Anda di halaman 1dari 8

Skolastik: Munculnya Sekolah dan Universitas

Istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Selain itu,
bisa juga dari kata schuler yang mempunyai arti ajaran atau sekolahan. Periode ini ditandai
dengan masuknya filsafat ke dalam sekolah-sekolah dan universitas-universitas dengan
menggunakan kurikulum yang tepat yang berisi tentang hakikat Tuhan, Antropologi, Etika, dan
Politik. Cendekiawan dari pemikiran abad pertengahan dari pertengahan abad kesembilan belas
hingga saat ini telah menggunakan istilah 'skolastik' dalam berbagai pengertian. Beberapa telah
memperpanjang istilah untuk membuatnya secara praktis setara dengan 'filsafat abad
pertengahan'. Secara garis besar periode Skolastik dibagi menjadi perode skolastik krinsten dan
periode skolastik islam.

1. Skolastik Kristen
Dalam sejarah perkembangannya periode skolastik Kristen dapat dibagi menjadi tiga ,
yaitu masa skolastik awal, masa skolastik keemasan, dan masa skolastik akhir.
a. Masa Skolastik Awal
Masa ini merupakan kemajuan pemikiran abad pertengahan setelah teradi
kemerosotan akibat pemikiran filsafat pada masa para-Yunani yang didominasi oleh
golongan gereja. Skolastik timbul pertama kali di Biara Italia Selatan dan akhirnya
berkembang menyebarkan pengaruh ke daerah-daerah lain. Pemikirn yang paling
menonjok pada masa itu ialah hubungan antara rasio dengan whayu (agama).

Menurut Anselmus (1033-1109 M), rasio dapat dihubungkan atau digunakan


untuk hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Hubungan antara rasio dengan
agama ini dirumuskannya dengan “Credo Ut In Telligram” (saya percaya supaya
mengerti). Maksudnya adalah bahwa orang yang mempunyai kepercayaan agama
akan lebih mengerti segala sesuatunya: Tuhan, manusia dan dunia. Jadi baginya
agamalah yang diutamakan dalam filsafatnya, tetapi tidak mengingkari kemampuan
rasio.
Soal kedua mengenai universalia. Universalia adalah pengertian umum seperti
kemanusiaan, kebaikan, keindahan dan sebagainya. Yang dipersoalkan adalah universalia
itu terdapat pada hal/barangnya sendiri ataukah hanya sekedar nama buatan pikiran
belaka yang tidak riil pada barang atau bendanya? ada tiga pendapat mengenai hal ini:

1) Ultra-realisme.

Pendapat ini mengatakan bahwa universalia adalah perkara-perkara atau


esensi-esensi yang benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran.
Misalnya kemanusiaan memang merupakan sesuatu yang riil. Tokoh terkenal
yang menganut realisme ialah Gulielmus dari Campeaux (1007-1120 M)

2) Normalisme.

Normalisme berpendapat bahwa universalia hanyalah nama atau bunyi


saja (flatus voice) dan tidak ada dalam realitas.Tokoh terkenal dalam aliran ini
ialah Rossoellinus dari Compeige (150-1120 M)

3) Moderato Realisme.

Menyikapi perbedaan dua aliran diatas, moderato realisme mengambil


jalan tengah dengan menyatakan bahwa universalia yang nyata tidak ada pada
dirinya sendiri. Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran
manusia. Tetapi gambaran atau ide ini ada dasarnya yang objektif, artinya di luar
pikiran, yaitu pada kemiripan yang nyata dari satuan-satuan suatu golongan.
Tokoh-tokoh aliran ini ialah Thomas Aquinas dan Petrus Abaelardus (1079-1180
M).

