Anda di halaman 1dari 15

PENYATAAN ALLAH DAN ALKITAB

Pdt. Mikha Yudhiswara


• “ADAKAH ALLAH ITU?”
Syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan, mengikuti atau memasuki
percakapan tentang pengetahuan akan Allah adalah keyakinan bahwa Allah itu
ada.
“Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa
Allah ada” (Ibrani 11:6)
Keyakinan akan keberadaan Allah itu, bukan semata-mata pendapat bahwa
ada sesuatu, suatu ide atau gagasan, suatu kuasa atau suatu kecenderungan
terarah, yang dapat disebut sebagai Allah, tapi sungguh ada suatu Pribadi yang
keberadaan dan kesadaran-Nya bersumber pada diri-Nya sendiri, suatu
Keberadaan berpribadi yang merupakan asal mula dari segala sesuatu, yang jauh
melampaui segala makhluk ciptaan, akan tetapi yang pada saat yang sama hadir
terlibat dalam segala bvagian dari ciptaan itu.
Apakah keberadaan Allah itu masuk akal? Bagaimana dapat mengetahui
bahwa Allah itu ada? Mungkinkah keberadaan Allah dibuktikan secara akali
tanpa sedikitpun ruang bagi keraguan? Atau, pada akhirnya hal tersebut
hanyalah masalah iman secara pribadi? Dan apabila kita percaya pada-Nya,
bukti-bukti apa yang dapat diberikan kepada seseorang yang tidak percaya?
Apabila keberadaan Allah diragu-ragukan atau tidak dapat dibuktikan, maka
semua percakapan tentang pengetahuan akan Allah sepertinya menjadi tidak
diperlukan lagi.
• PENYANGKALAN ATAS KEBERADAAN ALLAH
Pertanyaan “Adakah Allah itu?” merupakan pertanyaan penting bagi para
skeptis dan ateis.
• PARA SKEPTIS
Para skeptis adalah orang-orang yang sangsi atau ragu akan adanya
Allah, berdasarkan pertimbangan-pertimangan logika atau intelektual
mereka.
Mereka memiliki berbagai ragam pertanyaan sesuai dengan macam-
macam bentuk pergumulan orang yang hidup di bumi ini. “Bila Allah ada,
mengapa Dia tidak menunjukkan diriNya kepada kita secara nyata bahwa
Dia ada?”; “Dalam zaman ilmu pengetahuan dan teknologi serta penelitian
yang canggih ini, bagaimana kita dapat mempercayai sesuatu yang tidak
dapat kita lihat?”; “Bila saya melihat semua penderitaan yang dialami
manusia di seluruh dunia, bagaimana saya dapat percaya bahwa Allah dapat
berdiam diri pada saat manusia hidup sengsara dalam keadaan yang tak
layak bagi seekor anjing sekalipun?”; “Mengapa Allah yang baik
membiarkan sahabat saya – seorang yang mengasihi sesame manusia dan
kehidupan – meninggal pada usia muda?”; “Bila Allah berkuasa, mengapa
kita mengalami begitu banyak bencana alam seperti gempa bumi, banjir,
badai dan angina rebut?”; “Saya tidak merasakan Allah. Segala sesuatu
yang telah saya capai, saya lakukan dengan kekuatan sendiri. Saya tidak
membutuhkan tongkat penopang yang bernama Allah. ”
Dapat dimengerti bila manusia menjadi ragu-ragu terhadap
keberadaan Allah yang tak nampak dan tidak mau tampil dalam forum
terbuka untuk menjawab kritik-kritik yang ditujukan kepada-Nya danb
pertanyaan-pertanyaan tentang kebradaan-Nya.
Karena alasan-alasan ini dan lainnya, mereka yang ragu-ragu
membutuhkan bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya bila mereka
memikirkan dengan serius tentang kemungkinan keberadaan Allah. Mereka
perlu melihat bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah bersikap
demikian dengan alasan dan pertimbangan yang baik. Mereka perlu
menangkap dengan jelas pendekatan Alkitab. Mereka perlu melihat bahwa
mengetahui keberadaan Allah sebenarnya bukanlah sesuatu yang mustahil.

