Makalah:
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Qur‟an
Oleh:
AUFAL MINAN
NIM: 02040522014
Dosen Pengampu:
Terdapat berbagai versi mengenai jumlah ayat-ayat di dalam Al-Qur‟ān menurut para
ulama‟. Sampai sekarang belum ada jumlah pasti mengenai ayat Al-Qur‟ān. Jauh sebelum itu,
para ulama telah mencoba menggali dan memberikan argumentasinya mengenai jumlah ayat Al-
Qur‟ān.
Muhammad Abd „Aẓhīm Az-Zarqāni dalam kitabnya Manāhil Al-Irfān Fī Ulūm Al-
Qur‟ān, menyebutkan bahwa para penghitung jumlah ayat Al-Qur‟ān sepakat pada angka 6200,
akan tetapi berbeda pada puluhan dan satuanya. Perbedaan pendapat bagi sebagian para ulama‟
menarik dikaji lebih dalam. Disamping itu, mushaf Al-Qur‟ān yang banyak beredar di Indonesia
tentu diyakini mengikuti salah satu dari sekian banyak keragaman pendapat ulama tentang
jumlah ayat Al-Qur‟ān .
B. Rumusan Masalah
Al-Qur‟ān sebagai pedoman umat muslim yang sering dubaca tentunya memiliki rahasia-
rahasia di baliknya. Sering kali kita mendengar kata ayat. Kata ايتjamaknya adalah آيبث, secara
etimologi artinya adalah mukjizat, tanda, alamat atau pelajaran. Secara terminologi menurut
Muhammad Abd „Aẓhīm Al-Zarqāni dalam kitabnya Manāhil Al-Irfān Fī Ulūm Al-Qur‟ān, ayat
merupakan satu kelompok kata yang mempunyai permulaan dan akhir, yang berada dalam suatu
surah Al-Qur‟ān. 1
Ayat-ayat Al-Qur‟ān itu sudah tentu mengandung pengertian menurut bahasa seperti ysng
telah dijelaskan diatas. Sebab ayat-ayat Al-Qur‟ān juga merupakan mukjizat dan tanda kebenaran
nabi Muhammad yang menyampaikan ayat itu, disamping menjadi peringatan bagi umat
manusia, juga menjadi bukti atas kekuasaan Allah.2
Makna ayat adalah kalimat atau tanda, hal ini seperti tercantum dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 248:
َ َوقَب َه ىَ ُه ٌْ َّ ِبيُّ ُه ٌْ ِإ َُّ َءا َيتَ ٍُ ْي ِن ِ ٓۦه أَُ َيأْتِ َي ُن ٌُ ٱىتَّببُىثُ فِي ِه
َ س ِنيَْتٌ ِ ٍِّ َّر ِبّ ُن ٌْ َو َب ِقيَّتٌ ِ ٍّ ََّب ت َ َر َك َءا ُه ٍُى
س ٰى
ٓ
ََِو َءا ُه ٰ َه ُروَُ تَ ْح َِيُهُ ْٱى ََ ٰيَ ِئ َنتُ ۚ ِإ َُّ فِى ٰذَ ِى َل َه َءا َيتً ىَّ ُن ٌْ ِإُ ُمْتٌُ ٍُّؤْ ٍِِْي
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi
raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa
dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harūn; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.3
1. Az-Zarqānī
2. Al-Qaṭhān
Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang masuk ke dalam surah Al Qur‟ān.5
3. Al-Ja‟bāri
حد األيت قرأُ ٍرمب ٍِ جَو وىى تقديرا ذو ٍبدأ او ٍقطع ٍْدرج في سىرة
Ayat adalah bacaan yang tersusun dari beberapa kalimat sekalipun secara taqdiri
(perkiraan) yang memiliki permulaan atau bagian yang masuk dalam surah.6
Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ayat adalah kalam Alah yang
merupakan bacaan, terdiri dari dua kalimat atau beberapa kalimat sempurna, mempunyai
permulaan dan akhiran dan merupakan bagian dari surah. Dengan demikian syarat-syarat ayat
adalah sebagai berikut:
1. Ayat harus merupakan kalam Allah. Kalau bukan kalam Allah tidak dinamakan ayat
dalam konteks ini.
