Istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Selain itu,
bisa juga dari kata schuler yang mempunyai arti ajaran atau sekolahan. Periode ini ditandai
dengan masuknya filsafat ke dalam sekolah-sekolah dan universitas-universitas dengan
menggunakan kurikulum yang tepat yang berisi tentang hakikat Tuhan, Antropologi, Etika, dan
Politik. Cendekiawan dari pemikiran abad pertengahan dari pertengahan abad kesembilan belas
hingga saat ini telah menggunakan istilah 'skolastik' dalam berbagai pengertian. Beberapa telah
memperpanjang istilah untuk membuatnya secara praktis setara dengan 'filsafat abad
pertengahan'. Secara garis besar periode Skolastik dibagi menjadi perode skolastik krinsten dan
periode skolastik islam.
1. Skolastik Kristen
Dalam sejarah perkembangannya periode skolastik Kristen dapat dibagi menjadi tiga ,
yaitu masa skolastik awal, masa skolastik keemasan, dan masa skolastik akhir.
a. Masa Skolastik Awal
Masa ini merupakan kemajuan pemikiran abad pertengahan setelah teradi
kemerosotan akibat pemikiran filsafat pada masa para-Yunani yang didominasi oleh
golongan gereja. Skolastik timbul pertama kali di Biara Italia Selatan dan akhirnya
berkembang menyebarkan pengaruh ke daerah-daerah lain. Pemikirn yang paling
menonjok pada masa itu ialah hubungan antara rasio dengan whayu (agama).
1) Ultra-realisme.
2) Normalisme.
3) Moderato Realisme.
Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300
M. Pada masa ini karya non-Kristiani mulai muncul dan filsuf Islam mulai berpengaruh. Masa
ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya beberapa
universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Secara
umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai keemasan, yaitu:
1) Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 hingga
pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles.
Namun, upaya ini kemudian mendapatkan perlawanan dari Augustinus disebabkan
adanya anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah
diolah dan tercema oleh filsuf Arab (Islam). Ini dianggap membahayakan ajaran Kristen.
Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berfikir filsafat sehingga menyebabkan
stagnansi pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh yang
terkenal pada masa ini, yaitu Nicolaus Cusanus (1401- 1404 M). Menurutnya Allah adalah objek
sentral bagi intuisi manusia. Dalam diri Allah semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan.
Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpai pada taraf keberadaan yang berhingga.
Semua mahluk berhingga berasal dari Allah Sang Pencipta, dan segalanya akan kembali pula
kepada-Nya. Di sini filsafat
Nicolaus bercorak teologis, yang menandai pemikiran filsafat abad pertengahan. Akan
tetapi, keaktifannya dalam ilmu pengetahuan eksperimental sudah menunjukkan diri sebagai
modern. Oleh karena itu Nicolaus Cusanus dapat dipandang sebagai mata rantai yang
menghubungkan abad pertengahan dengan abad modern.
Ia adalah pemikir penghujung masa skolastik. Menurutnya terdapat tiga cara untuk
mengenal yaitu: lewat indra, akal dan intuisi. Dengan akal kita akan mendapatkan pengetahuan
tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dalam instuisi, kita akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat
mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan.
Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan di mana segala sesuatu
menjadi larut, yakni Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini dianggap sebagai upaya mempersatukan
seluruh pemikiran abad pertengahan ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke
masa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis
Islam sudah dikenal dunia sejak awal abad VII Masehi namun filsafat di kalangan
umum Muslim baru dimulai pada awal abad VII. Ini disebabkan karena pada abad pertama
perkembangan Islam tidak terdapat paham atau “isme‟ selain wahyu. Di kalangan kaum
Muslim filsafat dianggap berkembang dengan baik mulai abad IX Masehi hingga abad XII.
Keberadaan filsafat pada masa ini juga menandai masa kegemilangan dunia Islam, yaitu
selama masa Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1258) dan Daulah Amawiyah (755-7492).
Menurut Hasbullah Bakry, istilah skolastik Islam jarang dipakai dalam khazanah
pemikiran Islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Kedua ilmu
tersebut dalam pembahasannya dipisahkan. Periode skolastik Islam dapat dibagi ke dalam
empat masa:
1). Khawarij
2). Murjiah
3). Qadariyah
4). Jabariyah
5). Mu‟tazilah
Periode ini ditandai dengan tampilnya tokoh kalam penting dan besar
pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain:
Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana dan ahli dalam berbagai bidang yang
juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada
saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan tampilnya para filsuf Muslim di Eropa ini,
ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan terus meningkat. Mereka adalah :
Perlu dicatat di sini bahwa pada masa ini Ibnu Rusyd menunjukkan sikap
pembelaannya terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al Ghazali. Ia berusaha
meminimalisir pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut Al-Falasifat dengan bukunya yang
berjudul Tahafut al-tahafut (kerancuan kitab Tahafut). Sampai pertengahan abad ke-12 orang
Barat belum mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan. Skolastik Islamlah yang
membawakan perkembangan filsafat di Barat. Berkat tulisan para ahli pikir Islam, terutama
Ibnu Rusyd, orang Barat itu mengenal Aristoteles. Para ahli pikir Islam (periode Skolastik
Islam) ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya. Peran
mereka besar sekali, tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja tetapi juga memberikan
sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam
sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al Quran adalah
benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Banyak
buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan
peradaban Barat yang sengaja disembunyikan disebabkan mereka (barat) tidak mengakui
secara terus terang jasa para ahli pikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.
e. Periode Kebangkitan
Periode ini dimulai dengan adanya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia Islam
setelah mengalami kemerosotan alam pikiran sejak abad XV hingga abad XIX. Oleh
karenanya, periode ini disebut juga sebagai Renaissans Islam. Di antara tokoh yang
berpengaruh pada periode ini adalah Jamaluddin-Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha, Muhammad Iqbal, dan masih banyak lagi.