Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Tafsir merupakan bagian dari khazanah intelektual islam dalam
memahamai sumber ajaran islam, sejalan dengan perkembangan zaman
tafsir telah berkembang sesuai dengan perspektif yang digunakan oleh
seseorang maupun kelompok tertentu dalam memahami sumber tersebut
yaitu kitab suci Al-Quran. Hal demikian dikenal juga dengan istilah
Mazahibut Tafsir, yang berbicara tentang bagaiaman setiap dari mereka
memahami dan menginterpretasikan setiap makna kata sehingga satu
kata memiliki ragam tasfir dan pemahaman dengan berbagai kepentingan
yang disungnya.
Dalam Mazahibut Tafsir, sebagaimana yang telah kita ketahui
bersama, bahwa aliran-aliran dalam tafsir memiliki corak tertentu sesuai
dengan perspektif yang mereka gunakan. diantaranya dari sudut pandang
disiplin ilmu pengetahuan seperti tafsir ilmi, tafsir linguistik, tafsir ekologi
dan lain sebagainya. Maupun dari sudut pandang idelogi keagamaan atau
teologi. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini, penulis mencoba
membahas tafsir dari sudut pandang teologi yaitu tafsir syiah. Untuk
mengetahui penjelasan lebih detail tentang tafsir syiah dapat dilihat
dalam makalah ini.
B Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar Belakang munculnya tafsir syiah ?
2. Bagaimana corak dan metode penafsiran syiah ?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan tafsir syiah ?
C Tujuan Penulisan
1 Untuk mengetahui Latar Belakang munculnya tafsir syiah
2 Untuk mengetahui corak dan metode penafsiran syiah
3 Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir syiah

Tafsir Syiah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Syiah


Dalam pembahasan ini, sebelum mengetahui apa itu tafsir syiah,
terlebih dahulu kita perlu mengetahui arti dari masing-masing kata
tersebut, terdapat dua kata yaitu tafsir dan syiah. Pengertian tafsir,
seperti yang dikatakan oleh Dr.H. Abdul Mustaqqim bahwa tafsir adalah
suatu hasil pemahaman atau penjelasan seorang penafsir, terhadap AlQuran yang dilakukan dengan menggunakan metode atau pendekatan
tertentu, dengan tujuan untuk memperjelas suatu makna ayat-ayat AlQuran atau menguraikan berbagai dimensi dan aspek yang terkandung
dalam Al-Quran, sesuai dengan kemampuan manusia memahaminya.1
Sedangkan kata syiah, secara etimologi bersal dari kata syiiy yang
berarti kelompok atau golongan, dapat digunakan untuk seseorang, dua
orang atau jamak baik pria maupun wanita. Sedangkan menurut Ahmad Al
Waili, syiah menurut bahasa adalah pengikut atau pembantu.2
Adapun diantara dalil tentang syiah, sekaligus menjadi pegangan bagi
golongan syiah yaitu seperti dalam Firman Allah swt surat Ash-Shaffat
ayat 83 :


Artinya : dan Sesungguhnya Ibrahim benar-benar Termasuk golongannya
(Nuh).
Menurut Dr. Fuad Muhammad Fachruddin mengatakan bahwa kata
syiah merupakan kata yang diartikan oleh golongan tersebut berdasarkan
Firman Allah swt dalm surat Al-Anam ayat 159 :
1 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran (Yogyakarta: Adab Pres,
2012), hal.3.
2 Fadil Suud Jafari, Islam Syiah (Malang: Uin-Maliki Press, 2010), hal.19.

Tafsir Syiah




Artinya :

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya

dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung


jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah
terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka perbuat.
Jadi, secara etimologi kata syiah dari beberapa pengertian dan dalil
diatas dapat dipahamai bahwa syiah adalah pengikut atau kelompok.
Secara terminologi, menurut Asy-Syahrastani mengatakan syiah
adalah kelompok masyarakat yang menjadi pendukung Ali bin Abi Thalib.
Mereka berpendapat bahwa Ali adalah imam dan khalifah yang ditetapkan
melalui wahyu dan wasiat Rasululah, dan imam tidak boleh keluar dari
jalur keturunan Ali dan jika terjadi imam bukan dari keturunan ali, hal itu
merupakan kezhaliman dari orang lain.3
Sedangkan menurut An-Nubakhti dalam kitabnya Al-Firaq Wa Al-Maqalat
yang dikutip oleh Abu Bakar Aceh mengatakan syiah itu adalah suatu
golongan yang terdapat dalam islam, baik dalam masa nabi maupun
sesudah nabi wafat, dikenal dengan ketaatannya dalam keputusan dan
keimanannya, seperti yang diperbuat oleh Miqdad Ibn Aswad, salman AlFarisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Jundub Ibn Judadah Al-Ghifari, Ammar bin
Yassar, dan orang-orang inilah yang simpati kepada Ali bin Abi Thalib.
Orang-orang

