Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Demokrasi dalam al-Quran dan Hadits


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah StudiQuran dan Hadits
yang diampu oleh:

Dr. Hj. Umi Sumbulah, M.Ag.

Oleh:
Husnan Ripai
(15210006)
Diah Cahyanti Putri
(15210011)
M Zakky Ubaid Ermawan
(15210024)
Nurfiana
(15210030)
Halimatus Saadah
(15210031)
Rizqi Kurniawan
(15210035)
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini tentang Demokrasi menurut Alquran dan Al-Hadits
Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, karena dengan jasa
beliaulah kita dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Hj. Umi Sumbulah, M.Ag. yang telah membimbing kami
dalam mata kuliah Studi Al-Quran Hadist.
Kami sangat berharap karya makalah ini dapat berguna bagi
semua teman-teman dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Demokrasi menurut Al-Quran dan
Hadis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang,
Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah di susun ini dapat
berguna bagi kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terjadi kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dihati para pembaca, karena setiap manusia pasti pernah
melakukan kesalahan, apabila ada baiknya itu datang dari sisi Allah
dan apabila ada kesalahan itulah kekurangan kami. Akhir kata kami
ucapkan Terima kasih.

Malang, 20 Nopember
2015

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................I
DAFTAR ISI ................................................................................................................II
BAB I:

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................1
1.3 Tujuan ............................................................................................1

BAB II:

PEMBAHASAN
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5

BAB III:

Definisi Demokrasi ........................................................................2

Musyawarah dalam al-Quran .................................................4


Musyawarah dalam Hadits .....................................................8
Etika Bermusyawarah ..........................................................11
Tujuan dan Manfaat Bermusyawarah ..................................15

PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai (1) latar belakang
pemilihan judul dan (2) fokus pembahasan. Kedua hal tersebut dijabarkan melalui
sub-sub bab berikut ini.
1.1 Latar belakang
Pada saat ini banyak sekali negara yang menganut sistem
demokrasi sebgai sisem pemerintahannya. Demokrasi sering
diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipai dalam pengambilan keutusan, dan persamaan hukum.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa
rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri. Oleh
karenarakyat tidak mungkin mengambil keputsuan karena
jumlahnya terlalu besar maka dibentuklah dewan perwakilan
rakyat. Sitem ini pouler karena masyarakat merupakan komponen
utamanya. Pemerintah diplih langsung oleh rakyat yang berfungsi
sebagai penyalur aspirasi dan membuat kebijakan untuk
kepentingan rakyat dei kesejahteraan rakyat. Pada saat ini, banyak
negara yang mengadaptasi sistem demokrasi yang berasal dari
negara Barat, padahal sitem demokrasi tersebut belum tentu
sesaui dengan kaidah-kaidah Islam. Oleh karena itu, kita perlu
mengajari sistem demokrasi yang sejalan dengan aturan Islam.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana demokrasi/ musyawarah menurut Al-Quran dan Hadits?
2. Mengapa demokrasi/musyawarah itu diperlukan?
3. Bagaimana sikap musyawarah yang dapat diterima oleh banyak
orang?
3.2 Tujuan
1. Memaparkan keterkaitan demokrasi/musyawarah menurut Al-Quran dan
Hadits
2. Memaparkan diperlukannya demokrasi/musyawarah
3. Memaparkan tata cara berdemokrasi/bermusyawarah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Demokrasi
Demokrasi terdiri dari kata, yakni demos (Yunani) yan berarti
rakyat dan kratos atau kratein yang berarti kekuasaan. Adapun
yang dimaksud dengan demokrasi menurut beberapa ahli, yaitu:
1. Joseph Schemeter
Demokrasi adalah suatu pernacanaan institusional untuk
mencapai suatu putusan politik dimana para individu memperoleh
kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.
2. Sydney Hook
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana
putusan-putusan pemerintah yang penting secara langsung atau
tidak langsung yang didasarkan atas kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
3. Philippe C. Schimitter
Demokrasi adalah suatu sestem pemerintahan dimana
pemerintah dimintakan tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara
tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasam dengan para wakil
mereka yang telah terpilih.
4. Henry B. Mayo
Demokrasi adalah suatu sistem dimana kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
seacara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Sebenarnya yang dimaksud dengan demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan dalam suatu negara dimana semua warga negara secara umum
memiliki hak, kewajiban, kedudukan, dan kekuasaan yang baik dalam menjalankan
kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan negara, dimana
rakyat berhak untuk ikut serta dalam menjalankan atau menguasai jalannya
2