Petrus Abaelardus dilahirkan di La Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian


yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para
ahli pikir dan pejabat gereja. Menurutnya iman harus didahului akal. Yang harus
dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal. Berbeda dengan
Anselmus, yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus
memberikan alasan bahwa berpikir itu di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu
berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
b. Masa Skolastik Keemasan

Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300
M. Pada masa ini karya non-Kristiani mulai muncul dan filsuf Islam mulai berpengaruh. Masa
ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya beberapa
universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Secara
umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai keemasan, yaitu:

1) Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 hingga
pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.

2) Tahun 1200 M didirikan Universitas Almamater di Prancis. Almamater inilah


sebagai embrio berdirinya universitas di Paris Oxford, Montpellier, Cambridge, dan
lain-lainnya.

3) Berdirinya ordo-ordo karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan


sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang
semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap keruhanian saat
kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peranan di bidang filsafat dan teologi,
seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William
Ocham.

Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles.
Namun, upaya ini kemudian mendapatkan perlawanan dari Augustinus disebabkan
adanya anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah
diolah dan tercema oleh filsuf Arab (Islam). Ini dianggap membahayakan ajaran Kristen.

Untuk menghindari pencemaran tersebut, maka Albertus Magnus dan Thomas


Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan
menerjemahkan langsung dari bahasa Latinnya. Upaya Thomas Aquinas ini sangat
berhasil dengan ditandai terbitnya buku Summa Theologiae, dan ini sekaligus telah
membuktikan bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat
mempengaruhi seluruh perkembangan skolastik.
c. Masa Skolastik Akhir

Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berfikir filsafat sehingga menyebabkan
stagnansi pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh yang
terkenal pada masa ini, yaitu Nicolaus Cusanus (1401- 1404 M). Menurutnya Allah adalah objek
sentral bagi intuisi manusia. Dalam diri Allah semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan.
Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpai pada taraf keberadaan yang berhingga.
Semua mahluk berhingga berasal dari Allah Sang Pencipta, dan segalanya akan kembali pula
kepada-Nya. Di sini filsafat

Nicolaus bercorak teologis, yang menandai pemikiran filsafat abad pertengahan. Akan
tetapi, keaktifannya dalam ilmu pengetahuan eksperimental sudah menunjukkan diri sebagai
modern. Oleh karena itu Nicolaus Cusanus dapat dipandang sebagai mata rantai yang
menghubungkan abad pertengahan dengan abad modern.

Ia adalah pemikir penghujung masa skolastik. Menurutnya terdapat tiga cara untuk
mengenal yaitu: lewat indra, akal dan intuisi. Dengan akal kita akan mendapatkan pengetahuan
tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dalam instuisi, kita akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat
mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan.

Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan di mana segala sesuatu
menjadi larut, yakni Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini dianggap sebagai upaya mempersatukan
seluruh pemikiran abad pertengahan ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke
masa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis

2. Periode Skolastik Islam

Islam sudah dikenal dunia sejak awal abad VII Masehi namun filsafat di kalangan
umum Muslim baru dimulai pada awal abad VII. Ini disebabkan karena pada abad pertama
perkembangan Islam tidak terdapat paham atau “isme‟ selain wahyu. Di kalangan kaum
Muslim filsafat dianggap berkembang dengan baik mulai abad IX Masehi hingga abad XII.
Keberadaan filsafat pada masa ini juga menandai masa kegemilangan dunia Islam, yaitu
selama masa Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1258) dan Daulah Amawiyah (755-7492).

Menurut Hasbullah Bakry, istilah skolastik Islam jarang dipakai dalam khazanah
pemikiran Islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Kedua ilmu
tersebut dalam pembahasannya dipisahkan. Periode skolastik Islam dapat dibagi ke dalam
empat masa:

a. Periode Kalam Pertama

Periode ini ditandai dengan munculnya kelompok mutakallimin/aliran dalam ilmu


kalam yakni :