inilah

yang

mula-mula

menggunakan

kata

syiah

sebagaimana dimasa silam orang mengatakan kata syiah itu bagi


pengikut Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi lain.4
Dengan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa tafsir syiah
adalah suatu bentuk hasil penafsiran yang dilakukan oleh golongan syiah
terhadap Al-Quran dengan menggunakan metode dan pendekatan
tertentu.
3 Asy-Syahrastani, Al-Milal Wa Al-Nihal (Surabaya: PT Bina Ilmu,tt), hal.124.
4 Abu Bakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syiah Rasionalisme dalam Islam
(Semarang: CV Ramadhani, 1980), hal.10

Tafsir Syiah

B. Latar Belakang Tafsir Syiah


Sebelum membahas latar belakang atau tujuan munculnya tafsir
syiah, kita juga harus mengetahui terlebih dahulu latar belakang
munculnya aliran syiah, karena menurut Ignaz Goldziher ketika ia
mengatakan tentang apa tujuan yang ingin dicapai oleh penganut aliran
syiah dengan memasukan kepentingan sekte keagamaan serta prinsipprinsip dasar mereka dalam penafsiran Al-Quran. Sebab, menurut
pandangan

beliau

mengupayakan
menetapkan

tokoh-tokoh

secara

agama

sungguh-sungguh

prinsip-prinsip

dasar

yang

dari

golongan

dan

ini

belum

proporsional

untuk

membedakan

keyakinan

keagamaan dan politik. Sedangkan, wilayah yang menjadi perdebatan


pada saat itu berbentuk politik yang hanya terbatas pada upaya-upaya
penolakan

terhadap

kepemimpinan

golongan

Ahli

Sunnah,

dengan

melakukan rongrongan untuk menolak kepemimpinan kehalifahan di


bawah dinasti Umayyah dan Abbasyiah. Sehingga, munculah gagasan
mereka tentang kesucian atas diri sahabat Ali bin Abi Thalib serta para
Imam Syiah.5
Ada beberapa pendapat menganai latar belakang munculnya aliran syiah
yang pada umumnya berawal dari persoalan politik, yaitu:
Pedapat pertama, yaitu pendapat mutakallimin dan penulis-penulis
syiah. Mereka ini berpendapat bahwa syiah lahir di masa Nabi saw, dan
bahwa kesyiahan sejak semula telah berjalan berdampingan dengan
Islam Perkataan al-Ustadz Muhammad al-Husain Ali Kasyif al-Ghitha:
Sesungguhnya orang pertama yang menaburkan benih kesyiahan dalam
ladang Islam adalah pembawa syariat itu sendiri. Beliaulah yang
bekeinginan sendiri agar benih kesyiahan itu tertanam bersama dengan
benih Islam sebelah menyebelah, sama rendah dan sama tinggi. Tak
putus-putusnya beliau merawat dan menjaganya dengan siraman dan
pertolongan sehingga benih itu tumbuh dengan subur dalam masa
hiudpnya dan berubah setelah wafatnya.

5 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir:Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: Elsaq


Press, 2012), hal. 315.

Tafsir Syiah

Demikianlah pendapat syiah, baik yang dahulu maupun yang


sekarang. Sedangkan kita tidaklah berpendapat seperti itu, karena
sesungguhnya kelompok syiaah, dan semua kelompok lainnya semua
tumbuh dalam situasi dan kondisi serta peristiwa-peristiwa yang terjadi
setelah wafatnya Rasulullah saw. Tegasnya, di masa Nabi tidak pernah ada
sunnah ataupun syiah dengan artian yang dikenal sekarang ini. Karena
seungguhnya Rasulullah saw datang dengan membawa ajaran agama
yang semua penganutnya berpegangan pada ayat di bawah ini:

Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.