kekuasaan negara, baik secara langsung misalnya melalui ruang-ruang publik (public
sphere) maupun melalui wakil-wakilnya yang telah dipilih secara adil dan jujur
dengan pemerintahan yang dijalankan semata-mata untuk kepentingan rakyat.
Karena itu, dalam wacana politik modern, demokrasi didefinisikan
seperti apa yang dirumuskan oleh negarawan Amerika, Abraham
Lincoln, pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, untuk rakyat (government of the people, by the people, for
the people)1. Karena itu sistem pemerintahan demokrasi dipakai
sebagai lawan dari sistem pemerintahan tirani, otokrasi,
depsotisme, totaliterisme,arsitokrasi, oligarki, dan teokrasi. Secara
teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap berdaulat,
rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat
haruslah melaksanakan apa yang ditetapkan rakyat.
Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia
secara menyeluruh dalam hal (1) kebebasan beragama, (2)
kebebasan berpendapat, (3) kebebasan kepemilikan, dan (4)
kebebasan bertingkah laku. Tentu saja dalam implemetasiya akan
mengalami variasi-variasi tertentu yang dilatar belakangi oleh
kebiasaan, adat istiadat, serta agama yang dianut oleh suatu
negara.
Dalam demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat,
konsekuensinya bahwa hak legislasi (penetapan hukum) berada di
tangan rakyat (yang dilakukan oleh perwakilan rakyat, seperti DPR).
Semenara dalam Islam, kedaulatan berada di tangan Syara bukan
di tangan rakyat. Ketika syara telah mengaharamkan sesuatu,
maka sesuatu itu tetap haram walaupun seluruh rakyat sepakat
membolehkannya.
Berkenaan dengan kebebasan beragama, Islam memang
melarang memaksa seseorang untuk masuk agama tertentu.
1 William Ebestein, Democracy dalam Wiliam D. Halsey &
Bernard Johnston (Eds.), Colliers Encyclopedia Vol. VIII, h.75.

Namun demikian, Islam mengharamkan seorang muslim untuk


meninggalkan aqidah Islam. Mengenai kebebasan bependapat,
Islam memandang bahwa pendapat seseorang haruslah terikat
dengan apa yang ditetapkan oleh syariat Islam. Artinya seseorang
tidak boleh melakukan suatu perbuatan kecuali perbuatan tersebut
dibenarkan oleh dalil-dalil syara yang membolehkan hal terebut.
Berkaitan dengan kepemilikan, Islam melarang individu menguasai
barang hak milik umum, seperti sungai, arang tambang yang
depositnya besar, dll. Islam juga melarang memiliki harta yang
tidak dibenarkan syara seperti riba, judi, menjual barang haram,
menjual kehormatan, dll. Adapun kebebasan bertingkah laku, Islam
menentang keras perzinaan, homoseksual-lebianisme, pejudian,
mabuk dan sebagainya.sementara demokrasi membolehkan hal
tersebut, apalagi kalu didukung suara mayoritas, sehinga tidak
aneh kalau dalam sistem demokrasi, homoseksual yang jelas
dihramkan Islam tetap dibolehkan asalkan pelakunya sudah
dewasa (diatas 18 tahun) dan dilakukan suka sama suka2. Begitu
juga perzinaan, asal dilakukan orang dewasa yang suka sama suka
dan tidak terikat tali perkawinan maka tidaklah dipermasalahkan 3.
Akan tetapi, pada teknis pelaksanaannya dalam pengambilan
keputusan, demokrasi sesungguhnya ada kesesuaiannya dengan
Islam, yaitu musyawarah. Walaupun musyawarah tidak sepenuhnya
mirip demokrasi, namun keduanya sama dalam bebagai aspek
yaitu:
1. Kesamaan derajat,
kebebasan berfikir,
kebebasan
memeluk agama,
2 Rancangan KUHP BAB XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan
3 Pasal 284 KUHP

dan keadilan sosial


dalam sistem
demokrasi dan
musyawarah tidak
dibatasi.
2. Baik demokrasi ataupun
musyawarah saling
memberi dan membuka
kesempatan yang besar
kepada rakyat untuk ikut
serta dalam menentukan
langkah-langkah politik
yang disepakati.
3. Demokrasi dan
musyawarah tidak boleh
menyimpang dari
kemaslahatan umat,
artinya semua keputusan
harus dipertimbangkan
kemaslahatannya4.
4. Kebebasan
mengemukakan
pendapat.
hanya saja dalam musyawarah perkara-perkara yang sudah
diatur Allah SWT tidak dapat diubah. Oleh karena itu, demokrasi
boleh digunakan sepanjang bukan untuk mengubah yang sudah
menjadi hak ketetapan Allah.
2.2 Musyawarah dalam al-Quran
Kata musyawarah, merupakan bentuk isim mashdar dari kata
kerja syaawara, yusyaawiru. Kata ini terambil dari akar kata sya,
4 Umi sumbulah, Ahmad Kholil, Nasrullah, Studi Al-Quran dan
Hadis, hal.352

