Di susun oleh :
1
Syrafudin H.Z, Tafsir bil Ma’tsur (Kelebihan dan kekurangan serta Pengembangannya), SUHUF, Vol.29,
No.1, (Mei, 2017), hlm 98.
2
Az Zarqani, Muhammad Abd Al Adim. TT.Manahil Irfan fi Ulumil Al-Qur’an. Beirut: Isa bab Al Halabi, hlm
408.
3
Adz Dzahabi, Muhammad Husain, Al Tafsir wa Al Mufassirun I, (Kuwait Darul Kitabul Hadits: 1976),
hlm.152.
4
Manna’ Al-Qattan, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, (Barut: Al Mansyurat fi Al AshriAl Hadits: 1976), hlm. 180.
5
Az Zarqani, op. cit. hlm 481.
sendiri, kemudian penafsiran dengan Al-Sunnah dengan riwayat sahabat serta
dengan riwayat Tabiin meskipun yang terakhir ini masih diperselisihkan.
B. Jenis-jenis Tafsir Bil Ma’tsur
Terdapat 4 jenis penafsiran bi Ma’tsur, namun bagi yang tidak menerima
periwayatan Tabiin seperti Al Zarqani dan Muhammad Ali Al-Shabuni hanya
ada tiga jenis tanpa penafsiran Tabiin. Berikut ini bentuknya yaitu:
1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al Qur’an
Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an ada beberapa bentuk, ada yang
dalam bentuk menafsirkan bagian kata tertentu dengan bagian kata lainnya
dalam ayat dan surat yang sama.Ada yang dalam bentuk penafsiran ayat
yang satu dengan ayat yang lain dalam surat yang sama dan ada pula
dalam bentuk menafsirkan ayat yang satu dengan ayat yang lain dalam
surat yang berbeda.
2. Tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah Rasullulah SAW
Penafsiran Al-Qur’an dengan Sunnah wajib, karena petunjuk atau
penjelasan yang paling benar adalah apa yang disampaikan oleh
Rasullulah SAW. Tugas Rasulullah adalah menjelaskan Al-Qur’an seperti
dalam surat An-Nahl ayat 44.6
Sunnah dalam hal ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam beberapa
bentuk diantarannya adalah sebagai berikut:
a. Bayan Al-Tafsir
Yang dimaksud dengan Bayan Al-Tafsir adalah menerangkan ayat-
ayat yang sangat umum dan mustanah. Sunnah dalam hal ini
menerangkan keumuman ayat-ayat Al-Qur’an yang masih majmal dan
member batasan terhadap ayat-ayat yang sifatnya muthlaq dan member
takhshish ayat-ayat yang bersifat umum.
b. Bayan Al-Taqrir
Bayan Al-Taqrir adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diperkuat oleh al-
sunnah Nabi SAW.
c. Bayan Naskh
An-Naskh menurut bahasa adalah Al-Ibthal (membatalkan), Al-Izalah
(menghilangkan), Al-Tahwil (memindahkan) atau Al-Taqhyir
(mengubah).
6
Ibnu Katsir, Ibnu Abi Al Fida Ismail, Tafsir Al Quran Al Adzim I, (Jeddah: TT: Al Haramain), hlm, 29-31.
3. Tafsir Al-Qur’an dengan Riwayat Sahabat
Menurut Al-Hakim, penafsiran Al-Qur’an dengan riwayat yang shahih,
hukumnya marfu’ karena para shahabat menyaksikan turunya wahyu dan
mengetahui sebab-sebab turunnya. Namun apabila penafsiran mereka
berdasarkan Al-ra’yi maka bernilai mauquf. Penafsiran Al-Qur’an harus
berdasarkan riwayat yang shahih oleh karena itu harus dibersihkan dari
unsur-unsur yang masuk dari luar Islam.
Kemungkinan penafsiran Al-Qur’an berdasarkan riwayat ini telah
kemasukan unsur-unsur dari luar seperti riwayat dari kaum Zindiq,
Yahudi, Nasrani maupun Persia yang inggin menghancurkan Islam dari
dalam atau dengan kata lain telah bercampur aduk antara riwayat yang
shahih dan yang tidak sahih.
