Dosen pembimbing :
Dra. Hj. HAMSIDAR, M.HI.
Disusun oleh :
ARMAN
742352022154
MAYA ANGRAINI
742352022157
A. DEFINISI
Secara bahasa kata fiqih ( )ﮫﻘﻓmempunyai dua makna. Makna pertama adalah al-fahmu al-
mujarrad ()ﻢﮭﻔﻟا دّﺮﺠﻤﻟا, yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja.
Makna yang kedua adalah al-fahmu ad-daqiq ( )ﻢﮭﻔﻟا ﻖﯿﻗﺪﻟا, yang artinya adalah mengerti atau
memahami secara mendalam dan lebih luas.
Kata fiqih yang berarti sekedar mengerti atau memahami yang mendalam. Dalam
prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk ilmu agama secara umum, dimana seorang
yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai faqih, sedangkan seorang yang ahli di
bidang ilmu yang lain, kedokteran atau arsitektur misalnya, tidak disebut sebagai faqih atau ahli
fiqih. Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai definisi yang
berbeda-beda. Sebagiannya merupakan ungkapan. sepotong-sepotong, tapi ada juga yang memang
sudah mencakup semua batasan
Al-Imam Abu Hanifah mendefinisi tentang fiqih yang unik, yaitu: Mengenal jiwa manusia
terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Sebenarnya definisi ini masih terlalu umum, bahkan
masih juga mencakup wilayah akidah dan keimanan bahkan juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga
fiqih yang dimaksud oleh beliau ini disebut juga dengan istilah Al-Fiqhul Akbar.
Ada pun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup istilah fiqih yang dikenal para ulama
adalah : ”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang
diambil dari dalil-dalil secara rinci,” Penjelasan dari definisi:
1. Ilmu
Fiqih adalah sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah, logis dan memiliki
obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati
dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih
juga bukan seni yang lebih bermain dengan rasa dan keindahan. Fiqih adalah sebuah cabang
ilmu yang bisa dipelajari, didirikan di atas kaidah-kaidah yang bisa dipresentasikan dan
diuji secara ilmiyah.
2. Hukum-hukum
Ilmu fiqih adalah salah satu cabang ilmu, yang secara khusus termasuk ke dalam
cabang ilmu hukum. Jadi pada hakikatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum. Kita mengenal ada
banyak cabang dan jenis ilmu hukum, misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang
pada suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga mengenal hukum barat yang
umumnya hasil dari penjajahan Belanda.
3. Syariat
Hukum yang menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang
bersumber dari Allah SWT serta telah menjadi ketetapan-Nya, dimana kita sebagai manusia,
telah diberi beban mempelajarinya, lalu menjalankan hukum-hukum itu, serta berkewajiban
juga untuk mengajarkan hukum-hukum iru kepada umat manusia. Dengan kata lain, ilmu
fiqih bukan ilmu hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat,
dimana hukum itu 100% dipastikan berasal dari Allah SWT. Keterlibatan manusia dalam ilmu
fiqih hanyalah dalam menganalisa, merinci, memilah serta menyimpullkan apa yang telah Allah
SWT firmankan lewat Al-Quran Al-Kariem dan juga lewat apa yang telah Rasulullah
SAW sampaikan berupa sunnah nabawiyah atau hadits nabawi.
4. Amaliyah
Yang dimaksud dengan amaliah adalah bahwa hukum fiqih itu terbatas pada hal-hal yang
bersifat amaliyah badaniyah, bukan yang bersifat ruh perasaan, atau wilayah kejiwaan
lainnya. Tegasnya, fiqih itu hanya menilai dari segi yang kelihatan saja, sedangkan
yang ada di dalam hati, atau di dalam benak, tidak termasuk wilayah amaliyah.
1. Dalil Syar’i
Ada begitu banyak dalil yang mewajibkan kita unntuk belajar ilmu fikih, baik dari Al-Qur’an
maupun dari As – Sunnah. Kewajiban yang diberikan itu terkadang dalam bentuk konteks
individu yang hukumnya menjadi fhardu’ain, namun terkadang juga menajdi kewajiban yang
bersifat kolektif, sehingga hukumnya menjadi fhardu kifayah.
a) Dalil Al-Quran
Ada begitu banyak dalil dari Al-Quran yang mewajibkan umat islam mempelajari ilmu fiqih.
Di antaranya ketika Allah SWT berfirman :
Tidak sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122).
Ayat ini menegaskan tentang keharusan sekelompok orang yang mendalami fiqih
dari sekian banyak orang yang berjihad di jalan Allah. Ayat ini membandingkan antara
kewajiban berjihad yang pahalanya begitu besar dengan kewajiban menuntut ilmu agama.
b) Dalil As – Sunnah
Sedangkan dalil-dalil yang mewajibkan kita belajar ilmu fiqih yang berupa dalil-dalil
dari sunnah nabawiyah sebenarnya sangat banyak, di antaranya sebagai berikut :
Hadist Dicabutnya Ilmu
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara tiba-tiba dari tengah manusia, tapi
Allah mencabut ilmu dengan dicabutnya nyawa para ulama. Hingga ketika tidak tersisa
satu pun dari ulama, orang-orang menjadikan orang-orang bodoh untuk menjadi
pemimpin. Ketika orang-orang bodoh itu ditanya tentang masalah agama mereka
berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hadits ini menceritakan bahwa umat Islam yang telah kehilangan para ulama, lantas
mereka menjadikan para pemimpin yang bodoh dan tidak punya ilmu sebagai tempat
untuk merujuk dan bertanya masalah agama. Alih-alih mendapat petunjuk, yang terjadi
justru mereka semakin jauh dari kebenaran, bahkan sesat dan malah menyesatkan
banyak orang.
Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan hadits shahih riwayat Al - Imam Muslim yang
amat masyhur berikut ini : Orang yang meniti jalan dalam rangka menuntut ilmu
agama, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Muslim).
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang belajar menuntut ilmu dan
juga orang yang memiliki ilmu dijanjikan oleh Rasulullah SAW di dalam hadits ini dengan
berbagai fadhilah, antara lain :
Di antara ilmu fiqih adalah masalah faraidh atau pembagian harta warisan. Rasulullah SAW
secara khusus telah memberikan perintah khusus untuk mempelajarinya dan sekalian juga
beliau mewajibkan kita untuk mengajarkannya. Dari A'raj radhiyallahuanhu bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah.
Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan
dicabut dari umatku". (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim) Dalam ilmu faraidh
(pembagian harta warisan) termasuk salah satu bagian dalam ilmu fiqih
2. Realitas
Kewajiban untuk belajar ilmu fiqih juga didukung berdasarkan fakta dan realitas yang
ada di tengah kehidupan nyata. Semua menunjukkan atas keharusan kita umat Islam untuk
mempelajari dan menguasai ilmu fiqih. Di antara realitas itu misalnya :
Tidak mungkin seorang bisa dikatakan muslim manakala dia tidak mengenal
Allah SWT. Dan tidak-lah seseorang mengenal Allah SWT, manakala dia tidak mengenal
ajaran- Nya serta syariat yang telah diturunkan-Nya. Sehingga mengetahui ilmu-ilmu syariat
merupakan bagian tak terpisahkan dari status keislaman seseorang.
Ilmu fiqih telah berhasil menjelaskan dengan pasti dan tepat tentang hukum-hukum
yang terkandung pada tiap potong ayat dan hadits yang bertebaran. Dengan menguasai ilmu
fiqih, maka Al-Quran dan As-Sunnah bisa dipahami dengan benar, tepat dan akurat,
sebagaimana Rasulullah SAW dahulu mengajarkannya.
Sehingga sebagai ilmu yang merupakan porsi terbesar dalam ajaran Islam, ilmu
syariah ini menjadi penting untuk dikuasai. Seorang muslim itu masih wajar bila tidak
menguasai ilmu tafsir, hadits, bahasa Arab, Ushul Fiqih, Kaidah Ushul dan lainnya.
Tetapi khusus dalam ilmu syarriah khususnya fiqih, nyaris mustahil bila tidak dikuasai, meski
dalam porsi yang seadanya. Sebab tidak mungkin kita bisa beribadah dengan benar tanpa
menguasai ilmu fiqih ibadah itu sendiri. Memang tidak semua detail ilmu syariah wajib
dikuasai, namun untuk bagian yang paling dasar seperti masalah thaharah, shalat, nikah dan
lainnya, mengetahui hukum- hukumnya adalah hal yang mutlak.
Hal itu terjadi karena seseorang hanya berpegangan kepada dalil yang sedikit
dan parsial. Tetapi merasa sudah pandai dan paling benar sendiri. Padahal dalil yang
diyakininya paling benar itu masih harus berhadapan dengan banyak dalil lainnya
yang tidak kalah kuatnya. Jadi bagaimana mungkin dia merasa paling benar sendiri ? Paling
tidak, dengan mempelajari ilmu syariah, kita jadi tahu bahwa pendapat yang kita
pegang ini bukanlah satu-satunya pendapat. Di luar sana, masih ada pendapat lainnya
yang tidak kalah kuatnya dan sama-sama bersumber dari
kitab dan sunnah juga. Maka kita jadi memahami perbandingan mazhab di kalangan
para fuqaha, sebab mereka memang punya kapasitas untuk melakukan istimbath hukum dengan
masing-masing menhaj dan metodologinya.
Pemahaman syariat Islam akan menjadi filter atas kerusakan fikrah umat. Sebaliknya,
semakin awam dari syariat, umat ini akan semakin menjadi bulan-bulanan pemikiran yang
merusak.
Fiqih berdasarkan pada wahyu Allah ada dalam Al-Qur’an surah As-Sunnah.Menyimpulkan
hukum syariat, setiap mujtahid harus mengacu kepada teks-teks yang berada dalam kedua
sumber tersebut.Menjadikan spirit dari ajaran islam sebagai petunjuk, memperhatikan tujuan-
tujuan umum syariah dan juga berpegang pada kaidah serta dasar-dsar umum hukum islam.
Hukum-hukum fiqih yang mencakup semua prilaku manusia, dapat diklarifikasi ke dalam dua
kelompok:
Hukum-hukum ibadah
Hukum-hukum muamalah, seperti hukum yang berkaitan dengan transaksi, hukum
membelanjakan harta, hukum criminal dan lainnya.
Perbedaan fiqih dengan undang-undang yang dibuat manusia adalah hukum fiqih
terpengaruh dengan prinsip-prinsip akhlak.Sedangkan undang-undang yang dibuat manusia
hanya untuk mengekalkan dan ketentraman masyarakat, walaupun mengorbankan Sebagian
prinsip agama dan akhlak.
Dalam aturan fiqih, ada usaha untuk menjaga kepentingan individu dan kelompok sekaligus,
agar pkepentingan satu pihak tidak menzalimi yang lain.Meskipun demikian, jika timbul
pertentangan diantara dua kepentingan itu, maka kepentingan umum lebih diutamakan.
Tujuan dari fiqih islam adalah untuk memberikan manfaat yang sempurna, baik pada tatanan
individua tau tatahan resmi.dengan cara merealisasikan undang-undang disetiap negara Islam
berdasrkan fiqih.Karena tujuan akhir fiqih adlah untuk kebaikan manusia dan kebahagiaannya
didunia dan akhirat.Sedangakan undang-undang ciptaan manusia adalah sekedar mewujudkan
kestabilan masyarakat dunia.
7. Sangat erat dengan kaidah Islam dan sangat kental dengan karakter keagamaan (halal-haram)
Akidah seorang muslim yang beriman kepada Allah dan akhirat mendorongnya untuk
menerapkan fiqih Islam dalam kehidupannya.Sedangkan orang yang tidak beriman kepada
Allah dan akhirat, dia tidak akan menerapkan ilmu fiqih Islam dalam kehidupannya. Dia juga
tidak akan memedulikan halal dan haram.
Di dalam Al-Qur’an ada banyak contoh yang membuktikan keterkaitan antara Fiqih dan
Akidah:
Misalnya, ayat yang menyebutkan secara beriringan antara salat dan zakat dengan iman
kepada akhirat, seperti yang ada di dalam surat An-Naml ayat 3.
Begitu juga ayat yang berisi perintah puasa. Allah mengaitkannya dengan iman dan
taqwa, seperti yang ada di dalam surat Al-Baqarah ayat 183.
Begitu juga ayat yang membahas tentang masa idah wanita yang ditalak suaminya, Allah
memerintahkan untuk tidak menyembunyikan kehamilannya dari suaminya, jika ternyata
setelah dicerai, dia hamil. Dan ternyata di akhir ayat tersebut Allah mengaitkannya
dengan keimanan, seperti yang ada di dalam surat Al-Baqarah ayat 228.
Penyimpangan pemikiran ada yang muncul dari pemahaman, bahwa setiap muslim bebas
mengambil kesimpulan hukum langsung dari dalil-dalil, tanpa perantara para ulama ahli fiqih.
Begitu juga, ada penyimpangan pemikiran yang muncul dari pemahaman, bahwa fiqih Islam
sudah tidak layak lagi dipraktikkan di zaman ini.
Kedua bentuk penyimpangan pemikiran ini sama-sama berbahaya, karena bisa menimbulkan
keburukan dalam kehidupan.
Pengafiran individu muslim secara serampangan atau penghalalan terhadap sesuatu yang telah
dinyatakan haram oleh para ulama ahli fiqih adalah contoh dari keburukan tersebut.
Mengajarkan ilmu Fiqih kepada kaum Muslimin bisa mencegah terjadinya keburukan-
keburukan tersebut, dengan izin dari Allah ‘Azza wa Jalla.