Judul Modul : Quran Hadist
D. Judul KB : Al – Quran dan Metode Mehaminya
1. Peta Konsep
(buat peta/bagan tentang konsep yg ada dalam setiap KB dalam Modul. Tuliskan
penjelasan point –poin sangat penting (crucial points) yang merupakan refleksi dan intisari dari
modul maksimal 2 paragraf).

A. Urgensi Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur’an


Pada zaman Rasulullah Saw umat Islam pada generasi awal tidak membutuhkan suatu
pendekatan atau metode khusus dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Karena segala
permasalahan terkait pemahaman Al-Qur’an langsung ditanyakan kepada Nabi Saw
dan beliau sendiri yang memberikan penjelasan.

Ketika zaman sudah sangat jauh dengan Rasulullah Saw dan para sahabat, sementara
penjelasan terhadap petunjuk-petunjuk Al-Qur’an semakin dibutuhkan, maka para
ulama di bidang tafsir melakukan ijtihadnya masing-masing untuk melakukan
penafsiran Al-Qur’an. Sumber informasi yang digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat
Al-Qur’an adalah riwayat-riwayat yang dianggap dapat dipercaya baik dari hadis
Nabi Saw maupun atsar.
B. Pendekatan Penafsiran Al-Qur’an
1. Pengertian Pendekatan Penafsiran
Adalah acuan atau dasar dan paradigma yang digunakan dalam proses menafsirkan Al-
Quran baik bersifat riwayat, pendapat maupun intuisi. Atau dalam literatur lain disebut
dengan ostilah metode.

2. Jenis Pendekatan Penafsiran

1
a. Tafsir bi al Ma’tsur (Tafsir bi al-Riwayah)
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat, yakni tafsir Al-
Qur’an dijelaskan dengan Al-Qur’an, hadits, pendapat sahabat, atau atsar tabi'in.

Dalam pendekatan tafsir bi al-ma’tsur terdapat beberapa cara menafsirkan ayat Al-
Qur’an, yaitu:

1) Penafsiran ayat dengan ayat Al-Qur’an yang lain.


Suatu ayat dapat ditafsirkan dengan ayat yang lain, baik ayat itu kelanjutan dari ayat
yang ditafsirkan ataupun ayat yang menafsirkan berada di surat yang lain. Seperti
dalam pada surat al-Ikhlas ayat kesatu yang menjelaskan tentang ketauhidan Allah Swt,
ditafsirkan oleh ayat berikutnya, yaitu ayat kedua, ayat ketiga dan ayat keempat.
Namun ayat pertama surat al- Ikhlas tentang ketauhidan ini dapat ditafsirkan lagi oleh
ayat yang berada di surat yang lain.
2) Penafsirat ayat Al-Qur’an dengan hadis Nabi Saw.
Ayat Al-Qur’an lebih banyak yang bersifat global (mujmal) daripada yang terperinci
(tafshil). Sehingga, untuk dapat memahami kandungannya tidak bisa hanya dari ayat
tersebut. Oleh karena itu, hadis Nabi Saw bisa digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an.
Misalnya saja, ayat tentang perintah shalat yang di dalam Al-Qur’an hanya
disampaikan secara umum tanpa menyertakan penjelasan tata caranya.

Artinya:
"Dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku”. (QS. Al-
Baqarah: 43)

Ayat di atas kemudian ditafsirkan oleh hadis Nabi Saw:

Artinya: “Shalatlah
sebagaimana kalian
melihat aku shalat, maka apabila
telah tiba waktu shalat
hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan azan dan orang yang lebih tua di
antara kalian menjadi imam.” (HR. Bukhari)

3) Penafsiran ayat Al-Qur’an dengan keterangan sahabat Nabi saw. dan


tabi’in.
Atsar atau keterangan dari para sahabat atau tabi’in juga memiliki peranan penting
dalam penafsiran Al-Qur’an, karena mereka adalah orang-orang yang sering bersama
Nabi Saw dan sangat memahami situasi serta kondisi bagaimana Al-Qur’an diturunkan.
Contohnya, pada tafsir terhadap QS. al-Baqarah ayat 3:

Artinya: “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib…”


Menurut Ibn ‘Abbas, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah, bahwa tafsir
dari kata yu’minuna (mereka mengimani) adalah yushaddiquuna (mereka membenarkan).
Sementara menurut Ma’mar sebagaimana diriwayatkan oleh al-Zuhri, maksud dari
yu’minuna adalah iman yang disertai mengamalkan. Sedangkan menurut Abu Ja’far al-
Razi dari Rabi’ Ibn Anas, yang dimaksud dengan yu’miuna adalah yakhsyauna yang

2
berarti mereka takut.

Kitab tafsir yang menggunakan pendekatan bi al-ma’tsur:


Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari
Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim karya Ibnu Katsir

b. Tafsir bi al-Ra’y atau tafsir bi al-Dirayah


Tafsir bi al-Ra’y adalah penafsiran seorang musafir yang diperoleh melalui hasil
penalarannya atau ijtihadnya, di mana penalaran sebagai sumber utamanya.
Kelebihan pendekatan tafsir bi al-ra’y:
1) Mempunyai ruang lingkup yang luas
2) Dapat mengapresiasi berbagai ide
3) Dapat melihat Al-Qur’an secara lebih lebar sehingga dapat memahaminya
secara komprehensif.

Kelemahan pendekatan tafsir bi al-ra’y :


1) Pengungkap petunjuk berdasarkan ayat yang bersifat parsial, sehingga
dapat memberikan kesan makna Al-Qur’an tidak utuh dan
pernyataannya tidak konsisten.
2) Penafsiran sangat rentan dengan subjektivitas yang dapat memberikan
pembenaran terhadap mazhab atau pemikiran tertentu sesuai dengan
kecenderungan mufassir.

Para mufassir yang menggunakan pendekatan bi al-ra’y dalam kitab tafsirnya adalah:
1) Abd al-Qasim Mahmud al-Zamakhsari
2) Fakhruddin al-Razi tafsirnya Mafatih al-Ghaib
3) Al-Baidhawi Tafsirnya Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil.
c) Tafsir bi al-Isyarah (Tafsir Isyari)
Secara bahasa, kata isyari berasal dari kata asyara-yusyiru-isyaratan yang berarti
memberi isyarat atau tanda dan berarti pula menunjukkan. Sedangkan menurut istilah
tafsir isyari adalah suatu upaya untuk menjelaskan kandungan Al-Qur’an dengan
menakwilkan ayat-ayat sesuai isyarat yang tersirat dengan tanpa mengingkari yang
tersurat atau zahir ayat.

Adapun syarat-syarat diterimanya sebuah tafsir isyari, adalah :


1) Tidak bertentangan dengan makna lahir (pengertian tekstual) Al-Qur’an.
2) Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syara’ lainnya.
3) Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.
4) Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran yang
dikehendaki Allah, bukan pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.
5) Penafsirannya tidak terlalu jauh sehingga tidak ada hubungannya dengan
lafadz.

Dalam penafsiran dengan pendekatan isyari ini seperti penafsiran al-Alusi dapat kita
ambil contoh terhadap surat Al-
Baqarah ayat 238:

3
Artinya: “Peliharalah shalat-shalat dan shalat wustha serta tegakkan untuk Allah karena
ketaatan.”

Al-Alusi memberikan tafsir kata al-shalat al-wustha pada ayat di atas dengan penjelasan
lima macam shalat:

Artinya : “Sesungguhnya shalat itu ada lima, yaitu 1) Shalat sirr dengan menyaksikan maqam
ghaib, 2) shalat nafs, yaitu dengan cara memadamkan hal-hal yang dapat mengundang keragu-
raguan, 3) Shalat qalb, dengan senantiasa berada dalam penantian akan munculnya cahaya kasyf
(penyingkapan), 4) shalat ruh dengan menyaksikan wasl (pengabungan/peyatuan dengan Allah);
5) Shalat badan dengan cara memelihara panca indera dan menegakkan ketentuanketentuan
hukum Allah.”