4. Penafsiran Al-Qur’an dengan Riwayat Al-Tabiin
Walaupun para ulama berbeda pendapat tentang nilai riwayat Al-
Tabiin, namun sebagai rujukan penafsiran mereka tetap dipertimbangkan,
apabila tidak diketemukan tafsir di dalam Al-Qur’an maupun sunnah dan
pendapat para sahabat. Pada hakekatnya para Tabiin menerima sejumlah
ilmu dari para sahabat, terutama setelah daerah Islam makin bertambah
luas. Dari tokoh Tabiin inilah ilmu mereka kemudian diriwayatkan kepada
tabi’ at tabiin dan seterusnya sampai kepada kita sekarang ini.
Namun harus diakui bahwa ada perbedaan antara tafsir dari Sahabat
dan tafsir bi kalam Tabiin. Tafsir para Tabiin masih diragukan diterima
atau ditolak. Oleh karena itu ada yang memasukkan penafsiran mereka ke
dalam kelompok tafsir bi al-rayi. Adapun sebab utama memunculkan
keraguan itu karena mereka tidak mengalami masa kenabian dan riwayat
mereka timbul dari Al-Rayi sehingga tidak memiliki kekuatan marfu’.
َ َأاَل ِإنَّ َأ ْولِ َيا َء هَّللا ِ اَل َخ ْوفٌ َعلَي ِْه ْم َواَل ُه ْم َيحْ َز ُن
ون
َ الَّذ
َ ِين آ َم ُنوا َو َكا ُنوا َي َّت ُق
ون
Adapun contoh penafsiran ayat dengan ayat yang berbeda dalam surat
yang berbeda seperti ayat 37 surat al-Baqarah.
اب َعلَ ْي ِه ۚ ِإ َّن ُه ه َُو ال َّت َّوابُ الرَّ حِي ُم ٍ َف َتلَ َّق ٰى آ َد ُم مِنْ َر ِّب ِه َكلِ َما
َ ت َف َت
َ قَااَل َربَّ َنا َظلَمْ َنا َأ ْنفُ َس َنا َوِإنْ لَ ْم َت ْغفِرْ لَ َنا َو َترْ َح ْم َنا لَ َن ُكو َننَّ م َِن ْال َخاسِ ِر
ين
Artinya: Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi.
2. Penafsiran Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah.
Contoh penafsiran Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah menggunakan
Bayan Naskh. Berikut ayat yang dinasakhkan oleh hadits (sunnah) Nabi
SAW adalah firman Allah SWT. pada ayat 180 surat Al-Baqarah:
َ ْن َواَأْل ْق َر ِب
ين ِ ك َخيْرً ا ْال َوصِ َّي ُة ل ِْل َوالِدَ ي ُ ض َر َأ َح َد ُك ُم ْال َم ْو
َ ت ِإنْ َت َر َ ِب َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َح
َ ُكت
َ ِب ْال َمعْ رُوفِ ۖ َح ًّقا َعلَى ْال ُم َّتق
ِين
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa.
Adapun sunnah Nabi SAW yang menasakhkan ayat di atas adalah
sabda Nabi yang artinya”sesungguhnya Allah SWT telah memberikan
kepada tiap-tiap orang haknya (masingmasing), maka tidak ada wasiat bagi
ahli waris” (HR. Ahmad).
Kewajiban melaksanakan wasiat kepada kaum kerabat dekat
didasarkan suratAl-Baqarah ayat 180 di atas dinaskh oleh hadits yang
menjelaskan bahwa kepada ahli waris tidak boleh dilakukan wasiat.7
3. Penafsiran Al-Qur’an dengan Riwayat Sahabat
Adapun contoh dari penafsiran Al-Qur’an dengan riwayat sahabat adalah
penafsiran ayat 30 surat Al-Anbiya yang berbunyi:
َ ْت َواَأْلر
ض َكا َن َتا َر ْت ًقا َف َف َت ْق َنا ُه َما ۖ َو َج َع ْل َنا م َِن ْال َما ِء ِ ِين َك َفرُوا َأنَّ ال َّس َم َاوا َ َأ َولَ ْم َي َر الَّذ
ون َ ُك َّل َشيْ ٍء َحيٍّ ۖ َأ َفاَل يُْؤ ِم ُن
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Menurut Ibn Abbas kata “kaanati samawaati ratqan” dalam ayat
tersebut ditafsirkan dengan “langit tidak menurunkan hujan” sedangkan
“kaanatul ardhu ratqan”dengan “bumi tidak dapat tumbuh” setelah langit
dan bumi dipisahkan maka “langit dapat menurunkan hujan” dan “bumi
dapat tumbuh”
4. Penafsiran Al-Qur’an dengan Riwayat Tabiin
Contoh tafsir tabi'in ini terdapat pada surat Al-fatihah :
اِھْ ِد َنا الص َِّرا َط ْالمُسْ َتـقِ ْي َم
7
Muhammad Ali Al Shabuni, 1970, Attibyan fi al Ulumul Quran, (Beirut: TT: Daar Al Irsyad), hlm.76.