wau, dan ra yang bermakna mengambil sesuatu, menampakkan,


dan menawarkan sesuatu.5 Ada juga yang mengartikan
musyawarah sebagai mengeluarkan madu dari sarang lebah.6
Musyawarah menurut bahasa berarti beruding dan berembk,
sedangkan pengertian musyawarah menurut istilah adalah
perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk
mendapatkan keputusan yang terbaik. Terdapat dua cara yang
dapat ditempuh dalam pengambilan keputusanbersama, yaitu
dengan musyawarah mufakat dan dengan pengambilan suara
terbanyak atau yang lebih dikenal dengan istilah voting.
Sebagaimana dalam Al-Quran surat As-syura ayat 38:

()
Artinya: "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antar mereka, dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka."Q.S. Asy-Syuura/42: 38.
Ayat ini berisi penjelasan tentang sifat-sifat orang mukmin,
yaitu mengamalkan perintah Allah SWT yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, yaitu mengejakan salat, memusyawarahkan
urusan mereka, dan menafkahakan sebagian rezeki yang mereka
peroleh. Dari ayat ini dapat disimpulka bahwa musyawarah
merupakan salah satu bentuk ibadah, dan sejajar dengan bentukbentuk ibadah yang lain.
5Al-Raaghib al-Ashfahaani, Al-Mufradaat, h.270; Ibn Faaris,
Mujam al-Maqaayis, h.541.
6Quraish Shihab, Tafsir al-Misbaah, jiilid II, h.244.

Rasulullah SAW sendiri mengajak para sahabatnya agar


mereka bermusyawarah dalam segala urusan, selain masalahmasalah hukum yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Persoalan
yang pertama kali dimusyawarahkan oleh para sahabat adalah
khalifah. Karena nabi Muhammad SAW sendiri tidak menetukan
siapa yang harus jadi khalifah setelah beliau wafat. Akhirnya
disepakati Abu Bakarlah yang menjadi khalifah.
Ibnu Abas dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini, terdapat perintah
Allah bagi seluruh manusia yaitu:
1. Perintah untuk bertakwa kepada Allah, yakni menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
2. Perintah mendirikan shalat, dalam hal ini shalat yang diwajibkan
yakni yang lima waktu dalam sehari semalam (Dzuhu, Asar, Magrib,
Isa, Subuh)
3. Perintah bermusyawarah dalam segala persoalan, yakni apabila
mereka handak menyelesaikan suatu persoalan, hendaklah mereka
bermusyawarah dulu dengan orang- orang disekitarnya, setelah itu
barulah dilakukan.
4. Perintah menyedekahkan sebagian rezeki yang telah diberikan oleh
Allah.
Ayat tersebut merupakan ayat Makkiyah. Ini berarti, bahwa
umat Islam telah mengenal tradisi musyawarah sebelum mereka
hijra ke Madinah. Bahkan sebelum Islam datang, masyarakat Arab
telah mengenal tradisi musyawarah7. Sehingga wajar kalau alMaraaghi berpendapat bahwa sesungguhnya musyawarah
merupakan fitrah manusia, dengan menafsirkan ayat al-Baqarah
tentang keberatan malaikat atas pengangkatan Adam AS. Sebagai
khalifah di muka bumi.
Pandangan yang hampir sama diberikan oleh Fazlur Rahman,
ia menyatakan bahwa musyawarah bukanlah suatu yang berasal
7 Dalam surat al-Baqarah/2: 30 tentang keberatan malaikat atas
engangkatan Adam AS. Sebagai

kalifah di bumi.

dari tuntunan al-Quran untuk pertama kali, melainkan tuntunan


abadi dan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Lebih jauh Fazlur
menjelaskan bahwa musyawarah kemudian diperluas oleh al-Quran
dengan mengubahnya dari institusi kesukuan menjadi institusi
komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah dengan
hubungan iman8.
Pandangan yang berbeda diberikan oleh Zaafir al-Qaasimi
yang menyatakan bahwa musyawarah bukanlah produk sosial
melainkan merupakan institusi yang dihasilkan oleh wahyu yang
diturunkan kepada Rasululah SAW. Pembelaan seperti ini nampak
berlebihan meskipun mungkin tujuannya untuk mengunggulkan
ajaran Islam dengan jelas menyatakan bahwa musyawarah
merupukan seusatu yang orisinal dari al-Quran9.
Fakta sesjarah menunjukkan seperti telah disinggun di atas
bahwa masyarakat Arab pra-Islam telah mengenal musyawarah,
bahkan dalam al-Quran dijelaskan tentang salah seorang ratu yang
hidup pada masa Nabi Sulaiman AS. di negeri Sabaa dalam
memimpin negaranya ratu tersebut selalu bermusyawarah dengan
pembantu-pembantu setianya. Dan pada masa pemerintahannya
inilah, negaranya disebut oleh al-Quran dengan sebutan baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur. Ayat tersebut ialah Q.S. al-Naml/27:
32-35 yang berbunyi

