Anda di halaman 1dari 14

NAMA : NUR AULIA

PRODI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEMESTER : II

Perkembangan Filsafat Priode Yunani sampai Abad Pertengahan beserta


Tokoh-Tokohnya

ZAMAN PRA YUNANI KUNO

Pada masa ini manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Oleh karena itu, zaman
pra Yunani Kuno disebut juga Zaman Batu yang berkisar antara empat juta tahun sampai
20.000 tahun. Antara abad ke-15 sampai 6-SM, manusia telah menemukan besi, tembaga, dan
perak untuk berbagai peralatan. Abad kelima belas Sebelum Masehi peralatan besi
dipergunakan pertama kali di Irak, tidak di Eropa atau Tiongkok.

Pada abad ke-6 SM di Yunani muncul lahirnya filsafat. Timbulnya filsafat di tempat itu
disebut suatu peristiwa ajaib (the greek miracle). Ada beberapa faktor yang sudah
mendahului dan seakan-akan mempersiapkan lahirnya filsafat di Yunani.

Pada bangsa Yunani, seperti juga pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu mitologi
yang kaya serta luas. Mitologi ini dapat dianggap sebagai perintis yang mendahului filsafat,
karena mite-mite sudah merupakan percobaan untuk mengerti. Mite-mite sudah memberi
jawaban atas pertanyaan yang hidup dalam hati manusia: dari mana dunia kita? Dari mana
kejadian dalam alam? Apa sebab matahari terbit, lalu terbenam lagi? Melalui mite-mite,
manusia mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan tentang kejadian-kejadian
yang berlangsung di dalamnya. Mite jenis pertama yang mencari keterangan tentang asal usul
alam semesta sendiri biasanya disebut mite kosmogonis, sedangkan mite jenis kedua yang
mencari keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian dalam alam semesta disebut mite
kosmologis. Khusus pada bangsa Yunani ialah mereka mengadakan beberapa usaha untuk
menyusun mite-mite yang diceritakan oleh rakyat menjadi suatu keseluruhan yang sistematis.
Dalam usaha itu sudah tampaklah sifat rasional bangsa Yunani. Karena dengan mencari suatu
keseluruhan yang sistematis, mereka sudah menyatakan keinginan untuk mengerti hubungan
mite-mite satu sama lain dan menyingkirkan mite yang tidak dapat dicocokkan dengan mite
lain.

Kedua karya puisi Homeros yang masing-masing berjudul Ilias dan Odyssea mempunyai
kedudukan istimewa dalam kesusasteraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut lama
sekali digunakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani. Pada dialog yang
bernama Foliteia, Plato mengatakan Homeros telah mendidik seluruh Hellas. Karena puisi
Homeros pun sangat digemari oleh rakyat untuk mengisi waktu terluang dan serentak juga
mempunyai nilai edukatif.

Pengaruh Ilmu Pengetahuan yang pada waktu itu sudah terdapat di Timur Kuno. Orang
Yunani tentu berutang budi kepada bangsa-bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu
pengetahuan dari mereka. Demikianlah ilmu ukur dan ilmu hitung sebagian berasal dari
Mesir dan Babylonia pasti ada pengaruhnya dalam perkembangan ilmu astronomi di negeri
Yunani. Namun, andil dari bangsa-bangsa lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan
Yunani tidak boleh dilebih-lebihkan. Orang Yunani telah mengolah unsur-unsur tadi atas cara
yang tidak pernah disangka-sangka oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Baru pada bangsa
Yunani ilmu pengetahuan mendapat corak yang sungguh-sungguh ilmiah.

Pada abad ke-6 Sebelum Masehi mulai berkembang suatu pendekatan yang sama sekali
berlainan. Sejak saat itu orang mulai mencari berbagai jawaban rasional tentang problem
yang diajukan oleh alam semesta. Logos (akal budi, rasio) mengganti mythos. Dengan
demikian filsafat dilahirkan.

Pada zaman Pra Yunani Kuno di dunia ilmu pengetahuan dicirikan berdasarkan know how
yang dilandasi pengalaman empiris. Di samping itu, kemampuan berhitung ditempuh dengan
cara one-to one correspondency atau mapping process. Contoh cara menghitung hewan yang
akan masuk dan ke luar kandang dengan kerikil. Namun pada masa ini manusia sudah mulai
memperhatikan keadaan alam semesta sebagai suatu proses alam.

ZAMAN YUNANI KUNO

Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada
masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu
tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima
pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja),
melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki
sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu
pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir
terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales (625-545 SM),
Phytagoras (580-500 SM), Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), hingga Aristoteles
(384-322 SM).

Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal


dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang
dianggap asal dari segala sesuatu. Menurut Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat
arche itu “yang tak terbatas” (to apeiron). Anaximenes arche itu udara, Pythagoras arche itu
bilangan, Heraklitos arche itu api, ia juga berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus
mengalir (panta rhei). Parmenedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak.