• PARA ATEIS
Terlebih lagi bagi para ateis, yaitu orang-orang yang mengingkari
adanya Allah. Mereka mengejek orang-orang beriman untuk membuktikan
adanya Allah. Mula-mula ateisme hanya mengingkari adanya suatu pribadi
yang disebut Allah, tetapi masih tetap mengakui adanya kuasa-kuasa yang
supranatural. Tetapi ateisme zaman modern mengingkari pula adanya suatu
yang supranatural. Segala sesuatu dapat diterangkan secara psikologis atau
secara materialistis.
Biasanya ateis dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu ateis
teoritis dan ateis praktis.
• ATEIS TEORITIS
Ateis teoritis adalah ateis yang bersifat intelektual dan mendasarkan
penyangkalan mereka atas suatu proses pemikiran berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan logika atau intelek (argument rasional).
Mereka berusaha untuk membuktikan melalyui suatu cara yang menurut
mereka adalah argument rasional yang konklusif, bahwa Allah tidak ada.
Bagi mereka keberadaan Allah adalah mustahil – tidak masuk akal
mereka.
Prof. Flint membedakan tiga jenis ateisme teoritis, yaitu: (1) ateisme
dogmatis yang sama sekali menolak adanya Keberadaan yang Ilahi; (2)
ateisme skeptis, yang meragukan kemampuan akan manusia dalam
menentukan apakah tuhan ada atau tidak, dan (3) ateisme kristis, yang
berpendapat bahwa tidak ada bukti yang dapat sah tentang keberadaan
Allah.
• ATEIS PRAKTIS
Ateis praktis yaitu mereka yang meskipun mengatakan bahwa
“Allah ada”, tapi mereka hidup mengabaikan Allah; dalam hidup sehari-
harinya mereka tidak mengindahkan Tuhan; hidup seolah-olah Tuhan
tidak ada. Baik Alkitab maupun pengalaman mengakui adanya ateis
praktis. Mazmur 10:4b menyebut orang fasik beranggapan: “Tidak ada
Allah! Itulah seluruh pikirannya.” Mazmur 14:1 juga berkata: “Orang
bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah”. Paulus mengingatkan
jemaat di efesus bahwa keadaan mereka dulu adalah “tanpa Allah di
dalam dunia” (Efesus 2:12).
Pengalaman juga memberi bukti berlimpah tentang keberadaan ateis
praktis dalam dunia ini. Mereka tidaklah harus merupakan orang-orang
yang bercitra buruk di mata orang lain, tetapi mungkin mereka malah
tergolong orang-orang baik di mata dunia, walaupun mereka tidak acuh
terhadap hal-hal rohani. Orang-orang semacam itu mungkin sekali sadar
akan kenyataan bahwa mereka tidak harmonis dengan Tuhan, takut
untuk bertemu Dia, dan mencoba melupakan Tuhan. Mereka tampaknya
secara tersembunyi senang memamerkan keateisan mereka ketika hidup
mereka berjalan lancer, tetapi kemudian mereka bertelut berdoa manakala
hidup mereka tiba-tiba terancam bahaya.
Memang Alkitab berkata betapa sukarnya manusia mempercayai sesuatu yang
tidak dapat ia lihat dan sentuh. 1 Kor 2:14 berkata: “Tetapi manusia duniawi
tidak menerima apa yang berasal dari roh Allah, karena hal itu baginya
adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu
hanya dapat dinilai secara rohani.”
Ateisme lahir dari keadaan moral manusia yang telah sesat dan dari keinginan
manusia untuk menghindari Allah. Ini terjadi sebagai akibat tindakan sengaja
membutakan diri, menindas hati nurani yang paling dasar dalam diri manusia,
kerinduan terdalam jiwa, aspirasi tertinggi roh manusia, dan kerinduan hati untuk
menggapai Keberadaan yang lebih tinggi dari dirnya sendiri.
Mengenai para skeptis dan ateis ini, Alkitab dengan tegas berkata bahwa mereka
adalah “bebal ” – bodoh (Maz 14:1). Alkitab juga berkata bahwa mereka buta
karena dibutakan oleh iblis: “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang
yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya
yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan
yang ada di dalam mereka dank arena kedegilan hati mereka. Perasaan
mereka telah tumpul …” (Efesus 4:17, 18); “… mereka, yang akan binasa,
yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh
ilah zaman ini …” (2 Korintus 4:4).

• ARGUMEN/BUKTI/KAIDAH TENTANG KEBERADAAN ALLAH


Adanya kaum ateis menyebabkan munculnya apologetika yaitu pembelaan
akan kepercayaan bahwa Allah benar-benar ada dan masuk akal atau berusaha
menangkis serangan-serangan dan pandangan-pandangan yang berusaha
melemahkan kepercayaan. Mereka menggunakan semesta alam untuk menjadi
argument yang membuktikan keberadaan Allah. Mereka juga menggunakan
hukum sebab-akibat dan hati sanubari atau kesadaran batin manusia untuk
membenarkan keberadaan Allah. Argumen-argumen rasional tertentu tentang
keberadaan Allah dikembangkan dan memperoleh dasar pijakan dalam teologi
terutama melalui pengaruh Wolf. Sebagian dari argument-argumen pada
hakikatnya dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles, dan sebagian lain
ditambahkan dalam zaman modern oleh para mahasiswa Filsafat Agama.
Beberapa argument/bukti umum tersebut adalah sbb.:
• Argumen/Bukti Sejarah (Historis) dan Etnologis
Pada zaman dan segala suku dan bangsa ada kepercayaan akan
Allah; adqa semacam perasaan tentang yang ilahi, yang terungkap dalam
suatu kultus eksternal. Manusia di mana-mana dilahirkan dengan
kepercayaan kepada suatu Mahluk supra-alami. Setiap suku dan bangsa
tahu, bahwa ada suatu Mahluk demikian sebagai yang mencipta dan
mengendalikan. Karena gejala ini universal, tentunya ia adalah bagian dari
sifat dasar manusia. Dan apabila sifat manusia secara wajar menjurus kepada
suatu ibadah religius, gejala ini hanya dapat dijelaskan dengan adanya suatu
Keberadaan yang Maha Tinggi, yang telah menjadikan manusia sebagai
insane yang religius.
Membantah argument ini, dikemukakan bahwa gejala universal ini
mungkin bersumber pada kesalahan atau kesalahfahaman dari salah satu
nenek moyang awal manusia dan bahwa kultus religius yang muncul paling
kuat di antara suku-suku bangsa primitive dan menghilang seiiring dengan
kemajuan mereka dalam peradaban.
• Argumen/Bukti Kausalitas (Kaidah Sebab-Akibat) atau kosmologis atau Alam
Kausalitas berasal dari kata bahasa latin causa yang berarti:
penyebab, dasar. Argumen atau bukti ini menyatakan bahwa segala hal ada
yang menyebabkan. Bumi ini pasti ada mulanya. Sesuatu pada suatu waktu
pasti telah membuat alam semesta ini menjadi ada. Alam semesta ini ada
yang mengendalikan dan mengatur. Apabila semua kepingan dari sebuah
arloji diletakkan di dalam sebuah tabung. Lalu dikocok pelahan-lahan selama
jutaan tahun, maka kepingan-kepingan arloji itu tidak mungkin secara
kebetulan dapat terpasang tepat dan berperan semestinya. Begitu pula satu-
satunya jawaban yang tepat atas soal adanya dunia ini, ialah adanya satu
Mahluk Mahatinggi yang disebut Allah. Pendapat ini dikemukakan oleh
Thomas Aquinas: “adanya rentetan sebab-musabab menunjukkan kepada
adanya sebab pertama, yaitu Tuhan Allah. ” Voltaire berkata: :Bila sebuah
jam membuktikan keberadaan seoran gpembuat jam, namun alam semesta
tidak dapat membuktikan keberadaan Arsiteknya yang agung, maka saya
bersedia disebut orang bodoh. ” Argumen atau bukti ini menyatakan bahwa
Allah dengan terang kodrati dari akal budi berdasarkan alam semesat dapat
dikenal dengan pasti.
Akan tetapi argument ini tidak memberi satu keyakinan umum.
Hume mempertanyakan hukum sebab-akibat itu sendiri, dan Kant
mengemukakan bahwa jika setiap benda yang ada harus mempunyai
penyebab, ini berlaku pula untuk Allah, dan akibatnya kita akan sampai pada
mata rantai yang tak pernah habis. Lagi pula argument itu tidak
mengharuskan adanya satu penyebab yang berpribadi dan mutlak, dan
dengan demikian tidak dapat membuktikan keberadaan Allah.
• Argumen/Bukti Ontologis

