Anda di halaman 1dari 11

PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN

FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

GNOSTISISME
(Sikap Dan Tindakan Gereja Melawan Aliran Sesat)

1. Pengantar

Fakta tentang Yesus yang bangkit membentuk suatu komunitas yang kemudian disebut
Gereja. Para rasul menjadi pemeran penting dalam proses terbentuknya Gereja. Mereka terus
menyebarkan pewartaan tentang kebangkitan Yesus kepada siapa saja, bukan hanya kepada
orang Yahudi tetapi juga kepada orang-orang kafir. Pewartaan terus meluas dan seiring
berjalannya waktu, Gereja diatur oleh generasi-generasi selanjutnya.

Pada awal perkembangannya, Gereja (kekristenan) menunjukkan perkembangan yang


signifikan dalam pengikutnya. Gereja muda terus mendapat semangat yang berasal dari
pemimpin agama kristiani yang masih tetap berkarisma untuk membakar semangat iman
setiap anggota jemaatnya1. Meskipun Gereja terlihat berkembang, tetapi di tengah
perkembangan itu, Gereja juga menerima banyak tantangan dan masalah-masalah. Keyakinan
Gereja yang kokoh membuat mereka dibenci oleh masyarakat. Orang-orang Yahudi yang
merasa tidak terima melihat perkembangan Gereja terus menebarkan kebencian dan terus
menyerang Gereja dengan fitnah-fitnah. Di samping itu, melihat kehadiran Gereja membuat
situasi semakin kacau dan keengganan Gereja mengikuti kultus kaisar membuat kaisar
Romawi bertindak. Romawi mulai melakukan penganiyaan terhadap Gereja. Meskipun
disertai banyak tantangan seperti kebencian-kebencian dari orang Yahudi dan siksaan-siksaan
dari Romawi, Gereja tetap kokoh dan terus berkembang.

Memasuki abad kedua, penganiyaan-penganiayaan dari pihak Romawi terus berlanjut.


Pada abad kedua ini, muncul satu ancaman lagi bagi kekristenan. Ancaman itu berasal dari
pihak orang-orang kafir yang membenci kekristenan. Orang-orang kafir menyerang
kekristenan secara literer. Pidato-pidato, pamphlet-pamphlet dan buku-buku menjadi sarana
untuk mengejek dan menjatuhkan kekristenan. Mereka mempertanyakan dan
mempertentangkan isi iman kekristenan. Dari sini, Gereja berusaha mempertahankan
imannya dengan cara-cara literer juga. Karya-karya mereka disebut karya-karya apologia
(pembelaan iman). Para apologet berusaha menyapa orang kafir dengan memberikan
penjelasan tentang bagaimana lukisan agama Kristen yang lebih benar.

1
G. R. Evans, Sejarah Singkat Bidah, (Jakarta;Gunung Mulia, 2011), hlm. 2-3.

1
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

Sejalan dengan perdebatan antara Gereja dan orang-orang kafir, ilmu pengetahuan
semakin berkembang oleh orang-orang hellenistik. Kaum hellenis adalah orang-orang Yunani
yang mendewakan ilmu pengetahuan atau ratio. Dengan ilmu pengetahuan yang mereka
miliki, mereka mempertanyakan kebenaran dari iman kristiani. Orang-orang Kristen merasa
mempunyai doktrin dan moral yang benar tetapi tidak dari sudut pandang kelompok lain.

