BAB I
Suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan dengan kajian- kajian al- Qur’an.
Frase Ulumul Qur’an mengandung dua makna :
1. Ilmu yang bersumber dari Al- Qur’an
2. Ilmu yang membicarakan tentang al- Qur’an
Mencakup berbagai ilmu tentang al- Qur’an yang sangat banyak jumlahnya bahkan mencakup
berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk memahami isi kandungan al- Qur’an.
1. Tafsir bil ma’tsur adalah : penafsiran ayat al- qur’an yang didasarkan pada ayat al- qur’an lain,
sunnah, pendapat sahabat dan tabi’in
2. Contoh tafsir ayat satu dengan ayat lain dalam al- Qur’an : surah al- Baqarah di jelaskan oleh al-
a’raf ayat 23
3. Contoh tafsir ayat dengan hadist : al- Fatihah : 7 ditafsirkan nabi dengan orang yahudi dan
nasrani
4. Tafsir Bir-ra’y : penafsiran ayat al- qur’an yang diasarkan pada pendapat para mufassir.
5. Kenapa pendapat para sahabat digolongkan pada tafsir bil ma’tsur ? karena para sahabat taw
asbab al- nuzulnya dan generasi sahabat adalah generasi terbaik.
1. Tafsir mawdhu’i adalah : tafsir ayat al- qur’an yang sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditentukan, tanpa harus sama susunan ayat al- qur’an dalam mushaf al-qur’an
4. tafsir tahlili adalah : penafsiran ayat yang berurutan sesuai mushaf al- qur’an, kemudian
dibahas, dianalisis dari berbagai aspek ( kosa kata, munasabah dll )
1. Artinya : suatu konsep atau berita tentang sebab- sebab turunya wahyu tertentu, baik berupa satu
ayat maupun rangkaian ayat.
a. Dapat diketahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunya ayat al-
Qur’an
b. Dapat dihilangkan keraguan dalam memahami ayat al=- Qur’an yang tidak dipahami dengan baik
karena tidak tahu asbab al- nuzulnya.
3. Cara mengetahui asbab al- nuzul adalah dengan NAKL : menukil : meriwayatkan dari nabi
1. Qira’at adalah : suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dalam membaca al- qur’an yang
berbeda satu dengan yang lain dalam segi pengucapan.
Munasabah
1. Munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan dan kesesuaian
antar ayat atau antar surat yang dapat diterima akal. Dari segi bahasa munasabah artinya
kesesuaian.
2. Macam munasabah
_munasab antara satu surat dengan surat lain, seperti pada pembukaan Q.S Al-an’am dengan kata
alhamdu yang sangat sesuai dengan penutup surat al-maidah yang menerangkan tentang
keputusan sikap akhir seorang hamba kepada Tuhan.
_munasabah antar awal dan akhir surat, seperti dalam surat al-qosos
3. Dasar pemikiran adanya Munasabah = keyakinan bahwa urut-urutan surat sudah ada sejak Nabi
dan di urutkan berdasar perintah Nabi (tauqifi)
Tafsir, Takwil, Tarjammah, Makiyyah dan Madaniyyah
1. Tafsir adalah ilmu untuk memahami qitabulloh yang diturunkan kepada Muhammadmenjelaskan
maknanya serta mengeluarkan hokum dan hikmahnya.
2. Tarjammah adalah menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa
lain.
3. Takwil adalah menjelaskan makna yang terkandung dalam lafadz dan ayat al-qur’an.
b. Makna sudah dikenal di kalangan masyarakat arab klasik saat turun al-qur’an
1. Ayat muhkamah adalah ayat yang terang, jelas maksudnya dan bias di pahami dengan mudah.
2. Ayat mutasyabihat adalah ayat yang sukar dipahami dan memerlukan penjelasan dengan
merujuk ke ayat-ayat lain dan bias digunakan takwil untuk memahaminya.
3. Contoh surat muhkamah : yadullohi fauqo aidihim bukan berarti tangan Allah berada di atas
tangan mereka tetapi di takwilkan menjadi kekuasaan Allah di atas kekuasaan mereka.
4. Contoh ayat mutasyabihat : pada huruf diawal surat atau huruf2 tahajji : alif lam mim
5. Perbedaan pendapat ulama tentang siapa yang bisa memahami makna ayat mutasyabihat,
Dalam qur’an surat al-imron ayat 7 di jelaskan bahwa :
Komentar : Menurut saya, Ulumul Qur’an bukan hanya sebatas ilmu-ilmu tentang al-Qur’an
yang dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai al-Qur’an, tetapi juga dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai ajaran agama Islam. Sehingga dapat
menambah kemantapan hati dan keteguhan Iman dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam.
BAB II
NUZULUL QUR’AN
A. Pengertian Wahyu
Secara etimologi, wahyu berarti isyarat yang cepat, ilham, risalah, dan pesan. Dalam istilah lain,
wahyu berarti pemberitahuan Allah SWT kepada seorang hamba pilihan-Nya melalui cara yang
samar.
B. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis
dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya dinilai ibadah, dan bernilai i’jaz
walaupun satu surat di dalamnya. Alqur’an mempunyai banyak nama, diantaranya yaitu: Kitab,
al-Furqon, Tanzil, Zikir, dll.
C. Proses Nuzulul Qur’an
Nuzulul Qur’an adalah peristiwa turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Proses
turunnya al-Quran tersebut meliputi: (1) Melalui mimpi, (2) Melalui Malaikat Jibril, baik dalam
wujud aslinya maupun dalam wujud manusia, (3) Berupa suara, seperti bunyi lonceng, (4) Dari
balik tabir, seperti terjadi pada malam mi’raj.
D. Tahap-tahap Turunnya Al-Qur’an
Ada dua tahapan turunnya al-Qur’an, yakni:
1. Dari Lauh Mahfudh ke langit bumi, al-Qur’an diturunkan pada malam bulan Ramadhan,
tepatnya pada malam Lailatul Qadar.