ZAMAN KEEMASAN FILSAFAT YUNANI

Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik dan filsafat dapat berkembang
dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika) dinamakan kaum sofis.
Kegiatan mereka adalah mengajarkan pengetahuan pada kaum muda. Yang menjadi objek
penyelidikannya bukan lagi alam tetapi manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh
Prothagoras, Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya. Hal ini ditentang oleh Socrates
dengan mengatakan bahwa yang benar dan yang baik harus dipandang sebagai nilai-nilai
objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut Socrates
dihukum mati.

Hasil pemikiran Socrates dapat diketemukan pada muridnya Plato. Dalam filsafatnya Plato
mengatakan: realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia yang hanya terbuka bagi pancaindra
dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan
yang kedua dunia ide.
Pendapat tersebut dikritik oleh Aristoteles dengan mengatakan bahwa yang ada itu adalah
manusia-manusia yang konkret. “Ide manusia” tidak terdapat dalam kenyataan. Aristoteles
adalah filsuf realis, dan sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali.
Sumbangan yang sampai sekarang masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah
mengenai abstraksi, yakni aktivitas rasional di mana seseorang memperoleh pengetahuan.
Menurut Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis, abstraksi matematis, dan
metafisis.

Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur individual untuk
mencapai kualitas adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di mana subjek menangkap
unsur kuantitatif dengan menyingkirkan unsur kualitatif disebut abstraksi matematis.
Abstraksi di mana seseorang menangkap unsur-unsur yang hakiki dengan mengesampingkan
unsur-unsur lain disebut abstraksi metafisis.

Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk. Keduanya ini
merupakan prinsip-prinsip metafisis, Materi adal.ah prinsip yaug tidak ditentukan, sedangkan
bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori ini terkenal dengan sebutan Hylemorfisyme.

MASA HELINITIS DAN ROMAWI

Pada zaman Alexander Agung (359-323 SM) sebagai kaisar Romawi dari Macedonia dengan
kekuatan militer yang besar menguasai Yunani, Mesir, Hingga Syria. Pada masa itu
berkembang sebuah kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena
kekuasaan Romawi dengan ekspansi yang luas membawa kebudayaan Yunani tidak terbatas
lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan
Alexander Agung. Bidang filsafat, di Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting,
tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Jika akhirnya
ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan
dan filsafat Yunani, karena kekaisaran Romawi pun pintu di buka lebar untuk menerima
warisan kultural Yunani.

Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf yang sungguh-
sungguh besar kecuali Plotinus. Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut:

Pertama, Sinisme. Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut
Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat
dihindari. Aliran Sinisme merupakan pengembangan dari aliran Stoik.
 
Kedua, Stoik. Menyatakan penyangkalannya adanya “Ruh” dan “Materi” aliran ini disebut
juga dengan Monoisme dan menolak pandangan Aristoteles dengan Dualismenya. Ketiga,
Epikurime. Segala-galanya terdiri atas atom-atom yang senantiasa bergerak. Manusia akan
bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa. Setiap
tindakan harus dipikirkan akan akibatnya. Aliran ini merupakan pengembangan dari teori
atom Democritus sebagai obat mujarab untuk menghilangkan rasa takut pada takhayul.
Keempat, Neo Platonisme. Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato.
Tokohnya adalah Plotinus. Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala
sesuatu berasal dari yang satu dan ingin kembali kepadanya.

TOKOH TOKOH PERKEMBANGAN FILSAFAT PRIODE YUNANI KUNO


1.      Thales (640-546 SM)

Dia adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM.
Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama karena mencoba
menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada
rasio manusia. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam
bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'.

Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala
sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam
semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya,
air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi
Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup
mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup.
Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi
berkurang.

2.      Anaximenes (585-528 SM)

Dia adalah seorang filsuf yang berasal dari kota Miletos, sama seperti Thales. Anaximenes
tidak lagi melihat sesuatu yang metafisik sebagai prinsip dasar segala sesuatu, melainkan
kembali pada zat yang bersifat fisik yakni udara.
Tidak seperti air yang tidak terdapat di api (pemikiran Thales), udara merupakan zat yang
terdapat di dalam semua hal, baik air, api, manusia, maupun segala sesuatu. Karena itu,
Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu. Udara adalah zat
yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai bentuk
lain. Perubahan-perubahan tersebut berproses dengan prinsip "pemadatan dan pengenceran"
(condensation and rarefaction). Bila udara bertambah kepadatannya maka muncullah
berturut-turut angin, air, tanah, dan kemudian batu. Sebaliknya, bila udara mengalami
pengenceran, maka yang timbul adalah api. Proses pemadatan dan pengenceran tersebut
meliputi seluruh kejadian alam, sebagaimana air dapat berubah menjadi es dan uap, dan
bagaimana seluruh substansi lain dibentuk dari kombinasi perubahan udara. Pembentukan
alam semesta menurut Anaximenes adalah dari proses pemadatan dan pengenceran udara
yang membentuk air, tanah, batu, dan sebagainya. Anaximenes mengemukakan persamaan
antara tubuh manusiawi dengan jagat raya berdasarkan kesatuan prinsip dasar yang sama,
yakni udara. Tema tubuh sebagai mikrokosmos (jagat raya kecil) yang mencerminkan jagat
raya, sebagai makrokosmos adalah tema yang akan sering dibicarakan di dalam Filsafat
Yunani. Akan tetapi, Anaximenes belum menggunakan istilah-istilah tersebut di dalam
pemikiran filsafatnya.
3.      Heracleitos (540-480 SM)     
Beliau adalah filsuf yang berasal dari Efesus di Asia kecil. Pemikiran Herakleitos yang paling
terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta. Menurut Herakleitos, tidak
ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang
betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya
panta rhei kai uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang
tinggal tetap." Segala sesuatu yang terus berubah di alam semesta dapat berjalan dengan
teratur karena adanya logos.  Logos adalah rasio yang menjadi hukum yang menguasai
segala-galanya dan menggerakkan segala sesuatu, termasuk manusia.