Dengan situasi yang seperti ini, pada abad kedua Gereja benar-benar memasuki masa-
masa apologia di mana Gereja berusaha membela imannya dengan menjelaskan kebenaran
iman mereka. Bukan hanya itu, Gereja juga berhadapan dengan penganiayaan-penganiayaan
dari Romawi. Serangan dari pihak luar bertubi-tubi menyerang Gereja yang masih sangat
muda. Selain serangan dari pihak luar, ternyata Gereja juga menghadapi serangan dari intern
Gereja itu sendiri, dari dalam tubuh Gereja itu sendiri. Serangan dari dalam inilah yang justru
menjadi ancaman paling besar bagi eksistensi Gereja. Ancaman itu adalah dari Gnostisisme,
aliran yang mencampurkan unsur agama yang satu dengan unsur-unsur lain (sinkretisme).
Gnostisisme sangat menarik bagi hellenistik. Mereka memandang Gereja sebagai saingan
untuk dikalahkan, mereka menyusup ke tengah jemaat dan memecah belahnya dengan sel-sel
Gnostik (orang Kristen yang terpengaruh) di dalamnya. Itulah sebabnya ancaman ini disebut
sebagai ancaman internal dan ancaman yang paling berbahaya bagi eksistensi Gereja karena
bergerak dari tubuh Gereja itu sendiri. Gereja menetapkan mereka sebagai bidaah karena
ajaran-ajaran yang mereka sampaikan sudah tidak sesuai lagi atau sudah sangat melenceng
dengan pokok ajaran kristiani.
2. Isi
2.1 Gnostisisme

Orang-orang dan gerakan mereka yang dicap „aliran sesat‟ atau bidaah selalu
merupakan kelompok kecil atau minoritas.2 Mereka berasal dari suatu kelompok mayoritas
dan menyeleweng dari kelompok itu. Pergumulan, keusilan, kenekadan, kekritisan, semangat,
dan gairah untuk mempertanyakan segala sesuatunya, kekecewaan, kejenuhan, pengalaman
mendapat pencerahan pribadi membekali orang perorangan untuk menggugat raksasa perkasa
yang disebut “diktator mayoritas”.3 Kehadiran bidaah dalam institusi itu menjadi pengganggu
institusi dan menciptakan situasi yang tidak nyaman. Maka, institusi agama yang dihadiri

2
Eddy Kristyanto, Selilit Sang Nabi, Bisik-Bisik Tentang Aliran Sesat (Yogyakarta: Kanisius, 2007),
hlm. 7.
3
Eddy Kristyanto, Selilit Sang..., hlm. 7-8.

2
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

oleh bidaah dalam tubuhnya berupaya untuk mengenyahkan atau mengeluarkannya merski
butuh waktu yang relatif lama.

Bidaah atau heresi berasal dari kata Yunani “Haresis”4 yang berarti membuat pilihan.
Bidaah (heresi) dalam kekristenan berarti meninggalkan dan mengambil posisi berseberangan
dengan ortodoksi Kristen. Bidaah secara umum dapat dibedakan atas enam kelompok. Dalam
setiap kelompok ada distingsi ajaran yang menolak isi atau muatan ajaran (doktrin).5 Bidaah
yang pertama adalah dualistis. Dualisme adalah paham yang percaya bahwa realitas terdiri
dari dua entitas. Ada yang baik dan ada yang buruk. Dualisme adalah paham yang
mempertentangkan dua hal secara ekstrem. Kelompok yang kedua adalah Trinitans-
kristologis. Kelompok ini menggugat doktrin tentang Allah, pribadi Allah, dan relasi Allah
dengan Yesus Kristus dan Roh Kudus (Trinitas). Kelompok ketiga adalah bidaah dalam hal
spiritual. Kelompok ketiga ini lebih condong kepada kelompok yang ingin mempertahankan
semangat awal pendiri. Kelompok keempat adalah bidaah yang menentang ajaran akhir
zaman dan semangat roh. Bidaah ini menentang ajaran apokalypsis yang mempercayai akan
adanya akhir zaman Kelompok kelima adalah kelompok yang mengedepankan sisi moral.
Kelompok ke enam adalah kelompok yang lebih menyoroti hal etika.

Ada sejumlah ajaran, aliran, dan paham yang dicap oleh Gereja sebagai sesat,
menyimpang dan membahayakan iman dan agama. Salah satu aliran itu adalah Gnostisisme.
Gnosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengetahuan (knowledge), tetapi di sini
dimaksudkan adalah suatu “hikmat tertinggi” yang berahasia dan tersembunyi tentang asal
dan tujuan hidup manusia.6 Gnostisisme adalah aliran bidaah yang diklasifikasi pada
kelompok bidaah dualistis. Wujud Gnostik adalah salah satu sinkretisme yang dualistis-
pantheistis, yang berusaha menggabungkan filsafat barat dengan agama timur masuk ke
dalam kekristenan.7 Semangat ini mencoba untuk memasuki Gereja yang masih muda itu,
sebab mereka melihat berita Injil itu dirasa sangat sederhana bagi banyak anggota. Selain itu,
ajaran gnostisisme karena juga menjawab pertanyaan mendasar dari manusia tentang asal dan
tujuan hidup manusia sehingga banyak anggota yang tertarik untuk memasuki aliran ini. Pada
abad kedua, Gnostisisme ini hadir dan mereka semakin berkembang pesat dalam tubuh
Gereja.