2. Dari langit bumi ke Rasulullah SAW, al-Qur’an turun berangsur-angsur dalam kurun waktu 23
tahun (13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah).
E. Periodisasi Turunnya Al-Qur’an
1. Periode Pertama (selama 4-5 tahun)
Dimulai dari turunnya wahyu pertama (surat Al-Alaq), dan ditandai dengan kandungan wahyu
Ilahi yang mencakup tiga hal: (1)Pendidikan bagi Rasulullah SAW, (2)pengetahuan dasar
mengenai sifat dan af’al Allah, (3)Keterangan tentang dasar-dasar akhlak islamiah dan bantahan-
bantahan umum mengenai masyarakat jahiliah waktu itu.
2. Periode Kedua (selama 8-9 tahun)
Terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah, hingga akhirnya ayat-ayat al-Qur’an
mampu memblokade paham jahiliah dari segala segi.
Komentar : Nuzulul Qur’an atau turunnya al-Qur’an memberikan hikmah yang luar biasa bagi
perkembangan agama Islam, diantaranya dengan turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur
memudahkan bagi Nabi SAW maupun para sahabat dalam menerima atau menghafal al-Qur’an,
serta urutan turunnya ayat runtut, mulai dari ajaran yang bersifat dasar sampai ajaran yang
bersifat kompleks dalam agama Islam, sehingga ajaranya bisa diserap dengan baik.
BAB III
MAKIYAH DAN MADANIYAH
Komentar : Adanya surat Makiyah dan Madaniyah dapat memberikan pengetahuan tentang
sejarah atau kronologi perkembangan Islam mulai dari dakwah Nabi SAW di Mekkah sampai
dakwah Nabi SAW di Madinah.
BAB IV
KODIFIKASI AL-QUR’AN
Komentar : Menurut saya, ajaran agama Islam yang sekarang telah menyebar dan berkembang
diseluruh penjuru dunia, semuanya tidak lepas dari adanya kodifikasi al-Qur’an. Karena dengan
adanya kodifikasi al-Qur’an, Isi ajaran agama Islam yang termuat di dalam al-Qur’an, semuanya
bisa tersampaikan tidak hanya kepada bangsa Arab saja, tetapi meluas ke seluruh penjuru dunia
termasuk Indonesia.
BAB V
ASBABUN NUZUL
Komentar : Menurut saya, Asbabun Nuzul sangat berperan dalam menambah pemahaman
mengenai isi kandungan al-Qur’an. Karena dengan Asbabun Nuzul, kita menjadi paham
bagaimana latar belakang turunnya al-Qur’an, serta dengan Asbabun Nuzul juga dapat
memperkuat maksud/tujuan dan keterangan ayat yang diturunkan.
BAB VI
NASIKH MANSUKH
A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara bahasa berarti jiwa. Secara terminologis berarti segi-segi hubungan antar
kalimat dalam ayat, antara ayat satu dengan ayat lain, serta antara satu surat dengan surat yang
lain. Jadi ilmu munasabah adalah ilmu untuk mengetahui hubungan antar ayat dan antar surat,
serta untuk mengetahui urutan bacaan ayat.
B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Munasabah
Munasabah dicetuskan pertama kali oleh Abu Bakar Al-naisaburi (w.324 H) di Baghdad. Dalam
perkembangannya munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ulumul qur’an.
Kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Ahmad ibn Ibrahim dan Burhan Abidin yang membahas
munasabah secara spesifik. Ulama berikutnya menyusun pembahasan munasabah secara khusus
seperti kitab al-Burhan fi Munasah tartib al-Qur’an karya Ahmad ibn Ibrahim al-Andalusi (w.
807 H), dan yang lainnya.
C. Bentuk-bentuk Munasabah
1. Hubungan antar ayat
a. Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain (seperti antara ayat 102 dan ayat 103 surat
Ali Imran).
b. Tidak diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain (seperti antara ayat 10 dan ayat 11
surat Ali Imran).
c. Digabungkannya dua hal yang sama (seperti ayat 4 dan ayat 5 surat al-Anfal).
d. Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi (seperti ayat 94 dan 95 surat al-A’raf).
e. Dipindahkannya satu pembicaraan (seperti ayat 54 dan ayat 55 surat Shaad).
2. Hubungan antar surat
a. Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya (seperti hubungan antara surat al-Fatihah,
al-Baqarah, an-Nisa, dan al-Ma’idah)
b. Hubungan awal dengan akhir surat yang sama (seperti pada surat al-Qashas)
c. Hubungan nama surat dengan isinya (seperti surat al-Baqarah yang bercerita tentang sapi betina.
d. Hubungan antara penutup surat dengan awal surat setelahnya (seperti antara surat al-Waqi’ah
dan al-Hadid).
D. Kedudukan Munasabah dalam Menafsirkan Al-Qur’an
Munasabah ayat sangat membantu dalam menerangkan makna yang terkandung dalam ayat,
bahkan fungsinya mirip dengan Asbabun Nuzul. Akan tetapi munasabah berkaitan dengan
pengetahuan yang diperoleh melalui ijtihad, sedangkan Asbabun Nuzul terkait dengan
pengetahuan yang diperoleh dari riwayah.
E. Manfaat Mempelajari Munasabah
1. Mengetahui hubungan antar bagian-bagian al-Qur’an.
2. Mengetahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Qur’an yang menunjukkan bahwa al-
Qur’an benar-benar wahyu dari Allah.
3. Membantu menafsirkan al-Qur’an.
4. Menepis anggapan orang bahwa tema-tema al-Qur’an kehilangan relevansi antar bagiannya.
Komentar : Menurut saya, Munasabah merupakan bagian dari ulumul Qur’an yang ikut
berperan dalam memberikan pemahaman terhadap isi al-Qur’an. Munasabah juga dapat
menunjukkan keagungan Allah dalam mengatur susunan al-Qur’an, sekaligus juga dapat menepis
anggapan bahwa al-Qur’an adalah ciptaan Nabi Muhammad SAW. Karena kualitas dan tingkat
kebahasaan al-Qur’an tidak mungkin bisa disamai ataupun diungguli oleh siapapun.
