Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanz merupakan Harta yang terpendam di perut bumi atau
disebut dengan harta karun. Dan dapat dikatakan pula bahwa kanz
(harta karun) tersebut adalah meninggalan orang terdahulu dan dapat di
gambarkan pula bahwa harta karun adalah sisa- sisa harta pada zaman
nabi musa yang tenggelam.
Ihtikar merupakan sistem jual beli yang di haramkan dalam
agama islam. Dan dapat membahayakan hajat dan kepentingan
masyarakat umum, karena masyarakat umum tidak lagi mendapatkan
produk dan barang yang di butuhkan oleh mereka. Karna ingin
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, penjual membeli
produk dari pasar, sehingga harga melonjak naik, kemudian di jualnya
dengan harga tinggi. Ini adalah peraktik yang tidak sehat dan merugikan
konsumen dan produsen.

Gharar hukummnya dilarang dalam agama islam,oleh karena itu


melakukan transaksi atau memberikan syarat dalam akan yang ada unsur
ghararnya itu hukkumnya tidak boleh, Setiap teransaksi dalam islam
harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-
sama ridho). Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga
tidak ada pihak yang dicurangi (ditipu)karena ada suatu yang unknown
to oneparty. Bentuk gharar di atas, keadaan sama-sama rela yang dicapai
Bersifa tsementara,yaitu sementara keadaannya masih tidak jelas bagi
kedua belah pihak

Riba merupakan hukum jual beli atau tukar menukar yang


diharamkan dalam agama islam. Karna riba merupakan pengambilan
tambahan baik dalam transaksi jual beli, utang piutang, maupun pinjam-
meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah

1
dalam islam. Muamalah ini suatu hubungan manusia dalam interaksi
sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud kanz?
2. Apa yang di maksud iftikar?
3. Apa yang di maksud gharar?
4. Apa pengertian dan macam-macam riba?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui maksud kanz.
2. Untuk mengetahui maksud ihtikar.
3. Untuk mengetahui maksud gharar.
4. Untuk mengetahui maksud riba.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KANZ
1. Pengertian kanz

Kanz adalah Harta yang terpendam di perut bumi sering diistilahkan


dengan harta karun. Kebanyakan orang berpendapat, harta tersebut
merupakan peninggalan dari Karun, salah seorang dari umat Nabi Musa
yang ditelan bumi bersama hartanya karena enggan membayar zakat.

a. Kanz menurut ulama Mazhab Hanafi.

apabila harta itu disimpan orang setelah Islam menguasai daerah


tersebut, maka harta itu tidak boleh dimiliki penemunya. Harta ini dianggap
berstatus luqatah (harta temuan) yang wajib diumumkan di tengah-tengah
masyarakat agar diketahui pemiliknya serta dapat dikembalikan kepadanya.

Apabila pemiliknya tidak diketahui, harta itu disedekahkan kepada fakir


miskin untuk mereka manfaatkan. Namun harta kanz yang berasal dari
zaman jahiliah, menurut kesepakatan para ulama fikih, boleh diambil
penemunya. Untuk harta yang bersifat kanz yang berasal dari zaman
Jahiliah, menurut kesepakatan para ulama fikih, wajib dikeluarkan zakat
sebesar seperlima bagian untuk perbendaharaan negara. Sisanya, menurut
sebagian ulama, adalah untuk penemu, baik ditemukan di tanah yang telah
dikuasal seseorang maupun di tanah yang sama sekali belum dimiliki orang.1