4
G.R. Evans, Sejarah Singkat....hlm. xi.
5
Eddy Kristyanto, Selilit Sang..., hlm. 27.
6
Dr. H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988), hlm. 19.
7
Dr. H. Berkhof, Sejarah..., hlm. 19.

3
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

Unsur dasariah Gnostisisme ialah kerajaan terang yang berasal dari Allah, yang
melawan kerajaan gelap yang berasal dari materi. Muatan pemikiran Gnostis adalah:
1. Dunia fisis dan material bagaikan penjara dan neraka yang sifatnya “hanya”
menyengsarakan manusia. Dunia mesti disingkirkan dan dijauhkan dari pergumulan
hidup agar mampu mencapai „Gnostik‟ yang sesungguhnya.
2. Gagasan tentang dosa, yakni pelanggaran entah disengaja atau tidak disengaja terhadap
kesepakatan dan perjanjian antara “ yang Baik-Benar dengan manusia” .
3. Satu-satunya jalan keluar dari keadaan aktual duniawi, yang sama sekali tidak ideal
bagi manusia adalah gnosis.
4. Mempraktikkan ritus-magis seperti upacara-upacara khusus‟keagamaan gnosis‟, jimat.8

Dalam ajarannya tentang Teologi, Gnostik memecah Allah yang transenden dari
Alkitab menjadi dua: dewa tertinggi supertransenden yang asing bagi dunia, dan pencipta
yang tidak terlalu transenden yang bertanggung jawab untuk menciptakan dan mengatur
dunia tempat kita hidup. Di antara banyak nama yang diberikan kepada dewa tertinggi dalam
sumber-sumber Mandaean adalah "King of Darkness". Dalam hal ini kita melihat dualisme
radikal, melampaui apa pun yang kita temukan dalam Platonisme zaman kuno.

2.2 Latar Belakang Munculnya Gnostisisme

Asal-usul gnostisisme tetap tinggal tidak jelas tetapi dapat dipastikan bahwa gnotisisme
sudah ada sejak awal kekristenan. Ada yang menduga aliran ini berasal dari Mesopatamia
lalu menyusupi Yudaisme sebelum berkontak dengan kekristenan awal. Gnostik baru
berkembang pesat antara tahun 130 dan 180 Masehi. Pusat-pusat gnostis terdapat di
Alexandria, Anthiokhia dan (untuk periode tertentu) Roma. 9

Perkembangan Gereja saat itu beriringan dengan perkembangan ilmu pengetahuan


dalam literer terutama bagi kaum Helenistik, yakni orang-orang Yunani yang sangat
mengagungkan ratio. Dalam kekristenan, Gnostik muncul pertama kali sebagai sekolah
pemikiran dan kemudian melepaskan diri dari Gereja Universal pada akhir abad kedua. Pada
zaman itu, banyak orang terpelajar mengejar hikmat tertinggi itu dengan dengan giat, sebab
akal sanubarinya kurang dipuaskan oleh agama biasa yang mudah dipahami.10 Ditandai

8
Eddy Kristyanto, Selilit Sang Nabi Bisik Bisik Tentang Aliran Sesat, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),
hlm.38.
9
Eddy Kristianto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 28.
10
Dr. H. Berkhof, Sejarah..., hlm. 19.