BAB VIII
ILMU FAWATIHUS SUWAR
Komentar : Fawatihus Suwar merupakan salah satu bentuk kekuasaan dan kebesaran Allah,
karena walaupun beberapa ulama berusaha memahami makna dari ayat Fawatihus Suwar
tersebut, tetaplah yang mengerti makna dan maksud yang sesungguhnya hanya Allah SWT. Akan
tetapi tidak memutus kemungkinan untuk dilakukan pemahaman yang mendalam terhadap
fawatihus suwar tersebut, karena manusia diperintahkan untuk Iqra’ dalam arti lain mempelajari
dan meneliti.
BAB IX
MUHKAM DAN MUTASYABIH
Komentar : Seperti halnya Nasikh Mansukh dan Fawatihus Suwar, Muhkam dan Mutasyabih
juga menjadi ujian keimanan tersendiri bagi umat Islam. Karena hanya orang-orang yang
mendalam ilmunya saja yang bisa memahami makna dari ayat-ayat Mutasyabih, hal ini sekaligus
menjadi motivasi bagi umat Islam dalam mengkaji berbagi macam Ilmu pengetahuan, khususnya
yang berkaitan dengan Ilmu-ilmu al-Qur’an.
BAB X
I’JAZUL QUR’AN
Komentar : Menurut saya, I’jazul Qur’an bisa dijadikan senjata yang ampuh dalam menjawab
anggapan-anggapan para orientalis yang mengatakan bahwa al-Qur’an bukanlah wahyu dari
Allah, melainkan ciptaan Nabi Muhammad SAW. dengan I’jazul Qur’an kita bisa membuktikan
bahwa anggapan mereka mengenai al-Qur’an adalah salah. Kita bisa menunjukkan kebesaran
Allah melalui keajaiban-keajaiban yang terkandung dalam al-Qur’an.
BAB II
b. Pengertian sunnah
Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji atau tercela. Sedangkan
secara istilah diartikan sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi jadi rasul atau
sesudahnya.
c. Pengertian Khabar
Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW
atau dari yang selain Nabi SAW.
d. Pengertian atsar
Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut banyak ulama,
atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis, namun menurut sebagian
ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibandingkan dengan khabar.
B. Bentuk-bentuk Hadis
a. Hadis qauli
yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
b. Hadis fi’li
Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
c. Hadis taqriri
Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau dilakukan oleh para
sahabatnya.
d. Hadis hammi
Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi, seperti halnya hasrat
berpuasa 9 ‘Asyura.
e. Hadis ahwali
Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik Nabi SAW dan sebagainya.
C. Hadis Qudsi
Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah disrtikan
sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau mimpi,
kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun
perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasul, adapun
hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:
a. Al-quran berfungsi sebagai mu’jizat dan digunakan untuk menantang. Sedangkan hadis qudsi
tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untik mu’jizat.
b. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan khabar
ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
c. Lafazh atau redaksi Al-Qur’an berasal dari Allah ta’ala, berbeda dengan hadits Qudsi yang
redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW
d. Mushhaf Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats, berbeda dengan kitab
kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh sewaktu-waktu sekalipun dalam keadaan berhadats.
e. Turunnya wahyu AL-Qur’an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as yang menjadi mediator
Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan hadits Qudsi.
f. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur’an, berbeda dengan hadits Qudsi.
2. UNSUR-UNSUR HADIS
A. Sanad, Matan, Rawi, Mukharrij
a. Sanad, Isnad, musnad, musnid
Sanad yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadis atau silsilah orang-orang yang
menghubunkan kepada matan hadis.
Isnad yaitu orang yang menyampaikan atau menerangkan ( dari atas ke bawah )
Musnad yaitu orang yang menjelaskan semua periwayatan dan menulis dalam kitab.
Musnid yaitu orang yang menyampaikan info ( dari bawah ke atas ).
b. Matan
Matan yaitu perkataan yang disebut pada akhir sanad (isi dari hadis).
c. Rawi
Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadis atau memberikan hadis.
d. Mukharrij
Mukharrij yaitu orang yang terakhir dan sampai menuliskan dalam satu kitab.
B. Gelar Keahlian Imam Hadis
Amirul mu’minin
Al-hakim
Al-hujjah
Al-muhaddisin
Al-musnid
4. HADIS PRA-KODIFIKASI
a. Hadis Pada periode Rasul
Periode ini disebut juga dengan masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat
Islam. Pada masa Rasulullah, kepandaian baca tulis dikalangan sahabat sudah
bermunculan,hanya saja terbatas sekali. Karena itu nabi menerangkan untuk menghafal,
memahami, memelihara, dan memantapkan hadis dala amalan sehari-hari, serta mentabliqkannya
kepada orang lain.
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa ini, bukan berarti tidak ada sahabat yang
menulis hadis. Dalam sejarah terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis, misalnya
Abdullah Ibn Amr Ibn ‘Ash, Alin bin Abi Thalib, Anas bin Malik.
7. PEMBAGIAN HADIS
A. Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi
a. Hadis mutawatir
Hadis mutawati yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, yang menurut adat
tidak mugkin orang yang banyak tersebut bersepakat untuk berdusta.
Hadis mutawatir di bagi 3, yaitu mutawatir lafdzi (hadis yang sama bunyi, lafadz,
hukum, dan maknanya), mutawatir ma’nawi ( hadis yang berlainan bunyi dan makna, namun
dapat diambil makna umumnya), dan mutawatir ‘amali (sesuatu yang telah diketahui dan
mutawatir di kalangan umat, seperti jumlah raka’at shalat, dsb).
b. Hadis ahad
Hadis ahad yaitu hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Hadis ahad dibagi 3, yaitu hadis masyhur ( yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih,
tapi tidak mencapai tingkat mutawatir), hadis aziz (yang diriwayatkan oleh dua orang perawi),
hadis gharib( yang diriwayatkan oleh satu orang perawi).
B. Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad
a. Hadis sahih
Hadis sahih yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,sempurna ingatannya,
sanadnya bersambung, tidak ber’illat, dan tidak syadz.
Syarat-syarat hadis sahih yaitu rawinya adil, dhabit, bersambung sanad, tidak ber’illat,
dan tidak syadz.
Hadis sahih di bagi 2, yaitu sahih lizatihi dan sahih lighairihi.
b. Hadis hasan
Hadis hasan yaitu khabar yang dinukilkan oleh orang yang adil,kurang sempurna
hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
Hadis hasan di bagi 2, yaitu hasan lizatihi dan hadis hasan lighairihi.
Perbedaan antara hadis hasan dengan hadis sahih adalah pada hadis hasan disadang oleh
perawi yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadis sahih disandang oleh rawi yang
benar-benarkuat ingatannya.
c. Hadis dha’if
Hadis dha’if adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis
yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama, hadis dha’if adalah yang tidak
terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan.
Cacat pada keadilan rawi itu disebabkan 10 macam, yaitu dusta, tertuduh dusta, fasik,
banyak salah, lengah dalam menghafal, menyalahi riwayat orang kepercayaan, banyak
nerprasangka, tidak diketahui identitasnya, penganut bid’ah, tidak baik hafalannya.
Klasifikasi hadis dha’if berdasarkan cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi
Hadis maudhu : yaitu hadis palsu yang dinisbatkan kepada Rasulullah.
Hadis matruk : yaitu hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.
Hadis mungkar : hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang parah kesalahannya atau
banyak kelupaannya atau nampak kefasikannya.
Hadis syadz : yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang menyalahi
riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih
btinggi daya hafalannya.
8. PERIWAYATAN HADIS
A. Cara-cara Menerima Riwayat
Mendengar (Al Sama’)
Membaca (Al Qira’ah)
Ijazah (Al Ijazah)
Memberi (Munawalah)
Menulis (Al Kitabah)
Pemberitahuan (I’lam)
Wasiat (Al Wasiyah)
Penentuan (Al – Wijadah)
Kutub As-Sittah :
a. Imam Bukhari (194-252 H) dengan kitab Al-Jami Ash-Shahih
b. Muslim (204-261 H) dengan kitab Al-Jami Ash-Shahih
c. Abu Daud (202-275 H) dengan kitab As-Sunan
d. Tirmizi (200-279 H) dengan kitab As-Sunan
e. Nasai (215-302 H) dengan kitab As-Sunan
f. Ibnu Majah (207-273 H) dengan kitab As-Sunan
8. Ulama hadits pada abad ke 2 dan 3, digelari dengan “mutaqaddimin”, yang mengumpulkan hadits dengan semata-
mata berpegang kepada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri.
9. Pada abad ke-5 – sekarang, usaha yang ditempuh oleh para ulama ialah menerbitkan isi kitab-kitab hadits,
menyaringnya dan menyusun kitab-kitab tarjih, serta membuat kitab-kitab Jami’ yang umum, kitab-kitab yang
mengumpulkan hadits hukum, mentkhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa kitab, mentakhrijkan hadits-
hadits yang terkenal dalam masyarakat dan menyusun kitab Athraf.
Pada abad ini pulalah ulama menerbitkan kitab “Ulumul Hadits” karangan Al-Hakim.
10. Ulumul Hadits menurut ulama Mutaqaddimin adalah “Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara
persambunan hadits sampai kepada Rasulullah Saw. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan
dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Masa pertama (13 S.H – 11 H) = masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnya dari permulaan Nabi
dibangkit hingga beliau wafat pada tahun 11 H.
Masa kedua (12 H – 40 H) = masa membatasi riwayat oleh sahabat besar (Khulafa Rasyidin).
Masa ketiga (41 H – akhir abad 1) = masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari
hadits, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’in besar.
Masa keempat (abad 2 H – akhir) = masa pembukuan hadits
Masa kelima (abad 3 H – akhir) = masa menthasihkan hadits dan menyaringnya
Masa keenam (abad 4 H – 656 H) = masa menapis kitab-kitab hadits dan menyusun kitab-kitab Jami’ yang khusus
Masa ketujuh (656 H – sekarang) = masa membuat syarah, membuat kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadits-
hadits hukum dan membuat kitab-kitab Jami’ yang umum serta membahas hadits-haditszawa-id.
BAB III
KAIDAH FIQH
A. PENDAHULUAN
Kaidah fiqh adalah salah satu metode pengambilan hukum yang di rancang sebagai landasan filosofi dari semua rumusan
hukum yang di lakukan para ulama’di manapun mereka berada, sehinga setiap ulama’ yang menguasai dan mendalami kaidah-
kaidah fiqh akan mendapati kemudahan di dalam menjalani ketentuan-ketentuan yang di tetapkan Alloh di muka bumi ini serta
mampu memberikan solusi dan inovasi-inivasi baru bagi masyarakat dalam menjawab setiap perubahan dan tantangan yang ada.
Lantas sudahkah ulama’-ulama’ kita serta para santri -sebagai penerus para ulama’- secara intens mendalami ilmu ini?
Kalau jawapanya “ya” lantas mengapa keadaan masyarakat kita masih seperti ini. Penulis pikir pertanyaan ini tidaklah penting
untuk dijawab, karena dengan melihat kondisi masyarakat indonesia saat ini kita bisa menyimpulkan sendiri jawabanya, akan
tetapi yang sangat diperlukan saat ini adalah adanya tindakan konkrit bagi para ulama’ serta kita sebagai santri sebagai
penangung jawab dari kontrol moral masyarakat, untuk melakukan sebuah gerakan bermazdhab secara manhaji. Salah satu
langkah awal dari keseriusan kita dalam permasalahan ini adalah dengan mendalami kaidah fiqh
Sebagai tindak lanjut, penulis akan sedikit memaparkan beberapa kaidah yang sangat penting untuk di fahami. Karena
kaidah ini membahas tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ritual keagamaan dan interaksi sosial kemasyarakatan.