Ontologis berasal dari kata Yunani ontos yang berarti: yang sedang berada.
Argumen atau bukti ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
kesadaran atau pengertian tentang Allah. Kesadaran ini tidak bisa dari
dirinya sendiri tetapi diciptakan oleh Allah. Keberadaan Allah tertulis dalam
di dalam hati dan suara hati manusia. Kaum ateis boleh jadi menuding suara
hati mereka tidak memberitahukan Allah kepada mereka. Orang jujur
menemukan suara hatinya membisikkan kepadanya, bahwa Allah ada.
Pendapat ini misalnya dikemukakan Plato. Berbagai bentuk argument ini
telah dikemukakan oleh Anselmus, Descartes, Samuel Clarke dll. Dalam
bentuk yang paling sempurna argument ini disusun oleh Anselmus.
Kant menekankan bahwa argument ini tidak dapat dipertahankan, akan tetapi
Hegel menghargainya sebagai argument terpenting tentang keberadaan
Allah. Para Idealis modern menyarankan, lebih baik argument itu disusun
berbeda, yang oleh Hocking disebut sebagai “laporan pengalaman”.
Berdasarkan anjuran tadi kita dapat berkata, “Saya mempunyai ide tentang
Allah, karena itu saya mempunyai pengalaman tentang Allah”.
• Argumen/Bukti Teleologis (Kaidah Rencana dan Tujuan)

Teleologis berasal dari kata yunani telos yang berarti: tujuan.


Argumen ini juga merupakan argument sebab akibat. Argumen ini
menyatakan bahwa hasil penelitian atas alam semesta, juga penelitian atas
benda-benda besar maupun kecilmenunjukkan, bahwa masing-masing benda
itu dirancang oleh suatu daya cipta yang begitu tinggi, khusus untuk tujuan
tertentu dalam kehidupan. Misalnya macam-macam jenis burung dan
ragamnya cara bela diri bintang lainnya bukanlah kejadian yang kebetulan,
tapi semuanya itu adalah hasil rencana dari Yang Mahatinggi. Segala sesuatu
mempunyai tujuan yang diberikan oleh kebijaksanaan Allah.
Kant menegaskan bahwa argument ini tidak dapat membuktikan
keberadaan Allah, maupun keberadaan seorang Pencipta, tetapi hanya
membuktikan adanya seorang perancang agung yang telah merancang dunia.
Hegel menganggap argument ini sebagai suatu argument yang sah, namun
bertaraf rendah. Para teolog sosial pada masa kini menolak argument ini
bersamaan dengan argument-argumen lain sebagai sampah, tetapi kelompok
Teis Baru mempertahankannya.
• Argumen/Bukti Kaidah Moral.
Argumen atau bukti moral (kesadaran etis) menyatakan bahwa setiap
manusia secara alamiah memiliki daya pikir dan moral, yang menyatakan
bahwa Sang Pencipta adalah pribadi yang hidup, bermoral dan penuh
hikmat. Ia suci adanya, menyukai segala yang benar, dan membenci segala
yang jahat. Itu sebabnya tiap orang mempunyai kesadaran yang diciptakan
oleh Allah untuk berbuat baik. Seringkali manusia menyangkal adanya
keberadaan Allah bukan karena mereka tidak menemukan Dia, tapi karena
mereka takut berhadapan dengan Dia dan takut mempertanggungjawabkan
segala perbuatannya kepada Dia setelah mati. Ateisme adalah salah satu alat
Iblis menina-bobokkan manusia supaya tidak menerima keselamatan Allah.
“ Bila tidak ada Allah, maka saya tidak bertanggungjawab kepada siapun dan
saya dapat hidup dan mati sesuka saya”. Tetapi pada suatu saat yang tenang
suara hati berbisik “Allah ada. ”

Dalam perkiraan Kant, argument ini jauh lebih tinggi di atas


argument-argumen yang lain. Argumen inilah satu-satunya yang diandalkan
Kant untuk upayanya membuktikan keberadaan Allah. Teologia modern
juga mengunakan argument ini secara luas, terutama dalam argument bahwa
kesadaran manusia akan Kebaikan yang Tertinggi dan upayanya mencari
suatu ideal moral menuntut dan mengharuskan keberadaan Allah yang
memungkinkan hal itu menjadi kenyataan. Walaupun argument ini benar
menunjukkan pada keberadaan satu keberadaan yang kudus dan benar,
argument ini tidak menjadikan kepercayaan akan satu Allah, Pencipta atau
keberadaan yang kesempurnaan-kesempurnaanNya tidak terbatas suatu
keharusan.
• Argumen/Bukti dari Kehidupan
Kaidah kehidupan ini menyatakan bahwa hidup datang dari Hidup.
Dan hidup asali pasti bersumber dari khalik yang memiliki hidup yang
kekal; yakni hidup yang sudah ada sebelum hidup jasmani dijadikan. Di
manakah hidup demikian dapat ditemukan? Satu-satunya hanyalah pada
Allah, yakni Pemilik kehidupan yang kekal.

