Anda di halaman 1dari 29

Dinasti Fathimiyah di Mesir

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda alam, Rasulallah Muhammad SAW
yang telah begitu berjasa membawa umatnya ke jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Makalah yang penulis susun ini berjudul Masa Pemerintahan Dinasti Fathimiyah di
Mesir. Dalam pemaparannya penulis menghadirkan asal-usul pembentukan, para tokoh
pemimpin yang pernah menduduki jabatan khalifah pada dinasti ini, kemajuan
peradaban yang dimiliki, pola pemerintahan yang dimiliki, serta menyajikan faktor-
faktor yang ikut berkontribusi dalam kemunduran serta keruntuhan dinasti Fathimiyah.

Namun demikian, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa
kemampuan penulis dalam menyusun makalah ini jelas sangat jauh dari kesempurnaan
sehingga memungkinkan adanya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penyusunan
makalah ditemukan adanya kesalahan dan kekurangan dalam penyajiannya. Penulis
membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi para pembaca yang hendak meluruskan
atau membenarkan isi materi yang tersaji dalam makalah ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Begitu juga dalam
penulisan ini, yang tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan
segala ketulusan dan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala bentuk kekurangan dan kesalahan, penulis berharap semoga
dengan rahmat dan izin-Nya mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

Ciamis, November 2017


Penulis

1
Dinasti Fathimiyah di Mesir

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................

2
Dinasti Fathimiyah di Mesir

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam Islam kita telah mengenal banyak dinasti pemerintahan, seperti dinasti
Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan lain sebagainya. Adanya dinasti-dinasti
tersebut merupakan revolusi ke tiga dari bentuk pemerintahan langsung oleh
Rasulullah dan masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

Dinasti Fatimiyah adalah salah satu dari Dinasti Syiah dalam sejarah Islam.
Dinasti ini didirikan di Tunisia pada tahun 909 M. sebagai tandingan bagi
penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu bani
Abbasiyah. Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Said ibn Husain, kemungkinan
keturunan pendiri kedua sekte Islamiyah. Berakhirnya kekuasaan Daulah
Abbasiyah di awal abad kesembilan ditandai dengan munculnya disintegrasi
wilayah. Di berbagai daerah yang selama ini dikuasai, menyatakan melepaskan
diri dari kekuasaan pemerintah di Baghdad dan membentuk daulah-daulah kecil
yang berdiri sendiri (otonom). Di bagian timur Baghdad, muncul dinasti
Tahiriyah, Saariyah, Samaniyah, Gasaniyah, Buwaihiyah, dan Bani Saljuk.
Sementara ini di bagian barat, muncul dinasti Idrisiyah, Aglabiyah, Tuluniyah,
Fatimiyah, Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah.

Dinasti Fathimiyah adalah merupakan salah satu dinasti Islam yang pernah ada
dan juga memiliki andil dalam memperkaya khazanah sejarah peradaban Islam.
Sama halnya pengutusan Muhammad SAW sebagai Rasulullah telah menoreh
sejarah Islam, yang pada awalnya hanya merupakan bangsa jahiliyah yang tidak
mengenal kasih sayang dan saling menghormati.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari Latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa asal-usul dan pembentukan dinasti Fathimiyah?
2. Siapa saja para penguasa dinasti Fathimiyah?
3. Bagai mana pola pemerintahan dinasti Fathimiyah?

3
Dinasti Fathimiyah di Mesir

4. Bagaimana administrasi, kemasyarakatan, dan kebudayaan pada masa


dinasti Fathimiyah?
5. Bagaimana perjalanan masa kemunduran dan runtuhnya dinasti
Fathimiyah?

C. TUJUAN
Dari rumusan masalah di atas, dapat ditarik tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa asal-usul dan pembentukan dinasti Fathimiyah.
2. Untuk mengetahui siapa saja para penguasa dinasti Fathimiyah.
3. Untuk mengetahui bagai mana pola pemerintahan dinasti Fathimiyah.
4. Untuk mengetahui bagaimana administrasi, kemasyarakatan, dan
kebudayaan pada masa dinasti Fathimiyah.
5. Untuk mengetahui bagaimana perjalanan masa kemunduran dan runtuhnya
dinasti Fathimiyah.