Pendapat kedua, pendapat ini menyatakan bahwa syiah lahir pada
hari Tsaqifah. Pendapat ini disandarkan pada pernyataan sekelompok
sahabat pada hari tersebut, atas wajibnya kedudukan imamah atas Ali ra.
Pendapat ketiga, pendapat ini menyatakan bahwa syiah lahir pada
saat terbunuhya khalifah Utsman bin Affan ra.
Pendapat keempat, pendapat inimmenyatakan bahwa syiah bermula
pada peristiwa perang berunta (waqiatul jamal)
Pendapat kelima, pendapat ini menyatakan bahwa syiah lahir pada
Yaumut Tahkim (Hari arbitrasi antara pihak Ali dan Muawiyyah dalam
perang shiffin).6
Dari kelima pendapat diatas, dari berbabagai literatur menyebutkan
bahwa yang lebih masyhur dan umum, latar belakang munculnya aliran
syiah ini sesuai dengan pendapat kelima yaitu disebabkan oleh peristiwa
tahkim antara golongan Ali dan Muawiyyah dalam perang shiffin.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa awal kemunculan aliran syiah
tidak lebih didasarkan pada persoalan politik, lalu kemudian mereka
membawa persoalan tersebut kedalam persoalan keyakinan keagaman
salah

satunya

persoalan

mengenai

penafsiran

al-quran

dengan

menggunakan prinsip-prinsip menurut kepentingan sekte keagamaan


aliran mereka.
C. Tokoh-Tokoh Tafsir Syiah
Persoalan mengenai ahli tafsir

syiah, baik orang syiah maupun

sunni menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai ahli tafsir Al-Quran yang
6 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.120.

Tafsir Syiah

pertama dalam sejarah Islam, dan Ali diklaim sebagai imam dalam aliran
syiah. selanjutnya, Sahabat Rasulullah saw yang lain adalah Ubay bin
Kaab dan Abdullah bin Abbas dengan tafsirnya Tafsir Ibn Abbas yang
dijadikan oleh orang syiah sebagai kitab tafsir dalam menguatkan
ideologi mereka.
Dalam golongan tabiiin, adapun ahli tafsir syiah diantaranya
adalah Maisam bin Yahya At-Tamanar (w. 60 h), Said bin Zubair (w. 94 h),
Abu Saleh Miran, Thaus Al-Yamani (w.106 h), dan Ibn Qutaibah. Dan juga
terdapat ahli tafsir lainnya seperti Imam Muhammad Al-Baqir (w. 114 h),
Jabar bin Yazid Al-Jufi (w. 127 h), Hisyam bin Muhammad As-Said Al-Kalbi
(w. 206 h), Hasan bin Mahmud As-Sarad (w. 224 h), Abu Usman Al-Mazani
(w. 248 h), Farrad Bin Ibrahim, Husain bin Said Al-Ahwazi, Hasan bin Khalid
Al-Barqi, Hasan bin Asadi dan lain sebagainya.7
Ignaz Goldziher mengatakan bahwa kitab pertama yang meletakan dasardasar (prinsip-prinsip) mazhab syiah adalah kitab tafsir Al-Quran yang
dikarang pada abad kedua hijriyah oleh Imam Al-Jabir Al-Jufi (w.128 H),
tetapi kitab ini tidak ditemukan dan tidak diketahui kecuali melalui cerita
sepotong-sepotong. Kemudian pada abad ketiga hijriyah mungkin kitab
tafsir yang paling tua adalah kitab Bayan As-Sadat Fi Maqam Al-Ibadah
karya Sulthan Muhammad bin Hajar Al-Bajakhti selesai kitab ini ditulis
pada tahun 311 H, dan telah dicetak di teheran pada tahun 1314 H.8
Disamping itu, sejalan dengan perkembanagan zaman telah banyak
bermunculan kitab-kitab tafsir syiah diantaranya adalah At-Tibyan Jami
Likulli Ulumil Quran karangan Ath-Thusi, Raudhul Jannati fi Tafsir AlQuran karangan imam Abu Futuh Ar-Razy Al-Husain, Majmaul Bayan fi
Tafsir Quran karangan Ath-Tabrisi, Ash-Shafi fi Tafsiril Quranil Karim
karangan Muhammad bin Asy-Syaah, Tafsir Al-Quran karangan Abdullah
bin Muhammad, Fathul Qadir karangan Imam Asy-Syaukani, Amtsal fi
7 Abu Bakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syiah Rasionalisme dalam Silam
(Semarang: Cv Ramadhani, 1980), hal.155-156
8 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir:Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: Elsaq
Press, 2012), hal.335.