Menurut Herakleitos, tiap benda terdiri dari yang berlawanan.  Meskipun demikian, di dalam
perlawanan tetap terdapat kesatuan. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa 'yang satu adalah
banyak dan yang banyak adalah satu. Anaximenes juga memiliki pandangan seperti ini,
namun perbedaan dengan Herakleitos adalah Anaximenes mengatakan pertentangan tersebut
sebagai ketidakadilan, sedangkan Herakleitos menyatakan bahwa pertentangan yang ada
adalah prinsip keadilan. Kita tidak akan bisa mengenal apa itu 'siang' tanpa kita mengetahui
apa itu 'malam'. Kita tidak akan mengetahui apa itu 'kehidupan' tanpa adanya realitas
'kematian'. Kesehatan juga dihargai karena ada penyakit. Demikianlah dari hubungan
pertentangan seperti ini, segala sesuatu terjadi dan tersusun. Herakleitos menegaskan prinsip
ini di dalam kalimat yang terkenal dengan "Perang adalah bapak segala sesuatu." Perang yang
dimaksud di sini adalah pertentangan.

4.      Pythagoras (580 SM)             

Adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani yang paling dikenal melalui teoremanya.
Dikenal sebagai "Bapak Bilangan", dia memberikan sumbangan yang penting terhadap
filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Salah satu peninggalan Pythagoras
yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari
suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-
sikunya). Pythagoras percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan
matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus
beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat
dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan.

5.      Empedokles (490-430 SM)

Empedokles berpendapat bahwa prinsip yang mengatur alam semesta tidaklah tunggal
melainkan terdiri dari empat anasir atau zat. Memang dia belum memakai istilah anasir
(stoikeia) yang sebenarnya baru digunakan oleh Plato, melainkan menggunakan istilah 'akar'
(rizomata). Empat anasir tersebut adalah air, tanah, api, dan udara. Keempat anasir tersebut
dapat dijumpai di seluruh alam semesta dan memiiki sifat-sifat yang saling berlawanan. Api
dikaitkan dengan yang panas dan udara dengan yang dingin, sedangkan tanah dikaitkan
dengan yang kering dan air dikaitkan dengan yang basah. Empedokles berpendapat bahwa
semua anasir memiliki kuantitas yang persis sama. Anasir sendiri tidak berubah, sehingga
misalnya, tanah tidak dapat menjadi air. Akan tetapi, semua benda yang ada di alam semesta
terdiri dari keempat anasir tersebut, walaupun berbeda komposisinya.

Menurut Empedokles ada dua prinsip yang mengatur perubahan-perubahan di dalam alam
semesta, dan kedua prinsip itu berlawanan satu sama lain. Kedua prinsip tersebut adalah cinta
(philotes) dan benci (neikos). Cinta berfungsi menggabungkan anasir-anasir sedangkan benci
berfungsi menceraikannya. Keduanya dilukiskan sebagai cairan halus yang meresapi semua
benda lain.

6.      Anaxagiros (500-428 SM)

Anaxagiros sama seperti Empedokles yang menyatakan bahwa prinsip dasar yang menyusun
alam semesta tidaklah tunggal, namun mereka berbeda di dalam jumlahnya. Empedokles
menyatakan bahwa hanya ada 4 zat yang menjadi prinsip alam semesta, sedangkan
Anaxagiros menyatakan bahwa jumlah prinsip tersebut tak terhingga. Zat-zat tersebut
disebutnya "benih-benih" (spermata). Menurut Anaxagiros, setiap benda, bahkan seluruh
realitas di alam semesta, tersusun dari suatu campuran yang mengandung semua benih dalam

jumlah tertentu. Anaxagiros menyatakan hanya ada satu prinsip yang mendorong perubahan-
perubahan dari benih-benih tersebut, yakni nous. Nous berarti "roh" atau "rasio". Ia tidak
tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua benda, namun menjadi prinsip yang
mengatur segala sesuatu.

