Abstract
Islam is a comprehensive religion. Islam regulates all human behavior, including
economic activities. In Islamic countries, there are economic activities, especially on economic
problems during the Khalifah Umar bin Khattab. Studying the economy during the Khalifah
Umar bin Khattab was certainly not easy, because in that era, the term Islamic economics itself
never existed. He was a Khalifah, so whatever Umar bin Khattab did were things that were
definitely taught in Islam, both in the political, economic, social and cultural fields as well as
defense.
***
Islam adalah agama yang komprehensif. Islam mengatur segala tingkah laku manusia
termasuk kegiatan ekonomi. Di negara Islam pun terdapat kegiatan ekonomi, khususnya pada
permasalahan ekonomi di masa Khalifah Umar bin Khattab. Mengulik perekonomian di masa
Khalifah Umar bin Khattab tentunya tidak gampang, karena di era tersebut, istilah ekonomi
Islam itu sendiri belum pernah ada. Beliau adalah seorang Khalifah, jadi apapun yang dilakukan
oleh Umar bin Khattab merupakan hal-hal yang sudah pasti diajarkan dalam Islam, baik bidang
politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun pertahanan.
Kata kunci : Umar bin Khattab, Khalifah, Ekonomi, Islam.
A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk sosial, kehidupan manusia bergantung pada satu dengan
yang lainnya. Termasuk pada kegiatan ekonomi, manusia ber-muamalah dengan sesamanya.
Kegiatan ekonomi juga mengambil porsi yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Tak
luput, di dalam Islam juga diajarkan bagaimana bertransaksi ekonomi dengan benar. Karena
Islam itu agama yang rahmatan lil ‘alamin.1
Banyaknya ayat Al-Qur’an, yang membahas tentang kegiatan ekonomi. Namun, ayat
Al-Qur’an tersebut secara tersurat tidak membahas mengenai permasalahan ekonomi Islam.
Tetapi nilai-nilai dan dasar-dasar ekonomi secara umum dibahas dalam Al-Qur’an. Sehingga
ekonomi Islam lebih sering ditemukan dari hasil pemikiran manusia.
Adapun contoh yang dapat menggambarkan secara garis besar mengenai pemikiran
ekonomi Islam, disamping Rasulullah SAW, salah satunya Khalifah Umar bin Khattab. Beliau
merupakan salah satu khalifah yang paling sukses dari Khulafa’ Rasyidin dalam memimpin
rakyatnya. Umar bin Khattab dikenal tegas dan memimpin, taat dalam beragama dan sederhana
dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau mampu membawa rakyatnya mencapai kesejahteraan.
Figur Umar dalam kepemimpinan sangat jarang ditemukan apabila berkaca di era sekarang ini.
Hal tersebutlah yang menjadikan sebuah kajian mengenai kesuksesan beliau dalam memimpin
supaya dapat dijadikan teladan oleh para pemimpin.
B. Pembahasan
1
Lihat Al-Qur’an surah Al Anbiya’(21) : 107
2
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, Juli 2003, cet. Ke-6, jilid I, hal.
203
3
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, September 2004, cet. Ke-
1, edisi kedua, hal. 58.
Kewajiban baitul mal adalah untuk mengamankan harta benda yang telah disimpan di
kas dan untuk mengurus penerimaan perbendaharaan kekayaan yang meliputi :4 mengurus nilai
yang diterima, seperti contoh dengan cara kompensasi untuk membayar para bala tentara,
senjata dan kuda.
Mengurus kepentingan umum, sebenarnya gagasan Baitul mal ini sudah ada dan
dikenal di zaman Nabi Muhammad SAW dan khalifah yang pertama, Abu Bakar ra, tetapi tidak
dilembagakan. Di zaman khalifah Umar bin Khattab, memiliki fungsi Baitul mal lebih
dikembangkan dan diefektifkan, dengan mendirikan kelembagaan khusus untuk pengelolaan
dan pengurusannya.
Pembangunan institusi baitul mal dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang
saat itu menjabat sebagai gubernur Negeri Bahrain dengan mengumpulkan harta hasil
pengumpulan pajak kharaj sebesar 500.000 dirham. Hal tersebut terjadi pada tahun 16 Hijriah.
Oleh sebab itu, Umar bin Khattab mengambil inisiatif untuk mengajak bermusyawarah para
sahabat tentang pemanfaatan harta hasil pengumpulan pajak tersebut. Maka, seluruh anggota
kabinet diminta pendapat mereka tentang pemanfaatan harta tersebut. Salah satu sahabat, Ali
bin Abi Thalib lebih memilih membagikannya kepada masyarakat, tapi Khalifah Umar bin
Khattab menolak. Di saat yang menentukan tersebut, Walid bin Hisyam mengutarakan bahwa
dia pernah melihat raja Syria menyimpan harta benda dengan cara terpisah dari badan eksekutif.