1
https://www.republika.co.id/berita/oqtbb8313/harta-karun-dalam-islam

3
B. IHTIKAR
Secara oprasional, ihtikar atau monopli adalah penjual atau produsen
mengurangi suply agar harga produk yang di jualnya naik.2 Ihtikar biasanya
dilakukan dengan membuat entri barriers, yakni menghambat penjual atau
produsen lain masuk ke pasar, agar ia menjadi pemain tunggal di pasar
(monopoli).3 ihtikar atau monopoli di haramkan dalam islam, sesuai dengan
hadis-hadis Rasulullah saw.
Dia antara hadis-hadis tersebut adalah hadis abi umamah dibawah ini:
“di riwayatkan dari abi umamah, ia berkata: rasullullah saw. Melarang
memonopoli makanan.” Hadis said bin al musayyib:
Di riwayatkan dari said bin al musayyib, ia berkata; Rasulullah saw.
Bersabda:
Kedua hadis di atas menegaskan bahwa peraktik monopoli itu di larang
dan di haramkan menurut islam.
Selain hadis di atas sebagai sandaran hukum, hukum monopoli yang
haram di dasarkan juga pada dharar atau membahayakan hajat dan
kepentingan masyarakat umum, karena masyarakat umum tidak lagi
mendapatkan produk dan barang yang di butuhkan oleh mereka. Karna ingin
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, penjual membeli produk
dari pasar, sehingga harga melonjak naik, kemudian di jualnya dengan harga
tinggi. Ini adalah peraktik yang tidak sehat dan merugikan konsumen dan
produsen. Jika produk tertentu di monopoli dan hanya di nikmati oleh
beberapa orang, sehingga masyarakat tidak bisa menikmatinya atau hanya
bisa mendapatkan dengan harga yang tinggi, maka itu adalah mafsadah dan
bertentangan dengan tujuan harta ini.
Di samping itu, monopoli juga menyebabkan harga barang menjadi
mahal, karena jumlah barang di Tarik dari pasar dan hanya di kuasai oleh
pelaku monopoli. Dengan begitu, monopoli juga mengurangi produksi, dan

2
Adiwarman karim, Bank islam; analisis fikih dan keuangan, (Jakarta Raja grafindo persada,
2004), Edisi ke-3, hlm. 35.

3
ASY-Syarbini mejelaskan ihtikar adalah menahan bahan yang dibelinya saat harga mahal
untuk dijualnya dengan harga lebih tinggi pada saat dibutuhkan masyarakat (ASY-Syarbini,
mughnil muhtaj, 2/98).

4
pada saat yang sama meengurangi produktivitas pekerja karena para pelaku
monopoli juga tidak akan memerhatikan kualitas produk dan menutup pintu
persaingan sehat di pasar. Oleh karena itu, peraktik monopoli ini beragibat
terhadap masyarakat umum, sehingga di haramkan.4
Karena bahaya monopoli ini, para ulama seperti ibnul qoyyim
menjelaskan, menjadi tanggung jawab pemerintah hususnya untuk intervensi
agar monopoli ini tidak terjadi. Bahkn seharusnya pemerintah memaksa para
pelaku monopoli untuk menjual barangnya agar harga bisa stabil.
Dalam perspektif ekonomi, menyimpan stok barang untuk keperluan
persediaan tidak di larang dalam islam. Jadi monopoli sah-sah saja.
Demikian pula menyimpan persedian. Yang di larang dalam ihtikar
mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual
lebih barang untuk harga yang lebih tinggi.
Dalam pasar monopoli, karna hanya ada produsen, maka demand yang
di hadapinya adalah market demand (permitaan pasar). berbeda dengan pasar
bersaing, sempurna, karena ada banyak produsen, maka demand yang di
hadapi masing-masing produsen adalah individual demand (permintaan
individu). Itu sebabnya dalam pasar monopoli, si produsen dapat bertindak
sebagai price maker (penentu harga), sedangkan dalam pasar bersaing
sempurna si produsen hanya dapat bertindak sebagai price maker (mengikuti
harga pasar).

C. GHARAR
1. Dalil larangan gharar

Secara operasional, gharar bisa di artikan kedua belah pihak dalam


transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek
transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan
barang sehingga pihak kedua di rugikan.5

4
Tim IIIT, Mushtalahat al-fiqh al-mali al-mu’ashir, (Kairo. IIIT, 1997).
5
Adiwarman Karim dan Oni Sahroni, Kaidah riba dan ghoror dalam bisnis keuangan; Sintesa
Fikih dan Ekonomi, him.64.

5
Gharar hukummnya dilarang dalam agama islam,oleh karena itu
melakukan transaksi atau memberikan syarat dalam akan yang ada unsur
ghararnya itu hukkumnya tidak boleh, sebagai mana hadis rosulullah saw.

“Rasulullah saw. Melarang jual beli yang mengandung gharar”.6

Selain hadis di atas sebagai sandaran hukum, hukum gharar yang haram
juga di dasarkan pada dharar (bahaya) berupa potensi perselisihan dan
permusuhan antara pelaku bisnis karena objek akatnya tidak pasti ada tidak
pasti di terima pembeli atau harga dan uang tidak pasti di terima penjual,
sehingga tujual pelaku akad melakukan transaksi menjadi tidak tercapai
padahal, pembeli bertransaksi untuk mendapatkan barang yang tanpa cacat
dan sesuai keinginan, begitu pula penjual bertransaksi untuk mendapatkan
keuntungan.