2. Terdiri dari beberapa kalimat sempurna sekalipun secara perkiraan (taqdiri)
3. Memiliki permulaan dan akhiran, sekaipun panjang kalimatnya dan terdiri dari beberapa
kalimat, tetapi tidak menyebutkan permulaan dan akhiran maka tidak disebut ayat.
4. Merupakan bagian dari surah Al-Qur‟ān , karena surah adalah himpunan beberapa ayat.7
Para ulama berbeda pendapat mengenai berapa sebenarnya jumlah ayat al-Qur‟ān itu.
Namun demikian, mereka sepakat bahwa jumlah ayat al-Qur‟ān itu sebanyak 6.200 lebih.
4
Moh. Abd .Adzim Al Zarqāny, Manāhil Al-Irfān fi Ulūm Al-Qur‟an, Jilid III, Isa Al Halaby, Wasy Syirkah, 339.
5
Al-Qattān, Mabahis fi Ulum Al-Qur‟ān , Mansyurat Al „Ashr Al-Hadist, cet.ke-2, 139
6
Jalaludin Abdurrahman As-Suyūthi, Al-Itqān fī ulūm Al-Qur‟an (Beirut, Dar Al-Fikr, t. th), 68.
7
Abdul Majid Khon, Praktikum Qiraat: “Keanehan Bacaan Al-Quran Qiraat Ashim dari hafsh, (Bandung, Mizan,
1994), I 16.
Mengenai kelebihan inilah yang diperselisihkan oleh para ulama dalam menentukan jumlah
kelebihan ayat al-Qur‟ān dari jumlah yang disepakati bersama tersebut. Ada berbagai pendapat
yang berbeda mengenai jumlah kelebihan tersebut.
Ibnu „Arabi berkata menentukan jumlah ayat dalam Al-Qur„ān adalah perkara yang agak
sulit, karena ayat-ayat itu ada yang panjang dan ada yang pendek. Ada yang selesai pada akhir
kalimat, dan ada pula yang selesai hanya pada pertengahannya.
Imam Mālik Bin Ridhā Al-Muhammadī dalam kitabnya yang berjudul Al-Madkhal Ilā
„Ilmi „Addī Ayy Al-Qur‟ān , mengelompokkan pendapat ulama‟ tentang perbedaan jumlah ayat
dalam Al-Qur‟ān :
1. Ulama‟ Madinah pertama menghitung jumlah kelebihan itu sebanyak 17 ayat, dimana
perhitungan itu berdasarkan pendapat dari Imam Nāfi‟. Sehingga jumlah ayat Al-Qur‟ān
tersebut menjadi 6.217.
2. Ulama‟ Madinah kedua menghitung jumlah kelebihan ayat sebanyak 14 ayat.
Perhitungan ini berdasarkan pendapat Imam Syaibah, sehingga jumlahnya menjadi 6.214
ayat. Berbeda dengan prespektif Abu Ja‟far yang menghitung kelebihan ayat menjadi 10,
sehingga jumlah ayat Al-Qur‟ān menjadi sebnyak 6.210.
3. Menurut perhitungan ulama‟ Makkah, jumlah kelebihan ayat Al-Qur‟ān sebanyak 20
ayat. Sehingga jumlahnya adalah 6.220 ayat. Pendapat ini berasal dari Imam Ibn Kathīr.
4. Perhitungan ulama‟ Kuffah berdasarkan riwayat Hamzah Al-Zayyāt, jumlah kelebihan
ayat Al-Qur‟ān adalah 36, sehingga menjadi 6.236 ayat.