Umar bin Khattab menyetujui pendapat tersebut dan lembaga perbendaharaan Umat Islam pun
mulai terbentuk. Harta benda tersebut pertama kalinya disimpan di Kota Madinah. Untuk
menangani lembaga ini, Khalifah Umar bin Khattab menunjuk Abdullah bin Arqam sebagai
bendahara negara dengan Abdurrahman bin Ubaid al-Qari dan Muayqab sebagai wakilnya.5
Berdasarkan sejarah pendirian baitul mal secara institusional di atas, mengindikasikan
bahwa gagasan pendirian tersebut tidak original dari Islam, namun berasal dari pengaruh
pemerintahan-pemerintahan yang ada pada era itu, contohnya pemerintahan kerajaan Persia dan
Romawi. Pengadopsian dari sistem lembaga keuangan tersebut tidak seluruhnya diaplikasikan
oleh Khalifah Umar. Sistem dari non-Islam itu disaring sehingga tidak menyalahi aturan
ketentuan syariat.
Kebijakan yang diimplementasikan oleh Khalifah Umar dalam lembaga baitul mal di
antaranya adalah dengan mengklasifikasikan sumber pendapatan negara menjadi empat, yaitu:
pendapatan zakat dan ushr, pendapatan khums dan sedekah, pendapatan kharja, fai, jizyah dan
sewa tanah serta pendapatan lain-lain.
Pendapatan zakat dan ushr didistribusikan pada tingkat local dan apabila terdapat
surplus, maka sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul mal pusat dan didistribusikan kepada
delapan ashnaf seperti yang ditentukan dalam Al-Qur’an.
Pada pendapatan khums dan sedekah dibagikan kepada fakir miskin atau untuk
mensejahterakan mereka tanpa membedakan seorang muslim atau bukan.
Sedangkan, pendapatan kharaj, fai, jizyah dan sewa tanah digunakan unutk membiayai
dana pensiun, dana bantuan dan untuk menutupi biaya operasional administrasi, militer dan
sebagainya.
Dan pada pendapatan lain-lain diperuntukkan membayar para pekerja, pemeliharaan
anak terlantar dan dana bantuan sosial lainnya.6
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar dibentuk sistem diwan, yang dipraktekkan
pada tahun 20 Hijriah. Kemudian beliau membentuk komite nassab ternama yang terdiri dari
4
Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Paktek, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, Terj.
Nastangin, hal. 180.
5
Ra`ana, Irfan Mahmud, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn Khattab, Pustaka Firdaus, 1977, Terj.
Mansuruddin Djoely. cet. Ke-2, hal. 150.
6
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, September 2004, cet. Ke-
1, edisi kedua, hal. 74.
Mahzamah bin Naufal, Aqil bin abu Thalib dan Jabir bin Mut’im untuk membuat pencatatan
laporan sensus penduduk.
7
A. Wahab Afif, Mengenal Sistem Ekonomi Islam, MUI Provinsi Banten, hal. 85
8
Noviyanti Ririn, Lembaga Pengawas Hisbah dan Relevansinya pada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) di Perbankan Syariah Indonesia, Millah Vol.XV, No. 1, Agustus 2015, Hal. 34
9
A. Wahab Afif, Mengenal Sistem Ekonomi Islam, MUI Provinsi Banten, hal. 72-73
C. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan beberapa hal sebagai berikut :
1) Khalifah Umar bin Khattab telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi
manajemen keuangan negara dalam sejarah pemikiran Islam, seperti dengan mendirikan
Baitul mal secara institusional.
2) Menjadikan lembaga Baitul mal sebagai sebuah lembaga yang memiliki otonomi dalam
pemerintahannya, beliau juga mendirikan lembaga penawasan pasar (Hisbah) yang
sebelumnya telah diterapkan oleh Rasulullah SAW menjadi sebuah Lembaga.
3) Khalifah Umar bin Khattab mereformasi hak milik tanah. Sebelum masa pemerintahan
beliau, tanah yang telah ditaklukkan dibagi-bagikan kepada serdadu muslim yanh turut
berperan dalam penaklukkan secara langsung. Tetapi, saat Khalifah Umar menjabat, tanah
taklukan tidak dibagikan secara langsung, namun diserahkan kepada penduduk yang
ditaklukan untuk dikelola dan dimanfaatkan secara produktif sehingga menghasilkan
output dan dapat menambah pemasukan yang sangat besar bagi kas negara.
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Wahab Afif, Mengenal Sistem Ekonomi Islam, MUI Provinsi Banten.
2. Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers,
September 2004, cet. Ke-1, edisi kedua.
3. Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Paktek, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa,
1997, Terj. Nastangin.
4. Noviyanti Ririn, Lembaga Pengawas Hisbah dan Relevansinya pada Dewan Syariah Nasional
(DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Perbankan Syariah Indonesia, Millah Vol.XV,
No. 1, Agustus 2015.
5. Ra`ana, Irfan Mahmud, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn Khattab, Pustaka Firdaus, 1977, Terj.
Mansuruddin Djoely. cet. Ke-2.
6. Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, Juli 2003, cet. Ke-6,
jilid I.