Kaidah-kaidah tersebut adalah:
B. PEMBAHASAN
ستححح ب
ب اسلمخمروُمج فمسن اسلفخحل ف
ف مم س
“Keluar dari perbedaan (menjaga agar perbedaan pendapat tidak terlalu tajam ) adalah sunnah”
Kaidah ini memotivasi umat islam agar selalu menjaga persatuan dan mencari solusi dari setiap perbedaan yang ada,
walaupun sebenarnya perbedaan itu adalah sunnatulloh. Kaidah ini juga menekankan kepada kita agar selalu berhati-hati dalam
menyikapi segala perbedaan yang ada[1]. pengertian khilaf(perbedaan) adalah ketidaksamaan dalam memahami sesuatu, tetapi
masih mengacu pada satu pokok, sebagaimana perbedaan dikalangan pemikir islam.
1. Dasar Kaidah
حيِاَ أحييِحهاَ الظفذيِحن آححممنوُا اسجتحنفمبوُا حكفثيِررا فمحن الظظنن إفظن بحسع ح
ض الظظنن إفسثمم
“ wahai orang-orang yang beriman jauhilah prasangka-prasangka, karena sebagian dari prasangka adalah (menyebabkan)
dosa”.(al hujarat 11)
2. Contoh Kaidah
Contoh kongkrit dari kaidah ini adalah di sunahkan membasuh seluruh rambut kepala saat wudhu’, agar terbebas dari
perbedaan pendapat dengan maliki dan hanafi yang mewajibkan tidak hanya sebagian dari rambut kepala, tetapi separo atau
keseluruhan.
3. Syarat-Syarat Aplikasinya
Dalam mengunakan kaidah di atas ulama’ memberikan beberapa ketentuan, sejauh manakah perbedaan itu bisa
dikompromikan agar dalam implementasinya tidak menyebabkan kebimbangan dan kerancuan. Adapun syarat-syaratnya adalah:
a) Pendapat yang lain tidak bisa dipertahankan keabsahanya. Contoh: melakukan sholat witir tiga rokaat, apakah
dengan satu kali salam atau dua kali. Dalam permasalahan ini pendapat yang mengatakan satu kali salam tidak
bisa dipertahankan, karena sudah jelas bahwa pendapat abu hanifah tentang satu kali salam bertentangan dengan
Hadist nabi yang berbunyi:[2]
سبلححمةح سببفن سيىَ ححظدثححناَ فمسقحدامم سبمن حداموُحد ححظدثححناَ حعسببمد اسلحملف فك سببمن حم س ححظدثححناَ أحمبوُ حعسبفد ظ
اف اسلحفاَفر ف
َضفل حعببسن أحبفببى اف سبفن اسلفح سساَحن حعسن حعسبفد ظ ح سبفن حكسيِ ح
صاَلف فسلحسيِحماَمن سبمن بفلحلل حعسن ح يِحفزيِحد ححظدثححناَ م
» قحبباَحل-صلىَ ا عليِببه وُسببلم- ا سوُفل ظ ف ج حعسن أحفبىَ مهحرسيِحرةح حعسن حر م سلححمةح حوُحعفن الحسعحر ف ح
.« بصلحفة اسلحمسغفر ف شبنمهوُا بف ح سسبلع حوُلح تم حس أحسوُ حث حوُأحسوُتفمروُا بفحخسم للح متوُتفمروُا بفثحلح ل
شاَفء حرسكحعةر فحقمسل م
ت حماَ حهفذفه حقاَحل صظلىَ بحسعحد اسلفع ح
سسعردا حت ح س سبفن أحفبىَ ححاَفزلم حقاَحل حرأحسيِ محعسن قحسيِ ف
. ميِوُتفمر بفحرسكحعلة-صلىَ ا عليِه وُسلم- اف سوُحل ظ ت حر م حرأحسيِ م
b) Perbedaan pendapat tidak berbenturan dengan Hadist yang shohih atau hasan. Contoh: seperti dalam masalah imam
hanafi yang melarang mengangkat tangan saat sholat, karena bisa membatalkan sholat. Pendapat ini bertentangan
dengan hadis mutawatir dan shohih yang berbunyi:
ُشببسيِبحةح حوُحعسمببمرو صوُلر حوُأحمبوُ بحسكببفر سبببمن أحبفببي ح سفعيِمد سبمن حمسن مححظدثححناَ يِحسححيِىَ سبمن يِحسححيِىَ التظفميِفميي حوُ ح
سببسفحيِاَحن سبببفن معيِحسيِنحببةح حوُاللظسفببظم لفيِحسحيِحببىَ قحبباَحل
ب حوُاسبمن نمحمسيِلر مكليمهببسم حعببسن م
الظناَقفمد حوُمزحهسيِمر سبمن ححسر ل
ساَلفلم حعسن أحفبيِفه حقاَحل
ي حعسن ح سسفحيِاَمن سبمن معيِحسيِنحةح حعسن اليزسهفر ن أحسخبححرحناَ م
ي حمسنفكبحسيِفه سلظحم إفحذا اسفتحتححح ال ظ
صحلةح حرفححع يِححدسيِفه ححظتىَ يِمححاَفذ ح صظلىَ ظ
ام حعلحسيِفه حوُ ح اف ح سوُحل ظ ت حر م حرأحسيِ م
سسجحدتحسيِ ف
[3]ن حوُقحسبحل أحسن يِحسرحكحع حوُإفحذا حرفححع فمسن اليرمكوُ ف
ع حوُحل يِحسرفحمعمهحماَ بحسيِحن ال ظ
“aku melihat Nabi,S.A.W ketika memulai sholat mengangkat kedua tangan sama dengan pundaknya, serta
sebelum ruku’ dan saat berdiri dari ruku’ (juga) dan beliau tidak mengangkatnya ketika di antara dua sujud.