7.      Leukippos (540-475 SM)


Leukippos adalah seorang filsuf yang merintis madzhab Atomisme. Ia juga merupakan guru
dari Demokritos. Di dalam filsafat Atomisme, pemikiran Demokritos lebih dikenal ketimbang
Leukippos, meskipun amat sulit membedakan antara pandangan Leukippos dan Demokritos.
Para ahli masa kini menganggap bahwa Leukippos merumuskan garis besar ajaran-ajaran
atomisme, lalu Demokritos mengembangkan pemikiran gurunya lebih lanjut.

Riwayat hidup Leukippos (sekitar abad ke-5 SM) sulit diketahui sebab hanya sedikit sumber
kuno yang berbicara tentang kehidupan dan karyanya. Epikuros dan Samos bahkan
membantah bahwa Leukippos adalah tokoh historis. Akan tetapi, Aristoteles dan
Theophrastos, muridnya, menyatakan Leukippos sebagai pendiri mazhab Atomisme, dan
kesaksian mereka lebih dipercaya para ahli masa kini. Tempat kelahiran Leukippos tidak
diketahui, namun ada sumber kuno yang mengatakan bahwa Leukippos berasal dari kota
Miletos atau kota Elea. Leukippos dikatakan memiliki hubungan dengan mazhab Elea. Ada
kemungkinan ia menetap di Elea beberapa waktu dan merumuskan filsafatnya sebagai kritik
atas filsafat Elea.
Pemikiran tentang atom
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pemikiran Leukippos dan Demokritos sulit untuk
dipisahkan sehingga untuk mengetahui lebih banyak tentang konsep atom kita perlu
mempelajari Demokritos. Ada satu catatan dari Simplicius yang berbicara sedikit tentang
konsep atom Leukippos. Menurut Leukippos tiap benda adalah atom. Atom adalah benda
yang sangat kecil sehingga tak dapat dibagi-bagi lagi. Karena kecilnya atom itu tidak
kelihatan, tetapi tetap ada, tidak hilang dan tidak berubah-ubah. Ia bergerak terus tidak henti-
hentinya (Hakim dan Saebani, 2008:168).

8.      Democritos (460-360 SM)

Democritos dan gurunya, Leucippos, berpendapat bahwa atom adalah unsur-unsur yang
membentuk realitas. Mereka setuju dengan ajaran pluralisme, Empedokles dan Anaxagiros
bahwa realitas terdiri dari banyak unsur, bukan satu. Akan tetapi, bertentangan dengan
Empedokles dan Anaxagiros, Demokritos menganggap bahwa unsur-unsur tersebut tidak
dapat dibagi-bagi lagi. Karena itulah, unsur-unsur tersebut diberi nama atom  (bahasa Yunani
atomos: a berarti "tidak" dan tomos berarti "terbagi".

Atom-atom tersebut merupakan unsur-unsur terkecil yang membentuk realitas. Ukurannya


begitu kecil sehingga mata manusia tidak dapat melihatnya. Selain itu, atom juga tidak
memiliki kualitas, seperti panas atau manis. Hal itu pula yang membedakan dengan konsep
zat-zat Empedokles dan benih-benih dari Anaxagiros. Atom-atom tersebut berbeda satu
dengan yang lainnya melalui tiga hal yaitu bentuknya (seperti huruf A berbeda dengan huruf
N), urutannya (seperti AN berbeda dengan NA), dan posisinya (huruf A berbeda dengan Z
dalam urutan abjad). Dengan demikian, atom memiliki kuantitas belaka, termasuk juga
massa. Jumlah atom yang membentuk realitas ini tidak berhingga. Selain itu, atom juga
dipandang sebagai tidak dijadikan, tidak dapat dimusnahkan, dan tidak berubah.  Yang terjadi
pada atom adalah gerak. Karena itu, Demokritos menyatakan bahwa "prinsip dasar alam
semesta adalah atom-atom dan kekosongan". Jika ada ruang kosong, maka atom-atom itu
dapat bergerak. Demokritos membandingkan gerak atom dengan situasi ketika sinar matahari
memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak jendela. Di situ akan terlihat
bagaimana debu bergerak ke semua jurusan, walaupun tidak ada angin yang
menyebabkannya bergerak. Dengan demikian, tidak diperlukan prinsip lain untuk membuat
atom-atom itu bergerak, seperti prinsip "cinta" dan "benci" menurut Empedokles. Adanya
ruang kosong sudah cukup membuat atom-atom itu bergerak. Dunia dan seluruh realitas
tercipta karena atom-atom yang berbeda bentuk saling mengait satu sama lain. Atom-atom
yang berkaitan itu kemudian mulai bergerak berputar, dan makin lama makin banyak atom
yang ikut ambil bagian dari gerak tersebut. Kumpulan atom yang lebih besar tinggal di pusat
gerak tersebut sedangkan kumpulan atom yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya.
Demikianlah dunia terbentuk.

9.      Aristoteles (384-322 SM)

Lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidiece, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah
Makedonia tengah). Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk
karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda
bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena
benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak
itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak
bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif
(deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap
pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia
menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).

ZAMAN ABAD PERTENGAHAN

Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para
ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait
dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla
theologia atau abdi agama. Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam
bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.

Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya.
Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang
diajarkan oleh Nabi Isa as. pada permulaan Abad Masehi membawa perubahan besar
terhadap kepercayaan keagamaan.

Pada zaman ini kebesaran kerajaan Romawi runtuh, begitu pula dengan peradaban yang
didasakan oleh logika ditutup oleh gereja dan digantikan dengan logika keagamaan. Agama
Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang
merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang
mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal
adanya wahyu. Pada zaman itu akademia Plato di Athena ditutup meskipun ajaran-ajaran
Aristoteles tetap dapat dikenal. Para filosof nyaris begitu saja menyatakan bahwa Agama
Kristen adalah benar.

Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua: Golongan yang menolak sama sekali
pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir, karena tidak
mengakui wahyu. Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu
ciptaan Tuhan, kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan.
Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati maka akal dapat dibantu oleh
wahyu.

Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode, yaitu: Periode Patristik,
berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli-ahli agama Kristen
pada abad permulaan agama Kristen. Periode ini mengalami dua tahap: 1) Permulaan agama
Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka
agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan
dogma-dogma. 2) Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada
masa patristik. Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan. Periode
Skolastik, berlangsung dari tahun 800-1500 M. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap: 1)
Periode skolastik awal (abad ke-9-12), ditandai oleh pembentukan rnetode-metode yang lahir
karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah
persoalan tentang Universalia. 2) Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13),
ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab
dan Yahudi. Puncak perkembangan pada Thomas Aquinas. 3) Periode skolastik akhir (abad
ke-14-15), ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme,
ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek
yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Pengertian umum hanya momen
yang tidak mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objekti.

TOKOH TOKOH PERKEMBANGAN FILSAFAT PRIODE ABAD PERTENGAHAN

1.      Plotinus ( 204-270 )

Plotinus adalah filosof pertama yang mengajukan teori penciptaan alam semesta. Ia
mengajukan teori emanasi yang terkenal itu. Teori ini diikuti oleh banyak filosof Islam. Teori
itu merupakan jawaban terhadap pertanyaan Thales kira-kira delapan bad sebelumnya: apa
bahan alam semesta ini. Plotinus menjawab: bahannya Tuhan. Filsafat Plotinus kebanyakan
bernapas mistik, bahkan tujuan filsafat menurut pendapatnya adalah mencapai pemahaman
mistik. Permulaan abad pertengahan barangkali dapat dikatakan dimulai sejak Plotinus.
Karena pengaruh agama Kristen kelihatannya sangat besar; filsafatnya berwatak spiritual.
Secara umum ajaran plotinus di sebut Plotinisme atau neoplatonisme. Jadi, ajaran plotinus
tentulah berkaitan erat dengan ajaran Plato. Pengaruhya jelas sangat besar, pengaruh itu ada
pada teologi kristen, juga pada renaissance. Kosmologi Plotinus cukup tinggi, terutama
dalam kedalaman spekulasinya dan daya imajinasinya. Dan pandangan mistis merupakan ciri
filsafatnya.

 Metafisika  Plotinus

Dalam berbagai hal Plotinus memang bersandar pada doktrin-doktrin Plato. Sama dengan
Plato, ia menganut realitas idea,. Pada Plato idea itu umum: artinya setiap jemis objek hanya
ada satu idenya. Pada Plotinus idea itu partikular, sama dengan dunia partikular. Perbedaan
mereka yang pokok ialah pada titik tekan ajaran mereka masing-masing.

Sistem metafisika Plotinus di tandai dengan konsep transendens. Menurut pendapatnya


dalam pikiran terdapat tiga realitas : The One, The Mind, The Soul.
1.   The One ( Yang Esa ) adalah Tuhan dalam pandangan philo(Avey: 49), yaitu suatu
realitas yang tidak mungkin dapat di pahani melalui metode sains dan logika. ia
berada di luar eksistensi, diluar segala nilai. Yang Esa itu adalah puncak semua yang
ada; Ia itu cahaya di atas cahaya. Kita tidak mungkin mengetahui esensinya; kita
hanya mengetahui bahwa ia itu pokok atau prinsip yang berada di belakang akal dan
jiwa. Ia adalah pencipta semua yang ada. Mereka merasa memiliki pengetahuan
keilahian juga tidak akan dapat merumuskan apa Ia itu sebenarnya (lihat Mayer: 323).
2. The Mind ( Nous ) (lihat Runes: 215) adalah gambaran tentang Yang Esa dan di
dalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-
objek. Kandungan Nouns adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita
harus melaui perenungan.
3.  The Soul ( psykhe ) merupakan arsitek dari semua fenomena yang ada di alam, soul
itu mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat
dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia
adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek: yang
pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang  kedua adalah irasional.