8 Fazlur Rahman, The Islamic Concept of State dalam John J.


Donohue and John J. Esposito, Islamic in Transition, Muslim Perspective,
h.263.
9 Zaahir al-Qaasimi, Nizhaam al-Hukm fii al-Syariiaat wa alTaariikh, h.65-66.

Artinya: Dia (ratu) berkata: Hai para pembesar berilah aku


pertimbangan dalam urusanku ini, aku tidak pernah memutuskan
sesuatu persoalan sebelum kalian berada dalam majelis(ku).
Mereka menjawab: Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan
dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan),
dan keputusan berada ditanganmu, maka pertimbangkanlah apa
yang akan kamu perintahkan. Dia berkata: Sesungguhnya raja-raja
apabila memasuki sebuah negara, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi
hina, dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan
sesungguhnya aku akan mengirimutusan kepada mereka dengan
membawa hadiah, dan (aku akan) menuggu apa yang akan dibawa
kembali oleh utusan-utusan itu.
Penafsiran agak berbeda atas ayat di atas diberikan oleh Ibnu
Asyuur sebagaimana dikutib oleh Quraish Shihab yang
menggarisbawahi bahwa, walaupun ayat di atas menggambarkan
musyawarah yang dilakukan oleh ratu tersebut, namu ayat ini tidak
dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa al-Quran
menganjurkan musyawarah. Karena ayat ini tidak berbicara dalam
konteks hukum, tidak juga untuk memujinya.
Ayat tersebut berisi uraian tentang peristiwa yang terjadi di
tengah masyarakat yang tidak menganut ajaran berdasar wahyu
ilahi. Namun dimikian, perlu diingat bahwa al-Quran memaparkan
satu kisah agar dapat dipetik pelajaran dan keteladanan, dan atas
dasar pertimbangan, dapat saja ayat ini dijadikan dasar untuk

menilai baiknya musyawarah10. Namun pada sisi lain keyataan


menyatakan bahwa musyawarah memang tidak hanya digunakan
dalam hal-hal baik dan dibolehkan agama, terkadang juga
digunakan untuk hl-hal yan yang negatif, bahkan untuk menentang
aturan agama.
Dari pemaparan ayat-ayat tentang musyawarah di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa musyawarah adalah salah satu
kaidah syariat dan ketentuan hukum yang harus ditegakkan.
Bahkan al-Qurthubi berpandangan lebih jauh dengan megatakan
bahwa seorang yang menjabat kepala negara, tetapi tidak mau
bermusyawarah dengan ahli ilmu dan ahli agama maka harus
dipecat11. Pendapat ini mengaitkan kedudukan musyawarah dalam
sistem politik.
2.3 Musyawarah dalam Hadits
: :

(
Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW pernah
bersabda: Musyawarah adalah dapat dipercaya. (HR. Tirmidzi dan
Abu Daud)

10 Shihab, Tafsiir, vol.X, h.221.


11 Al-Qurthubi, Jaamii al-Ahkaam, jilid XXV, h.47.

10

Merespon makna hadis diatas, imam Al-Qurtubi menukil


pendapat ulama yang mengatakan bahwa syarat orang yang
dimintai pendapatnya dalam musyawarah masalah agama ialah
orang yang alim yaitu yang memahami ilmu agama dengan baik
dan juga orang yang mengamalkan ilmunya tersebut. Jadi tidak
hanya cukup mempunyai ilmu agama yang cukup, tetapi juga
mengamalkan ajaran agama dengan baik. Bila mana orang
tersebut telah berijtihad atau memutuskan sebuah masalah yang
ternyata dikemudian hari salah, maka hal ini tidak ada masalah.
Siapapun yang sudah berijtihad, dan ternyata tidak benar, maka ia
akan mendapat satu pahala, dan bilamana ijtihadnya benar, maka
ia akan mendapatkan dua pahala. Sedangkan orang yang dimintai
pendapat dalam urusan dunia adalah orang yang memahami ilmu
yang berkaitan dengan persoalan dunia tersebut sekaligus orang
yang berpengalaman serta mempunyai kasih sayang terhadap
yang meminta pendapat. Dan menurut pendapat yang lain karena
orang yang dalam jumlah banyak bermusyawarah akan jauh dari
melakukan kesalahan daripada diserahkan kepada seseorang yang
cenderung membawa bahaya bagi umat.
( )
Artinya: Apabila salah seorang dari kamu meminta
bermusyawarah dengan saudaranya, maka penuhilah. (HR. Ibnu
Majah)