4
Dinasti Fathimiyah di Mesir

BAB II
PEMBAHASAN

A. ASUL-USUL DAN PEMBENTUKAN DINASTI FATHIMIYAH


Dinasti Fathimiyyah merupakan penguasa negara yang besar berpusat di lembah
Nil, Kairo. Kekhalifahan ini berkuasa selama lebih kurang 203 tahun yaitu sejak
tahun 909 sampai tahun 1171 M. Cikal bakal dari keKhalifahan Fathimiyyah ini
adalah Gerakan Bani Fathimiyyah yang berasal dari kelompok Syiah Ismailiyah,
mereka mengasingkan diri ke kota Salamah guna menyelamatkan diri dari
pengejaran Bani Abbasiyah di bawah pimpinan Khalifah Al-Ma'mun.

Kelompok ini tidak gegabah memperebutkan kursi keKhalifahan. Tetapi mereka


terlebih dahulu merebut hati masyarakat dengan gerakan da'wahnya di berbagai
daerah sehingga mereka benar-benar dapat menguasai situasi dan mengerti apa
yang diinginkan rakyat. Ketidak puasan rakyat kepada Khalifah Abbasiah al-
Muktafi merupakan angin segar bagi pemuka Fathimiyyah dalam merebut hati
rakyat di Mesir, hingga akhirnya Mesir dapat di kuasai.

Dinasti ini mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah binti Muhammad. Menurut mereka, Abdullah al-Mahdi
sebagai pendiri Dinasti ini merupakan cucu Ismail Ibn Jafar al-Sidiq. Sedang
Ismail merupakan imam Syiah yang ketujuh.

Setelah kematian Imam Jafah al-Sidiq, Syiah terpecah menjadi dua buah
cabang. Cabang pertama meyakini Musa al-Kazim sebagai imam ketujuh
pengganti Imam Jafar, sedangkan sebuah cabang lainnya mempercayai Ismail
Ibn Muhammad al-Maktum sebagai Imam Syiah ketujuh. Cabang Syiah kudua
ini dinamakanSyiah Ismailiyyah. Syiah Ismailiyyah sebagai sebuah sistem
gerakan politik keagamaan. Ia berjuang mengorganisir propaganda Syiah
Ismailiyyah dengan tujuan menegakan kekuasaan Fathimiyah. Secara rahasia ia
mengirimkan misionari ke segala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan

5
Dinasti Fathimiyah di Mesir

ajara Syiah Ismailiyyah. Kegiatan ini menjadi latar belakang berdirinya dinasti
Fathimiyah di Afrika dan kemudian berpindah ke Mesir.

Sebelum kematian Abdullah Ibn Maymun pada tahun 874 M., ia menunjuk
pengikutnya yang paling bersemangat yakni Abu Abdullah al-Husayn sebagai
pimpinan gerakan Syiah Ismailiyyah. Ia adalah orang Yaman asli, dan sampai
dengan abad kesembilan ia mengklaim diri sebagai wakil al-Mahdi. Ia
menyebrang ke Afrika Utara, dan berkat propagandanya yang bersemangat ia
berhasil menarik simpati suku Berber, khususnya dari kalanga suku Kithamah
menjadi pengikut setia pergerakan ahli bait ini. pada saat itu penguasa Afrika
Utara, yakni Ibrahim Ibn Muhammad, berusaha menekan gerakan Ismailiyyah
ini, namun usahanya sia-sia. Ziyadatullah Putra dan sekaligus pengganti Ibrahim
Ibn Muhammad tidak berhasil menekar pergerakan ini.