• PENYATAAN UMUM (ALAMI/TIDAK LANGSUNG)


Berbagai argument/bukti tersebut di atas merupakan “bukti-bukti filosofis ”
(philosophical proofs) mengenai Allah, yaitu hasil pemikiran atau akal budi
manusia membuktikan adanya Allah.
Argumen itu hanya merupakan sisa-sisa dari bukti-bukti adanya “penyataan
yang tidak langsung ”, yaitu penyataan Allah dengan perantaraan Firman dan
KaryaNya di dalam alam semesta, di dalam sejarah dan juga di dalam hati
sanubari manusia.
• PENCIPTAAN
Tak seorangpun dapat menyangkal bahwa alam semesta yang
kompleks ini adalah suatu keajaiban yang agung dan menakjubkan. Dalam
kitab Ayub dikisahkan Ayub ketika dicobai Iblis. Ayub bergumul,
bagaimana Allah yang baik dapat mengizinkan ketidakadilan seperti penyakit
dan penderitaan? Ayub dikenal sebagai orang yang saleh, namun kekayaan
dan anak-anaknya diambil, dan ia sendiri dijangkiti bisul. Setelah berusaha
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang Allah dalam waktu
yang lama. Ayub akhirnya mendengar sendiri dari Allah. Dari dalam badai
Allah berbicara kepadanya bahwa untuk melihat Dia, Ayub harus dapat
memandang melampaui kesulitan-kesulitan yang menekan dan melihat alam
semesta serta dunia sekitarnya (Ayub 38). Beberapa bukti alam semesta
akan menuntun kepada suatu kesimpulan: keajaiban penciptaan bumi (ayat
4-6), keajaiban langit (ayat 7), keajaiban keseimbangan laut-darat (ayat 8),
keajaiban fajar yang baru (ayat 12), keajaiban dasar samudera raya (ayat 16),
keajaiban siklus hidup-mati (ayat 17), keajaiban asalnya terang (ayat 19),
keajaiban badai elektrik (ayat 24), keajaiban angin (ayat 24), keajaiban siklus
hidrologis (ayat 25-30), keajaiban hewan memelihara anaknya (pasal 39:1-
3). Inti perkataan Allah kepada Ayub adalah “dalam sengsaramu engkau
bertanya di mana Aku ketika engkau menderita. Lihatlah kembali dunia di
sekelilingmu dan engkau akan melihat Aku di sana dan diingatkan akan
kebijaksanaan dan kuasaKu. ” Dengan perantaraan karya penciptaan yang
luar biasa, Ayub merasakan keberadaan Allah. Tertegun, merasa rendah dan
dipenuhi rasa hormat saat merenungkan Allah dan karya-karyaNya, Ayub
membuka mulutnya dan berkata: “Hanya darikata orang saja aku
mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang
Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkiataanku dan dengan menyesal
aku duduk dalam debu dan abu” (Ayub 42:5-6).
Ayat-ayat lain yang sangat jelas tentang hal ini misalnya: “Langit
menceritakan kemuliaan Allah” (Maz 19:1-4). Kis 14:17 juga menyatakan
hujan dan musim-musim subur adalah saksi mengenai kehadiran Allah.
Lihat juga Kis. 17:22-31. Rom 1:18-23 menyatakan hal-hal yang tidak
tampak dari Allah, yaitu kekuatan dan keilahianNya, terlihat melalui hal-hal
yang sudah diciptakan olehNya. Alkitab menyatakan bahwa Allah adalah
sumber dari segala sesuatu. Ibrani 11:3 menegaskan hal ini dengan
mengatakan “karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah
dijadikan ileh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari
apa yang tidak dapat kita lihat.” Berdasarkan semua itu, A.H. Strong
pernah berkata: “Alam semesta adalah sumber teologi. Alkitab menegaskan
bahwa Allah telah menampakkan diriNya melalui alam semsta. ”

