Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PAULUS: ETIKA YANG KRISTOLOGIS


(BAGIAN A&B)
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Etika Perjanjian Baru 2
Dosen Pengampu: Dr. Martje M. Panekenan, M.Th

Oleh:
1. GLORIA KOJOH (202041070)
2. BRILLY OGOTAN (202041235)
3. JEINI LIANA DAPI (202041305)

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON


FAKULTAS TEOLOGI KRISTEN PROTESTAN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Kristologi adalah ilmu tentang Kristus. Sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang Kristen
pada umumnya, Kristus adalah Allah yang mewujudkan diriNya dalam bentuk seorang manusia.
Walau pun Kristus adalah sosok yang illahi, namun keberadaanNya – dulu – dan paham
mengenai diriNya – sampai sekarang – sangat terkait dengan manusia ‘biasa’. Hal ini
dikarenakan adanya ‘penghayatan iman’ seseorang akan sosok yang diyakininya sebagai Kristus.

Dalam beberapa suratnya, Paulus seringkali menggunakan kata “Yesus Kristus” atau pun
“Kristus Yesus”. Banyak para ahli yang berpendapat bahwa Paulus mengadopsi tradisi-tradisi
iman Gereja purba. Namun, tampaknya seperti para pengarang Injil lainnya, Paulus tidak
meneruskan bahan tradisi begitu saja. Agaknya Paulus mewartakan Injil dengan segala
kepandaian yang ada padanya, baik yang diterima dari pendidikan Yunani di Tarsus maupun
dari teologi yang dipelajarinya di Gamaliel di Yerusalem. Dalam surat-suratnya, memang tidak
terlalu jelas bagaimanakah penghayatan iman Paulus akan “Yesus Kristus” atau “Kristus Yesus”.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. ASAS-ASAS ETIKA PAULUS