Setelah berhasil menegakan pengaruhnya di Afrika Utara, Abu Abdullah al-


Husayn menulis surat kepada Imam Ismailiyyah yakni Said Ibn Husyan al-
Salamiyah agar segera berangkat ke Afrika Utara untuk menggantikan
kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi gerakan Ismailiyyah. Said
mengabulkan undangan tersebut, dan ia mempoklamirkan dirinya sebagai putra
Muhammad al-Habib, seorang cucu Imam Ismail. Setelah berhasil merebut
kekuatan Ziyadatullah, ia mempoklamirkan dirinya sebagai pemimpin tertinggi
gerakan Ismailiyyah. Selanjutnya gerakan ini berhasil menduduki Tunis, pusat
pemerintahan dinasti Aghlabi, pada tahun 909 M., dan sekaligus mengusir
penguasa Aghlabi yang terakhir, yakni Ziyadatullah. Said kemudian
mempoklamirkan diri sebagai imam dengan gelar Ubaydullah al-Mahdi.
Dengan demikian terbentuklah pemerintahan Dinasti Fathimiyah di Afrika Utara
dengan Al-Mahdi sebagai khalifah pertamanya.

B. PARA PENGUASA DINASTI FATHIMIYAH

1. Al-Mahdi (297-323 H/ 909-934 M)


Al-Mahdi merupakan penguasa Fatimiyah yang cakap. Dua tahun semenjak
penobatannya, ia menghukum mati pimpinan propagandanya yakni Abu
Abdullah al-Husayn karena terbukti bersekongkol dengan saudaranya yang
bernama Abul Abbas untuk melancarkan perebutan jabatan khalifah.
Kemudian al-Mahdi melancarkan pergerakan perluasan wilayah kekuasaan

6
Dinasti Fathimiyah di Mesir

ke seluruh wilayah Afrika yang terbentang dari perbatasan Mesir sampai


dengan wilayah Fes di Maroko. Pada tahun 914 ia menduduki Alexandria.
Kota-kota lainnya seperti Malta, Syria, Sardinia, Corsica, dan sejumlah kota
lain jatuh ke dalam kekuasaannya. Pada tahun 920 khalifah al-Mahdi
mendirikan kota baru di pantai Tunisia dan menjadikannya sebagai ibu kota
Fathimiyah. Kota ini dinamakan kota Mahdiniyah.

Obsesi yang tersirat dalam pendirian Bani Fathimiyah yang terpenting


adalah mencoba menguasai pusat dunia Islam; yaitu Mesir. Hal yang
mendorong mereka untuk menguasai Mesir tersebut adalah faktor
"Ekonomi" dan "Politik". Ditinjau dari faktor ekonomi Mesir yang terletak
di daerah Bulan Sabit yang alamnya sangat subur dan menjadi daerah lintas
perdagangan yang strategis; perdagangan ke Hindia melalui laut Merah, ke
Italia dan Laut Tengah Barat, ke kerajaan Bizantium.

Dari segi faktor politik, Mesir terletak di wilayah yang strategis menurut
peta politik, daerah ini dekat dengan Syam, Palestina dan Hijaz yang juga
merupakan wilayah Mesir sejak Dinasti Tulun. Bila Fathimiyah dapat
menaklukkan Mesir berarti akan mudah baginya untuk menguasai Madinah
sebagai pusat Islam masa lampau, serta kota Damaskus dan Bahgdad dua
ibu kota ternama di zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Dengan
demikian maka nantinya Dinasti Fathimiyah ini akan cepat masyhur dan di
kenal Dunia.

Al-Mahdi ingin menaklukan Spanyol dari kekuasaan Umayyah, oleh karena


itu ia menerima hubungan persahabatan dan kerja sama dengan Muhammad
Ibn Hafsun, pemimpin gerakan pemberontak di Spanyol. Namun ambisinya
itu belum tercapai sampai ia meninggal dunia pada tahun 934 M.