Menurut al-Hasan al-Bashri, jalan lurus (shiratal mustaqim) itu adalah
Rasulallah dan dua sahabat setelah beliau.
8
Basuni faudah, tafsir-tafsir al-qur’an, terj,. Pustaka Bandung,1987, Hlm 62, adzdzahabi, At-Tafsir, hlm 254.
9
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an… hlm. 488
10
Syaikh Manna’ Qathan, Pengantar Studi Ilmu Alquran, terj. H. Aqunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA, hlm 214.
4. Tidak mengabaikan – memperhatikan – kaidah-kaidah penafsiran
yang sangat penting seperti memperhatikan asbabun nuzul, ilmu
munasabah dan lain-lain saran yang dibutuhkan oleh mufassir.
Tafsir bi al-ra’yi seperti inilah yang tergolong tafsir yang baik lagi terpuji dan
layak digunakan, juga sering dijuluki dengan al-Tafsir al-Masyru’ (tafsir yang
disyari’atkan).
11
Rendi Fitra Yana dkk, Tafsir bil Ra’yi, Pena Cedekia, Vol.02 No.01 (Maret, 2020), hlm, 3.
dengan panggilan al-Khozin (544-604 H/1149-1207 M). Tafsir ini terdiri
atas 4 jilid dengan tebal halaman antara 2160 – 2250.
5. Tafsir Ruh al-Bayan (Tafsir Jiwa yang menerangkan), karya al-Imam al-
Syekh Ismail Haqqi al-Barusawi (w. 1137 H/ 1724 M), setebal 10 jilid
dengan jumlah halaman sekitar 4400
D. Contoh Penafsiran Bil Ra’yi
a. Bil Ra’yi Mahmudah atau Terpuji
Contoh tafsir Mahmud, ialah menafsirkan kata al-qalam () القلم
misalnya dalam surat Al-Alaq ayat 4 dan surat alQalam ayat 2. Kata al-
qalam oleh para mufassir klasik (salaf), bahkan mufassir kontemporer
(khalaf) sekalipun umum diartikan dengan pena. Penafsiran demikian tentu
saja tidak salah, mengingat alat tulis yang paling tua usianya yang dikenal
manusia adalah pena.
Tapi untuk penafsiran kata qalamun/al-qalam dengan alat-alat tulis
yang lain seperti pensil, pulpen, spidol, mesin tik, mesin stensil, dan
komputer pada zaman sekarang, agaknya juga tidak bisa disalahkan
mrngingat arti asal dari kata qalamun seperti dapat dilihat dalam berbagai
kamus adalah alat yang digunakan untuk menulis. Dan kita tahu bahwa
alat-alat tulis itu sendiri banyak jenisnya mulai dari pena, gerip, pensil,
pulpen, dan lain-lain; hingga kepada mesin tik, mesin stensil dan
komputer.
Jadi lebih tepat memang jika menafsirkan kata al-qalam dengan alat-
alat tulis yang menggambarkan kemajuan dan keluasan wawasan alquran
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi daripada sekedar mengartikannya
dengan pena yang bisa jadi hanya menyimbolkan kesederhanaan dunia
tulis-menulis di saat-saat alquran mengalami proses penurunannya.
Jika pengertian pena untuk kata qalamun/al-qalam ini masih tetap
dipertahankan hingga sekarang, maka seolah-olah hanya menggambarkan
keterbatasan dan kejumudan dunia tulis menulis yang pada akhirnya
menunjukkan kebekuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Bil Ra’yi Tercela (madzmum)
Ayat Al-Quran yang jika ditafsirkan oleh orang yang bodoh akan menjadi
rusak maksudnya.