 Tentang Ilmu

Idea keilmuan tidak begitu maju pada Plotinus; ia menganggap sains lebih rendah dari
metafisika, metafisika lebih rendah dari pada keimanan. Surga lebih berarti dari pada bumi,
sebab syurga itu tempat peristirahatan jiwa yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat
tinggal dewa-dewa. Ia juga mengakui adanya hantu-hantu yang bertempat diantara bumi dan
bintang-bintang. Semua ini memperlihatkan rendahnya mutu sains Plotinus.

 Tentang Jiwa

Menurut Plotinus jiwa adalah kekuatan Ilahiah, jiwa merupakan sumber kekuatan. Alam
semesta berada didalam jiwa dunia. Jiwa tidak dapat di bagi secara kuantitatif karena jiwa itu
adalah sesuatu yang satu tanpa dapat di bagi. Alam semesta ini merupakan unit-unit yang
juga tidak dapat di bagi. Jiwa setiap individu adalah satu, itu di ketahui dari kenyataan bahwa
jiwa itu ada di setiap tempat di badan. Bukan sebagian di sana dan sebagian disini pada
badan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa jiwa anda sama dengan jiwa saya, berarti jiwa
hanya satu, jiwa itu individual.

 Etika dan Estetika Plotinus

Etika Plotinus dimulai dengan pandangannya tentang politik. Ia mengatakan bahwa seseorang
adalah wajar memenuhi tugas-tugasnya sebagai warga negara sekalipun ia tidak tertarik pada
masalah politik.

Keindahan bagi Plotinus adalah memiliki arti spritual, karena itu estetika dekat sekali dengan
kehidupan moral. Esensi keindahan tidak terletak pada harmoni dan simetri. Keindahan itu
menyajikan keintiman dengan Tuhan yang Maha Sempurna.

 Bersatu Dengan Tuhan

Tujuan filsafat Plotinus ialah terciptanya kebersatuan dengan Tuhan. Caranya ialah pertama-
tama dengan mengenal alam melalui alat indra, dengan ini kita mengenal keagungan Tuhan,
kemudian kita menuju jiwa dunia, setelah itu menuju jiwa ilahi. Jadi perenuangan itu dimulai
dari perenungan tentang alam menuju jiwa ilahi, objeknya dari yang jamak kemudian kepada
Yang Satu. Dalam perenungan terakhir itu terjadi keintiman, tidak terpisah lagi antara yang
merenung dengan yang  direnungkan (Mayer: 332).

 Kedudukan Plotinus

Sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, seorang filosof membangun sebuah sistem yang
disebut neo-Plotonisme. Jelas ia adalah seorang metafisikawan yang besar. Orang itu adalah
Plotinus. Nama ini sering tertukar dengan nama Plato, yang ajarannya diperbaharuinnya
dengan menggunakan nama neo-Platonisme.

 2.         Augustinus ( 354 – 430 )

Ajaran Augustinus dapat dikatakan berpusat pada dua pool, Tuhan dan manusia. Akan tetapi
dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Augustinus berpusat pada Tuhan. Kesimpulan ini di
ambil karena ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengenal Tuhan dan Roh, tidak lebih dari
itu (Encylopedia Americana: 2: 686).

Ia yakin benar bahwa pemikiran dapat mengenal kebenaran, karena itu ia menolak
skeptisisme. Ia mengatakan bahwa setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung
kesungguhan. Ia sependapat dengan Plotinus yang mengatakn bahwa Tuhan itu diatas segala
jenis (catagories). Sifat Tuhan yang paling penting ialah kekal, bijaksana, maha kuasa, tidak
terbatas, maha tahu, maha sempurna dan tidak dapat diubah. Tuhan itu kuno tetapi selalu
baru, Tuhan adalah suatu kebenaran yang abadi.

 Teori Pengetahuan

Agustinus menolak teori kemungkinan. Kita, katanya, tidak pernah dituntun oleh ukuran
relatif. Tentang penolakannya terhadap teori kemungkinan dari septisisme, inilah
argumennya. Saya tahu bahwa saya tahu dan mencinta. Bagaimana jika Anda bersalah? Saya
bersalah, jadi saya ada. Kesalahan saya membuktikan adanya saya. Jika saya tahu bahwa saya
tidak bersalah, saya pun tahu bahwa saya ada. Saya mencintai diri saya, baik tatkala saya
bersalah maupun tatkala saya tidak bersalah, kedua-duanya tidaklah palsu. Bila kedua-duanya
palsu, berarti saya mencintai objek yang palsu, jadi saya mencintai objek yang tidak ada.
Akan tetapi, karena saya benar-benar ada, karena saya bersalah atau tidak bersalah, maka
saya mencintai objek yang benar-benar ada, yaitu saya. Tidak ada orang yang tidak ingin
bahagia; semua orang ingin bahagia, jadi tidak ada orang yang ingin tidak ada sebab
bagaimana mungkin seseorang memiliki kebahagiaan sementara ia tidak ada (lihat Mayer:
358).