Tafsir Syiah

Tafsir Kitabillah karangan Nashr Makarim As-Shirazy, dan Al-Mizan fi


Tafsiril Quran karangan Muhammad Tabatabai.
D. Corak dan Metode Penafsiran Syiah
Mengenai

corak

penafisran

syiah,

sudah

tergambar

pada

pembahasan di latar belakang penafsiran Syiah yaitu bercorak sektarian


(kepentingan kelompok). Untuk metodenya,

secara garis besar penulis

membagi dua pokok kajian dalam pembahasan ini yaitu pertama, metode
penafsiran Al-Quran aliran syiah secara umum. Kedua, metode penafsiran
Al-Quran menurut cabang-cabang dalam Aliran Syiah. Karena,

Syiah

memiliki cabang aliran yang sangat banyak, secara umum terdapat empat
golongan

besar

yaitu

Al-Kisaniyah

(Al-Mukhtariyah,

Al-Hasyimiyah,

Bayaniyah, dan Rizamiyah), Zaidiyah (Al-Jarudiyah, As-Sulaimaniyah, dan


As-Shalihiyah), Imamiah (Itsna Asyariyah dan Ismailiyah) dan Ghulat.9 dan
akan tetapi penulis hanya menjelaskan cabang aliran syiah yang
terpenting saja yaitu aliran Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiah (Itsna
Asyariyah dan Ismailiyah).
Pertama, metode secara umum yang digunakan oleh Aliran Syiah dalam
menafsirkan Al-Quran diantaranya adalah mereka menggunakan sumber
tafsir yang bil matsur dan bi rayi, serta menggunakan metode tawil.
Kedua, secara khusus adapun metode penafsiran yang digunakan
oleh masing-masing cabang dalam aliran syiah, dan yang akan dibahas
adalah aliran Syiah Zaidiyah dan Imamiah (Imamiah Itsna Asyariyah dan
Imamiah Ismailiyah).
1. Syiah Zaidiyah
Kelompok ini adalah pengikut Imam Zaid bin al-Husain ra, yang
mendukung dan mengikuti beliau. Mereka pula yang mendorong beliau
untuk memberontak menentang Khalifah Dinasti Umayyah, Hisyam bin
Abdul Malik. Dikatakan bahwa penyebab lahirnya para pengikut beliau itu
ialah ketika berkecamuknya peperangan anatara beliau dan Yusuf binAmr
as-Saqafi, seorang gubernur khalifah Hisyam bin Abdul Malik, dan para
pengikutnya yang telah berjanji setia kepada beliau.10
9 Asy-Syahrastani, Al-Milal Wa Al-Nihal (Surabaya: PT Bina Ilmu,tt), hal.124.

Tafsir Syiah

Kelompok syiah Zaidiyah adalah orang-orang yang yang moderat


dalam pandangan dan prinsip-prinsip mereka. Mereka adalah kelompok
syiah yang paling dekat kepada Ahlus Sunnah.
Aliran syiah zaidiyah memiliki metode penafsiran al-quran yang bersifat
moderat, yaitu lebih dekat dengan paham ahlu sunnah wal jamaah dan
juga dipengaruhi oleh aliran Mutazilah. Dapat dibuktikan pada salah satu
sumber kitab tafsir zaidiyah yaitu Fathul Qadir karangan Imam AsSyaukani, yang mana beliau menggunakan metode gabungan antara bil
matsur dan bi rayi. Dan sumber tersebut beliau juga merujuk kepada
kitab tafsir lain seperti Al-Qurthubi dan Az-Zamakhsyari. Contoh ayat
tafsiran beliau surat Ali Imran ayat 169 :