• AKAL BUDI
Dalam Kis 17 dapat dilihat kecenderungan manusia untuk beribadah
– sesuatu yang menyaksikan tentang keberadaan Allah dan menunjukkan
kecenderungan manusia untuk menyalah artikan pengetahuan yang ia miliki.
Ketika Paulus tiba di Atena, ia melihat bahwa kota itu penuh dengan berhala.
Ayat 22 menuliskan “Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata:
‘Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat
bribadah kepada dewa-dewa, sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu
dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah
mezbah dengan tulisan: kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu
sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepadakamu” (ayat
22-23). Kemudian Paulus menggunakan kesempatan ini untuk
memperkenalkan satu-satunya Allah yang sejati kepada penyembah-
penyembah berhala itu. Yang menarik untuk disimak adalah bahwa orang-
orang Atena juga penyembah allah yang tidak dikenal. Mereka tidak perlu
diyakinkan tentang keberadaan Allah, mereka hanya perlu diarahkan kepada
Allah yang benar.
Sebelumnya dalam Roma 2:14-15 Paulus mengajukan pertanyaan
tentang pengetahuan batin yang mendasar dalam hati semua orang. Ketika ia
berbicara tentang orang yang bukan Yahudi, ia menjelaskan bahwa Taurat
Tuhan tidak dinyatakan kepada orang-orang bukan Yahudi, namun hukum
Taurat ada tertulis di dalam hati mereka. Paulus mengimplikasikan bahwa
semua orang, hingga taraf tertentu, mengerti apa yang benar dan salah karena
Allah telah memberikan pengetahuan ini kepada mereka. Juga orang-orang
yang tak pernah terdidik dalam peraturan-peraturan PL, khususnya 10
Perintah Allah, memiliki pengetahuan batin tentang ide-ide yang mendasar
ini. Hal ini adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah. Adanya
kesadaran universal tentang perilaku yang baik inilah yang menjadi bukti
dari keberadaan Allah.
Roma 1:18-32 memberikan bukti kuat bahwa setiap orang memiliki
pengetahuan batin tentang Allah. Paulus mengatakan bahwa “apa yang
dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka. ” Namun walaupun
semua manusia memiliki kesaksian batin bahwa Allah ada, sebagian orang
tidak mau mengakuinya, mereka “menindas kebenaran ”.
Baik penyataan Allah melalui penciptaan maupun akal budi ini
disebut “umum ” (general revelation), karena diperuntukkan bagi manusia
pada umumnya, tanpa terkecuali. Disebut juga “penyataan alami ”
(natural revelation).
Usaha pembuktian dengan menggunakan sisa-sisa penyataan umum
atau alami ini menghasilkan Teologi Natural (Natural theology) yaitu
disiplin teologi yang menyangkut pengetahuan akan Allah yang diperoleh
melalui budi saja. Teologi ini menyatakan bahwa bisa saja orang membuat
pernyataan-pernyataan tentang eksistensi dan sifat Allah berdasarkan nalar
manusia semata, tanpa perlu penyataan Allah mengenai diri-Nya
sebagaimana disaksikan dalam Alkitab. Teologi ini dikembangkan oleh St.
Thomas Aquino (1225-1274) dan menghadapi tantangan sejak masa
Pencerahan ketika keabsahan argument mengenai adanya Allah diserang.
Konsili Vatikan I (1869-1870) mengajarkan bahwa “dari hal-hal yang
diciptakan, Allah dapat diketahui dengan pasti melalui cahaya kodrati akal
budi manusia. ”
Konsili menegaskan suatu kemungkinan ( “dapat ”), tetapi tidak
menunjukkan jalan-jalan untuk mengetahui Allah dan tidak menyatakan
bahwa ada orang yang telah mengalami kemungkinan ini tanpa “penyataan
Allah yang khusus ”. Karl Barth (1886-1968) dan tokoh-tokoh teologi
dialektis yang lain bahkan, atas dasar pendapat bahwa dosa telah
menyebabkan akal manusia dari dirinya sendiri tidak mampu mengenal
Allah, dengan tegas mengesampingkan teologi natural.
Manusia bisa cukup mengenal Allah sampai suatu tingkat tertentu
melalui penyatan umum/alami, sehingga mereka “tidak dapat berdalih ”
(Roma 1:20 ketka mereka menolak Allah. Meskipun demikian, tanpa
penyataan lebih lanjut dari Allah, yaitu “penyataan khusus ” mereka tidak
mungkin mengetahui kekudusan-Nya, kebencianNya pada dosa, kasih dan
anugerahNya dan ketetapan-ketetapan-Nya untuk menyediakan keselamatan.
Pengenalan yang benar tentang Allah hanya dapat diperoleh melalui
penyataan khusus, di bawah pengaruh pencerahan Roh Kudus.
• PENYATAAN KHUSUS: DASAR IMAN KRISTEN TENTANG KEBERADAAN
ALLAH
Iman Kristen bukan hasil pemikiran atau olah akal budi (refleksi) manusia
untuk membuktikan keberadaan Allah. Sebab iman Kristen mulai dengan fakta
positip bahwa Allah ada, karena mengalami adanya “penyataan Allah yang
khusus ” (special revelation), yaitu penyataan Allah dengan perantaraan Firman
dan Karya-Nya yang berpusat pada Yesus Kristus.
Allah telah menyatakan Diri, sehingga tidak perlu dibuktikan, melainkan
justru langsung mengungkapkan siapa dan bagaimana Allah yang telah
menyatakan Diri itu. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa mula-mula bukan
Israel yang mencari Allah, melainkan sebaliknya, Allahlah yang mencari Israel
dan yang memperkenalkan dan menyatakan diri-Nya kepada Israel. Allah
bersabda: “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak
menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak
mencari Aku. Aku telah berkata: ‘Ini Aku, ini Aku!’ kepada bangsa yang tidak
memanggil nama-Ku” (Yesaya 65:1).
Dengan karya-karya-Nya yang besar di dalam sejarah umat Israel, tuhan
Allah telah menyatakan diri-Nya atau memperkenalkan diri-Nya kepada umat-
Nya.
Israel mengenal Allah, hal itu bukan karena Israel mengunakan akalnya
untuk menjelajahi alam semesta, juga bukan karena Israel mehyelami lubuk
hatinya melainkan karena Allah memperkenalkan diri-Nya atau menyatakan diri-
Nya kepada Israel. Nabi Amos, untuk menunjukkan otoritas misinya, berkata:
“Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan
keputusanNya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi” (Amos 3:7).
Itu sebabnay tidak ada seorangpun penulis Alkitab merasa harus
membuktikan bahwa Allah ada. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa hanya
orang bodoh yang menyangkal adanya Allah (Maz 14:1).

Para pencari keberadaan Allah harus dengan tulus dan seperti anak-anak
dengan iman sederhana, mempercayai dan meyakini Allah sepenuhnya
berdasarkan penyataan Allah dalam Alkitab dan alam semesta. “Tetapi tanpa
iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa
berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada” (Ibrani 11:6).
Betapa sukarnya manusia mempercayai apa yang tidak dilihatnya sendiri.
Manusia memiliki kecenderungan cara berpikir seperti Thomas: “Sebelum aku
melihat …, sekali-kali aku tidak akan percaya” ketika mendengar murid-murid
lain yang berkata: “Kami telah melihat Tuhan!” (Yohanes 20:25). Namun
Yesus menunjukkan kepada Thomas sikap yang lebih agung: “Karena engkau
telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak
melihat, namun percaya. ” (Yoh 20:29).
Bukti terkuat tentang keberadaan Allah di luar Alkitab adalah persekutuan
dengan Dia melalui doa setiap hari. Kita tahu dan percaya bahwa Allah ada
sebab kita berbicara dengan Dia, dan Dia mendengar dan menjawab doa kita.

PENYATAAN ALLAH

UMUM KHUSUS
P A F K
E K I R
N A R I
C L M S
I A T
P B N U
T U S
A D
A I
N

MANUSIA

• APAKAH ALLAH DAPAT DIKENAL?