 Teori tentang Jiwa

Agustinus menentang ajaran yang mengatakan bahwa jiwa itu material. Menurut pendapatnya
jiwa atau roh itu material. Agustinus membuktikan imaterialnya jiwa dengan mengatakan
bahwa jiwa itu di dalam badan, ada di mana-mana dalam badan pada waktu yang sama. Bila
jiwa itu material, ia akan terikat pada tempat tertentu dalam badan. Hanya dengan
mengatakan bahwa jiwa itu imaterial kita dapat menjelaskan kegiatan jiwa di dalam badan
(Mayer: 359). Menurut Agustinus, jiwa tidak mempunyai bagian karena ia imaterial. Akan
tetapi, jiwa mempunyai tiga kegiatan pokok: pertama; mengingat, kedua; mengerti, ketiga;
mau. Oleh karena itu, memiliki atau menggambarkan ketritunggalan alam (the cosmic
trinity).

 Peran Penting Augustinus

Augustinus di anggap telah meletakan dasar-dasar pemikiran abad pertengahan,


mengadaptasikan platonisme ke dalam idea-idea kristen, memberikan formulasi sistematis
tentang filsafat kristen. filsafat Augustinus merupakan sumber atau asal usul reformasi yang
dilakukan oleh protestan, khususnya pada Luther, Zwingli dan Calvin. Kutukannya kepada
seks, pujiannya kepada kehidupan petapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya
merupakan faktor yang memeberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad
pertengahan. Paham teosentris Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran
orang barat. Anggapanya yang meremehkan pengetahuan duniawi, kebenciannya kepada
teori-teori kealaman dan imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagian peradaban modern.
Sejak zaman Augustinuslah  orang barat lebih memiliki sifat instropektif. Karena
Augustinuslah diri dalam hubungannya dengan Tuhan menjadi penting dalam filsafat.

 3.      Boethius

Boethius adalah philosof yang semasa dengan Augustinus dan memiliki gaya yang hampir
serupa. Bukunya yang berjudul The Consolation of Philosophy, merupakan buku filsafat yang
klasik. Selain buku itu ia juga menulis karya-karya yang berpengaruh pada abad pertengahan.
Ia dikatakan sebagai penemu quadrium yang merupakan bidang studi poko pada abad
pertangahan. Ia dianggap sebagai filosof skolastik yang pertama, karena ia berpandapat
bahwa filsafat merupakan pendahulu kepada agama. Sesudah boethius, eropa mulai
mengalami depresi besar-besaran. Menurunnya kebudayaan latin, tumbuhnya materialisme
agama, munculnya feodalisme, invasi besar-besaran, munculnya supranaturalisme baru,
semuanya merupakan faktor yang dapat menghasilkan kekosongan intelektual. Semua para
ilmuwan pada waktu itu lebih tertarik pada teologi daripada filsafat, dan mereka
mempertahankan dogma-dogma kristen.

Asal istilah abad kegelapan adalah penggunaan untuk menunjukan periode pemikiran pada
tahun 1000-an, yaitu antara masa jatuhnya imperium Romawi dan Renaissance abad ke-15.
Seorang tokoh yang terkenal abad ini adalah St. Anselmus dialah yang mengeluarkan
pernyataan credo ut intelligam yang dapat dianggap sebagai ciri utama abad pertengahan.
Sekalipun pada umumnya  filosof abad pertengahan berpendapat seperti itu (mengenai
hubungan akal dan iman), Anselmulah yang diketahui mengeluarkan pernyataan itu.

 4.      Anselmus ( 1033-1109 )

Anselmus, Uskup Agung Canterbury, lahir di Alpen, Italia, sekitar tahun 1033. Ia menolak
keinginan ayahnya agar ia meniti karier di bidang politik dan mengembara keliling Eropa
untuk beberapa tahun lamanya. Seperti anak-anak muda lainnya yang cerdas dan bergejolak,
ia bergabung ke biara. Di biara Bec, Normandia, di bawah asuhan seorang guru yang hebat,
Lanfranc, Anselmus memulai karier yang patut dicatat.

Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan tema sentral pemikirannya. Iman
kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita
memahami pernyataannya, credo ut intelligam (believe in order to understand/percayalah
agar mengerti). Ungkapan itu menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal.
Iapun mengatakan wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai berfikir. Kesimpulannya
akal hanyalah pembantu wahyu.

Anselmus berpegang pada motto yang juga dipegang Agustinus, “Saya percaya agar dapat
mengerti.” Yang ia maksudkan dengan pernyataan itu adalah bahwa tanpa wahyu, tidak ada
kebenaran karena itu mereka yang mencari kebenaran harus beriman dahulu pada wahyu
tersebut. Ia mengemukakan argumentasi ontologi (informasi yang dapat mengarah ke
penemuan sesuatu yang penting) untuk percaya kepada Allah. Singkatnya, ia menyatakan
bahwa rasio manusia membutuhkan ide mengenai suatu Pribadi yang sempurna (Allah), oleh
sebab itu Pribadi tersebut harus ada. Ide ini telah menawan hati banyak filsuf dan teolog
sepanjang masa.