َ َان فِيْ ٰهذ ٖ ِٓه اَعْ ٰمى َفه َُو فِى ااْل ٰ خ َِر ِة اَعْ ٰمى َوا
ض ُّل َس ِب ْياًل َ َو َمنْ َك
Artinya “Barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar.”
(Q.S. Al-Isra : 72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta ( )َأ ْع َم ٰىadalah celaka dan
rugi serta akan masuk neraka jahanam. Padahal yang dimasud dengan buta
di sini bukan mata, tetapi buta hati berdasarkan alasan firman Allah.
ُّ صا ُر َو ٰلكِنْ َتعْ َمى ْالقُلُ ْوبُ الَّتِيْ فِى ال
ص ُد ْو ِر َ َف ِا َّن َها اَل َتعْ َمى ااْل َ ْب
Artinya: “……Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta ialah hati dalam dada.” (Q.S. Al- Hajj : 46)
B. Model (Metode) Tafsir
1. Tafsir Maudhu’i
A. Pengertian Tafsir Maudhui
Metode tafsir maudhu’i atau menurut Muhammad Baqir al-Shadr
sebagai metode al-Taukhidiy adalah metode tafsir yang berusaha mencari
jawaban al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang
mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik/judul
tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya dan selaras dengan
sebab-sebab turunnya, kemudian pemperhatikan ayat-ayat tersebut dengan
penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubunganhubungannya
dengan ayat-ayat yang lain, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.12
Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan
metode tafsir jenis ini adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat al-Qur’an
mengenai suatu judul/tema tertentu, dengan memperhatikan urutan tertib
turunnya masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang
dijelaskan dengan berbagai macam keterangan dari segala seginya dan
diperbandingkannya dengan keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang
benar yang membahas topik/tema yang sama, sehingga lebih mempermudah
dan memperjelas masalah, karena al-Qur’an banyak mengandung berbagai
macam tema pembahasan yang perlu dibahas secara maudhu’i, supaya
pembahasannya bisa lebih tuntas dan lebih sempurna.13
12
Moh. Tulus Yamani, Memahami Al-Qur’an dengan Metode Maudhu’I, J-PAI, Vol.1, No.2, (Januari-Juni,
2015), hlm, 277
13
Mohammad Nur Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy Memahami Al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern.,
(Yogyakarta:2004), Menara Kudus, hlm 121-122.
B. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Maudhu’i
1. Kelebihan Tafsir Maudhu’i
a. Menjawab Tantangan Zaman
Untuk menghadapi masalah yang demikian, dilihat dari sudut tafsir Al-
Qur’an, tidak dapat ditangani dengan metode-metode selain tematik.
Hal ini dikarenakan kajian metode tematik ditunjuk untuk
menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini mengkaji
semua ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kasus yang sedang di
bahas secara tuntas dari berbagai aspeknya.
b. Praktis dan sistematis
Dengan adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk Al-
Qur’an secara praktis dan sistematis serta dapat lebih menghemat
waktu, efektif dan efisien.
c. Dinamis
Metode tematik membuat Tafsir Al-Qur’an selalu dinamis sesuai
dengan tubtutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam benak
pembaca dan pendengarnya bahwa Al-Qur’an senantiasa megayomi
dan membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan
strata sosial
d. Membuat Pemahaman Menjadi Utuh
Dengan ditetapkan judul-judul yang akan di bahas, maka pemahaman
ayat-ayat Al-Qur’an dapat diserap secara utuh.
2. Kekurangan Tafsir Maudhu’i
a. Memenggal Ayat Al-Qur’an
Memenggal ayat Al-Qur’an yang dimaksudkan di sini ialah mengmbil
satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang
mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk
tentang sholat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan
bersamaan dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang
zakat, misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang sholat harus di
tinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak menggangu
pada waktu melakukan analisis.
b. Membatasi Pemahaman Ayat
Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat
menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya,
mufasir terikat oleh judul itu
C. Contoh Penafsiran Maudhu’i
Contoh metode maudhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian kasus
riba yang dilakukan ole Ali al-Shabuni dalam “Tafsir Ayat Ahkam” yang
secara hierarki menentukan urutan ayat.