Hosea berkata “Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh
mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita
seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi” (Hosea 6:3).
Juga Ibrani 11:6 mengatakan bahwa “Allah memberi upah kepada orang yang
sungguh-sungguh mencari Dia”.
Tetapi bagaimana kita dapat mengenal atau mencari Allah? Bukankah Allah adalah
pribadi yang tak terjangkau pengertian manusia? Zofar bertanya: “Dapatkah
engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang
Mahakuasa?” (Ayub 11:7). Juga bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan
Yesaya: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat
kamu anggap serupa dengan Dia?” (Yesaya 40:18).
Allah dalam ke-Mahasempurnaan-Nya (kepenuhan-Nya) memang tidak mungkin
dapat kita dikenal. Allah melampaui ruang-waktu yang diamati indra manusia. Tidak
mengherankan jika astronot Rusi yang pertama kembali dari angkasa luar
melaporkan bahwa ia tidak menemukan Allah di sana.
Dari hakikat Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, kita jangan berharap
dapat melihat-Nya secara langsung dengan menggunakan indra apa pun. “Tidak
ada seorang pun yang pernah melihat Allah” (Yohanes 1:18a). Lagi firmanNya:
“Engkau tidak tahan memandang Wajah-Ku, sebab tidak ada seorang yang
memandang Aku dapat hidup” (Keluaran 33:20,23). Juga dalam 1 Timotius 1:17
dikatakan “Allah yang … tak nampak … ” Selanjutnya dikatakan: “Dialah satu-
satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak
terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat
melihat Dia” (1 Tim 6:16).
Jelaslah kalau manusia tidak dapat melihat Allah secara sempurna (bnd Rom 11:33-
36). Allah dalam totalitas-Nya memang masih merupakan misteri (bandingkan 1
Korintus 13:12). Jadi tidak mungkin manusia dapat memperoleh pengenalan yang
lengkap menyeluruh dan sempurna tentang Allah. Memiliki pengenalan sedemikian
tantang Allah sama artinya dengan memahami Allah sepenuhnya, dan hal ini sama
sekali tidak mungkin, sebab “finitum non posit capere infinitum” (yang fana tak
mungkin memahami yang kekal).