Artinya : janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat
rezki.
Menurut Imam Asy-Syaukani, orang-orang mati syahid itu benarbenar hidup secara hakiki, bukan majazi, dan mereka diberi rezki di sisi
tuhan mereka. disamping itu, beliau juga menyebutkan pendapatpendapat para ulama mengenai orang-orang yang mati syahid, seperti
pendapat jumhur ulama bahwa mereka itu hidup dengan hidup yang
sebenarnya dan bersenang-senang dengan nikmat Allah.
2. Syiah Imamiah
Kelompok ini adalah kelompok-kelompok yang mempromosikan
keimaman Ali ra langsung sesudah Rasulullah Saw, dan menyatakan
bahwa terdapat dalil-dalil yang shahih dan eksplisit mengenai keimaman
Ali. Adapun jalur para imam menurut golongan ini adalah Ali bin Abi
Thalib, kemudian dilanjutkan oleh anaknya Hasan, kemudian Husain,
ditersukan oleh anaknya Zainal Abidin, kemudian anaknya Muhammad AlBaqir, dan dilanjutkan oleh anaknya Jafar Ash-Shadiq.11

10 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi


Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.122.

Tafsir Syiah

Selanjutnya,

terjadi

persilisihan

pendapat

mengenai

siapa

selanjutnya yang berhak menjadi imam setelah itu. Sehingga, munculah


berbagai kelompok, akan tetapi terdapat dua kelompok yang masyhur
seperti kelompok yang dibawah ini.
a) Imamiah Itsna Asyariyah
Kelompok syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (yang disebut juga syiah
jafariyah) berpendapat bahwa setelah Jafar As-Shidiq, imamah berpindah
kepada puteranya, Musa al-Khazim, lalu kepada puternya, Ali ar-Ridha,
kemudian kepada anaknya Muhammad al-Jawad, selanjutnya kepada
puternya, Ali al-Hadi, berlanjut kepada puteranya, Hasan al-Asykari,
kemudian kepada puteranya, Muhammad al-Mahsi al-Muntazhar (al-Mahdi
yang ditunggu-tunggu) yang terakhir ini adalah imam yang kedua belas.
Kaum

Syiah

Itsna

Asy-Ariyah

memiliki

banyak

tokoh-tokoh

pengarang tafsir yang kitab-kitabnya memenuhi perpustakaan Islam.


menurut Dr. Mahmud Basuni Faudah, banyak kitab-kitab tafsir Syiah Itsna
Asy-Ariyah yang telah ikut berjasa dalam menafsirkan kitabullah taala
dan tegak bersama saling bahu-membahu dengan kitab-kitab tafsir Ahlus
Sunnah Wal Jamaah.

Diantara kitab-kitab tafsir karangan mereka itu

adalah dua kitab tafsir besar seperti At-Tibyanu fi Ulumil Quran karangan
Imam Ath-Thusi dan Majmaul Bayan fi Tafsiril Quran karangan AthTabrisi.12
Dalam kaitannya dengan penafsiran Al-Quran, aliran ini memiliki metode
tersendiri dalam menafsirkan ayat Al-Quran. Akan tetapi, penulis
mengambil contoh metode penafsiran dalam kitab tafsir Ath-Tabrisi.
Dalam kitab tafsirnya beliau menggunakan berbagai metode salah
satunya adalah mengedepankan akan kebenaran sekalipun kadangkadang beliau terpaksa menentang pendapat mazhabnya sendiri dan
berpaling dari akidah-akidahnya yang yang bersifat fanatisme terhadap
golongan,

dan

ini

berbeda

dengan

kelompok

syiah

lainnya.

Ini

11 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi


Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.123-124
12 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.122

Tafsir Syiah

menunjukan sikap moderat beliau ketika menafsirkan ayat Al-Quran,


bahwa beliau dalam mengutip riwayat sahabat tidak terikat pada kaidah
tafsir syiah yang harus dikutp adalah riwayat imam syiah, akan tetapi
Ath-Tabrisi juga mengambil riwayat-riwayat sahabat di luar syiah yang
beliau anggap benar, seperti Aisyah, Umar dan Abu Bakar.

Sehingga,

sikap beliau ini dekat dengan pandangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.13
Sebagai contoh, dapat kita lihat penafsiran beliau dalam surat al-waqiah
ayat 10:


Artinya : dan orang-orang yang paling dahulu.
Ayat ini menurut beliau, tafsirannya adalah yang dikatakan dengan
orang-orang yang paling dahulu adalah orang-orang yang paling dahulu
beriman. Pendapat ini diriwayatkan oleh Muqatil dan Ikrimah. Sedangkan
riwayat dari ibn abbas menafsirkannya sebagai orang-orang yang paling
dahulu hijrah. Ali bin Abi Thalib menafsirkannya sebagai orang-orang yang
paling bersegera dalam melaksanakan shalat lima waktu. Juga dikatakan
bahwa mereka adalah orang yang paling segera melakukan jihad fi
sabilillah, seperti yang diriwayatkan dari Adh-Dahak. Juga dikatakan,
mereka adalah orang-orang yang bersegera bertaubat dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, sebagaimana yang diriwayatkan dari
Said bin Jubair. akhirnya diriwaytkan dari Ibn Kaisani, bahwa yang
dimaksud dengan orang-orang yang paling dahulu adalah mereka yang
yang paling dahulu mengerjakan seruan Allah, dan ini adalah pendapat
yang paling utama, karena meliputi semua pendapat yang lain.
b) Imamiah Ismailiyah
Adapun kelompok Syiah Ismailiyah mereka berpendapat bahwa
imamah setelah Jafar ash-Shiddiq berpindah kepada puteranya Ismail,
yang berdasarkan nash bapaknya, lalu berpindah kepada puteranya,
Muhammad

al-Maktum,

yang

merupakan

imam

yang

pertama

menghilang. Imam-imam sesudah dia semuanya bersembunyi, sampai


meraka mendakwakan Abdullah, kepada kaum Fatimiyyah, sebagai imam.
Syiah imamiyah Ismailiyyah terkenal pula dengan bermacam-macam
13 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.172

Tafsir Syiah

10

sebutan diantaranya; Bathiniyah, Qaramithah, Haramiyah, Sabiiyah, dan


lain-lain.14
Aliran syiah ismailiyah, disebut juga dengan aliran bathiniyah karena,
menurut mereka Al-Quran itu mempunyai dua makna, yaitu makna zhahir
dan makna bathin. Sedangkan yang dikehendaki adalah makna bathinnya,
karena makna zhahir itu sudah cukup dimaklumi dari ketentuan bahasa
(lughawy).15 Dalam hal ini mereka berpegang pada firman Allah swt dalam
surat Al-Hadid ayat 13:

..

Artinya : lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu.


di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada
siksa.
Sehingga mereka mengatakan, orang yang berpegang teguh pada makna
zhahir akan mendapatkan siksaan oleh hal-hal menyulitkan dalam
kandungan kitab suci. Sedangkan kalau mengambil pada makna batinnya
akan mengarahkan kepada rahmat dan kemudahan dalam mengamalkan
isi kitab tersebut.
Dalam

menawilkan

ayat-ayat

menawilkannya secara keseluruhan. Akan

Al-Quran,

mereka

tidak

tetapi, hanya sebagian ayat

saja menurut selera mereka. sehingga tidak ada tokoh-tokoh dari


golongan mereka membuat kitab tafsir yang menafsirkan ayat Al-Quran
secara keseluruhan.
Adapun contoh tafsiran aliran Syiah Ismailiyah yang menggunakan
makna bathin, seperti dalam firman allah surat al-ankabut ayat 45:

.. ..
Artinya : Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar.

14 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi


Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.124.
15 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.221

Tafsir Syiah

11

Menurut aliran mereka, kata shalat berarti punutur (an-nathiq) yaitu


Rasulullah saw. Tawilan mereka lainnya seperti: menawilkan wudhu
adalah kepemimpinan imam, tayammum adalah pengganti imam yang
berwewenang di saat imam yang menjadi hujjah sedang tidak ada, kabah
adalah nabi, shafa adalah nabi, marwa adalah ali, thawaf tujuh kali
melambangkan kepemimpinan imam yang tujuh.16
E. Contoh Ayat dalam Penafsiran Syiah
Pada pembahsaan ini, penulis mencoba mengambil salah satu ayat yang
ditafsirkan oleh aliran syiah, yang mana ayat ini menurut penulis sangat
penting dalam ajaran aliran syiah, yaitunya ayat tentang nikah mutah.
Firman allah swt dalam surat An-Nisa ayat 24:







Artinya :

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,

kecuali budak-budak yang kamu milik (Allah telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini
bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri)
di

antara

mereka,

berikanlah

kepada

mereka

maharnya

(dengan

sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu


terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Sebelumnya, kita perlu mengetahui apa itu nikah mutah itu sendiri.
Mutah

berarti

santai

untuk

bersenang-senang

semata

sedangkan

perkawinan adalah satu lembaga yang penuh tanggung jawab untuk


menjaga kaum wanita dan keturunan dalam keadaan layak, sopan dan
16 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir (Bandung: Pustaka, 1987),hal.223