2. Al-Qaim (323-335 H/ 934-949 M)


Al-Mahdi diganti oleh putranya yang tertua yang bernama Abul Qasim dan
bergelar al-Qaim. Ia meneruskan gerakan ekspansi yang telah dimulai oleh
ayahnya. Pada tahun 934 M., ia mengerahkan pasukan dalam jumlah besar
ke daerah selatan pantai Perancis. Pasukan ini berhasil menduduki Genoa
dan wilayah sepanjang Calabria. Mereka melancarkan pembunuhan,
penyiksaan, pembakaran kapal-kapal, dan merampas budak-budak. Pada

7
Dinasti Fathimiyah di Mesir

saat yang sama ia juga mengerahkan pasukannya ke Mesir, namun pasukan


ini berhasil dikalahkan oleh dinasti Ihsidiyah, sehingga mereka terusir dari
Alexandria. Ditengah kesuksesannya dalam ekspansi, al-Qaim mendapat
perlawanan dari kalangan khawarij yang melancarkan pemberontakan
dibawah pimpinan Abu Yazid Makad. Berkali-kali pasukan ini mampu
menahan serangan pasukan Fathimiyah dalam peperangan yang hampir
berlangsung selama tujuh tahun.

Al-Qaim merupakan prajurit pemberani. Hampir setiap ekspansi militer


dipimpinnya secara langsung. Ia merupakan khalifah Fathimiyah pertama
yang menguasai lautan tengah. Ia meninggal pada tahun 946 M., ketika itu
sedang terjadi pemberontakan di Susa yang dipimpin oleh Abu Yazid. Al-
Qaim digantikan oleh putranya yang bernama Al-Manshur.

3. Al-Manshur
Al-Manshur adalah pemuda yang sangat lincah. Ia berhasil menghancurkan
kekuatan Abu Yazid. Meskipun putra Abu Yazid dan sejumlah pengikut
setianya senantiasa menimbulkan keributan, namun seluruh wilayah Afrika
pada masa ini tunduk kepada ke khalifahan Bani Fathimiyah. Al-Manshur
membangun sebuah kota yang sangat megah di wilayah perbatasan Susa
yang dinamakan kota Al-Manshuriyah.

4. Muizz (341-352 H/ 965-975 M)


Ketika al-Manshur meninggal, putranya yang bernama Abu Tamim Maad
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah dengan bergelar Muizz.
Penobatan Muizz sebagai khalifah ke empat menandai era baru dinasti
Fathimiyah. Banyak keberhasilan yang dicapai. Pertama kali ia menetapkan
untuk mengadakan peninjauan ke seluruh wilayah kekuasaannya untuk
mengetahui kondisi yang sebenarnya. Ia menghadapi gerakan pemberontak
secara tuntas hingga mereka bersedia tunduk ke dalam kekuasaan Muizz.
Ia menempuh kebijakan damai terhadap para pemimpin dan gubernur
dengan menjanjikan penghargaan kepada mereka yang menunjukan
loyalitasnya. Maka dalam tempo singkat, masyarakat seluruh negeri
mengenyam kehidupan yang damai dan makmur.

8
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Setelah berhasil dalam program konsolidari, Muizz mengerahkan


perhatiannya pada program ekspansi kekuasaan. Ketika itu, di Spanyol
sedang terjadi permusuhan antara Abdurrahman III dengan penguasa
Frangka, maka Muizz memanfaatkan kesempatan ini dengan mengerahkan
ekspedisi militer ke Maroko dengan pimpinan Jauhar. Gubernur Umayyah
gagal mempertahankan wilayah ini sehingga Maroko diduduki pasukan
Muizz.

Penaklukan atas Maroko ini menimbulkan permusuhan yang


berkepanjangan antara dua pemerintahan muslim: Umayyah Spanyol
dengan Fathimiyah. Beberapa tahun kemudian Maroko dapat direbut
kembali oleh pasukan Abdurrahman III. Pihak Fathimiyah kemudian
melancarkan serangan ke wilayah pantai Spanyol di bawah pimpinan Hasan
Ibn Ali. Abdurrahman III membalas serangan ini dengan mengepung dan
menghancurkan wilayah perbatasan Susa. Pihak Romawi memanfaatkan
kondisi ini dengan menyerbu Creta dan berhasil mendudukinya pada tahun
967 M. Maka semenjak tahun ini Creta yang diduduki umat Islam semenjak
Khalifah al-Makmun menjadi lepas.