Pertama QS. ar-Ruum ayat 39 yang menjelaskan tentang kebencian
Allah kepada riba walaupun belum diharamkan.
Artinya:”dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar
Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah
pada sisi Allah.” (QS. ar-Ruum: 39)
2. Tafsir Tahlili
A. Pengertian Tafsir Tahlili
Taḥlili dapat diartikan sebagai "membuka sesuatu; tidak menyimpang
darinya;15 membebaskan".16 Merujuk dalam Mu'jam al-Ma'ani, "taḥlili" adalah
proses membagi hal-hal yang sifatnya masih umum ke dalam bagian yang
lebih rinci, dan mengembalikan sesuatu kepada unsur-unsurnya.17 Quraish
Shihab mendefinisikan metode taḥlīlī sebagai metode menjelaskan ayat-ayat
al-Qur'an dari berbagai segi sesuai pandangan, kecenderungan, dan keinginan
mufasir.
Langkah-langkah yang harus dilakukan mufasir adalah dengan menyajikan
secara runtut sesuai urutan ayat dalam mushaf, yang mencakup pengertian
umum kosa kata ayat, munāsabah ayat dengan ayat sebelumnya, asbābun
nuzūl (jika ada), makna global ayat, hukum yang dapat ditarik, dan adakalanya
juga disertakan pendapat ulama mazhab. Bahkan, ada yang menambahkan
ragam qirāat, dan i'rab ayat yang ditafsirkan, serta keistimewaan susunan kata.
Adapun fokus penafsirannya, ada yang bercorak kebahasaan, hukum, sosial-
budaya, falsafi (sains; ilmu pengetahuan), tasawuf/ishari, dan sebagainya.18
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode tafsir taḥlili adalah
metode tafsir yang sistematis karena kandungan ayat ayat al-Qur'an dijelaskan
14
Moh. Tulus Yamani, Op.Cit., 283-284.
15
Ahmad bin Faris bin Zakariya Abul Husein, Mu'jam Maqāyis al-Lugah, juz II, (Beirūt: Dār al-Fīkr, 1979),
hlm. 20.
16
Ibn Manẓūr, Lisān al-'Arabi, juz 11 (Beirūt: Dār Ṣādir, 2010), hlm.163
17
Mu'jam al-Ma'āni, diambil dari: https://www.almaany.com/ar/dict/arar/. Diakses pada 25 September 2022.
18
Muhammad Quraish Shihab, Kaidah Tafsīr (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 378.; Shihab, Membumikan al-
Qur'ān, hlm 72-73.
berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dan ditinjau dari berbagai segi, yakni
mufaradat dan munasabah ayat untuk melihat hubungan antara ayat sebelum
dan sesudahnya, asbābun nuzul, makna ayat secara global, tinjauan hukum
yang terkandung dan tambahan penjelasan kaitannya dengan qirāat, i'rab dan
keistimewaan susunan kata pada ayat yang ditafsirkan serta diperkaya dengan
pandangan imam mazhab dan sebagainya.
B. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Tahlili
1. Kelebihan Tafsir Tahlili
a. Ruang lingkup yang luas pada metode tafsir tahlili. Karena dalam tafsir
tahlili, mufassir berusaha menjelaskan ayat demi ayat secara rinci dan
komprehensif.
b. Dalam metode tafsir tahlili, seorang mufassir mendapatkan ruang yang
luas untuk mengutarakan ide dan gagasannya dalam menafsirkan ayat
al-Qur’an.
2. Kekurangan Tafsir Tahlili
a. Tafsir dengan metode tahlili kurang tepat dalam pembelajaran bagi
para siswa pemula dan masyarakat awam. Hal itu dikarenakan
pembahasan dalam tafsir dengan metode tahlili sangat luas dan
mencakup berbagai cabang ilmu al-Qur’an dan tafsir. Sehingga hal itu
menyulitkan para pemula dalam memahami ayat dan menyimpulkan
maknanya.