1. Indikatif dan Imperatif
Didalam Perjanjian Baru, terutama pada tulisan-tulisan Rasul Paulus dapat dilihat relasi
indikatif dan imperatif ini. Dimana moral dari hidup baru sebagai buah karya penebusan Allah di
dalam Kristus melalui Roh Kudus (indikatif) merupakan tuntutan (imperatif) bagi manusia. Yang
berarti, indikatif (hidup baru) mendahului imperatif (ketaatan).
Biasanya nisbah di soteriologi, yaitu ajaran-ajaran tentang keselamatan manusia oleh Allah dan
etika dijelaskan dengan menggunakan istilah "indikatif" atau "imperatif." Beberapa Surat
Paulus, yaitu Roma Galatia dan Tesalonika, dibagi di dua bagian yang berbeda. Paulus
didalamnya membedakan kedua bagian tersebut secara nyata, namun ada beberapa perkataan
dalam sejumlah perikop dimana keduanya digabung.
Misalnya di dalam bentuk “indikatif” memberitakan: “kita telah mati bagi dosa” (Roma 6:11)
namun dalam pihak lain rasul Paulus mengatakan bahwa: “Hendaklah dosa jangan berkuasa”
(Roma 6:12) dan sebagainya. Disini secara sekilas terlihat bahwa ada ketegangan antara apa
yang diberitakan Paulus dan apa yang dituntun dari pemberitaannya. Bagi Paulus etika
bukanlah reaksi manusia yang melengkapi karya Allah, melainkan menurut dia perbuatan-
perbuatan manusia pun digerakkan oleh dan didasarkan dalam Allah.
2. Dasar Kristologis
Pangkal tolak dan dasar etika Paulus adalah karya keselamatan, peristiwa kematian dan
kebangkitan Yesus, dengan Allah secara mutlak memberikan keselamatan kepada dunia ini di
dalamNya. Peristiwa kasih Kristus ini mempunyai kekuatan, sehingga manusia yang hidup untuk
Kristus, juga menyatakan kasih; bukan karena kewajiban etis belaka, melainkan berdasarkan
realitas kehidupan. Yesus ialah Tuhan, dan inilah pangkal tolak dan titik tujuan hidup untuk
orang Kristen and etika Kristen.
Paulus percaya bahwa Kristus adalah merupakan manusia. Untuk mengekspresikan gagasan
Yesus Kristus sebagai manusia, Paulus menggunakan beberapa istilah antropologi dalam
mendeskripsikan Kristus dan sejarah keselamatannya. Dalam Rom 5:15 dan 1 Korintus 15:21, ia
merujuk kepada Yesus Kristus sebagai manusia (anthropos), dibandingkan dan kontras untuk
manusia pertama, Adam.
Dalam bahasa Paulus, istilah "di dalam Kristus" dapat disamakan dengan "di dalam Tuhan."
Siapapun yang berada dalam Kristus tentu harus taat kepada Tuhannya.
Meskipun kelakuan orang Kristen selalu harus sesuai dengan kelakuan Kristus, namun hal ini
bukan suatu penyesuaian yang penuh. Motivasi Kristologis merupakan salah satu dasar bagi
parenese Paulus, sebagaimana nampak pada 2 Korintus 10:1 sesuai dengan inilah parenese
yang ada dalam surat Roma didasarkan, pada Kristologi (Roma 12:1-2).
Orang Kristen memang harus merendahkan diri, namun sebenarnya kelakuan Kristus disini
tidak mungkin dicontohi, sebab inti kerendahan Kristus sama sekali bermutu lain yaitu Kristus
merendahkan diri dengan tidak menganggap bahwa status ilahi itulah sebagai milikNya.
3. Dasar Sakramental
Menurut wikipedia, sakramen dalam gereja protestan dan katolik ialah upacara atau ritual
agama yang menjadi media atau simbol dari rahmat Tuhan yang tak terlihat.
Arti Sakramental itu menurut Paulus adalah menghadirkan peristiwa Kristus di tengah Jemaat.
Oleh sebab itu dasar serta mental dapat dianggap sebagai sub bagian dari dasar Kristologis. Ciri
khas Paulus dalam hal ini ialah bahwa dasar sakramental ini punya tujuan dan makna
Kristologis. Kristus menjadi Tuhan orang-orang yang di baptis agar mereka tidak takluk kepada
si diktaktor dosa, sehingga mereka dibebaskan oleh seorang Tuhan yang lebih kuat dan menjadi
hambaNya.
4. Dasar Pneumatologis-Kharismatis
Dasar ini dapat dianggap sebagai sub-bagian dari dasar kristologis, karena Roh adalah
kekuatan Allah dan eskatologis berada dibawah kewibawaan Kristus, seperti yang dikatakan
Paulus. Mneurut Paulus, Tuhan adalah satu yang hadir ditengah-tengah Jemaat dalam Roh.
Orang Kristen tidak dapat disamakan dengan Roh, Roh adalah kuasa yang ada diluar diri orang
Kristen, sehingga mukjizat-mukjizat Roh tidak dapat dimanipulasi atau dihadirkan sesuka hati.
Pandangan yang sering ditemukan dalam pembicaraan tentang Roh (kharisma) yang erat
kaitannya dengan pneuma (Roh) berdasarkan Roma 12:3, kharisma bisa dibilang sebagai
takaran kasih kepada masing-masing individu Kristen secara perseorangan (Efesus 4:7)
Dapat dikatakan bahwa setiap orang Kristen adalah pneumatis dan kharismatis, akan tetapi
hanya buah Roh yang didaftarkan surat Galatia saja yang bersifat kewajiban yang berlaku secara
umum buat semua orang Kristen.
5. Dasar Eskhatologis
Menurut Paulus, Kristologi adalah cakrawala yang memberi batas pada etika. Demikian pula
eskhatologi itu diberi batas oleh kristologi. Tentu saja batas tersebut nampak dalam dimensi
presentis eskhatologi Paulus, sebab justru peristiwa salib dan kebangkitan Yesus yang terjadi
pada kekinian itulah yang menjadi sebab-musabab peristiwa-peristiwa eskhatologis dan
perlintasan zaman. Dalam 1 korintus 7:29-31 membicarakan hidup baru orang Kristen yang
dibentuk oleh futuris. Keyakinan bahwa dunia yang baru telah nampak pada diri Kristus
membuat segala hal tercakup dalam karya kemenangan Kristus dan dalam Kerajaan Allah. Kita
dapat melihat bahwa ternyata pengharapan akan masa depan menjadi dasar etika Paulus.