Setelah Creta lepas, pasukan Islam berusaha membalas dengan


menghancurkan kekuatan Bizantine di Sicilia, ungkap Ameer Ali.
Panglima perang Ahmad Ibn Hasan berhasil menaklukannya, dan
menjadikan seluruh wilayah Sicilia ini sebagai wilayah kekuasaan
Fathimiyah. Sebuah Universitas Kedokteran didirikan di kota Palermo,
Sicilia. Universitas ini menandingi universitas Baghdad dan Kordoba.

penaklukan Mesir merupakan cita-cita terbesar gerakan ekspansi Muizz,


kata Lane Poole. Muizz telah lama menanti datangnya kesempatan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut. Maka ketika Mesir dilanda kerusuhan serius
di tahun 968 M., Muizz segera memerintahkan Jauhar untuk mengerahkan
pasukan penakluk mesir. Pada tahun 969 M. Jauhar memasuki Mesir
bersama 100.000 tentera. Jauhar berhasil menduduki Fusthat tanpa suatu
perlawanan. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan dinasti
Ikhsidiyah di Mesir, dan Mesir memasuki era baru dibawah kekuasaan
dinasti Fathimiyah. Jauhar segera membangun kota Fusthat menjadi kota

9
Dinasti Fathimiyah di Mesir

baru dengan nama Qahiroh (Kairo) dan menempatkan bala tenteranya


disana. Semenjak tahun 973 kota ini dijadikan sebagai ibu kota
pemerintahan Fathimiyah. Selanjutnya Muizz mendirikan mesjiid al-Azhar.
Mesjid ini oleh khalifah al-Aziz dijadikan sebagai akademi al-Azhar.
Universitas al-Azhar yang berkembang di masa ini bermula dari akademi
ini. Muizz yang selama ini bertahan di Afrika segera berpindah ke Mesir
pada tahun 973 M., dan kedatangannya disambut baik oleh seluruh rakyat
Mesir. Mahkan masyarakat Syria dan Hijaz juga mengakui
pemerintahannya yang berpusat di Mesir.

Persiapan awal al-Muizz yang dilakukan pada masa pembenahan


kepemerintahannya adalah:

a. Merangkul kelompok yang ingin memberontak


b. Mempersiapkan tentera untuk melakukan penyerangan
c. Membangun jalan raya menuju ke Mesir
d. Menggali sumur-sumur di pinggiran jalan raya menuju ke Mesir
e. Membangun rumah tempat peristirahatan (tentara)
f. Mempersiapkan dana (keuangan guna perbekalan bagi pasukan
Fathimiyah).

Sebagai Panglima yang dipercayakan memimpin tentara pada penaklukan


Mesir itu, Jauhar menjalankan aksi politik Fathimiyah bagi penduduk Mesir
yaitu dengan :

a. Memberikan keyakinan kepada penduduk tentang kebebasan


mereka menjalankan ibadah menurut agama dan mazhab mereka
masing-masing.
b. Berjanji akan melaksanakan pembangunan di negeri itu dan akan
menegakkan keadilan.
c. Mempertahankan Mesir dari serangan musuh.
d. Menghapuskan nama-nama khalifah bani Abbasiah yang disebut-sebut
dalam doa ketika shalat jumat dan digantikan dengan nama Khalifah
Fathimiyah.
e. Menata pemerintahan, Penataan pemerintahan yang dilakukan Jauhar
adalah menetapkan kedudukan Ja'afar ibn al-Fadl ibn al-Furat di Mesir,

10
Dinasti Fathimiyah di Mesir

sebagai wazir di Mesir.Pegawai dari golongan Sunni tetap pada posisi


semula ditambah dengan seorang pegawai dari Syi'ah Mahgribi di
setiap bagian.