1). Khawarij

2). Murjiah

3). Qadariyah

4). Jabariyah

5). Mu‟tazilah

6). Ahli Sunnah

Dalam kaitannya dengan filsafat, aliran yang paling menonjol adalah


Mu’tazilah yang dimotori oleh Wasil bin Atha dan dianggap sebagai rasionalisme
Islam. Timbulnya aliran ini antara lain sebagai jawaban atas tantangan yang
timbul berupa paham mengenai masalah Tuhan dan hubungan manusia dengan
Tuhan, yaitu paham tasybih (antropomorphisme), jabariyah (determinisme) dan
khawarij (paham teokratik).
b. Periode Filsafat Pertama

Periode ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam


berbagai bidang yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani terutama
filsafat Aristoteles. Periode filsafat Islam pertama adalah periode munculnya
filsuf-filsuf Muslim di wilayah Timur, masing-masing adalah :
1). Al-Kindi (806-873 M)

2). Al-Razi (865-925 M)

3). Al-Farabi (870-950 M)

4). Ibn Sina (980-1037 M)

c. Periode Kalam Kedua

Periode ini ditandai dengan tampilnya tokoh kalam penting dan besar
pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain:

1). Al-Asy‟ari (873-957 M)

Semula ia adalah penganut Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas


dengan keterangan-keterangan yang diberikan oleh gurunya Al-Juba‟i,
akhirnya ia keluar dari Mu’tazilah. Aliran dan pahamnya disebut
Asy’ariyah. Di samping Asy’ariyah juga Al-Matudiri.

2). Al-Ghazali (1065-1111 M)

Ia adalah sosok Muslim yang berpengaruh besar terhadap dunia


Islam. Ia bergelar “hujjatul Islam” (benteng Islam). Semula ia adalah
seorang mutakaliimun, namun karena kemudian ia tidak menemukan
kepuasan dengan metode-metode pemikiran kalam, ia beralih ke lapangan
filsafat. Namun di filsafat ia juga tidak menemukan kepuasan dan
akhirnya beralih ke lapangan tasawuf. Di bidang terakhir inilah ia
menemukan sesuatu yang dicarinya. Sikapnya terhadap filsafat dan filsuf
tercermin dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (kerancuan Para Filsuf).
d. Periode Filsafat Kedua

Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana dan ahli dalam berbagai bidang yang
juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada
saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan tampilnya para filsuf Muslim di Eropa ini,
ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan terus meningkat. Mereka adalah :

1). Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di Barat dikenal dengan Avempace.

2). Ibnu Thufail (m 1185M), di Barat dikenal Abubacer

3). Ibnu Rusyd (1126-1198M), di Barat dikenal Averroce

Perlu dicatat di sini bahwa pada masa ini Ibnu Rusyd menunjukkan sikap
pembelaannya terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al Ghazali. Ia berusaha
meminimalisir pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut Al-Falasifat dengan bukunya yang
berjudul Tahafut al-tahafut (kerancuan kitab Tahafut). Sampai pertengahan abad ke-12 orang
Barat belum mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan. Skolastik Islamlah yang
membawakan perkembangan filsafat di Barat. Berkat tulisan para ahli pikir Islam, terutama
Ibnu Rusyd, orang Barat itu mengenal Aristoteles. Para ahli pikir Islam (periode Skolastik
Islam) ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya. Peran
mereka besar sekali, tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja tetapi juga memberikan
sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam
sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al Quran adalah
benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Banyak
buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan
peradaban Barat yang sengaja disembunyikan disebabkan mereka (barat) tidak mengakui
secara terus terang jasa para ahli pikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.

e. Periode Kebangkitan

Periode ini dimulai dengan adanya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia Islam
setelah mengalami kemerosotan alam pikiran sejak abad XV hingga abad XIX. Oleh
karenanya, periode ini disebut juga sebagai Renaissans Islam. Di antara tokoh yang
berpengaruh pada periode ini adalah Jamaluddin-Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha, Muhammad Iqbal, dan masih banyak lagi.

Anda mungkin juga menyukai