C. Metode Penafsiran Al-Qur’an


1. Pengertian Metode Penafsiran
Adalah cara yang dilakukan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Cara ini meliputi teknis
penyusunan, sistematika, ruang lingkup dan hal-hal terkait lainnya.
2. Jenis Metode Penafsiran
a. Metode Tahlili (Analitis)
Metode tahlili merupakan suatu metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan
cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan dengan
penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing
mufassir terhadap aspek-aspek yang ingin disampaikan. Semisal dalam menjelaskan
ayat disertai aspek qira’at, asbab al-nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain
sebagainya.

Contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode tahlili:


1) Kitab Tafsir Jami li Ahkam Al-Qur’an karya al-Qurtubi
2) Kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an karya Ibnu Jarir at- Thabari
3) Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir
4) Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi

b. Metode Ijmali (Global)


Metode ijmali adalah sebuah metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan cara
mengemukakan makna yang bersifat global dengan bahasa yang ringkas agar mudah
dipahami. Dalam metode ini, mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat secara
singkat tanpa menguraikan panjang lebar.

Contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode ijmali antara lain:
1) Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al-Din al-Mahalli dalam kitabnya Tafsir
Jalalain
2) Muhammad Farid Wajdi dalam Tafsir Al-Qur’an al-Azhim
c. Metode Muqaran (Komparatif)
Metode muqaran adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara

4
membandingkannya dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan tema
namun redaksinya berbeda; atau memiliki kemiripan redaksi tetapi maknanya berbeda;
atau membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan sahabat
maupun tabi’in, serta pendapat para ulama tafsir.

Metode ini juga dapat juga berupa perbandingan antara satu kitab tafsir dengan kitab
tafsir lainnya agar diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut, atau berbentuk
perbandingan teks lintas kitab samawi, seperti Al-Qur’an dengan kitab Injil, kitab
Taurat atau kitab Zabur.

Contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode muqaran adalah:


1) Kitab Durrat al-Tanzil wa Qurrat al-Takw il (Mutiara al-Qur’an dan
Kesejukan al-Takwil), karya al-Khatib al-Iskafi
2) Kitab Al-Burhan f i Tajwih Mutasyabih al-Qur’an (Bukti Kebenaran dalam
Pengarahan Ayat-ayat Mutasyabih al-Qur’an), karangan Taj al-Qara’ al-
Kirmani

d. Metode Maudhu’I (Tematik)


Metode maudhu’i adalah upaya menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengambil
suatu tema tertentu.

Kelebihan metode maudhu’i:


1) Mampu menjawab kebutuhan zaman yang ditujukan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan
2) Praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu
3) Dinamis sesuai dengan kebutuhannya
4) Memberikan pemahaman Al-Qur’an tentang satu tema menjadi utuh

Adapun kekurangan metode maudhu’i yaitu dalam proses inventarisasi ayat- ayat
setema tidak tercakup seluruhnya, atau keliru dalam mengategorikan yang akhirnya
membatasi pemahaman ayat.

Langkah-langkah penafsiran metode maudhu’i:


1) Menetapkan masalah yang akan dibahas
2) Permasalahan yang dibahas diprioritaskan pada persoalan yang
menyentuh kehidupan masyarakat yang berarti bahwa seorang mufassir
harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang masyarakat
3) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
4) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang
mendukungnya
5) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing- masing. Hal
ini terkait erat dengan ilmu munasabat
6) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out
line)
7) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok
bahasan.
8) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

5
menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau
mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dengan yang khash
(khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang tampak pada lahirnya
bertentangan sehingga seluruhnya dapat bertemu dalam satu muara tanpa
perbedaan dan pemaksaan makna.

Contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode maudhu’i:


1) Kitab karya Abbas Mahmud al-Aqqad yang berjudul al-Insan fi al- Qur’an
dan al-Mar’ah fi Al-Qur’an
2) Kitab karya Abu al-A’la Al-Maududi berjudul al-Riba fi Al-Qur’an
3) Kitab karya al-Jashshash, berjudul Tafsir Ahkam al-Qur`an
Kitab karya Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al- Qurtuby yang
berjudul al-Jami’ Li Ahkam Al-

6
2. Daftar materi yang sulit dipahami
(Tuliskan minimal 3 soal level HOTS, dengan menuliskan indikator soal sesuai kisi-kisi UP PPG 2021
dan menuliskan level soal [C4 atau C5 atau C6], betuk soal pilihan ganda dengan lima option (a.b,c,d,
dan e) dan kunci jawabannya).
Soal 1:
Indikator soal : mahasiswa menganalisis karakteristik ayat muhkamat

Level taksonomi:

C5 Soal:
Al Zamakhsyari mengatakan bahwa perbedaan tentang definisi dan
kriteria ayat muhkamat dan mutasyabihat

a. Muhkamat adalah ayat-ayat yang berhubungan erat dengan


hakikat (realitas) dan mustayabihat adalah ayat-ayat yang
membutuhkan penelitan (tahqiqat).
b. Muhkamat adalah ayat-ayat yang membutuhkan penelitan (tahqiqat)
dan mustayabihat adalah ayat-ayat yang berhubungan erat dengan
hakikat (realitas)
c. Perbedaan hanya terdapat pada sisi mendalam
d. Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya,
seperti ayat seputar kiamat dan muhkamat menurutnya adalah ayat-ayat
yang tidak termasuk ke dalam kategori mutasyabihat
e. Tidak terdapat perbedaan
Jawaban: A

Soal 2

Indikator soal: Disajikan contoh ayat muhkamat mahasiswa menganalisis karakteristik


ayat muhkamat.
Level taksonomi: C6 Soal:
Karakteristik ayat al Qur’an dibagi menjadi dua, diantaranya adalah ayat
muhkamat dan ayat muntasyabihat. Dibawah ini yang termasuk kedalam ayat- ayat
muhkamat, kecuali . . .

a. Surah an Nasr ayat 3 (bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima tobat.)
b. Surah al Kafirun ayat 6 (“Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”)
c. Surah az Zumar ayat 53 (Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang)
d. Surah al Baqarah ayat 183 (Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa)
e. Surah at Taubah ayat 60 (Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
kewajiban dari Allah)

Jawaban: C
7
Soal 2
Indikator soal: Disajikan deskripsi pengertian tentang takwil, mahasiswa dapat
menentukan ayat Al-Qur’an yang mengandung takwil

Level taksonomi: C5

Soal:
Menurut al Juraji, Ta’wil adalah mengalihkan lafaz dari maknanya yang tampak kepada
makna tersembunyi yang dikandung olehnya selama makna yang dimaksud tersebut
dipandang sesuai dengan Al-Qur’an dan al-sunnah.
Berdasarkan pengertian di atas, contoh ayat yang ditakwilkan adalah . . .
a. Kalimat “Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu” dalam
surah al Isra ayat 29 dimaknai sebagai sifat kikir
b. Kalimat “jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya” dalam surah al Isra ayat 29
dimaknai sebagai sifat boros
c. Kata “toyiron” dalam surah al-Fill dimaknai sebagai virus atau bakteri yang
terbang
d. Kalimat “wattinni wajjaitun” dalam surah at Tin ayat 1 dimaknai
sebagai buah tin dan buah zaitun
e. Kalimat “waturisinin” daalm surah al Tin ayat 2 dimaknai sebagai bukit Sinai

Jawaban: C

3. Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam Pembelajaran


(Tuliskan materi yang sering saudara salah pahami secara konseptual (misconception).

Masih banyak salah penafsiran karena tidak relevan nya dengan kondisi di lapangan
dan banyak sub sub mengenai perbedaan

Anda mungkin juga menyukai