Masyarakat Mesir terdiri dari tiga golongan yakni Golongan Sunni,


golongan Kristen Koptic dan golongan Syi'ah. Semuanya dibebaskan
menjalankan ajaran agamanya masing- masing. Dari setiap mazhab yang
ada diangkat seorang qadhi. Dengan demikian masyarakat Mesir yang
beraliran Sunni itu tidak merasa khawatir dan tidak menentang
pemerintahan yang beraliran Syiah IsmaiIiyah ini, rakyat menaruh simpati
kepada pemerintahan Fathimiyah, propaganda Syi'ah yang dijalankan oleh
Jauhar ini berhasil. Pola pemerintahan yang dijalankan Fathimiyah
mengikuti pola pemerintahan bani Abbasiyah di Bahgdad.

Kepemimpinan dikonsentrasikan kepada Khalifah dan dibai'ah lewat


seremoni yang megah. Golongan Fatimiah ini mengaku diri mereka
keturunan Nabi, yang pantas memegang tampuk kepemimpinan
kekhalifahan, meskipun Syi'ah Ali menentang mereka. Dinasti Fatimiyah
ini semula, mandapat dukungan dari golongan Caramitha dan dalam
perkembangannya kedua kelompok ini bermusuhan, kemungkinan karena
perbedaan prinsip.

Kelompok Caramitha di Syria yang telah dikalahkan oleh pasukan


Fathimiyah didekat Fusthat senantiasa memendam permusuhan terhadap
pemerintahan muslim. Ketika mereka menyerbu wilayah Mesir, khalifah
Muizz berhasil menghancurkannya dengan peperangan di Ainusy Syam
(Helopoles). Setelah merasa aman dari ancaman pihak musuh, Muizz
mencurahkan perhatiannya untuk menciptakan kedamaian dan kemajuan
imperiumnya.

Sumber kehidupan Fatimiyah dari pertanian dan hasil kerajinan serta hasil
perdagangan dan lintas perjalanan dagang di Medetaranian dan Laut Merah
itu membuat mereka dapat hidup dengan senang dan cukup pula untuk
membiayai tentera yang diambil dari luar Mesir seperti tentara suku Bebber,
dan orang-orang kulit hitam dari Sudan serta orang-orang Turki.

11
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Muizz membenahi sistem pemerintahannya dengan membagi wilayah


propinsi menjadi sejumlah distrik dan mempercayakannya kepada pejabat-
pejabat yang cakap. Ia juga menertibkan bidang kemiliteran. Industri dan
perdagangan mengalami kemajuan pesat selama masa ini. Dua tahun di
Mesir, ia telah banyak melancarkan gerakan pembaharuan. Ia menunjuk
pemeluk yahudi yang bernama Ibn Killis dan Asyuq sebagai pejabat
pengumpul pajak pertanahan. Jabatan ini memiliki kekuasaan dan gajih
yang sangat besar untuk menangani seluruh sektor perpajakan. Keduanya
berhasil menjalankan tugas ini sehingga pendapatan negara mengalami
peningkatan yang sangat pesat.

Khalifah Muizz meninggal pada tahun 975 M., setelah memerintah selama
23 tahun. Ia merupaka khalifat dinasti Fathimiyah yang terbesar. Ia adalah
pendiri dinasti Fathimiyah di Mesir. Seluruh kerusuhan dan pemberontakan
dapat diatasinya, sehingga rakyat merasa aman dan damai dalam
pemerintahannya. Kecakapannya sebagai negarawan terbukti oleh
perubahan Fathimiyah sebagai dinasti kecil menjadi imperium besar.
Menurut Ameer Ali, ketenaran Muizz dalam bidang pendidikan dan
pengetahuan sebanding dengan khalifah al-Makmun, yang berhasil
membawa kemakmuran dan kemajuan peradaban Afrika Utara. Muizz
bukan saja orang berpendidikan tinggi tapi dia juga pandai dalam bidang
syair dan kesusastraan Arab. Ia menguasai beberapa bahasa, dan fasih
berpidato. Sejarawan menggambarkan pribadinya sebagai penguasa yang
bijak, enerjik, ramah, dan ilmuan yang menguasai ilmu pengetahuan dan
filsafat.