4
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

dengan situasi seperti ini, Gnostisisme terbentuk begitu saja melalui setiap orang yang
sungguh-sungguh mengagungkan pengetahuan. Kekuatannya terletak pada kemampuannya
memberikan interpretasi atau penjelasan yang sah kepada pribadi-pribadi beragama mengenai
diri mereka sendiri. Tindakan-tindakan seperti itu memiliki kesamaan seperti yang dilakukan
oleh Gereja melalui ajaran-ajaran yang disampaikan Gereja. Akhirnya, Gnostisisme
memandang Gereja sebagai saingan dan berusaha mengalahkannya dari dalam. Mereka
menyusup ke tengah jemaat dan memecah belah dengan membentuk sel-sel Gnostik di dalam
tubuh Gereja.

Tetapi baru pada abad kedua, Gnostik Kristen mulai terasa kuat pengaruhnya di dalam
Gereja. Di mana-mana terbentuklah kelompok-kelompok orang-orang Kristen yang merasa
dirinya lebih berhikmat dan rohani daripada jemaat biasa.11 Itu semua berasal dari sel-sel
Gnostik yang dibentuk oleh gnostisisme. Mereka memahami iman kristiani dengan
menggabungkan ajaran Kristen dengan berbagai ajaran ke dalamnya. Penganut Gnostik itu
berbeda-beda dalam Gereja. Ada yang masih bergaul dengan jemaat lain, ada yang
mengadakan perkumpulannya sendiri, dan ada pula yang dikucilkan oleh pemimpin Gereja.

Situasi Gereja pada saat itu membuat aliran Gnostik berkembang cepat sehingga
menjadi tantangan yang amat berat bagi Gereja. Pada saat itu setiap jemaat masih berdiri
sendiri. Para rasul dan pengganti mereka sudah meninggal sehingga tidak ada tokoh-tokoh
yang berwibawa seperti mereka. Selain itu, Gereja belum memiliki lembaga pusat yang
memberi bimbingan dan penerangan kepada jemaat-jemaat dan belum ada sinode-sinode.12
Hubungan antar jemaat yang ada bersifat kebetulan dan sukarela, seperti Ignatius, mengirim
surat-surat kepada jemaat-jemaat di Asia Kecil dan uskup Clemens dari Roma menegur
jemaat Korintus lewat surat. Maka, kalau ada jemaat yang dipengaruhi Gnostik, jemaat yang
jauh tidak mengetahuinya sehingga tidak ada pendapat umum tercipta untuk menolak aliran
sesat ini.

2.3 Tokoh-Tokoh Gnostisisme

Ada banyak tokoh-tokoh yang lahir dalam Gnostisisme dan sangat fundamental dengan
alirannya. Tokoh-tokoh tersebut seperti Theodotus, Valentinus, Ptolemaeos, murid
Valentinus, Basiledes, dan Marcion. Marcion kemudian membuat alirannya sendiri dengan
memasukkan banyak pikiran Gnostik ke dalam ajarannya. Alirannya kemudian disebut
11
Dr. H. Berkhof, Sejarah..., hlm. 20.
12
Dr. Th. Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 1988), hlm. 44.

5
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

dengan Marcionisme. Mereka semua menyampaikan pemikirannya dan menyerang Gereja


dengan pemikirannya itu.

1) Theodotus

Theodotus memberikan rumusan umum tentang gnosis. Rumusan umum itu adalah
pengetahuan akan memberi jawaban-jawaban yang memberikan kebebasan terhadap
pertanyaan-pertanyaan mendasar: siapakah kita sebelumnya? Dari apakah kita dibebaskan?
Apa itu kelahiran? Apa itu kelahiran kembali? Ide mendasar untuk menjawab pertanyaan itu
adalah batung manusia yang terdalam rindu akan kesatuan dengan Allah sejati, sempurna tapi
tidak dikenal. Akan tetapi karena takdirnya yang aneh yakni dibuang ke dunia yang tak
sempurna yang bukan ciptaan dari Allah mahatinggi, tetapi ciptaan satu adaan yang lebih
rendah dan tak sempurna dan memimpin dengan kuasa jahat. Manusia dibebaskan dari
kungkunga si jahat ini hanya bila dia dengan bernar mengrnal dirinya dan sadar bahwa dia
terpisah dari Allah sempurna. Ia mengatakan bahwa hanya pengetahuan ini yang
memungkinkannya kembali ke dunia cahaya tempat kediaman Allah.