B. GAYA DAN STRUKTUR HIDUP BARU


1. Hidup Kristiani: utuh, satu dan konkret
Pembebasan dan pembaruan manusia oleh Kristus, menurut Paulus adalah peristiwa utuh, yang
mencakup segala sesuatu sehingga apa yang mengalami perubahan adalah keberadaan
manusia yang seutuhnya.
Sehubungan menggunakan hayati Kristen yang utuh itu, maka parenese Paulus adalah
kesatuan, karena ketaatan yg dituntut tidaklah mungkin dibagi-bagi atas sekian banyak
tuntutan-tuntutan kecil.
Etika Paulus ini bersifat nyata & praktis. Paulus tidak menaruh tuntutan-tuntutan & aturan
hingga ke hal-hal yang kecil, sebagai akibatnya daftar yg diberikannya bukanlah daftar yg
paripurna & lengkap dimana Paulus melukiskan hayati berdasarkan daging & cara hayati
berdasarkan Roh. Banyaknya nasehat & tuntutan nyata tidaklah berarti bahwa etika Paulus
bersifat moralistis ataupun kasuistis, kebalikannya etika Paulus bersifat nyata & praktis.
2. Hidup rasuli dalam situasi serta kondisi yang serba aneka
Tekanan dalam situasi & syarat ini tidak boleh disalah-tafsirkan seolah-olah segala kelakuan
orang Kristen dipengaruhi situasi belaka.
Keaneka ragaman pada bidang etika wajib sinkron menggunakan situasi & syarat manusia,
namun keanekaan itu wajib diberi batas. Yakni meskipun tingkah laku etis berdasarkan dalam
kasih terhadap sesamanya, tetapi patokan kasih ini tidak berarti bahwa segala macam dosa
wajib diselimuti menggunakan kasih. Ternyata orang Kristen diberi ruang mobilitas bebas.
Menurut 1 Korintus 6:1 dst, malahan Paulus mendapat adanya kemungkinan buat merogoh
keputusan yang beragam menyangkut satu kasus tertentu.
Paulus berkata bahwa apabila seseorang berselisih menggunakan seseorang lain, terdapat
beberapa jalan keluar. Salah satu jalan keluar ditolak secara tegas sang Paulus, yaitu mencari
keadilan pada hadapan pengadilan orang bukan-Kristen. Namun masih ada dua jalan keluar yg
bisa diterima yaitu pertama ialah membuat seseorang Kristen mengurus masalah itu pada
lingkungan jemaat itu sendiri. Dan yang kedua, usahakan orang kristen tidak usah mencari
keadilan sama sekali, namun menderita atas ketidakadilan itu saja.
Maksud pada kemungkinan yang terakhir adalah lebih kepada kehendak Allah daripada usaha
untuk mencari keadilan, sebab adanya perkara itu sebenarnya berarti “kekalahan” terhadap
kehendak Allah.
3. Ketaatan yang bebas sesuai dengan suara hati dan akal budi
Dengan memperhatikan apa yang telah dikatakan diatas, maka boleh dikemukakan bahwa
dalam etika Paulus itu suatu pengambilan keputusan etis yang sesuai dengan suara hati itu
dianggap sangat penting.
Menurut Paulus suara hati adalah dimana seorang Kristen berhadapan dengan dirinya sendiri
dan mempertimbangkan perbuatan-perbuatannya secara kritis. Menurutnya, suara hati lebih
banyak berfungsi sebagai instansi kritis daripada instansi yang mengarahkan dan memberi
norma.
Baik akal budi maupun pengertian baik kebijaksanaan maupun pengetahuan, memainkan peran
penting dalam etika Paulus. Maka sikap etis yang mendasar menurut Paulus ialah suatu cara
berpikir yang disusul dengan perbuatan sehingga peranan suara hati dan akal budi juga sama
pentingnya dalam mengambil keputusan etis yang benar.

C. TINJAUAN ETIS
Kristologi suatu penghayatan seseorang akan Kristus. Dalam iman Kristen, Yesus-lah yang
diimani sebagai Kristus. Yang namanya penghayatan hidup, pastinya tidak akan lepas dari
konteks di mana orang itu berada. Sama seperti Paulus, di tengah-tengah konflik, perseteruan,
pertikaian, dll. Paulus menghayati Kristus sebagai rekonsiliator. Dengan kata lain, Kristus adalah
“alat” pendamaian Allah dengan manusia, di mana Allah-lah yang mempunyai inisiatif
pendamaian.
Bisa dikatakan Kristologi Paulus, yaitu Kristus sebagai rekonsiliator, sangat kontekstual. Dalam
artian, Kristologi Paulus berangkat dari konteks jemaat di mana dia melakukan pelayanannya.
Penghayatan terhadap Kristus bagi Paulus bukanlah sekedar refleksi yang hanya ada dalam hati
mau pun pikiran, namun juga ada dalam pewartaannya dalam Injil dan itu menggambarkan
Etika Paulus yang Kristologi.
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN
Kristologi adalah jantung teologi Paulus. Kristus telah mengubah pandangan paulus dalam
melihat semuanya, termasuk kisah tentang Allah dan umat-Nya yang merupakan dua doktrin
menonjol dalam latar belakang keyahudian Paulus yang kuat.
Dalam makalah ini terdapat prinsip-prinsip bagi orang kristen lewat etika paulus yang kristologis
kita mengikuti keteladanannya untuk mengikut Kristus dan memuliakan Allah.
Dengan demikian, kristologi Paulus, khususnya sebagaimana tercermin dan dipahami dalam
kisah Tuhan dan umat-Nya memang penting diterapkan dalam ajarannya sebagai dasar segala
sesuatu.

DAFTAR PUSTAKA

 Napel, Henk Ten. 2006. Jalan yang lebih utama lagi : Etika Perjanjian Baru. Jakarta : BPK Gunung
Mulia
 Bultmann, Theology, ll, hal. 333
 J.J.W. Gunning, Surat Galatia, BPK Jakarta 1979, hal. 108 dyb.
 http://cuteyonha.blogspot.com/2012/12/kristologi-rasul-paulus.html

Anda mungkin juga menyukai