Tafsir Syiah

12

budi pekerti. Perkawinan mutah adalah perkawinan yang munqathi


(terputus) tujuannya adalah untuk memperoleh kesenangan (al-mutah).17
Nikah mutah merupakan suatu ajaran yang telah mentradisi bagi
golongan syiah. Dalam memahamai dibolehkannya nikah mutah bagi
golongan syiah, penulis mencoba menguraikan alasan maupun pendapatpendapat mereka tentang dibolehkannya nikah mutah. Oleh sebab itu,
penulis

mengambil

pendapat

salah

seorang

seorang

tokoh

syiah

Tabatabai yang mana ia adalah pengarang kitab Tafsir Al-Mizan.


Tabatabai dalam memahami firman allah diatas, awalnya ia
menjelaskan dari sudut pandang lughawy nya, menurut belaiu dhamir
bahwa ( Ma) itu merupakan dengan lafadz yang
merupakan

dan

dhamir

kembali

pada

dan

menjadikannya makna barang siapa yang telah bernikmat-nikmat dengan


wanita. Adapun lafadz merupakan cabang dari lafadz-lafadz
yang terdahulu karena adea huruf Fa yang merupakan cabang dari
sebagian ( )atas keseluruhan ( )atau cabang dari atas
tanpa adanya keraguan. Maka yang dimaksud kalam yang terdahulu,
yakni
Dengan menjelaskan makna dhamir diatas menurut Tabatabai
bahwa lafadz dalam ayat ini merupakan ayat tentang nikah
mutah tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesungguhnya ayat ini merupakan
ayat madaniyah yang diturunkan setelah Nabi hijrah.
Disamping itu, Tabatabai juga mengambil tafsir dari mufassir
terdahulu, Sahabat atau tabiin seperti Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Ibn Kaab
Qatadah, Mujahid, al-Sudi, Ibnu Jubair, Hasan dan sebagainya, dan
mereka itu merupakan imam-imam ahl al-Bait sebagaimana telah
disebutkan diatas, bahwa Q.S. an-Nisa: 24 merupakan ayat tentang nikah
mutah.
Mereka menjelaskan bahwa ( sin) dan ( ta) dalam lafadz
adalah untuk menguatkan atau yang mengandung arti
atau perintah untuk bermutah, dan yang demikian bahwa kata ini
mengandung makna nikah mutah dan diketahui secara bersirat menurut
17

Tafsir Syiah

13

makna lughawi, dan dalam pikiran orang yang mendengar bacaan ayat
tersebut pasti akan memahami bahwa ayat itu megandung makna nikah
mutah.
Tabatabai

menjelaskan

lebih

lanjut

tentang

maharnya

nikah

mutah. Bahwa sesungguhnya mahar diberikan atau diserahkan dengan


sisa hartanya pada waktu akad nikah dan tidak membayarnya ketika
orang itu bersenang-senang atau setelah dukhul. Tentang mahar ia
mencukupkan bahwasanya sampai disini, karena ia menyatakan bahwa
banyak ayat al-Quran yang menerangkan tentang mahar.
Tabatabai juga menyertakan beberapa hadist yang memperkuat
pandangan mengenai nikah mutah, diantaranya adalah dalam kitab alKafi dengan sanad Abi Basir, ia berkata: saya bertanya tentang nikah
mutah kepada Abu Jafar dan dia menjawab: dalam al-Quran turun ayat
. sedangkan di
dalamnya juga dengan sanad Abu Umar dari orang yang telah ia
sebutkan, dari Abi Abdillah ia berkata; bahwa yang diturunkan ayat
sebenarnya adalah:
Dalam salah satu riwayat dari Ibnu Muhammad bin Muslim dari Abu
Jafar disebutkan bahwa, Jabir bin Abdullah telah berkata bahwa orangorang muslim beserta Rasulullah telah berperang dan beliau telah
menghalalkan nikah mutah,

tidak mengharamkan. Sedangkan Ali r.a

berkata: jika saya tidak didahului oleh Umar bin Khattab, maka tidak
akan berzina kecuali orang yang merugi sementara itu Ibn Abbas berkata
: maka apa yang kamu perbuat (bersenang-senang) dengan perempuan
itu sampai masa berikanlah mereka imbalannya

sebagai kewajiban.