( )
Artinya: Bermusyawarahlah kalian dengan ahli fiqih dan ahli
ibadah, dan janganlah hanyua mengandalkan pendapat otak saja
(HR. Ath-thabrani)
Agar permasalahan agama yang kita inginkaqn dapat
terpecahkan, maka langkah utamanya kita harus bermusyawarah

11

dengan orang yang ahli dalam bidang agama, dan dalam hal ini
adalah para ulama dan intelektual muslim.
:
( )
Artinya: Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar dan Umar:
Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak
akan menyalahi kalian (HR. Ahmad).
Dari hadis ini sudah terlihat dengan jelas bahwa hasil musyawarah yang telah
disepakati oleh banyak orang, maka orang yang sedikit harus menyepakati juga, tapi
tanpa harus dengan paksaan.
1. Musyawarah dengan perempuan dan istri.


Artinya: Sesungguhnya perempuan adalah bagian dari laki-laki
Hadis ini menunjukan bahwa secara peran tidak ada bedanya antara laki-laki
dan perempuan dalam mengembangkan kiprahnya di ranah sosial dan politik. Ketika
laki-laki mempunyai hak dan peran aktif di parlemen pemerintahan, maka
perempuan pun mempunyai hak yang sama untuk ikut aktif memilih atau dipilih oleh
rakyat dalam tatanan pemerintahan yang resmi, seperti pencalonan kepala daerah,
wilayah, bahkan negara.
Dalil dari argumen tersebut dapat ditemukan dalam sebuah riwayat yang
tercantum dalam kitab shahin al-Bukhary, riwayat tersebut menjelaskan bahwa nabi
Muhammad SAW meminta pendapat istrinya yang bernama Ummu Salamah dalam
masalah- masalah yang menyangk,ut kepentingan masyarakat luas. Pada kejadian
perjanjian damai Hudaibiyah, Nabi SAW berkata kepada sahabat-sahabatnya:
bangkitlah, sembelihlah qurban, kemudian potonglah rambut. Nabi menyeruka
kalimat tersebut sebanyak tiga kali, namun tidak ada satupun dari sahabat yang
melekukannya. Lalu nabi saw menceritakan kejadian tersebut kepada istrinya Ummu
Salamah, lantas Ummu Salamah berkata: ya rasulullah apakah engkau
menginginkan hal itu terjadi?, jika memang demikian aku akan berkata kepada
mereka seperti yang engkau katakan, sehingga engkau keluar kepada mereka tanpa
sedikitpun bicara, dan mereka akan menuruti perkataan engkau. Setelah itu nabi

12

keluar menemui sahabat-sahabatnya tanpa sedikitpun bicara, mereka langsung


menyembelih hewan qurban dan memanggil tukang cukur rambut untuk nabi saw.
Setelah itu para sahabat menyembelih hewan qurban dan saling mencukur
rambutnya.12 Dari riwayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meminta pendapat itu
tidak hanya kepada pihak laki-laki saja, tetapi juga meminta pendapat kepada
perempuanpun diperbolehkan, ini menunjukan tidak adanya perbedaan antara lakilaki dan perempuan dalam hal bermusyawarah.
Begitupula Umar bin Al-khatab, ia mempunyai kerabat perempuan yang
bernama Syafa binta Abdillah yang dipasrahi dan dipercaya sebagai direktur
pertokoan pada masanya.
Suatu ketika Umar bin Khatab berpidato dewngan menyerukan mahar
perempuan tidaklah perlu banyak, karena andaikata perempuan tersebut mempunyai
kedudukan dan posisi terhormat di dunia dan mempunyain ketakwaan dihati, maka
semuanya itu tidak ada yang melebihi Nabi SAW, dan beliau tidaklah memberikan
mahar kepada istri-istrinya juga menetapkan mahar atas petrinya melebihi dua belas
uqiyah. Setelah menyampaikan hal tersebut, seorang wanita berdiri dan
mengatakan: wahai Umar, akankah engkau menghalangi hak yang telah diberikan
Allah kepada kaum wanita? Bukankah Allah berfirman dalam surat An-nisa ayat 20
kalian (suami) telah memberikan harta yang melimpah kepada istri-istri kalian,
maka janganlah kalian mengambilnya sedikitpun dari harta yang telah menjadi
haknya (istri). Mendengar sanggahan dari seorang perempuan tersebut, Umar
mengatakan bahwa dirinya salah dan wanita itu benar.
2.4 Etika Bermusyawarah
Dalam bermusyawarah, al-Quran menyinggung sedikit tentang
etika bermusyawarah, yaitu yang terantum dalam ayat berikut:



()

12 Qurdis halaman 364

13

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah lah, engkau berlaku


lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku keras
lagi berlaku kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun
bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S Ali Imraan/3 :
159)
Ayat ini menyebutkan tiga sifat dan sikap yang harus dipatuhi
Rasulullah SAW. Sebelum melakukan musyawarah. Ketiga sifat
tersebut ialah, berlaku lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati
keras. Meskipun ayat tersebut berbicara dalam konteks perang
Uhud13, esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh
setiap kaum muslimin yang hendak melakukan musyawarah,
apalagi bagi seorang pemimpin. Kalau dia berlaku kasar dan keras
niscaya peserta musyawarah akan meninggalkannya.
Sedangkan setelah bermusyawarah, maka sikap yang harus
diambil oleh Rasulullah SAW. dan orang yang bermusyawarah
adalah memberi maaf. Dalam ayat diatas diungkapkan dengan
fafuanhum. Kata maaf berasal dari kata al-afwu yang termabil
dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ain, fa, wau. Makna
dasarnya berkisar kepada dua hal yaitu meninggalkan sesuatu,
dan memintanya. Dari sini lahir kata afwu yang berarti
meninggalkan sanksi terhadap yang bersalah (memaafkan).
Perlindungan Allah dari keburukan juga dinamai dengan afiat, dari
sini kata afwu juga diartikan dengan menutupi, bahkan dari
rangkaian ketiga huruf diatas, juga bermakna terhapus, atau habis
tiada bekas.
Dalam al-Quran kata afwu dalam berbagai bentuknya
terulang sebanyak 35 kali dengan berbagai makna. Namun, hal
yang cukup menarik ialah, diantara 35 ayat tersebut tak ada
13 Al-Ashfahaani, Mufradaat, h.339; Faaris, Mujam, h.667.

14

satupun ayat yang menerangakan kewajiban meminta maaf, yang


ada hanyalah memberi maaf14. Ketiadaan meminta maaf bukan
berarti yang bersalah tidak diperintahkan meminta maaf, namun
yang lebih perlu adalah membimbing manusia agar berakhlak
mulia sehinggs tidak menunggu orang meminta maaf baru
dimaafkan.
Orang yang sedang bermusyawarah harus mempersiapkan
mentalnya untuk selalu bersedia memberi maaf, karena boleh jadi
ketika melakukan musyawarah terjadi perbedaan pendapat, bahkan
mungkin ada kalimat yang menyinggung pihak lain.etika
bermusyawarah yang dituntun oleh al-Quran ternyata tsk sampai
disini, ayat tersebut memberi tuntunan bahwa untuk mencapai
hasil maksimal tidak cukup hanya mengandalkan peserta
musyawarah (kemampuan manusia), namun juga harus menjalin
hubungan yang baik dengan Allah SWT.
Petunjuk terkahir dari ayat dalam konteks musyawarah
adalah faidzaa azamta fatawakkal ala allah apabila telah
berazam kamu (bertekad bulat), laksanakanlah dan
bertawakkallah pada Allah SWT. Azm adalah tingkat tertinggi apa
yang tersirat di dalalm hati. Ayat tersebut mengisyaratkan apabila
tekad sudah bulat untuk melaksanakan hasil kesepakatan dalam
musyawarah, maka pada saat yang sama harus diikuti dengan
sikap tawakkal kepada Allah SWT.
Etika yang lain antara lain:
1. Musyawarah dipimpin oleh orang satu orang yang tidak
memihak kepada siapapun.
2. Tidak memotong pembicaran (interupsi), tunggulah
orang lain selesai berbicara.
3. Apabila keputusan telah di tetapkan, maka ini adalah
suatu amanah dari Allah SWT dan siap
14 Shihab, Tafsiir, jilid I, h.573.