Tetapi bukan berarti Allah tidak memperkenalkan diri-Nya sama sekali. Allah dalam
rencana penyelamatanNya telah “menyatakan diri-Nya ” kepada manusia.
Terhadap pertanyaan: “Apakah Allah dapat dikenal?”, iman Kristen menjawab
dengan tegas: “Tentu! ”. Karena Allah telah menyatrakan atau memperkenalkan
diri-Nya. Dalam Roma 1:19, rasul Paulus mengatakan: “Karena apa yang dapat
mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakan-
Nya kepada mereka.”
Manusia dengan demikian (hanya) dapat mengenal Allah sejauh yang dinyatakan-
Nya atau diperkenalkan-Nya kepada manusia. Dalam Keluaran 3:14, Allah
memperkenalkan Diri-Nya sebagai “AKU ADALAH AKU ” (Ehyeh asyer
Ehyeh) artinya kita hanya dapat mengenal Allah sejauh yang telah Ia nyatakan atau
perkenalkan. Di luar itu Allah masih merupakan misteri.
• PENYATAAN ALLAH (WAHYU)
Kata penyataan merupakan terjemahan dari kata kerja Latin revelare (kata bendanya
revelation, bahasa Inggrisnya adalah revelation). Dalam bahasa Indonesia lebih
sering diterjemahkan dengan kata “wahyu ” (seperti halnya dengan kitab terakhir
dalam PB yang diterjemahkan nama “Wahyu ”). Namun pemakaian kata wahyu ini
dapat menimbulkan salah pengertian. Sebab kata ini berasal dari kata kerja Arab,
yang terutama berarti: “mengilhami/membisikkan mengenai sesuatu”; “perasaan
yang meyakinkan hati dan mendorong untuk diikuti tanpa diketahui darimana
datangnya”. Kata ini dapat menimbulkan kerancuan dengan pengertian “wahyu ”
dalam agama Islam, yaitu “ilham yang lebih tinggi ”. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia ada dua arti dari kata “ilham ”: (1) “Petunjuk yang datang dari Tuhan
yang terbit di hati ”; (2) “Sesuatu yang menggerakkan hati (untuk mengarang syair
dsb.) ”. Syeh Muhamad Abduh mengeartikan wahyu sebagai “pengetahuan yang
didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan penuh bahwa pengetahuan
itu datang dari Allah. ”
Hampir semua agama menyatakan bahwa Allah telah menyatakan atau
memperkenalkan diriNya pada manusia melalui cara “wahyu ” tersebut. Agama-
agama non-Kristen umumnya menyatakan bahwa cara Tuhan memperkenalkan
diriNya kepada mereka adalah dengan cara “bisikan illahi, ” yaitu: “Tuhan
memperkenalkan diriNya dan kehendakNya dengan membisikkan kehendakNya di
dalam hati sanubari manusia; kepada imam/pendeta (dalam agama suku murba), nabi
(dalam agama Islam), guru/kyai (dalam kebatinan), rsi (dalam agama Hindu) dsb.
Misalnya dalam agama Hindu diyakini bahwa dewa tertinggi Siwa dan Wismu
memperkenalkan diriNya/kehendakNya dengan bisikan. Kemudian dibukukan
dalam kitab “Weda” yang disebut “Sruti ” yang artinya “apa yang didengar ”.
Dalam Parisada Hindu Darma diyakini bahwa Weda berasal dari Sang hyang
Widhi Wasa yang didengar oleh para Maharesi dalam keadaan samadhi. Menurut
kitab “Purana” sebab yang menjadikan para rsi menerima “bisikan ilahi ” adalah
karena kekacauan. Dalam Kebatinan Pangestu diyakini bahwa r. Soenarto
Mertowedojo sedang solat dhaim kemudian terlena dan mendengar “bisikan ilahi ”
yang kemudian ditulis dalam kitab Serat Sangka Jati. Demikian pula dalam agama
Islam, panggilan Muhammad dalam S. 53:1-10; S. 96: 1-5; S. 74:15.
Berbeda dengan pengertian wahyu (penyataan) dalam iman Kristen. Kata wahyu
(penyataan) dalam Alkitab berasal darikata ibrani gillah, kata Yunani-nya
apokalypto. Di samping itu dalam PB juga digunakan kata Yunani phaneroun. Kata
gillah/apokalypto berarti “mengambil tutup/selubung sehingga nampak apa yang
tertutup/diselubungi ” (menyingkapkan, menanggalkan, membuka selubung,
menunjukkan yang tersembunyi, memberitakan tentang yang tidak dikenal).
Phaneroun berarti “terbuka” (munculnya apa yang tersembunyi). Hubungan
pengertian kedua kata tersebut adalah sbb.: Karena adanya tindakan apokalyptein
maka hasilnya adalah phaneroun.
Berdasarkan etimologi tersebut penyatan (wahyu) berarti :sesuatu yang semula
tertutup atau tidak diketahui, karena diselubungi menjadi dapat diketahui, karena
selubungnya telah disingkapkan”. Penyataan dapat berarti perbuatan
mengungkapkan atau membuka atau menyingkapkan. Tetapi istilah itu dapat pula
berarti apa yang diungkapkan atau dibukakan atau disingkapkan. Seringkali yang
ditekankan ialah pengertian yang aktif: penyataan terdapat dalam komunikasi Allah
dengan manusia: penglihatan yang diberikanNya, firman yang diucapkanNya dan
perbuatan yang dilakukanNya.
Allah sendiri membuka selubung-Nya. Allah keluar dari tempat “persembunyian-
Nya ”, memperkenalkan Diri kepada umat manusia. Ia menyingkapkan selubung
yang menutupi Diri-Nya. Allah menyatakan diri-Nya yang membuat Ia dikenal oleh
manusia. Allah yang “tersembunyi ” yang mendiami “terang yang tidak
terhampiri ” (1 Tim 6:16), muncul dari “ketersembunyian-Nya” yang kekal. Ia
datang kepada manusia dengan menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang hidup,
yang berfirman, yang bertindak. Allah tampil dalam sejarah.
Penyataan Allah yang khusus tersebut diberikan dalam bentuk atau cara yang
“manusiawi” atau anthropomorphism (antropomorfisme) (Yunani: anthropos –
manusia; dan morphe – bentuk), artinya berbicara tentang Tuhan seolah-olah Ia
adalah manusia. Bahasa antropomorfis (anthropomorphic) adalah semacam cara
berbicara yang dipakai Allah untuk membuat orang-orang mengerti Allah dengan
lebih baik. Allah yang tidak dapat dikenal oleh manusia karena Ia sama sekali
berbeda dengan manusia, tetapi Ia berkenan untuk menciptakan manusia menurut
gambar dan rupaNya. Gambar dan rupa yang diciptakan-Nya inilah yang dipakai
Allah untuk menyatakan diriNya kepada manusia. Allah dikatakan mempunyai mata
(Maz 11:4), telinga (Maz. 86:1), mulut (Ayub 11:5; Yes 58:14); tangan (Yos 4:24;
Maz 31:6) dsb. Ia bersorak-sorak (Yes 65:19), berjalan (Kej 3:8), bergirang (Yes
65:19), jemu (Maz 95:10), menyesal (Kej 6:6) dsb. Dengan cara demikian manusia
dapat menangkap penyataan Allah.
Allah menyatakan Diri-Nya, “membuka” Diri, berkomunikasi dengan cara yang
dapat diamati; menggunakan cara yang dapat didengar, dapat dilihat dan
menggunakan alat-alat indra lainnya dalam berkomunikasi, sehingga manusia
“mendengar suaraNya”, “melihat ” sejumlah penampakan diriNya atau
“merasakan” gempa bumi pada saat keheadiranNya. Cari ini disebut propositional
revelation, artinya Allah berkomunikasi dengan cara yang biasa dipakai manusia,
yakni dengan membuat penyataan yang dapat dimengerti oleh manusia.
Penyataan Allah yang khusus tidak sekedar “bisikan illahi ” dan diterima secara
“ subyektif ” atau selalu hanya diterima secara perorangan. Di dalam Alkitab dapat
dilihat berbagai bentuk penyataan Allah, seperti:
• Penampakan-penampakan Allah (theofani), misalnya penampakan dengan tanda-tanda
semak-duri, tiang awan, tiang api, awan yang padat, suara guntur, malaikat Tuhan
dsb. (Kel 3:2; 13:21; 14:19; 19:16-20 dsb.).
• Perbuatan-perbuatan/karya/mijizat Allah, misalnya tulah-tulah di Mesir, hujan manna, laut
Tiberau yang terbelah menjadi dua, air yang keluar dari batu karang dsb. (Kel 7:14
dst.; 14:31 dsb.);
• Suara Tuhan, misalnya Yes 6:8 dsb;
• Tulisan Tuhan, misalnya dalam loh batu (Kel 32:15-19), di dinding (Daniel 5:1-17) dsb.;
• Impian, seperti dalam Kej 28:12-15 dsb.;
• Penglihatan, seperti dalam II Raj 6:8-17; dsb.
Yesus Kristus adalah puncak penyataan/pewahyuan Diri Allah (Yoh 1:14, 18).
Dengan kata lain Penyataan Allah yang paling sempurna diberikan dalam Yesus
Kristus. Ia sekaligus adalah Pewahyu (pelaku), pewahyuan (proses aktif
penyingkapan), dan isi wahyu itu sendiri. Injil Yohanes adalah tulisan PB yang
paling kaya memuat ajaran mengenai wahyu (melalui kata-kata seperti kemuliaan,
cahaya, tanda, kebenaran, saksi, sabda “Akulah Dia”, dan terutama penjelmaan
Sang Sabda). Alkitab menyatakan bahwa penggenapan semua penyataan terdahulu
terjadi dalam Diri, karya dan perkataan Yesus Kristus (Ibrani 1:1-3). Dengan
Kristus dan zaman rasuli, penyataan/pewahyuan dasar sudah sempurna dan kita
hanya menunggu penyataan/pewahyuan terakhir dan mulia, parusia (Titus 2:13; 1
Yoh 3:2).
Tentu penyataan Allah tentang diriNya tersebut tidak adekwat (adequate) atau tepat
persis, hanya yang dapat ditangkap manusia. Manusia diciptakan “menurut gambar
dan rupa” Allah, dan gambar dan eupa ini dipakai untuk menyatakan Diri dan
Kehendak Allah kepada manusia. Jadi penyataan Allah tidak adekwat, artinya
terbatas pada “gambar dan rupa”. TEtapi tidak berarti bahwa penyatan ini sama
sekali berbeda dari Yang dinyatakanNya. Sebuah gambar –kalau baik- benar-benar
menunjuk kepada apa yang digambarkan, meskipun memang terbatas. Penyataan
Allah ini oleh rasul Paulus dalam 1 Kor 13:12 dikatakan dengan istilah “samara-
samar ”: “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang
samara-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku
hanya mengenal dengan tidak sempurna tetapi nanti aku akan mengenal dengan
sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” Memang gambar dan peta Allah ini rusak
karena dosa tapi tidak hilang. Penyataan Allah tidak dapat ditangkap manusia kalau
Roh Kudus tidak bekerja dahulu dalam hati orang.
Luther berulang kali mengatakan tentang Allah sebagai Deus Absconditus (Allah
yang tersembunyi), yang dibedakan dari Allah sebagai Deus Revelatus (Allah yang
dinyatakan). Dalam beberapa tulisannya, Luther bahkan mengatakan bahwa Allah
yang dinyatakan (penyataan Allah) masih juga Allah yang tersembunyi ditinjau dari
kenyataan bahwa kita tidak dapat sepenuhnya mengenal Dia bahkan melalui
penyataan khusus-Nya sekalipun.
Dalam penyataan khusus ini, Allah menyatakan Diri-Nya dalam rangka mau
menyelamatkan dan memperbaharui manusia dan ciptaan lainnya yang sesuai
dengan maksud dan rencana Allah. Penyataan itu tidak terjadi dalam satu waktu
tertentu saja dan diterima oleh seorang atau beberapa orang saja, tetapi meliputi
sejarah yang panjang, berabad-abad dan melibatkan banyak saksi primer yang
dipilih dan dikuduskan oleh Allah dan diberi kuasa untuk memberikan kesaksian
tentang apa yang telah mereka lihat, dengar, atau alami, sampai beberapa generasi.
Meskipun meliputi waktu yang panjang dan melibatkan begitu banyak manusia
dalam memberikan kesaksian penyataan Allah secara tertulis dalam bentuk kita-
kitab, namun kumpulan dari kitab-kitab tersebut merupakan satu buku (Alkitab)
yang memiliki satu “benang merah ” dan satu kesaksian serta satu maksud atau
tujuannya. Inilah bukti yang terkuat bahwa penyataan Allah dalam iman Kristen dan
kesaksianNya (Alkitab) bukan karangan manusia tetapi karya Allah sendiri yang
memimpin/mendorong/mengilhami alatNya, yaitu manusia untuk terlibat dalam
sejarah penyelamatan danb pembaharuan dari Allah.
Alkitab secara utuh menyampaikan penyataan Allah yang mencapai kepenuhannya
dalam Kristus. Penuturan kembali karya-karya Allah yang ajaib dalam Alkitab itu
karena peristiwa penyataan dalam kurun waktu sejarah tertentu tidak dimaksudkan
hanya untuk mereka yang menerima penyataan itu pada kurun waktu itu, tetapi
untuk manusia sepanjang waktu.
Itu sebabnya Allah berulang kali mengingatkan umat-Nya akan hal-hal yang telah
dilakukanNya untuk mereka. Tanpa penyataan Allah melalui tulisan (Alkitab),
sedikit sekali atau bahkan tidak ada orang yang mengerti penyataanNya melalui
karyaNya. Penyatan Allah, baik melalui karya maupun tulisan, memiliki tujuan
tertentu, yaitu agar ada dampaknya bagi mereka yang menerimanya. Mereka harus
memperhatikannya, mempelajarinya dan menanggapinya. Tujuan Allah yang
bersesinambungan menurut Alkitab adalah penyelamatan, yaitu untuk
menghapuskan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan akibat
kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan manusia pada keadaannya
semula. Setiap penyataan Allah bersifat menyelamatkan, karena tindakan-
tindakanNya yang “negative” sekalipun (artinya yang bersifat mengadili atau
menghukum) bertujuan mewujudkan kehendakNya yang penuh kemurahan.