5. Menurut perhitungan ulama‟ Syam (Syiria), jumlah kelebihan itu sebanyak 26 ayat.
Sehingga menjadi 6.226 ayat. Riwayat ini disapaikan oleh Yahyā bin Harīth Al-Dzimāri.
6. Ulama‟ Bashrah menghitung ayat Al-Qur‟ān lebih dari 5 ayat. Riwayat ini berdasarkan
pendapat Imam „Āshim.8
Ibnu Durais mengeluarkan sebuah riwayat,dari periwayatan Uthmān bin Atha‟ dari
ayahnya dari Ibnu Abbās, dia berkata: seluruh ayat Al-Qur‟ān itu berjumlah 6600 ayat dan
seluruh huruf Al-Qur‟ān berjumlah 232.671. Sedangkan Imam Al-Dāni mengatakan bahwa para
8
Malik Bin Ridha Al-Muhammady, Al-Madkhal Ila „Ilmi „Addi Ayat Al-Qur‟ān ,t.tp 9.
ulama‟ bersepakat bahwa jumlah ayat Al-Qur‟ān itu sebanyak 6000 ayat, kemudian mereka
berbeda pendapat tentang jumlah selebihnya. Sebagian ada yang tidak menambah dan sebagian
mereka ada yang mengatakan 204 ayat, 14 ayat, 19 ayat, dan 36 ayat.
Imam Suyūthi berpendapat bahwasanya Imam Ad-Dailāni dalam riwayat musnad Al-
Firdaus mengatakan tangga di surga itu sebanyak ayat-ayat Al-Qur‟ān , yang setiap ayat itu sama
dengan satu tangga, yaitu 6126 ayat.9
Adanya perbedaan dalam meghitung jumlah ayat Al-Qur‟ān disebabkan oleh karena
adanya perubahan cara membaca yang dilakukan oleh nabi Muhammad. Pada awalnya nabi
Muhamad selalu membaca waqaf pada tiap-tiap akhir ayat, dimana hal ini menunjukan bahwa
kata yang dibaca waqaf adalah fashilah dari ayat.
Setelah nabi Muhammad mengetahui bahwa para sahabat sudah benar dalam fashilah,
maka beliau membaca ayat-ayat tersebut washal dengan ayat-ayat sesudahnya. Nabi
Muhammmad membaca sedemikian karena untuk menyempurnakan isi atau makna ayat.
9
I Jalaludin Abdurrahman As-Suyūthi, Al-Itqān fī ulūm Al-Qur‟an (Beirut, Dar Al-Fikr, t. th), 185.
10
Ibid, 185.
Lantaran jika nabi Muhammad berhenti pada fashilah ayat, maka isi kandungan ayat tersebut
belum sempurna untuk dipahami secara tuntas.
Adanya perubahan cara baca tersebut menimbulkan perbedaan pendapat bagi para
sahabat. Dimana para sahabat telah mengetahui benar fashilah ayat, akan tetap menghitung 2
ayat yang dibaca nabi secara washal sebagai 2 ayat. Sebaliknya jika para sahabat belum
mengetahui maka akan menghitungnya sebagai 1 ayat.11
Ada beberapa aspek yang menjadi faktor perbedaan para ulama mengenai jumlah ayat
dalam Al-Qur‟ān dipandang dari ilmiah dan waqi‟iyah. Aspek pertama yaitu ketika ayat Al-
Qur‟ān turun pertama kali kepada nabi Muhammad dengan berbagai keadaan.Adakalanya Al-
Qur‟ān turun dengan beberapa ayat, satu ayat dan bisa juga Al-Qur‟ān turun langsung satu surat.
Kemudian para sahabat mempelajari dan menghafalnya. Seperti halnya Al-Qur‟ān turun dengan
beberapa ayat yaitu turunya 5 ayat pertama pada surah Al-„Alaq.