[4]
c) Dalil yang di gunakan untuk bisa dikomparasikan harus memiliki dalil yang sama-sama kuat. Sebagaimana contoh
kasus wudhu’ di atas[5]
ل حجة مع الحتماَل
“tidak diterima argumentasi yang bias (belum jelas)”
Setiap argumentasi yang belum jelas tidak bisa di pakai sebagai dalil. Dan setiap dalil atau argumentasi haruslah terbebas
dari kemungkinan-kemungkinan, yaitu kemungkinan yang timbul dari dalil itu sendiri.
1. Dasar Kaidah
Dasar dari kaidah ini adalah sama dengan dalil kaidah di atas (surat al Hujarot: 11), karena masih dalam satu rumpun
pembahasan. Serta kaidah pokok yang berbunyi:
Apabila ada orang tua yang menderita sakit parah menyerahkah semua hartanya kepada salah satu ahli waris, maka
traksaksinya tidak sah kecuali dengan persetujuan ahli waris yang lain. Hal ini karena dimungkinkan adanya kesengajaan bagi
orang tua tersebut untuk memberikan warisanya hanya kepada satu orang saja (hirmanu al warist ila ghoirihi) hal ini tidak di
benarkan dalam islam..
Apabila ada salah satu ahli waris yang mengaku memiliki harta yang di hutang orang tuanya yang meningal dan ia tidak
mempunyai bukti, maka hal ini tidak dibenarkan, karena ada kemungkinan ia hanya ingin mendapat bagian lebih banyak. [6]
1) Pendapat pertama persis seperti bunyi kaidah diatas, yakni makruh mengalah dalam masalah ibadah. Sebaliknya kalau
mengalah tidak dalam soal that, sunnah.
2) Ada yang berpendapat: itsar dalam hal tha’at itu bukan hanya makruh, melainkan haram.
a) Jika itsar itu berakibat meninggalkan perkara wajib maka itsar haram.
b) Bila isar itu berakibat meninggalkan sunnah atau melakukan makruh maka itsar makruh.
Dari ketiga pendapat ini qoul yang terakhir (pendapat Imam Syuyuti) yang mu’tamad.
1. Contoh Kaidah
Contoh: seseorang akan berjamaah shalat dan telah berada di shof awal (shof depan). Tiba-tiba datang orang lain yang
juga akan mengikuti jama’ah. Makruh hukumnya kalau orang yang lebih dulu datang mempersilahkan orang yang datang
belakangan untuk menempati tempatnya di shof awal, sedangkan ia sendiri mengalah mundur ke shof belakangnya.
mencakup satu bab saja. Seperti contoh (بالشك )اليقي ل يزولatau(؛)الشك ييددررأَ باليقي dalam
kaidah tersebut berfungsi pada masalah fiqh mengenai hal yang berkaitan dengan yakin atau
ragu, maka kaidah tersebut dapat diterapkan dalam beberapa bab fiqih seperti bersuci, sholat,
puasa, zakat dan lain-lain.
Contoh dzabith adalah ()كل ما يييدعتررب ف سجود الصلة؛ يييدعتررب ف سجود التلوةmaka, hal tersebut
hanya husus dalam bahasan sholat, bukan pada bab fiqhih yang lainnya. (م 2000 هـ ـ1420 . ) صال.
4. FAEDAH QAWA’IDAH FIQHIYAH
Banyak sekali faedah-fedah yang dapat diambil dari kai77dah fiqih ini,dua diantaranya yaitu:
A. Sebuah kaedah fiqih yang bisa digunakan untuk mengetahui banyak permasalahan fiqih
yang tercangkup dalam pembahasannya.dan ini akan sangat memudahkan seorang penuntut
ilmu untuk mengetahui hokum-hukum fiqih tanpa harus menghafal sebuah permasalahan satu
persatu. Berkata imam Al qorrofi : “barang siapa yang menguasai fiqih lewat penguasaan
kaedah-kaedahnya,maka dia tidak butuh untuk menghafal semua permasalahannya satu persatu
karena sudah tercangkup dalam keumuman kaedah tersebut.
B. Dr Muhammad shidqi berpendapat bahwa penguasaan kaidah fiqih akan sangat membantu
seseorang dalam memberikan sebuah hukum yang kontemporer dan belum pernah terjadi
sebelumnya dengan cara yang mudah. ( Sabiq, 2009) Penulis menyimpulkan dari dua manfaat
tadi bisa difahami bahwa kaedah fiqih sangat diperlukan sangat penting untuk kaum
muslim,untuk itu kaum muslim perlu mengkaji lebih dalam tentang kaedah fiqih,agar dapat
lebih bijak dalam memutuskan suatu hokum fiqih jika terdapat masalah didalamnya.
5. SUMBER QAWA’ID FIQHIYAH
Kaidah-kaidah fiqih bila ditinjau dari sumbernya, maka terbagi menjadi tiga yaitu kaedah fiqih
yang diambil dari nash Al qur’an dan As Sunah, Kaedah fiqih yang teksnya tidak terambil
langsung dari nash al-Quran dan As Sunah dan kaedah fiqih yang diambil dari ijtihat para
ulama’.pembahasan ini akan dibahas secara rinci sebagai berikut:
A. Kaidah fiqih yang teksnya terambil langsung dari nash Al qur’an dan As Sunah. Misalnya
firman Allah ta’ala: 188> >ول تأكلوا أَموا لكم بينكم بالباطل
"Dan janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang bathil.”(QS.Al
Baqoroh: 188)
Ayat ini menunjukkan sebuah kaidah tentang haramnya semua jenis transaksi dan perbuatan
yang akan berakibat memakan harta orang lain dengan cara yang tidak syar’i.
Adapun missal kaedah fiqih yang terambil dari sabda rosuluallah SAW adalah:
ل ضرر ول ضرار
"Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”
Hadits ini merupakan kaedah umum tentang berbagai hal,mulai dari masalah makanan
pergaulan,muamalah dan lainnya.bahwasannya semua itu kalau mengakibatan bahaya bagi diri
sendiri maupun orang lain maka diharamkan.