Proses bagaimana manusia dapat mengenal (penyataan) Allah dapat digambarkan


dalam skema sbb.:

ALLAH
|
|
|
V
PENYATAAN ALLAH
Mencapai kepenuhannya dalam YESUS KRISTUS
(Yesus Kristus adalah Firman –Penyataan Allah- yang menjadi manusia,
merangkum segala perbuatan Allah sebelum dan sesudahnya)
|
|
|
V

SAKSI PRIMER
(Saksi mata/telinga dari Penyataan Allah,
yang dipilih dan dikuduskan oleh Allah berdasarkan anugerahNya,
diberi kuasa untuk menyaksikan apa yang telah mereka lihat, dengar dan alami)
|
|
|
V
MENYAKSIKAN/MENYAMPAIKAN PENYATAAN ALLAH
Ada yang mula-mula dalam bentuk tradisi lisan kemudian tertulis,
maupun langsung tetulis,
selanjutnya kumpulan kitab-kitab tertulis tersebut dikumpulkan menjadi jadilah
ALKITAB (KITAB SUCI)
Yaitu alat penyataan Allah
yang dituangkan ke dalam tulisan dengan dorognan atau ilham Roh Kudus,
itu sebabnya menjadi
PENYATAAN ALLAH MELALUI TULISAN
|
|
|
V
MENGENAL DAN BERSEKUTU DENGAN ALLAH

Anda mungkin juga menyukai