Setiap teransaksi dalam islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan


antara kedua belah pihak (sama-sama ridho). Mereka harus mempunyai
informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang dicurangi
(ditipu)karena ada suatu yang unknown to oneparty. Bentuk gharar di atas,
keadaan sama-sama rela yang dicapai Bersifa tsementara,yaitu sementara
keadaannya masih tidak jelas bagi kedua belah pihak.

Di kemudian hari, yaitu ketika keadaannya telah jelas, salah satu


pihak (penjual/pembeli) akan merasa terzalimi, walaupun pada awalnya
tidak demikian. Inilah maqshad (tujuan) dilarangnya gharar, agar tidak ada
pihak pihak akad yang dirugikan karena tidak mendapatkan haknya dan
agar tidak terjadi perselisihan dan permusuhan di antara mereka. Asas
mashlahat atau madharat di atas sesuai dengan teori ekonomi. Misalkan,
dalam sebuah transaksi perdagangan memang tercipta sebuah kesepakatan
namun kesepakatan tersebut tidak menjamin terpenuhinya rasa keadilan
bagi para pihak yang bertransaksi. Matthew Rabin dalam risetnya berjudul
Incoporating Fairness into game Theory and Economics menyebutkan
bahwa dalam setiap transaksi ada dua kesepakatan yang harus terpenuhi,

6
Hadits Riwayat Imam Muslim dalam sahihnya, 3/156. Imam Bukhari juga membuat judul
tersebut dalam salah bab sahih bukhari (“Udatul Qari’, 11/264).

6
yaitu kesepakatan pasar (market equilibria) dan kesepakatan rasa keadilan
(fairness equilibria).

Contoh lain, kesepakatan antara perusahaan besar dengan para pelanggan


kecil yang merasa tereksploitasi karena tidak ada pilihan lain sehingga
mereka harus menerima kesepakataan pasar.

Menurut Rabin, kesepakatan seperti itu tidak akan stabil bahkan


cenderung rapuh karena pelanggan merasa tidak nyaman dan ketika ada
pilihan lain yang dapat memberikan rasa keadilan mereka akan berpindah.

Dampaknya, ketika ada salah satu pihak yang merasa dirugikan atau
dicurangi, maka volume perdagangan akan menyusut. Pelanggan yang
tidak mempunyai pilihan lain yang lebih baik akan mengurangi volume
transaksi pada jumlah kebutuhan minimal. Pada saat mereka memiliki
pilihan lain, yang kadang belum tentu lebih baik, mereka akan pindah.
Bagi mereka lebih baik meninggalkan yang sudah jelas tidak memberikan
rasa keadilan, dan mencoba peruntungannya pada pilihan yang baru.

Ketika para sahabat Rasulullah Saw.di Madinah menyampaikan keluh


kesah karena keuntungan mereka tidak sebesar keuntungan pedagang
Yahudi yang menjual dengan mengurangi berat timbangan, Rasulullah
Saw. malah menasihati para sahabat untuk menambahkan berat
timbangan.Maka tampaklah nyata di antara perbedaan nyata timbangan
para pedagang itu. Para pembeli tentu memilih pedagang yang
timbangannya lebih berat.

Membalas keburukan dengan kebaikan malah menegaskan perbedaan


kesepakatan rasa keadilan.Dominasi pedagang Yahudi Madinah dapat
dipatah kan dalam tempo dua tahun.Kesepakatan pasar tanpa adanya
kesepakatan pasar tanpa adanya kesepakatan rasa keadilan bagaikan telur
di ujung tanduk.

Pada masa khalifah umar bin khattab, raja Persia pernah mengenakan
tarif perdagangan 5% untuk barang-barang yang bersal dari wilayah
kekhalifahan islam, sedangkan romawi mengenakan 10%. Maka umar ra.

7
Menetapkan tarif masuk 5% untuk barang Persia dan 10% untuk barang
romawi. Kecenderungan untuk membalas perlakuan yang tidak memenuhi
kesepakatan rasa keadilan itu sangat manusiawi, bahkan kadang di
pandang sebagai upaya mencari kesepakatan rasa keadilan yang baru.7

Dalam perspektif ekonomi, pilihan terbaik bagi penjual adalah jujur.


Sedangkan apabila pembeli adalah tidak curiga. Dari kedua kesimpulan ini
dapat di ketahui hasil akhir adalah penjual jujur dan pembeli tidak curiga
(kanan atas).

Perlakuan penjual untuk tidak jujur itu di samping merugikan pihak


penjual juga merugikan pihak pembeli. Apapun Tindakan pembeli, penjual
yang tidak jujur akan mengalami penurunan utility, begitu pula dengan
pembeli yang mengalami penurunan utility.

Praktik mengurangi timbangan dan takaran merupakan contoh klasik


yang selalu yang digunakan untuk menerangkan penipuan kuantitas ini.
Sedangkan kejahatan ini sering kali terjadi dan menjadi fenomena
kecurangan dalam transaksi perdagangan. Oleh karena itu, islam sejak
1300 tahun telah melakukan Langkah-langkah untuk membuat
standardisasi timbangan sebagai alat ukur.

D. RIBA
1. Pengertian Dan dasar hukum riba
Secara Bahasa, riba berasal dari kata Bahasa arab az-ziyadah yang
berarti tambahan atau kelebihan. Dalam masyarakat pada umumnya, riba
di artikan sebagai bunga. Sedangkan riba menurut istilah, riba menurupan
pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, untang piutang,
maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan perinsip
muamalah dalam islam.
Hukum riba adalah haram. Berikut beberapa dasar hukum mengenai riba
tersebut.
۟ ُ‫ض َعفَةً ۖ َوٱتَّق‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬ َ ٰ ‫وا ٱلرِّ بَ ٰ ٓو ۟ا َأضْ ٰ َعفًا ُّم‬ ۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ُ‫وا اَل تَْأ ُكل‬
َ
7
Matthew Rabin, “incorporating fairness into game theory and economics”, the American
economic review, vol.83 no.5, desember 1993,hlm. 1281

8
artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran 3:120)

،ِ ‫ك بِاهَّلل‬ ِّ " ‫ا َل‬vvَ‫ا ه َُّن ق‬vv‫ َو َم‬،ِ ‫و َل هَّللا‬v‫ قَالُوا يَا َر ُس‬." ‫ت‬
ُ ْ‫ر‬v‫الش‬ ِ ‫اجْ تَنِبُوا ال َّس ْب َع ْال ُموبِقَا‬
‫ َوالتَّ َولِّي‬،‫ال ْاليَتِ ِيم‬v
ِ v‫ ُل َم‬v‫ َوَأ ْك‬،‫ َوَأ ْك ُل ال ِّربَا‬،ِّ‫س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ ِإالَّ بِ ْال َحق‬
ِ ‫ َوقَ ْت ُل النَّ ْف‬،ُ‫َوالسِّحْ ر‬
ِ َ‫ت ْالغَافِال‬
"‫ت‬ ِ ‫ت ْال ُمْؤ ِمنَا‬ َ ْ‫ َوقَ ْذفُ ْال ُمح‬،‫ف‬
ِ ‫صنَا‬ ِ ْ‫يَوْ َم ال َّزح‬

"Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, "Wahai,


Rasulullah! apakah itu? Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa haq, memakan harta riba,
memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita
beriman yang Ialai berzina" (Muttafaq 'alaih).

2. Macam-Macam Riba

a. Riba fadl

Riba fadl, yaitu tukar-menukar atau jual beli dua buah barang yang
sama jenisnya, tap tidak sama ukurannya yang di syaratkan oleh orang
yang menukarnya. Kelibihan yang di syaratka itu di sebut riba fadl.
Adapun yang tergolong barang-barang ribawi, antara lain, emas, perak,
gandum, kurma, dan garam.

b. Riba nasi’ah
Riba nasi’ah adalah mengambil keuntungan dari pinjam meminjam atau
tukar-menukar brang yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena
adanya keterlambatan waktu pembayaran.

c. Riba qordi
Riba qordi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan dari orang yang meminjamnya.