B. Kaedah fiqih yang teksnya tidak terambil langsung dari nash al-Quran dan As Sunah,namun
kandungannya berdasarkan al-qur’an dan as Sunah.
Misalnya adalah sebuah kaedah yang sangat masyhur:
ك
اليقي ل يزول بالش ك
"Sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan sebuah keragu-raguan.”
Kaadah ini berdasarkan kepada hadits, diantaranya adalah hadits abu sa’id Al hudri:
ك و ليب على ما استيقن
ك أَحدكم ف صلته فلم يدر كم صكلى أَثالثاا أَم أَربعا فليطرح الش ك
إذا ش ك
"Dari Abu Said al Khudri berkata: “ Rosululloh bersabda: “Apabila salah seorang di antara
kalian ragu-ragu dalam sholatnya dan dia tidak mengetahui sudah berapa rokaat dia sholat,
apakah tiga ataukah empat rokaat dia sholat,maka hendaklah dia membuang keraguan tersebut
dan berpeganglah pada sesuatu yang meyakinkan.”(HR.Muslim)
C. Kaidah fiqih yang tersusun berdasarkan ijtihat para ulama’.dan ini biasanya didasarkan atas
sebuah qiyas atau ta’lil (melihat sebab dari sebuah hukum ) atau dengan melihat kepada sifat
hukum syar’i secara umum serta melihat kepada maqoshid syar’iyyah (maksud dan tujuan dari
sebuah hu kum syar’i ) atau yang lainnya. ( Sabiq, 2009)
ق ٱ ف للنتمسمن م
٢٨ ضلعيبفا ف معنمك افم مومخلل م
ياملريامد ٱللم مأن ياممخفف م
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah.”(QS. An-Nisa: 28)
F. Kaidah-Kaidah Cabang
1) Jual Beli Gharar
a) Pengertian Gharar
Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan) [7]. Sehingga
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya
(majhul al-‘aqibah)[8]. Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di, al-gharar adalah al-
mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori
perjudian[9]
Sehingga , dari penjelasan ini, dapat diambil pengertian, yang dimaksud jual beli gharar
adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan ; pertaruhan, atau perjudian [10]
b) Hukum Gharar
Dalam syari’at Islam, jual beli gharar ini terlarang. Dengan dasar sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi :
صالة مومعلن بمليلع اللمغمرلر نممهى مرمسومل ل
ال ام معلمليله مومسللمم معلن بمليلع اللمح م
صللى ل
م
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli
gharar”[11]
Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara
batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara batil sebagaimana
tersebut dalam firmanNya :
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Al-Baqarah / 2 : 188)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan, dasar pelarangan jual beli gharar ini adalah
larangan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu (larangan) memakan harta orang dengan batil. Begitu
pula dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau melarang jual beli gharar ini [12].
Pelarangan ini juga dikuatkan dengan pengharaman judi, sebagaimana ada dalam firman
Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” [Al-
Maidah / 5 : 90]
c) Jenis Gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau dari tiga sisi.
Pertama : Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al habalah
(janin dari hewan ternak).
Kedua : Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang muthlak, seperti
pernyataan seseorang : “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah”, tetapi
barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang : “Aku jual mobilku ini
kepadamu dengan harga sepuluh juta”, namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa
juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang : “Aku jual tanah kepadamu
seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui.
Ketiga : Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual beli budak
yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri [13]. Ketidak jelasan ini juga terjadi pada harga,
barang dan pada akad jual belinya.
Ketidak jelasan pada harga dapat terjadi karena jumlahnya, seperti segenggam Dinar.
Sedangkan ketidak jelasan pada barang, yaitu sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun
ketidak-jelasan pada akad, seperti menjual dengan harga 10 Dinar bila kontan dan 20 Dinar
bila diangsur, tanpa menentukan salah satu dari keduanya sebagai pembayarannya [14].
d) Gharar yang diperbolehkan
a. Yang disepakati larangannya dalam jual-beli, seperti jual-beli yang belum ada wujudnya
(ma’dum).
b. Desepakati kebolehannya, seperti jual-beli rumah dengan pondasinya, padahal jenis dan
ukuran serta hakikat sebenarnya tidak diketahui. Hal ini dibolehkan karena kebutuhan dan
karena merupakan satu kesatuan, tidak mungkin lepas darinya.
c. Gharar yang masih diperselisihkan, apakah diikutkan pada bagian yang pertama atau
kedua? Misalnya ada keinginan menjual sesuatu yang terpendam di tanah, seperti wortel,
kacang tanah, bawang dan lain-lainnya.
2) Riba
a) Pengertian Riba
Riba menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
a. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang
dihutangkan.
b. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang
atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
c. Berlebihan atau menggelembung[15]
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al Mali ialah: “Akad
yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui pertimbangannya menurut
ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak salah
satu keduanya.
Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti: “Akad untuk satu ganti khusus
tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama
dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya”[16].
Dengan demikian, riba menurut istilah ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu
dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan
dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak
ada riba didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al-
Quran datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan tempo [17]
b) Dasar-dasar Hukum Riba
Al-Quran menyinggung keharaman rba secara kronologis diberbagai tempat. Pada
periode Mekkah turun firman Allah swt. Dalm surat Ar-Ruum ayat 39 :
س فممل يامفرمبولا لعنككمد ٱ ل ل
لكك موممآككاَ مءاتمفيتمككم فمآككن مزمكككتوةة تملرياككمدومن مآن فر ببا لفيمفربممولا فللي أمفمآتمولل ٱللنا ل موممآاَ مءاتمفيمتم ف
ك هممم ٱفلمم ف ل ت
٣٩ ضلعمفومن موفجهم ٱللل فمأ ملولمئل م
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” (Q.S Ar-Rum : 39)
Pada periode Madinah turun ayat yang seccara jelas dan tegas tentang keharaman
riba, terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 130 :
ت ل تيالمأ مميامها ٱلللذيامن مءاممآمنولا مل تمفأمكملولا ٱلفربم ت لولا أم ف
١٣٠ ضمعفمبة موٱتلمقولا ٱللم لممعللمك فم تمففللمحومن
ضتمعبفا ممآ م
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S Ali Imran:
130)
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba adalah
perbuatan haram, termasuk salah satu dari lima dosa besar yang membinasakan.