15

melaksankannya, namun jangan memikirkan hasil


keputusansebagai beban namun sebagai anugrah.
4. Apabila dari hasil musyawarh terjadi hal yang tidak
diinginkan maka janganlah beranadai-andai, hal ini
akan menimbulkan peluang syetan untuk memecah
hati kita.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam nilai pancasila sila keempat, antara lain:
1. Setiap warga indonesia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepadsa orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh rasa kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
6. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah dengan
penuh tanggung jawab.
7. Musyawarah mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara
moralkepada tuhan yang maha esa.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melakukan musyawarah.15
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dan etika tersebut maka akan timbul
masyarakat yang demokratis sebagaimana disebutkan oleh A.Ubaedillah dan Adbul
Rozak, 2008:41 yaitu:
a) Menghormati pluralisme dalam masyarakat, karena telah hilang
sikap mau menang sendiri, di Indonesia istilah ini dikenal
dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika.
b) Semangat musyawarah dalam mencapai suatu putusan tertentu.
c) Cara yang diambil selaras dengan tujuan yang hendak dicapai.
d) Selalu mengutamakan norma kejujuran dalam bermufakat,
dengan begitu kita akan saling menghargai perbedaan yang ada,
dan dapat mengambil putusan yang mkenguntungkan semua
pihak.
15 Paradigma baru pendidikan kewarga negaraan hal 65

16

e) Menjunjung tinggi norma kebebasan, persamaan hak, dan


kesamaan perlakuan diantara anggota masyarakat.
f) Toleransi terhadap prinsip coba dan salah (trial and error)
dalam memperaktikan demokrasi.16
Karena kultur atau nilai demokrasi menurut Zamroni (2001) ialah:
a. Toleransi
b.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok


kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolok-olokkan lebih baik dari mereka
yang mengolok-ngolok. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mengolokngolokkan perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik
dari pada perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencela satu
sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. AI-Hujarat :11)
c. Kebebasan mengemukakan pendapat
d. Menghormati perbedaan pendapat
e. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan
f. Saling menghargai
g. Kebersamaan, dan
h. Keseimbangan.
2.5 Tujuan dan Manfaat Bermusyawarah
Musyawarah memiliki nilai keberkahan tersendiri yang tidak akan didapatkan
dengan hanya berpijak pada opini mandiri, mengingat terdapat banyak manfaat yang
tersembunyi dibalik perintah musyawarah. Imam Qatadah, Muqatil dan Al-Rabi
16 Konsep negara demokrasi halaman 14

17

menyebutkan bahwa sudah menjadi tradisibangsawan Arab untuk memutuskan


segala sesuatu dengan bermusyawarah. Bahkan sebagian dari mereka mengatakan
siapapun yang kagum hanya dengan pendapatnya sendiri, maka ia akan rugi.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Basri dan Al-Dhahhak bahwa sesungguhnya nabi saw
diperintahkan oleh Allah untuk bermusyawarah kepada sahabatnya, bukan
disebabkan nabi saw membutuhkan pendapat mereka, tetapi hal ini dilakukan
sebagai petunjuk teladan yang harus diikuti oleh semua umat sepeninggal beliau.
Sebagaimana telah disebutkan dalam hadisnya imam Tirmizi yang mengatakan
bahwa orang yang paling banyak bermusyawarah adalah Rasulullah.
Berikut adalah tujuan dari musyawarah
Musyawarah dilaksanakan untuk membuka pintu kesulitan dan
memberikan kesempatan untuk melihat sebuah perkara dari berbagai
sudut pandang, sehingga keputusan yang diambil dan dihasilkan sesuai
dengan standar dan persepsi seluruh anggota. Keputusan yang diperoleh
dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat

pendapat, pemikiran dan ilmu dari para anggota.


Musyawarah dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama
sehingga keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan

oleh semua anggota dengan penuh rasa tanggung jawab.


Musyawarah dapat membantu kita dan orang lain ketika menyikapi
berbagaimacam pendapat, untuk dapat dicari pemecahan masalah yang

sedang dibahas.
Musyawarah dapat mengurangi pertikaian ataupun perselisihan
pendapat karena msing-masing peserta dimungkinkan memiliki

kepentingan dan pendapat yang berbeda.


Dapat mengurangi bahkan menghindari adanya konflik yang

berkepanjangan dalam suatu masalah.


Berikut adalah manfaat dari musyawarah
Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)
Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam
memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti
musyawarah, seseorang bisa dilatih untuk mengutarakan pendapat yang nantinya
akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang paling berguna.

Masalah dapat segera terpecahkan

18

Dengan bermusyawarah, akan bisa didapatkan beberapa jalan alternatif dalam


menyelesaikan suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama.
Pendapat yang berbeda dari orang lain mungkin akan lebih baik dari pendapat kita
sendiri. Untuk itu sangat penting untuk mengadakan dengar pendapat dengan orang
lain.

Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan

Musyawarah merupakan proses dengar pendapat yang nantinya keputusan


yang diambil adalah merupakan kesepakatan bersama antar sesama anggota.
Kesepakatan yang diambil tentunya tidak mengandung unsur paksaan di dalamnya.
Sehingga semua anggota dapat melaksanakan hasil keputusan tersebut dengan penuh
tanggung jawab dan tanpa ada unsur pemaksaan.

Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak

Keputusan yang diambil dalam suatu musyawarah tidak boleh merugikan


salah satu pihak atau anggota dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang
diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh anggota dengan
penuh keikhlasan.

Dapat menyatukan pendapat yang berbeda

Dalam sebuah musyawarah tentu akan ditemui beberapa pendapat yang


berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan
bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat
tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,
sehingga diakhir musyawarah akan terpilih satu dari sekian pendapat yang berbeda
tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk menyelesaikan
masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut kepentingan bersama.

Adanya kebersamaan

Manfaat bermusyawarah, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter


yang berbeda dari para anggota. Anggota didalamnya bisa bersilaturahmi dan
mempererat hubungan tali persaudaraan antar sesama anggota.

Dapat mengambil kesimpulan yang benar

Hasil keputusan akhir yang diambil dalam musyawarah adalah keputusan


yang dianggap benar dan sah. Hasil keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh setiap anggotanya.

Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan

Dengan bermusyawarah, kita bisa menemukan kebenaran atas pangkal


masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Kita bisa mendengarkan berbagai

19

penjelasan dari anggota lainnya, yang nantinya akan menghindarkan kita dari
berprasangka atau menduga-duga.

Menghindari celaan

Dengan mengadakan musyawarah, tentunya kita akan terhindar dari berbagai


macam anggapan dan celaan orang lain.

Menciptakan stabilitas emosi

Dalam bermusyawarah tentu kita akan menemukan pendapat yang berbeda


dari yang kita sampaikan. Dengan begitu hal tersebut bisa melatih kita untuk
menahan emosi dengan menghargai setiap pendapat yang telah disampaikan para
anggota. Sehingga akan tercipta stabilitas emosi yang baik antar sesama anggota.

20

BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dalam tuntunan Islam seperti Al-Quran dan Hadits, bab
demokrasi sesungguhnya memang tidak banyak dibahas dan yang
menjelaskan secara rinci. Belum ditemukan pula hukum islam yang
berhubungan secara langsung mengatakan tentang demokrasi
sendiri itu bagaimana mestinya. Tapi, bukan berarti Islam
melupakan masalah ketata-negaraan ini. Banyak ayat-ayat atau
dalil-dalil yang isinya menuju masalah ini, terutama perihal
musyawarah.
Suatu demokrasi selalu berkaitan dengan musyawarah. Hal
ini merujuk pada keikut- sertaan rakyat dalam sistem
pemerintahan. Musyawarah ini juga merupakan kaidah demokrasi
yang utama.
Musyawarah ini didasarkan pada surat Ali-Imran ayat 159 dan
surat Asy-Syura ayat 38. Kedua ayat ini membahas tentang sebuah
tindakan yang dilakukan oleh suatu kaum mengenai hal apa yang
harus mereka lakukan saat diantara mereka ada sebuah perbedaan
pendapat. Saat tidak ditemukan keputusan, mereka pun juga harus
berpedoman pada Al-Quran dan Hadits.
Islam tidak menganut demokrasi karena demokrasi sangat
berbeda dengan islam, tidak ada hukum atau ketetapan islam yang
berasal dari Al-Quran, Hadist maupun hukum lain yang
berpedoman atau diputuskan berdasarkan Al-Quran dan Hadits
tersebut yang menyatakan tentang demokrasi secara langsung.
Karena demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, jika
rakyat sepakat maka selesailah sudah. Sedangkan islam
menjalankan dan memutuskan sesuatu berdasarkan hukum dan
ketetapan Al-Quran, Hadist, serta hukum dan ketetapan lainnya

21

yang diputuskan manusia yang juga berdasarkan Al-Quran dan


Hadist.
Dalam demokrasi barat, umat memegang kekuasaan
tertinggi. Tetapi dalam Islam, kekuasaan rakyat tidak bersifat
mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat
agama yang dipeluk oleh setiap individu dari rakyat tersebut.
Rakyat tidak dapat bertindak melebihi batas-batas hukum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Hadna, Musthofa, Ayo Mengakji al-Quran dan Hadits, (Jakarta:
Erlangga, 2010)
Nurdin, Ali, Quranic Society: Menelusuri Masyarakat Ideal
dalam Al-Quran, (Jakarta: Erlangga, 2006)
Sinamo, Nomensen, Pendidikan Kewarganegaraan, (Bumi
Intitama Sejahtera: 2010)
Sumbulah, Umi, Studi al-Quran dan Hadits, (Malang, UIN
Maliki Press, 2010)
Winarto, Dwi, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan,
(Bumi Aksara: 2006)

22

Anda mungkin juga menyukai