Ketika beberapa mushaf pada zaman Uthmān bin „affan, Al-Qur‟ān ditulis tanpa batasan
di awal ayat. Kemudian muncul inovasi untuk memberi 2 atau 3 titik yang bertempat di awal
ayat, untuk memudahkan dalam membaca Al-Qur‟ān. Lalu terdapat penambahan huruf Kha‟
setelah 5 ayat dan huruf „Ain setelah 10 ayat. Imam Al-Dāni berpendapat bahwasanya
perumusan ini dilakukan pada zaman sahabat.12
Aspek yang kedua dipandang dari segi munculnya ilmu baru tentang problematika ayat.
Banyak karangan-karangan para ulama‟ tentang disiplin ilmu ini seperti kitab Al-„adad „An Ahli
Makkah karya „Aṭā` Ibn Yasār, kitab Al-„adad „An Ahli Syām karya Khālid Ibn Ma‟dan, kitab
Al-„adad „An Ahli Bashrah karya Hasan Al-Bashri.
Pada zaman Rasulullah Al-Qur‟ān secara keseluruhan sudah ditulis oleh para sahabat,
hanya saja belum tersusun rapi sabagaimana yang kita ketahui saat ini. Bahkan urutan suratnya
belum diurutkan secara detail. Banyak faktor yang melatarbelakanginya, hingga di zaman
11
Hamdani Anwar, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1995), cet ke-1, 91-92
12
Malik Bin Ridha Al-Muhammady, Al-Madkhal Ila „Ilmi „Addi Ayat Al-Qur‟ān ,t.tp . 15
sahabat bersepakat untuk mengumpulkan semua Al-Qur‟ān dan melalui sejarah yang panjang
maka sampailah kepada mushaf Al-Qur‟ān saat ini.
Dalam masalah ini ada tiga pendapat ulama‟ tentang penyusunan ayat di dalam Al-
Qur‟ān, pendapat yang pertama ada yang mengatakan bahwasanya semua ayat dalam Al-Qur‟ān
itu Tauqifi. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa ayat dalam Al-Qur‟ān sebagian bersifat
tauqīfiī dan sebagianya adalah ijtihadi, pendapat ketiga yaitu ayat dalam Al-Qur‟ān secara
keseluruhan adalah ijtihādi. Tentu beberapa ulama‟ ini mempunyai pendapat masing-masing
yang nantinya akan diuraikan dibawah ini.
13
Malik Bin Ridha Al-Muhammady, Al-Madkhal Ila „Ilmi „Addi Ayat Al-Qur‟ān ,t.tp 21
14
Ibid 22
2. Ayat Al-Qur’ān Sebagian Besar Tauqīfī dan Sebagian Ijtihādi
Ada beberapa ulama‟ yang mengatakan bahwa ayat Al-Qur‟ān ini sebagian besar adalah
tauqīfi dan sebagian lagi ijtihādi. Seperti Imam Syatibi, Imam Al-Ja‟bāri, Imam Qastalāni,
landasan mereka menyebut bahwasanya Al-Qur‟ān ini sebagian besar adalah tauqīfi dan
sebagian lagi ijtihādi adalah:
1. Tidak ada ketetapan nash tentang penetapan batasan beberapa ayat didalam hadith
maupun sunnah.
2. Banyaknya perbedaan antara para Ulama‟ dalam menetapkan jumlah Al-Qur‟ān.
3. Ada riwayat yang sahih tentang ijtihad para ulama dalam menentukan jumlah ayat
Ayat Al-Qur‟ān dipandang kesuluruhan secara Ijtihādi. Imam Abu Bakar Al-Baqīlāni
mengatakan bahwasanya Nabi Muhammad tidak menjelaskan tentang adanya jumlah beberapa
ayat dan beliau berdalih tentang adanya perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwasanya ayat
Al-Qur‟ān ini adalah Ijtihādi. Pendapat ini bertentangan dengann para ulama‟ karena dianggap
telah menyalahi hadith.