Dalam hadist lain keharaman riba bukan hanya kepada pelakunya, tetapi semua pihak
yang membantu terlaksananya perbuatan riba sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh
Muslim :
هملم مسمواءء: مومقامل,صللى ام معلمليله مومسللمم آلكمل الفربا م موممآلولكلمهم مومكاتلبمهم مومشالهمدلياله
لممعمن مرمسلومل ال م
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan
dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
c) Macam-macam Riba
Riba bisa diklasifikasikan menjadi tiga: Riba Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-
nasi’ah, riba Qardhi, Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya :
a. Riba Al-Fadhl
Riba Al-Fadhl adalah kelebihan yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar
menukar benda-benda sejenis dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas
dengan seperempat gram emas,maupun perak dengan perak[18]. Hal ini sesuai dengan
hadist nabi saw. sebagai berikut :
ضلة مولزلنا بلمولزسن لمآلثلل بللملثسل فمممككلن مزامد أملو السككتممزامد
ضةم لباللفل ل
ب مولزلنا بلمولزسن لمآلثلل بللملثسل مواللفل ل
ب لباللذهم ل اللذهم م
فمهممو لرلبا
“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal;
barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah
riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah)
b. Riba Al-Yadd
Riba Al-Yadd, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima
antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah
dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang
apakah cukup atau tidak[19].
ب لرلبا إللل مهامء مومهامء مواللبممر لباللبمفر لرلبا إللل مهامء مومهامء موالتللمككمر بلككالتللملر لربلككا إللل همككامء موهمككامء
ب لباللذهم لاللذهم م
مواللشلعيمر لباللشلعيلر لرلبا إللل مهامء مومهامء
“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba
kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan
kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari
Umar bin al-Khaththab)
c. Riba An-Nasi’ah
Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari
orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran
utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian
waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan
utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau
menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar
utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini
Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa :
صللىَّالم معلمليله مومسللمم منهى معلن بمليلع الممحيمموالن لباللمحيمموالن نملسليئمةل معلن مسمممرلة لبلن مجلنمد س
ب املن النلبل ل
ي م
“Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli
hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan
oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)”
d. Riba Qardhi
Riba Qardhi adalah riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam
meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang.
Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian
diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah). Terhadap bentuk
transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw :
ض مجلر ممآلنفممعةل فمهممولرلبا
مكمل قملر س
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi).
Ushul fiqh berasal dari dua kata , yaitu ushul dan fiqh. Ushul adalah bentuk jamak dari kata Ashl (
) اصلyang artinya kuat (rajin),pokok,sumber,atau dalil tempat berdirinya sesuatu. Kalau ada pokok
pasti ada cabang,sesuatu yang berada di bawah pokok tersebut dinamai far’un ( = ) فرعcabang .
perkataan ushul fiqih ini sering juga di sebut dengan mushtahab, yatu sesuatu yang menyertai
sesuatu yang telah ada.
Dalam masalah Qiyas. Dimaksud dengan ushul yaitu pokok yang menjadi ukuran atau tempat
menyerupakan sesuatu (standar) ( ) مثبه بهartinya alat ukur.
Adapun kata fiqh menurut bahasa artinya memahami,mengerti,yaitu bentuk masdar dari ( ) فقه
artinya faham,mengerti,pintar dan kepintaran. Sebagaimana sabda Nabi saw.
( من يريدا به خيرا يفقهه فى الدين ) رواه البخارى
Artinya: Barangsiapa yang dikehendaki Allah mendapat kebijakan,niscaya allah akan memberikan
kepadanya ngerti agama. (HR. Bukhary).
Sedangkan menurut istilah yaitu semua hukum yang dipetik dari Al-quran dan sunnah rasul melalui
usaha pemahaman dan ijtihad tentang perbuatan orang mukallaf baik wajib,haram,mubah, sah atau
selain dari itu hanya berupa cabang-cabangnya saja.
Ada sebagian ulama yang membagi fiqh menjadi dua bagian,yaitu:
1. Fiqih nabawi, yaitu hukum yang dikemukakan oleh Al-quran dan hadis dan tak perlu
diijtihadkan lagi.
2. Fiqih ijtihad, yaitu hukum-hukum hasil ijtihad dan istimbath hukum oleh ahli ijtihad.
Jadi ushul fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar atau jalan yang harus ditempuh
didalam melakukan istimbath hukum dari dalil-dalil syara’
Usul fiqh itu juga berupa qaidah-qaidah dan pembahasan-pembahasan yang dipergunakan untuk
mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnyayang bersifat amaliah dan diambilkan dari dalil-dalil yang
tafsili.
Dalam rumusan lain. Ushul fiqh adalah pembahasan tentang dalil yang dapat menunjukkan kepada
sesuatu hukum secara ijmal (garis besar) yang masih memerlukan keterangan dengan
menggunakan qaidah-qaidah tertentu.
Syekh Muhammad Al-Hudhory memberikan rumusan ushul fiqh sebagai berikut :
هوالقواعد التى يتوسل بها استنباط الحاكام الشرعية من الدلة
“ushul fiqh yaitu sesuatu ilmu tentang anggaran dasar (qaidah) yang menjadi perantara untuk
istinbath hukum syara (dari suatu dalil)”.
“Ushul fiqh ialah ilmu tentang qaidah-qaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya
memungkinkan istimbath hukum-hukum syara praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci atau ia
adalah kumpulan qaidah-qaidah dan pembahasa-pembahasan yang dengannya memungkinkan
istimbath hukum-hukum syari’at praktis dari dalil-dalil yang terperinci”.