2) Valentinus

Menurut Valentinus, Dunia yang penuh penderitaan yang kita pandang ini, tidak
mungkin merupakan ciptaan suatu Allah uang baik.13 Allah dalam Perjanjian Lama adalah
Allah yang jahat. Allah yang maha baik itu diperkenalkan oleh Kristus. Kristus adalah salah
seorang dari roh-roh yang hidup dalam dunia terang, tetapi Ia turun dari dunia atas untuk
menembus percikan-percikan terang yang telah menjadi roh orang-orang tertentu yang
terkurung dalam tubuh. Kristus mengajar kepada roh-roh itu tentang asal-usul mereka dan
tentang jalan untuk kembali ke dunia terang. Kristus sendiri tidak mempunyai tubuh manusia.
Tubuhnya yang dipercakapkan dalam Injil hanyalah semu, sehingga pura-pura saja Ia mati di
atas kayu salib. Kristus menebus kita bukan dengan jalan kematian dan kebangkitan,
keselamatan itu diperoleh dengan jalan mengingkari tubuh kita (askese) dan memiliki
pengetahuan rahasia tentang jalan ke dunia terang. Ptolemaeos, murid Valentinus menjadikan
tradisi apostolik atau kata-kata Yesus sendiri sebagai pendukung ajarannya. Hal ini tampak
dari tulisannya yakni Surat kepada Flora.

13
Dr. Th. Van Den End, Harta…, hlm. 43.

6
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

3) Basiledes14

Basiledes menyampaikan ajarannya tentang Yesus Kristus yang dianggap sesat oleh
Gereja. Ia berpendapat bahwa bukan Yesus yang menderita sengsara, melainkan Simon dari
Cyrene, yang terpaksa menanggung salibnya sebagai ganti-Nya. Simon disalibkan, akibat
kesilapan dan kekeliruan, sebab rupa Simon telah diubah olehNya, agar orang mengira bahwa
dialah Yesus. Padahal Yesus sedang berdiri di dekat dengan rupa Simon sambil
menertawakan mereka. Patutlah orang-orang percaya tidak percaya kepada dia yang
disalibkan, melainkan kepada Dia yang datang dalam rupa seorang manusia, dan yang hanya
dianggap disalibkan dan yang disebut Yesus. Kalau seseorang percaya kepada dia yang
disalibkan itu, maka ia masih seorang budak.

4) Marcion
Marcion adalah salah satu tokoh yang mempengaruhi ajaran gnostisisme. Dia
merupakan seorang yang berkehendak kuat dan cakap dalam berorganisasi. Dia seorang kaya
kelahiran Asia Minor di bandar Sinope di pesisir laut hitam. Pada usia muda dia berkonflik
dengan pemimpin Kristen lokal, kemungkinan karena perbedaan pendapat mengenai tafsiran
atas ajaran Paulus. Dia dikeluarkan dari jemaat di kotanya dan juga ditolak oleh pihak
pemimpin Kristen Asia. Sekitar tahun 140 Marcion datang ke Roma dan bergabung dengan
komunitas Kristen yang diberinya banyak sumbangan finansial. Bagi Marcion, Allah
Perjanjian Lama bukanlah Allah yang benar, Bapa Yesus Kristus, tetapi hanya Allah yang
keras dan adil yang melalui Hukum Musa meletakkan beban berat yang tak tertanggung
kepada orang Yahudi. karena pemikiran Marcion yang aneh membuat orang menolak dia
dalam jemaat kristen. Akhirnya pada musim gugur tahun 144 dia terpaksa meninggalkan
Gereja Kristen.15

2.4 Tindakan Gereja terhadap Gnostisisme

Bagi Gereja, Gnostisisme merupakan tantangan besar. Di satu sisi, Gnostisisme


membawa ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran Gereja. Di sisi lain,
Gnostisisme menggunakan istilah-istilah yang ada dalam iman Kritiani dan mengembangkan
apa yang telah ada dalam Gereja Kristen. Hubungan yang terjadi antar umat Kristen yang
kurang erat dan bersifat aksidental. Perlawanan terhadap Gnostisisme dengan dasar biblis pun

14
Dr. Th. Van Den End, Harta…, hlm. 50.
15
Hubert Jedin (ed.), History of the Church From the Apostolic Comunity to constantine, Jilid I,
(London: Burns & Oates, 1980), hlm. 190-191.