C. Kitab Tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili
1. Tafsir Jami’ al-Bayan Fi Ta’wil Ayat al-Qur’an karangan Muhammad
Jarir al-Thabari
2. Ma’alim Tanzin karangan al-Bagawi
3. Al-Bahru al-Muhith karangan Abu Hayyan al-Andalusi
4. Tafsir al-Qur’an al-Adzim karangan Abu Fida Ibnu Katsir.
3. Tafsir Ijmali
A. Pengertian Tafsir Ijmali
Secara bahasa, Ijmali dapat diartikan ringkas, global dan penjumlahan.
Dengan demikian arti metode ijmali ialah metode penafsiran Al-Qur’an yang
dilakukan dengan cara mengemukakan makna umum (global). Dengan
menggunkan metode ijmali ini, mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al-
Qur’an secara garis besar, tanpa ada upaya untuk memberikan pengkayaan
dengan wawasan yang lain, sehingga pembahasan yang dilakukan hanya
menekankan pada pemahaman yang ringkas dan bersifat global.19
Metode penafsiran ini dilakukan terhadap ayat per ayat dan surat per
surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf sehingga tampak keterkaitan
antara makna satu ayat dan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang
lain. Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata Al-
Qur`an dengan kosa kata yang ada dalam Al-Qur`an itu sendiri, sehingga para
pembaca yang melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks Al-Qur`an,
tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata serupa dalam
Al-Qur`an, dan adanya keserasian antara bagian Al-Qur`an yang satu dan
bagian yang lain. Metode ini lebih jelas dan lebih mudah dipahami para
pembaca. Ketika menggunakan metode ini, para mufassir menjelaskan. Al-
Qur`an dengan bantuan Asbab Al-Nuzul, peristiwa sejarah, Hadis Nabi, atau
pendapat ulama.20
B. Kelebihan dan kekurangan Tafsir Ijmali
1. Kelebihan
a. Memiliki karakter yang simplistis dan mudah dimengerti
b. Tidak mengandung elemen penafsiran israiliyat
c. Lebih mendekati bahasa Al-Qur`an
2. Kekurangan
a. Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial
b. Tidak membuka ruang untuk mengemukakan analisis yang
memadai.
C. Kitab Tafsir yang menggunakan metode Tafsir Ijmali
Di antara kitab Tafsir yang menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:
a. Tafsir Al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal alDin al-
Mahally.
b. Tafsir Al-Qur`an al-Azhim karya Muhammad Farid Wajdi.
c. Shafwah al-bayan li Ma`any Al-Qur`an karya Syaikh Hasanain
Muhammad Makhluf
d. Tanwir al-Miqbas min tafsir Ibnu Abbas karya Ibnu Abbas yang
dihimpun al-Fairuz abady
19
Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’I, (Kairo: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’ iyyah,
1997), hlm. 23.
20
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu`I (ter), (Bandung: Pustaka setia, 2002), 38
e. Al-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh Abd al-jalil Isa
f. Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam,
karya suatu komite ulama.21
g. Al-Tafsir al-Farid li Al-Qur’an al-Majid (tafsir yang Tiada Taranya
untuk Al-Qur’an yang Agung), 8 jilid dengan jumlah lebih kurang
3377 halaman.
h. Fath Al-Bayan fi Maqashid Al-Qur’an (Menggali Penjelasan Tujuan-
tujuan Al-Qur’an), karangan Imam al-Mujtahis, Shiddiq Hasan Khan,
jumlah halaman sekitar 4800.22
D. Contoh Penafsiran Ijmali
Contoh penafsiran Ijmali dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain, yang hanya
membutuhkan beberapa kata saja saat menafsirkan ayat pertama surat al
Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS al-Baqarah ayat 1
“ “ المDalam tafsir jalalain ayat ini bermakna هللا اعلم بمراده بذلك (Allah
yang lebih mengetahui akan maksudNya dengan Alif Laam Miim itu.
Contoh penafsiran ijmali juga bisa dilihat Dalam tafsir Nawawi surah
Yusuf: Makkiyah, 111 ayat, 1976 kalimat, dan 7176 huruf. Dari Ibnu
Abbas, sesungguhnya orang-orang Yahudi mengajukan pertanyaan kepada
Rasulullah. Mereka berkata , “Ceritakan suatu kepada kami tentang Nabi
Ya’kub dan anaknya, juga tentang Nabi Yusuf”. Karna itu. Turunlah surah
ini.