Mereka semua tidak percaya dengan mutah sementara Rasulullah telah


menghalalkannya dan tidak mengharamkannya.
F. Kelebihan dan Kekuranga Tafsir Syiah
Adapun kelebihan dan kekurangan dari tafsir syiah, penulis hanya
menyebutkan secara umum saja. Kelebihan dari dari tafsir syiah menurut
penulis salah satunya adalah mereka sangat menjunjung tinggi pada
tawil yang shahih terhadap Al-Quran, walapun mereka menganggap
bahwa tawil yang benar dan shahih hanya bisa yang dilakukan oleh para
Tafsir Syiah

14

imam syiah. Merekalah yang selalu memulai dalam telaah-telaah


penafsiran syiah, karena mereka dianggap sebagai sumber otoritatif yang
paling tinggi derjatnya.
Sedangkan kekurangan dari tafsir syiah menurut hemat penulis
adalah mereka menjadikan tafsir ini sebagai tafsir golongan atau
kelompok. Maksudnya adalah dalam menafsirkan al-quran pada umumnya
golongan syiah bersifat fanatik terhadap golongan mereka dan mereka
menafsirkannya sesuai dengan kepentingan kelompok mereka sendiri.
Karena, dari berbagai sumber penulis dapatkan, setiap ayat-ayat yang
ditafsirkan oleh golongan syiah, apabila ayat-ayat tersebut menunjukan
kepada hal yang baik atau positif, mereka selalu menghubungkannya
kepada golongan mereka sendiri khususnya Ahlul Bait yaitu Ali dan ImamImam Syiah, dan apabila ayat tersebut menunjukan kepada hal yang
buruk atau negatif, mereka selalu menghubungakannya kepada golongan
yang berbeda pendapat dengan mereka atau diluar dari golongan mereka,
khusunya kepada Bani Umayyah dan Abbasyiah.

Tafsir Syiah

15

BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Dari penjelasan makalah diatas, dapat kita simpulkan bahwa tafsir
syiah merupakan tafsir teologi yang mengkaji tentang corak dan metode
golongan syiah dalam menafsirkan ayat al-quran dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan tertentu. syiah memiliki banyak cabang aliran,
akan tetapi secara garis besar metode yang mereka gunakan adalah
metode tawil, serta didukung dengan sumber penafsiran yang bil matsur
dan bi rayi. namun sejarahnya, syiah awalnya merupakan aliran dalam
bidang politik, akan tetapi mereka menghubungkannya kepada persoalan
keagamaan, sehingga menimbulkan ideologi-ideologi baru bagi mereka
dalam persoalan keagamaan. serta, sikap fanatik mereka terhadap
golongan mereka yang menyebabkan ketika mereka dihadapkan akan
suatu

persoalan

salah

satunya

tentang

tafsir

al-quran

mereka

menafsirkan al-quran tidak terlepas dari kepentingan golongan mereka.


B. Saran
Penulis merasa, makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, demi kesempurnaan makalah ini penulis mengaharapkan
Tafsir Syiah

16

kritikan dan saran dari pembaca yang mendukung kesempurnaan


makalah ini kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abu Bakar. Perbandingan Mazhab Syiah Rasionalisme dalam Islam.
Semarang : CV
Ramadhani, 1980.
Ash-Shidieqy, Muhammad Hasbi. Ilmu Kalam. Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 2009
Asy-Syahrastani. Al-Milal Wa Al-Nihal. Surabaya : PT Bina Ilmu, tt.
Fachrudin, Moh Fuad. Syiah. ttp : Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
Faudah, Basuni Mahmud. Tafsir-Tafsir Al-Quran:Perkenalan

dengan

Metodologi Tafsir.
Bandung : Pustaka, 1987.
Goldziher, Ignaz. Mazhab Tafsir:Dari Klasik Hingga Modern. Yogyakarta :
Elsaq Press,
2012.
Jafari, Fadil Suud. Islam Syiah. Malang : UIN-Maliki Press, 2010.
Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran. Yogyakarta : Adab
Pres, 2012.

Tafsir Syiah

17

Anda mungkin juga menyukai