7
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

sia-sia. Sebab, ketika seseorang melawan Gnostisisme dengan naik banding terhadap Kitab
Suci, dengan segera kaum Gnostisisme memberikan tafsiran-tafsiran rohani tentang ayat
terkait sebagai balasan16. Hal ini semakin mempersulit Gereja untuk membendung
Gnostisisme, dan Gnostisisme itu hanya dapat dibendung dengan pendapat umum dalam
Gereja. Namun untuk mencapai tahap itu, perlu waktu yang sangat lama.

Pendapat umum pada akhirnya memang terbentuk setelah mengalami proses selama
sepuluh tahun. Darinya diputuskan tiga asas untuk menghadapi Gnostisisme; kanon,
pengakuan iman dan uskup. Asas pertama adalah Kanon (ukuran atau daftar). Para penganut
Gnostisisme saat itu mengedarkan kitab-kitab yang kabarnya ditulis oleh murid Yesus. Dalam
hal ini Gereja harus menentukan kitab-kitab mana saja yang sungguh-sungguh ditulis oleh
murid Yesus dan mana saja yang ditulis oleh para penganut Gnostisisme untuk menyebarkan
pengaruhnya dalam Gereja. Keempat injil yang ada sekarang adalah hasil dari kanonisasi
resmi Gereja saat itu dan dengan mudah menerima tanggapan positif dari umat beriman.
Dengan demikian, jarak antara Gereja dan Gnostisisme semakin jelas.17

Lalu, untuk semakin memperjelas batas, Gereja membutuhkan ringkasan pokok-pokok


iman Kristiani. Yang tertua ialah “Yesus adalah Tuhan,” (Roma 1:3; Filipi 2:5-11), yang
kemudian berkembang menjadi “Pengakuan Iman Rasuli,” atau yang kita kenal sekarang
sebagai “Syahadat Para Rasul.” Dalam pengakuan pokok-pokok iman ini, secara eksplisit
kata Gnostisisme memang tidak disebut, tetapi jelas untuk melawan Gnostisisme.18

Kedua hal di atas memang sangat menolong untuk melawan Gnostisisme. Namun
bersifat “benda mati,” perlu seseorang untuk menerapkannya dalam Gereja. Orang yang saat
itu dipandang layak adalah uskup. Uskup dipandang sebagi pengganti para Rasul. Sebab,
dalam setiap karya misinya, para Rasul mentahbiskan seseorang menjadi uskup, memberinya
pengajaran dan uskup ini lah yang kemudian akan meneruskan apa yang telah mereka terima
dari para Rasul yang berasal dari Yesus sendiri. Pentahbisan uskup baru oleh beberapa uskup
semakin menguatkan keyakinan bahwa para uskup ini memiliki warisan rasuli yang benar.
Dengan demikian, para uskup menerima wewenang untuk mengartikan dan menrapakan
kedua poin di atas.19

16
Dr. Th. Van Den End, Harta…, hlm. 46.
17
Dr. Th. Van Den End, Harta…, hlm. 46-47.
18
Dr. Th. Van Den End, Harta…, hlm. 47.
19
Dr. Th. Van Den End, Harta…, hlm. 48.

8
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

Selain tindakan tersebut, Gereja juga melakukan beberapa tindakan praktis untuk
pembelaan terhadap Gnostisisme. Tindakan tersebut antara lain dilakukan oleh para penulis
teologis yang berusaha melawan Gnostisisme di bidang literer. Mereka membuat karya-karya
berupa tulisan yang menjelaskan bahaya gnostisisme. Selain berliterer, tokoh Gereja juga
berjuang dengan kotbah-kotbah yang juga menjelaskan bahaya aliran sesat. Gereja juga
bertindak semakin praktis dengan berusaha mengeluarkan umat-umat dari lingkungan orang-
orang yang dipandang telah terjangkit aliran Gnostisisme.