9
Contoh riba qordi, rahmat meminjamkan uang kepada faauzi sebesar
Rp.20.000,00. kemudian rahmat meminta fauzi untuk memngembalikan
uang-nya sebesar Rp.23.000,00. Tambahan Rp.3.000,00. Inilah yang
disebut riba qardi.

d. Riba yad
Menurut ulama syafi’iyah bahwa antara riba yad dan riba nasi’ah sama
terjadi pada pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaanya, riba yad
mengakhirkan pemegang barang, sedang kan riba nasi’ah mengakhirkan
hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu pembayaran diakhirkan
meski sebentar. Contoh riba yad, menganggap sempurna jual beli antara
kurma dengan gandum tanpa harus saling menyerah kan dan menerima
tempat akad.
Syarat-syarat agar jual beli tidak menjadi riba, yaitu menjual sesuatu yang
sejenis dengan timbangan yang serupa, dibayar secara tunai, dan timbang
terima dalam akad sebelum meninggalkan tempat.

a. Hal-Hal Yang Menimbulkan Riba


Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba
menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam
mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan
seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah dan yang lainnya, maka di
syaratkan:
a) Sama nilainya (tamasul),
b) Sama ukurannya menurut syara’, baik timbangannya, takarannya
maupun ukurannya,
c) Sama-sama tunai (taqobuth) di majelis akat,
d) Dampak Riba Pada Ekonomi
Riba dapat menimbulkan ofer produksi. Riba membuat daya beli
Sebagian besar masyarakat lemah sehingga persediaan jasa dan barang
semakin tertimbun, akibat perusahaan macet karena produksi tidak laku,

10
perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang
lebih besar, dan mengakibatkan sekian jumlah pengangguran.8

Sri mulyani, fiqih untuk MA dan yang sederajat kelas x, jl. Merapi raya No. 17
8

RT 06/RW 09 mojosongo, Surakarta 57127. 2013

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada zaman sekarang ini, perkembangan ekonomi mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Dimulai dengan kegiatan pinjam
meminjam, menabung, dan transfer dapat dilakukan deangan mudah.
Namun dalam hal ini, kita harus berhati-hati agar jauh dari, kanz,
ihtikar, gharar, riba.
Ihtikar artinya menimbun barang agar yang beredar di masyarakat
berkurang, lalu harganya naik. Yang menimbun memperoleh
keuntungan besar, sedangkan masyarakat merasa dirugikan.
Gharar artinya keraguan, tipuan atau suatu Tindakan yang bertujuan
untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan,
karna tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad,
besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.
Riba adalah suatu akad atau teran saksi atas barang yang Ketika
akad berlangsung tidak di ketahui kesamaannya menurut syari’at atau
dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad
atau salah satunya. Cara untuk menghindari riba adalah dengan
berpuasa, menerapkan prinsip hasil bagi wadiah, Mudarabah, syirkah,
merabahah dan qord hasan.

B. Saran
Saran yang penulis bisa berikan terhadap pembaca atau para pelaku
bisnis adalah supaya tidak selalu memikirkan tentang kepentingan
individu, tapi juga harus memikirkan tentang orang lain. Karena yang
kita anggap sebagai keuntungan itu bisa menjadi bencana bagi orang
lain. Jalani hidup sebagai mana kodratnya manusia yang saling bantu-
membantu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim dan Oni Sahroni, Kaidah riba dan ghoror dalam bisnis
keuangan; Sintesa Fikih dan Ekonomi, him.64.
adiwarman karim, “fairness equilibria”, republika, 25 agustus 2014, kyle
bagwell dan Robert W. staiger, “protection and the business cyle”, januari
2003.
Alessandra cassar, Daniel friedman, dan patricia schneider,”cheating in
markets: A laboratory experiment”, journal of economic behavior and
organization, vol.72, oktober 2009.
Di akses dari http://web.stanford.edu/pada 5 september 2014.
Hadits Riwayat Imam Muslim dalam sahihnya, 3/156. Imam Bukhari juga
membuat judul tersebut dalam salah bab sahih bukhari (“Udatul Qari’, 11/264).
https://www.republika.co.id/berita/oqtbb8313/harta-karun-dalam-islam
Karim Adiwarman, Bank islam; analisis fikih dan keuangan, (Jakarta Raja
grafindo persada, 2004), Edisi ke-3.
Matthew Rabin, “incorporating fairness into game theory and economics”, the
American economic review, vol.83 no.5, desember 1993
Mulyani Sri, fiqih untuk MA dan yang sederajat kelas x, jl. Merapi raya No. 17
RT 06/RW 09 mojosongo, Surakarta 57127. 2013

Ner dan louis putterman,”Values Matter”, World economics, Vol. 1 No.1,


januari-maret 2000.
Tim IIIT, Mushtalahat al-fiqh al-mali al-mu’ashir, (Kairo. IIIT, 1997).

13

Anda mungkin juga menyukai