Pendapat yang rajah tentang perbeda‟an para ulama‟ dalam menentukan ayat Al-Qur‟ān,
para ulama‟ sepakat bahwa ayat Al-Qur‟ān itu tauqīfi karena sudah jelas dalilnya.15 Menurut
riwayat Bukhari dari Abu Hurairah dan Fatimah binti Rasūl bahwa Jibril setiap tahun mengontrol
bacaan Rasūlullāh dan membandingkanya dengan bacaanya sendiri. Pada tahun wafatnya
Rasulullah Jibril juga sempat melakukanya sebanyak dua kali.
Menurut Al-Suyūthi dalam kutipan Ata‟illah, dikatakan pada waktu Jibril mengontrol dan
mengevaluasi bacaan Al-Qur‟ān Rasulullah untuk terakhir kalinya, Zaid bin Tsābit ikut
menyaksikanya. Zaid sendiri adalah orang yang ditunjuk oleh Abu Bakar untuk menjadi ketua
pengumpulan Al-Qur‟ān.16
15
Malik Bin Ridha Al-Muhammady, Al-Madkhal Ila „Ilmi „Addi Ayat Al-Qur‟ān ,t.tp 30
16
Ansharuddin Sistematika penyusunan Surat Dalam Al-Qur‟an ,Jurnal Cendekia: Vol..2 No.2 Desember 2016),
125.
Dari fakta sejarah dan analisis di atas dapat diketahui bahwa jumlah ayat dalam Al-
Qur‟ān dan penyusunanya adalah tauqīfi bukan ijtihādi. Meskipun sebagian ulama‟ berpendapat
dalam susunanya merupakan hasil ijtihad, akan tetapi hal itu tidak menghalangi ke tauqifan ayat
Al-Qur‟ān.
Kendati masih merupakan masalah yang debatable di anatara para ulama‟, akan lebih
baik jika kita mengakomodir keduanya, yaitu jumlah ayat dan penyusunanya dalam Al-Qur‟ān
itu bersifat tauqīfi dan juga ijtihādi. Yang terpenting adalah Al-Qur‟ān yang ada sekarang ini
adalah Al-Qur‟ān yang sama pada zaman Rasulullah tanpa ada pengurangan atau penambahan.
17
Nasaruddin Umar, Ulum Qur‟an, Mengungkap makna terermbunyi Al-Qur‟an. (Jakarta: Al-Ghazali centre, 2008,
143.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwasanya yang diaksud dengan ayat Al-
Qur‟ān adalah Muhammad Abd „Aẓhīm Az-Zarqāni dalam kitabnya Manāhil Al-Irfān Fī Ulūm
Al-Qur‟ān, ayat merupakan satu kelompok kata yang mempunyai permulaan dan akhir, yang
berada dalam suatu surah Al-Qur‟ān. Sebab kontroversi ulama‟ dalam menentukan jumlah Al-
Qur‟ān disebabkan karena perbedaan cara baca sahabat ketika belajar kepada Rasulullah
terutama dalam hal waqaf. Ada tiga pendapat ulama‟ mengenai apakah ayat Al-Qur‟ān ini
tauqifi atau ijtihadi. Pendapat yang pertama mengatakan Al-Qur‟ān itu tauqifi secara keseluruhan
karena para sahabat ini belajar langsung dari Nabi kemudian turun kepada pra tabi‟in dan turun
lagi ke masa ulama‟. Pendapat kedua mengatakan bahwasanya ayat Al-Qur‟ān ini sebagian besar
bersifat tauqifi dan sebagian lain ijtihadi. Pendapat yang ketiga yaitu bahwa ayat Al-Qur‟ān ini
secara keseluruhan adalah Ijtihadi, tetapi hal ini ditentang oleh para ulama‟. Adapun hikmah
secara global adalah untuk mempermudah para pembaca dan para penghafal Al-Qur‟ān.
DAFTAR PUSTAKA