َ ُ] ِإ َّنا َأ ْن َز ْل َناهُ قُرْ آ ًنا َع َر ِب ًّيا لَ َعلَّ ُك ْم َتعْ قِل1[ ين
]2[ ون ِ ب ْالم ُِب
ِ ات ْال ِك َتا َ الر ت ِْل
ُ ك آ َي
Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari
Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yusuf (12): 1-2)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
23
Al-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi, Marah Labid-Tafsir Al-Nawawi, hlm. 399.
1. Dalam penafsiran Al-Qur’an, paling tidak ada dua bentuk penafsiran yang dipakai
(diterapkan) oleh ulama’ yaitu al-ma’tsur(riwayat) dan alra’y (pemikiran).
Sedangkan untuk metode atau model penafsirannya menggunakan tahlili, ijmali,
dan maudhu’i.
2. Tafsir bi Al Ma’sur adalah penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat Al-
Qur’an itu sendiri, kemudian penafsiran dengan Al-Sunnah dengan riwayat
sahabat serta dengan riwayat Tabiin meskipun yang terakhir ini masih
diperselisihkan
3. Tafsir bi al-ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an yang didasarkan pada pendapat
pribadi mufassir dan hanya berpegang kepada pemahamannya dirinya sendiri, dan
pengambilan kesimpulan (istinbath)nya didasarkan pada logikanya dengan
menggunakan akal sehat dan persyaratan yang ketat.
4. Tafsir Maudhu’I adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat al-Qur’an
mengenai suatu judul/tema tertentu, dengan memperhatikan urutan tertib turunnya
masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang dijelaskan dengan
berbagai macam keterangan dari segala seginya dan diperbandingkannya dengan
keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang benar yang membahas topik/tema
yang sama
5. Tafsir Tahlili adalah cara penafsiran dengan menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an dari
berbagai segi sesuai pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufasir.
6. Tafsir ijmali adalah menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an secara garis besar,
tanpa ada upaya untuk memberikan pengkayaan dengan wawasan yang lain, dan
bersifat global.
B. SARAN
Demikian pembahasan makalah yang kami susun, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan pemakalah sendiri. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
dalam pembuatan makalah agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hayy Al-Farmawi. 1997. Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’I. (Kairo: Dirasah
Manhajiyyah Maudhu’ iyyah).
Abdul Hayy Al-Farmawi.2002. Metode Tafsir Maudhu`I (terj). (Bandung: Pustaka setia)
Adz Dzahabi, Muhammad Husain. 1976. Al Tafsir wa Al Mufassirun I, Kuwait Darul Kitabul
Hadits.
Ahmad bin Faris bin Zakariya Abul Husein. 1979. Mu'jam Maqayis al-Lugah. juz II, (Beirut:
Dar al-Fīkr)
Ahmad Syukri Saleh. 2007. Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan
Fazlur Rahman. (Jakarta: Sulthan Thaha Press)
Al-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi. TT. Marah Labid-Tafsir Al-Nawawi.
Az Zarqani, Muhammad Abd Al Adim. TT. Manahil Irfan fi Ulumil Al-Qur’an. (Beirut: Isa
bab Al Halabi).
Faudah, Basuni. 1987. Tafsir-tafsir al-qur’an.terj. Pustaka Bandung.
Ibn Manzur. 2010. Lisan al-'Arabi. juz 11 (Beirut: Dar Asadir).
Ibnu Katsir, Ibnu Abi Al Fida Ismail. TT. Tafsir Al Quran Al Adzim I, (Jeddah: Al
Haramain).
Muhammad Ali Al Shabuni. 1970. Attibyan fi al Ulumul Quran. (Beirut: Daar Al Irsyad).
Muhammad Amin Suma.2013. Ulumul Qur’an. Cet.1. (Jakarta: Raja Grafindo Persada)
Muhammad Quraish Shihab. 2013. Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati).
Syaikh Manna’ Qathan. TT. Pengantar Studi Ilmu Alquran, terj. H. Aqunur Rafiq El-Mazni,
Lc, MA.
Syrafudin H.Z. Tafsir bil Ma’tsur (Kelebihan dan kekurangan serta Pengembangannya),
SUHUF, Vol.29, No.1. Mei, 2017.