 Pembuktian Adanya Tuhan

Anselmus mencoba memberikan dua cara untuk membuktikan bahwa Allah/ Tuhan memang
ada:

1. Melihat Adanya Hal-hal yang Terbatas, yang  mengandaikan adanya hal-hal yang
tidak terbatas. Demikian juga halnya dengan yang besar secara relatif mengandaikan
juga adanya hal-hal yang besar secara mutlak. Beradanya “yang ada” secara relatif
mengandaikan beradanya “ yang ada secara mutlak, yakni Allah.
2. 2.       Penguraian. Menurut Anselmus, apa yang kita sebut Allah memiliki suatu
pengertian yang lebih besar dari segala sesuatu yang bisa kita pikirkan. Apabila kita
berbicara tentang Allah, yang kita maksudkan ialah suatu pengertian yang lebih besar
dari pada apa saja yang dapat kita pikirkan. Dengan begitu pengertian “Allah” yang
ada di dalam rumusan pemikiran kita adalah lebih besar daripada apa saja yang ada di
dalam pikiran. Apa yang di dalam pikiran ada sebagai yang tertinggi atau yang lebih
besar, tentu juga berada di dalam kenyataan sebagai yang tertinggi dan yang terbesar

  5.       Thomas Aquinas (1225-1274)

Berdasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan. Aquinas mengatahui banyak ahli
teologi percaya pada adanya Tuhan hanya berdasarkan pendapat umum. Menurut Aquinas,
eksestensi Tuhan dapat diketahui dengan akal. Untuk membuktikan. Ia mengajukan lima
dalil (argumen) untuk membuktikan bahwa eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal,
seperti sebagai berikut ini :

1. Argumen Gerak

Diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Setiap yang bergerak pasti di gerakan oleh
yang lain, sebab tidak mungkin suatu perubahan dari potensialitas ke aktualitas bergerak
tanpa ada penyebabnya, dari sini dapat dibuktikan bahwa Tuhan itu ada.

2.       Sebab yang Mencukupi (efficient cause)

Sebab pasti menghasilkan musabab, tidak ada sesuatu  yang mempunyai sebab pada dirinya
sendiri sebab. Itu berarti membuang sebab sama dengan membuang musabab, olehkarena itu
dapat disimpulkan bahwa Tuhanlah yang menjadi penyebab dari semua musabab.

3.       Kemunginan dan Keharusan (possibility and necessity)


Kalau demikian, harus ada Sesuatu Yang ada sebab tidak mungkin muncul yang ada bila ada
Pertama itu tidak ada. Sebab, bila pada suatu waktu tidak ada sesuatu, maka tidak mungkin
muncul sesuatu yang lain. Jadi, Ada Pertama itu harus ada karena adanya alam dan isinya ini.
Akan tetapi, Ada Pertama itu, Ada yang harus ada itu, dari mana? Terjadi lagi rangkaian
penyebab. Kita harus berhenti pada Penyebab yang harus ada; itulah Tuhan.

4.       Memperhatikan Tingkatan yang Terdapat pada Alam

Isi alam ini masing-masing berkelebihan dan berkekurangan, misalnya ada yang indah, lebih
indah dan terindah. Dengan demikian sebab tertinggi menjadi sebab tingkatan di bawahnya.
Maha sempurna, Maha Benar adalah Tuhan sebagai tingkatan tertinggi.

Pandangan Aquinas tentang jiwa amat sederhana. Katanya, jiwa dan raga mempunyai
hubungan yang pasti: raga menghadirkan matter dan jiwa menghadirkan form yaitu prinsip-
prinsp hisup yang aktual. Kesatuan antara jiwa dan raga bukanlah terjadi secara kebetulan.
Kesatuan itu diperlukan untuk terwujudnya kesempurnaan manusia. Yang dimaksud jia oleh
Aquinas ialah kapasitas intelektual dan kegiatan vital kejiwaan lainnya. Oleh karena itu
Aquinas mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal.

Menurut Aquinas etika adalah:

         Dasar kebaikan adalah kemurahan hati (charty) yang menurut Aquinas lebih dari
kedermawanan atau belas kasihan.

         Kehidupan petapa (ascetic) memainkan peranan yang kuat didalam etikanya. Oleh
karena itu ia setuju dengan pendapat St. Augustinus yang mengajarkan bahwa kehidupan
membujang (celebacy) lebih baik dari pada kawin.

         Mengenai kebebasan kemauan (free will) ia menyatakan bahwa manusia berada dalam
kedudukan yang berbeda dari Tuhan. Tuhan selalu benar, sedangkan manusia kadang-kadang
salah

Tentang gereja

Di dalam filsafat gereja, Aquinas mengatakan bahwa manusia tidak akan selamat tanpa
pelantara gereja. Sakramen-sakramen gereja itu perlu, sakramen itu mempunyai dua tujuan
yaitu : Pertama, menyempurnakan manusia dalam penyembahan kepada Tuhan. Kedua,
menjaga manusia dari dosa. Aquinas juga mengatakan bahwa Baptis mengatur permulaan
hidup, penyesalan (confirmation) untuk keperluan pertumbuhan manusia dan sakramen maha
kudus (eucharist) untuk menguatkan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai