Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PANCASILA SEBELUM KEMERDEKAAN

MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas
pancasila

Oleh :

Nama : Fadlun nur fadilah djafar


NIM: D10122412

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
pancasila yang diamanatkan oleh Bapak Adiguna Kharismawan, S.H.,M.H Makalah
ini saya buat berdasarkan buku penunjang yang di miliki dan untuk
mempermudahnya saya juga menyertai berhubungan dengan kemajuan kedepan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini  banyak sekali
kekurangannya baik dalam cara penulisan  maupun dalam isi.
Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.  Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya
bagi yang membaca makalah  ini. Amin

PALU, NOVEMBER 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan..................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................4
2.1 Rancangan Konsep Dasar Negara.......................................................................4
2.1.1 Istilah Pancasila...........................................................................................7
2.1.2 Pancasila Dasar Negara RI...........................................................................8
2.1.3 Pancasila Pada Masa Orde Lama..................................................................9
2.1.4 Pancasila Pada Masa Orde Baru.................................................................11
2.1.5 Implementasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)....11
2.1.6 Pancasila Pada Masa Reformasi.................................................................13
BAB 3..........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok, Sebagi


pandangan hidup Bangsa Indonesia dan sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
Dari kedua pengertian pokok ini, Kemudian dilahirkan atau dapat ditarik berbagai
pengertian-pengertian lainnya.1
Pancasila merupakan dasar ideologi Negara Republik Indonesia secara resmi
tercantum di dalam alinea ke-empat pembukaan undang-undang dasar 1945, yang
ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia, pada tanggal 1 juni 1945
Presiden Sukarno untuk pertama kali memberikan nama ’Pancasila’ secara ekplisit
bagi kesatuan dari butir-butir utama yang diusulkan untuk dijadikan dasar negara
Indonesia.2

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa rancangan konsep dasar Negara RI ?


2. Apa pengertian istilah Pancasila ?
3. Bagaimana Pancasila pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan masa Reformasi ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari istilah Pancasila


2. Untuk mengetahui sejarah Pancasila sebagai dasar Negara

1 H. Subandi Al-Marsudi. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma


reformasi, Jakarta:Rajagrafindo persada, 2003, h.1
2 Abdul karim, Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta:Surya
Karya, 2004, h. 29
3. Untuk mengetahui bagaimana peran Pancasila pada masa Orde Lama, Orde Baru,
dan masa Reformasi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Rancangan Konsep Dasar Negara

Pembahasan mengenai Dasar Negara dilakukan pertamakali pada saat sidang


Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
berlangsung pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada sidang tersebut terdapat
usulan-usulan tentang Dasar Negara, usulan-usulan yang dikemukakan adalah :
a. Prof. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29
Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut :

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah,
peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang
di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin
tersebut.3

Selain usulan lisan, Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai
rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh

3 Suwarno, P.J. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. p. 12.


Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang
dipresentasikan secara lisan, yaitu4 :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b. Prof.Mr.Dr.R Soepomo (31 Mei 1945)


Pidatonya menyampaikan usulan lima dasar Negara, yaitu sebagai berikut5 :
1. Paham Negara Kesatuan
2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar bangsa

c. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Selain Muh Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan
usul dasar negara, di antaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni
1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa
indonesia ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Lalu diganti bunyinya menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan
tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara

4 Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus


1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
5 Budianto, 2006, “Pendidikan Kewarganegaraan”, Erlangga, Jakarta
harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa
(Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno.
Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan
Ekasila6.

● Rumusan Pancasila
1. Kebangsaan Indonesia - atau nasionalisme -
2. Internasionalisme - atau peri-kemanusiaan -
3. Mufakat - atau demokrasi -
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan

● Rumusan Trisila
1. Sosio-nasionalisme
2. Sosio-demokratis
3. ke-Tuhanan

● Rumusan Ekasila 
1. Gotong-Royong

Oleh karena pada sidang pertama belum dicapai kata mufakat, maka dibentuklah
sebuah panitia kecil yang membahas usulan-uslan yang diajukan dalam sidang
BPUPKI baik lisan maupun tulisan yang disebut Panitia Sembilan yang diketuai oleh
Ir.Soekarno. Anggota Panitia Sembilan sendiri terdiri dari tokoh Nasional yang
mewakili golongan Nasioanalis dan Islam, yaitu : Drs. Moh.Hatta, Mr.A.A Maramis,
Mr.Muh Yamin, Mr.Ahmad Soebardjo, Abdul Kahar Muzakar, KH.Wahid Hasyim,
Abi Kusno, Tjokrosoejoso dan Haji Agus Salim.
Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun suatu naskah yang
kemudian disebut Piagam Jakarta, yang di dalamnya tercantum rumusan Dasar
Negara sebagai berikut :

6 Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus


1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lalu dengan beberapa pertimbangan dan pembahasan ulang,maka sila pertama
pada Piagam Jakarta diubah menjadi Ketuhanan yang maha esa. Dengan demikian
lahirlah Pancasila yang menjadi dasar Negara Indonesia hingga saat ini.

2.1.1 Istilah Pancasila


Pengertian Pancasila adalah philosofische grondslag (dasar falsafah) Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri atas sila-sila: Ketuhanan yang Maha Esa;
Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawarahan perwakilan; dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan tersebut tertuang dalam pembukaan UUD
1945 Alinea IV dandikukuhkan oleh Tap MPR No. VI/MPR/1973 dan No.
IV/MPR/1978. Meskipun di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara
eksplisit disebutkan istialah Pancasila, namun istialah tersebut sudah dikenal secara
luas bahwa lima sila tersebut adalah Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai sebuah dasar dan idiologi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sudah layaknya Pancasila untuk dikaji kaitannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kesepakata bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang
terdiri atas lima sila itu merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasiakan tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal
18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk negara saat itu.7
Pancasila adalah sebuah dasar atau idiologi dan terdapat falsafahnya. Bagi
bangsa Indonesia Pancasila adalah sebagai idiologi negara dan bangsa Indonesia,
karena bangsa ini mempunyai cita-cita dan Pancasila sebagai landasan berfikir atau
pedoaman untuk melangkah menuju impian bangsa Indonesia.

2.1.2 Pancasila Dasar Negara RI


Pancasila sebagai falsafah negara (philosohische gronslag) dari negara,
ideology negara, dan staatside.Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar
mengatur pemerintahan atau penyenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi
pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan “……..maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu udang-undang dasar negara
Indonesia yang terbentuk dalam suat susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..”
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia
mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu:
1. Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada
hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No.XX/MPRS/1966 dan
ketetapan MPR No.V/MP/1973 serta ketetapan No.IX/MPR/1978.merupakan
pengertian yuridis ketatanegaraan
2. Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan
pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis)
3. Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari
kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis)

7 Sukarno, Pradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2015), 21.
2.1.3 Pancasila Pada Masa Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada
saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan
kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah
(inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat
3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah,
tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara
dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan
oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai
persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin
mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat
diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat
yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan,sebab
demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya
berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan.
Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945
yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat
diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi
rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih menekankan
hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan
yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin
melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik
dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota
Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal
ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan
pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante,
UUD 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik
dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai
ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin.
Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah
nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno.
Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup,
politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata
tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat
yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila,
Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut
USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya
memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia,demokrasi terpimpin, ekonomi
terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi
yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia
internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat ditegakkan.
Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter,
konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat.

2.1.4 Pancasila Pada Masa Orde Baru


MPR RI pada Sidang Umumnya tahun 1978 menerbitkan Ketetapan MPR
RI No.II/MPR/1978, tentangPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
tertanggal 22 Maret 1978. Pasal 5 dari Ketetapan tersebut menyebutkan
bahwa:”Presiden sebagai Mandataris MPR atau sebagai Presiden bersama-sama
Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengusahakan agar Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.” Maka
dalam waktu yang singkat Presiden mengambil langkah-langkah untuk
mengimplementasikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
tersebut.

2.1.5 Implementasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)


Setelah diadakan koordinasi antara lembaga-lembaga yang diharapkan untuk
menangani implementasi P-4, pada tanggal 3 Agustus 1978, sekitar lima bulan setelah
terbit TAP II/MPR/1978, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden No.10 tahun 1978,
tentang Penataran Pegawai Republik Indonesia mengenai Hasil-hasil Sidang Umum
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1978. Adapun
pertimbangannya mengapa Pegawai Republik Indonesia didahulukan dalam
memahami dan mengamalkan Pancasila, karena Pegawai Republik Indonesia adalah
aparat Pemerintah dan Negara yang harus lebih dahulu untuk mengamalkan Pancasila
dalam melaksanakan tugas, utamanya dalam melayani masyarakat.
Isi instruksi tersebut adalah agar Menteri-menteri, Jaksa Agung, Kepala
Lembaga Nondepartemen, Gubernur Bank Indonesia, dan Gubernur/Kepala Daerah
Tingkat I menyelenggarakan penataran bagi pegawai dalam lingkungan masing-
masing mengenai hasil-hasil Sidang Umum MPR RI tahun 1978, utamanya mengenai
P-4. Pada lampiran dari Instruksi Presiden No.10 tahun 1978, pada pasal 4 disebutkan
terdapat lima tingkat penataran yakni penataran tingkat (a) Nasional, (b) Instansi
Pusat, (c) Propinsi, (d) Kabupaten/Kotamadya, (e) Kecamatan.
Penataran tersebut menghasilkan tiga buku, yakni (1) Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar 1945, dan (3) Garis-garis
Besar Haluan Negara, merupakan materi pelengkap yang dipergunakan dalam
penataran P-4.Adapun materi pokok adalah (1) TAP MPR
RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, (2)
UUD 1945, dan TAP MPR RI tentang Garis garis Besar Haluan Negara.Bahan
tersebut merupakan tiga hal saling kait mengkait dalam pelaksanaan pembangunan
bangsa. Berhubungan dengan pentingnya tiga bahan tersebut Presiden Soeharto, pada
waktu membuka penataran calon Penatar tingkat Nasional di Istana Bogor pada
tanggal 1 Oktober 1978, menegaskan bahwa:
Pancasila adalah sumber dari segala gagasan kita mengenai wujud masyarakat
yang kita anggap baik, yang menjamin kesentosaan kita semua, yang mampu
memberi kesejahteraan lahir batin bagi kita semua.Pancasila lah yang menjiwai
Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu Undang-Undang Dasar 1945 tidak akan kita
fahami atau mungkin kita laksanakan secara keliru jika kita tidak memahami
Pancasila. Selanjutnya apa yang diamanatkan oleh Pancasila dan apa yang
ditunjukkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 harus tercermin dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara, yang merupakan strategi pembangunan kita dalam setiap tahap.
Karena itu untuk melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara sesuai dengan cita-
cita Kemerdekaan, maka kita semua harus memahami dan menghayati Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri.
Penataran P-4 dan Indoktrinasi
Penyelenggaraan penataran P-4 adalah merupakan realisasi Ketetapan MPR
RI, jadi merealisasikan kehendak rakyat. Pelaksanaan penataran P-4 diselenggarakan
sesuai dengan tata cara demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia. Jadi kalau
Presiden kemudian menetapkan dan mengatur pelaksanaan penataran P-4 tiada lain
adalah mengemban amanat MPR RI.
Namun ada pula yang menuduh bahwa penyelenggaraannya terlalu
indoktrinatif, bahkan ada yang mempersoalkan, apakah masalah moral warganegara
itu menjadi tanggung jawab negara?Sejauh mana negara memiliki kewenangan dalam
mengatur moral warganegaranya?Dapatkah negara memaksakan sesuatu nilai tertentu
pada warganegaranya?Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sangat
mendasar, bahkan mungkin sangat filosofis.Apakah sebenarnya indoktrinasi itu?
Indoktrinasi adalah suatu tindakan atau proses untuk mentranformasikan
ajaran atau prinsip tertentu. Setiap proses pendidikan dan pengajaran pasti
mengandung tindakan indoktrinasi, yakni untuk mentranformasikan prinsip-prinsip
atau nilai-nilai tertentu. Dalam kehidupan bersama pasti diperlukan adanya common
denominator, adanya common platform, yang dipergunakan sebagai dasar terjadinya
kehidupan bersama. Secara sadar ataupun tidak sadar terjadilah proses indoktrinasi.
Apabila tranformasi tersebut berlangsung secara alami, maka tidak dikatakan
indoktrinasi, tetapi apabila berlangsung dalam proses paksaan maka lalu dikatakan
indoktrinasi. Jadi sebenarnya suatu proses transformasi prinsip dan nilai tergantung
pada pendekatan dan metoda yang diterapkan, sehingga dikatogarikan sebagai
indoktrinasi dan bukan.