Terkait dengan apa yang diajarkan oleh para Gnostik, Gereja menanggapi dengan
menjawab ajaran-ajaran itu. Gnostik mengatakan bahwa Allah Bapa Yesus Kristus bukanlah
Allah Pencipta. Dalam hal ini Gereja berpegang pada perjanjian lama dan mengatakan bahwa
Allah pencipta itu memang Allah Bapa Yesus Kristus. Konsekuensinya adalah memang dunia
diciptakan oleh Allah dan dosa manusia adalah murni kesalahan manusia itu sendiri yang
bangkit melawan kehendak Tuhan. Karenanya, akan ada kebangkitan badan dan jiwa
manusia nantinya. Dan kebebasan manusia semata-mata adalah rahmat dari Allah saja.20

Beberapa tokoh yang menjadi apologet melawan gnostisisme adalah Ignatius dari
Antiokhia dan uskuip Ireneus dari Lyon, salah seorang teolog yang paling keras melawan
Gnostik. Ia menulis karya: “Penyingkapan kedok dan sanggahan terhadap pengetahuan pura-
pura” (± 180 sesudah Masehi). Selain itu ada Teolog-teolog di Mesir, seperti, Clemens dari
Alexandria (± 150-210 sesudah Masehi) dan Origenes (185-254) mengambil sikap yang lebih
lunak.

3. Penutup

Kehadiran Gnostisisme dalam Gereja memiliki dampak yang besar bagi Gereja. Pada
saat itu, Gereja sungguh merasakan dampak negatifnya bahwa Gereja harus menghadapi
tambahan situasi yang menyerang eksistensi Gereja. Namun, di sisi lain, Gereja semakin
mengalami perkembangan yang signifikan dalam berbagai aspek. Serangkaian serangan dari
kaum Gnostik membuat Gereja mawas diri untuk segera menetapkan standar ortodoksi iman.
Kaum Gnostik yang mencoba untuk merongrong integritas Gereja menjadi awal munculnya
para apologet yang nantinya menjamin ortodoksi iman Gereja yakni sesuai dengan ajaran
para rasul. Para pemimpin Gereja pun segera menetapkan kanon-kanon kitab suci agar tidak
muncul lagi kitab apokrif yang dapat mengaburkan iman Gereja sendiri.

20
H. Berkhof, Sejarah..., hlm. 21.

9
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

Bidaah-bidaah memang sudah diatasi dan dihabisi pada zamannya. Namun, yang
sesungguhnya terjadi adalah bidaah selalu muncul dalam bentuknya yang baru.21 Dengan kata
lain, penampilan atau gelagatnya baru tetapi rohnya berasal dari manifestasi bidaah yang
tidak jauh berbeda. Evolusi gagasan bidaah akan selalu terjadi, dan lembaga agama
menghadapinya dengan caranya sendiri. Maka, indikasi yang perlu dicatat adalah baik bidaah
maupun lembaga agama sendiri mengalami evolusi dan perubahan yang sehat dari sudut
pandang masing-masing kubu, sehingga masing-masing kubu memiliki kiatnya tersendiri
untuk membela kepentingannya sendiri.

21
Eddy Kristyanto, Selilit Sang..., hlm. 30.

10
PERADO PERSADA VINANSIUS TARIGAN
FAKULTAS FILSAFAT, UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS, MEDAN

Daftar Pustaka

Berkhof, H. Sejarah Gereja. BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2009.


End, Th. Van. Harta dalam bejana: sejarah gereja ringkas. BPK Gunung Mulia: Jakarta,
2008.
Evans, G. R. Sejarah Singkat Bidah. Jakarta: Gunung Mulia, 2011
Jedin, Hubert (ed.). History of the Church From the Apostolic Comunity to constantine,
Jilid-I London: Burns & Oates, 1980.
Kristiyanto, Eddy. Gagasan yang Menjadi Peristiwa. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Kristiyanto, Eddy. Selilit Sang Nabi Bisik-Bisik Tentang Aliran Sesat. Kanisius:
Yogyakarta, 2007.
Pearson, Birger Albert. Gnosticism, Judaism, and Egyptian Christianity. Fortress Press,
2006.

11

Anda mungkin juga menyukai