2.1.6 Pancasila Pada Masa Reformasi


Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata Reformation dengan
akar kata “reform “yang secara semantik bermakna  “make or become better by
removing  or putting right what is bad wrong”. Secara harpiah demokrasi memilki
makna suatu pergerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali
hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai
dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.8
Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya
memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang
berkaitan dengan dampak politik, ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan.Para
elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih
kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan
kepentingan politik.Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi
kemanusiaan yang sangat memilukan.Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa
dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan
politik. Tragedi “amuk masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur,

8 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2004.h.237-239


Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, serta daerah-daerah lainnya merupakan
bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali
bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan ancaman
disintegrasi.
Kondisi sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak
berpihak kepada kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana
dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan
dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah
pengangguran yang tinggi terus bertambah seiring dengan PHK sejumlah tenaga kerja
potensial.Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga bahan
bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya
pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan menyediakandana
sosial belum dapat dikatakan efektif karena masih banyak terjadi penyimpangan
dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik
seakan tidak peduli den bergaming akan jeritan kemanusiaan tersebut.
Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu
keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan
masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada
beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam
memperbaiki kehidupannya, seperti: (1) adanya nilai-nilai luhur yang berakar pada
pandangan hidup bangsa Indonesia; (2) adanya kekayaan yang belum dikelola secara
optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pancasila hadir sebagai pemersatu atas keberagaman suku bangsa, bahasa,


budaya, dan adat istiadat, lebih-lebih agama sebagai perbedaan yang paling mendasar
diwadahi dalam Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila adalah dasar (falsafah) negara,
pandangan hidup, ideologi negara, dan ligatur (pemersatu) dalam perikehidupan
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Pancasila jugamerupakan titik temu pandangan
ideologis antara kelompok nasionalis-islamis dan nasionalis-sekuler.9

Dalam masa orde lama Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi


liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal,
Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Orde Lama telah dikenal
prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan
bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi
kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945).
Masa Orde Baru dapat dikatakan sebagai puncak diagung-agungkannya
Pancasila. Pada kehidupan masyarakat, Pancasila merupakan hal positif yang dapat
dijadikan dasar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bernegara. Namun
dalam beberapa penerapannya terdapat beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh
Pemerintah.
Pancasila pada masa era reformasi sampai sekarang ini sangatlah
memprihatinkan bahkan kadang terlupakan, buktinya masih banyak terjadi konflik,
KKN, pemerasan, dll, semuanya dikarenakan tidak adanya kesadaran bersama untuk
mengamalkan nilai pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

9 Faisal Ismail, 1999, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana Ketegangan Kreatif
Islam dan Pancasila, Tiara Wacana, Yogyakarta, hlm. 5.
Al-Marsudi, Subandi. 2003. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma
reformasi, Jakarta : Rajagrafindo persada.

Budianto, 2006, “Pendidikan Kewarganegaraan”, Erlangga, Jakarta

Ismail, Faisal. 1999. Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana Ketegangan
Kreatif Islam dan Pancasila, Yogyakarta : Tiara Wacana

Mulyawati, 2004. Cinta Tanah Air.

Kaelan.1996. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan.Yogyakarta : Sosial


Agency.

Karim,Abdul. 2004.  Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif


Islam, Yogyakarta : Surya Karya,

Suwarno, P.J. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. p. 12.

Sukarno, Pradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2015), 21.

Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19


Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI

Anda mungkin juga menyukai