Keberhasilan Fatimiyah mengembalikan Hajar al-aswad ke Mekkah, setelah


10 tahun lamanya di tangan Caramitha (dipimpin Hamdan bin Qarmath);
merupakan satu keberhasilan yang gemilang sehingga daerah-daerah yang
semula mengakui kekuasaan Ikhsidiyah, Mekah dan Madinah dan dengan
cepat mengakui Fatimiyah. Setelah memerintah selama 22 tahun, al-Mu'izz
telah dapat memimpin negara dengan baik, dapat dikatakan khilafah
Fatimiyah berdiri kokoh, sesudah beliau wafat.

5. Al-Aziz (365-386 H/ 975-996 M)

12
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Al-Aziz menggantikan kedudukan ayahnya, Muizz. Ia dicatat sebagai


khalifat Fathimiyah yang paling bijaksana dan pemurah. Kedamaian yang
berlangsung pada masanya ini ditandai dengan kesejahteraan seluruh warga,
baik muslim maupun non-muslim. Kemajuan imperium Fathimiyah
mencapai puncaknya pada masa pemerintahan ini. Luas kekuasaan
imperium membentang dari wilayah Euprat sampai dengan Atlantik.
Imperium ini mengungguli kebesaran Abbasiyah di Baghdad yang sedang
dalam kemunduran di bawah kekuasaan Buwaihiyah, Azzad al-Daulat,
terjalin hubungan persahabatan dengan saling mengirimkan duta masing-
masing.

Pembangunan fisik dan seni arsitektur merupakan lambang kemajuan pada


masa ini. Bangunan megah banyak didirikan di kota Kairo seperti di Golden
Palace, the Pearl Pavilliion, dan Mesjid Karafa. Ia adalah seorang penyair
dan tokoh pendidik. Mesjid al-Azhar diresmikan olehnya sebagai sebuah
akademi.

Khalifah al-Aziz terkenal sangat pemurah, bahkan terhadap musuhnya


sekalipun. Seorang Syria yang bernama Iftikin yang berusaha melawannya
setelah berhasil dikalahkan, ia tidak saja memberinya maaf melainkan juga
memberinya jabatan tinggi. Umat Keristen mendapatkan perlakuan yang
baik selama masa ini, bahkan al-Aziz berkenan mengangkat seorang wazir
keristen yang bernama Isa Ibn Nastur. Pendeta Ibrahim mendapatkan
kehormatan yang tinggi dikalangan istana, dan sang pendeta diijinkan
mendirikan gereja di luar kota Fusthat. Manasah seorang pengikut yahudi,
juga mendapatkan posisi penting di istana al-Aziz. Sikap al-Aziz yang
begitu baik terhadap tokoh-tokoh non-muslim mendapat perlawanan dari
pihak muslim, namun ia segera dapat mengamankan gejolak ini. Berkat
bantuan tokoh-tokoh non-muslim ini tercapailah kedamaian dan kerukunan
hidup antara pemeluk agama di Mesir.

Salah satu kebijakan al-Aziz yang membawa akibat yang begitu fatal adalah
penarikan orang-orang Turki dan Negro sebagai basis pasukan militer. Hal
ini dimaksudkan untuk menandingi kekuatan Berber. Ketika kelompok
Berber mulai menguasai jajaran militer, terjadilah persaingan antarras di

13
Dinasti Fathimiyah di Mesir

tubuh militer Fathimiyah yang pada gilirannya turut menyookong


keunduran dinasti Fathimiyah. Pada masa-masa belakangan militer Turki
semakin besar kekuatannya dan ketika kekuasaan Fathimiyah mulai
melemah, unsur-unsur militer mendirikan dinasti-dinasti yang merdeka.

Al-Aziz meninggal pada tahun 386 H/ 996 M., dan bersamaan dengan ini
berakhirlah kejayaan dinasti Fathimiyah.

6. Al-Hakim (386-412 H/ 996-1021 M)


Sepeninggal al-Aziz khalifah Fathimiyah dijabat oleh anaknya yang
bernama Abu al-Hasan Manshur al-Hakim. Ketika naik tahta ia baru berusia
sebelas tahun. Selama tahun-tahun pertama al-Hakim dibawah pengaruh
seorang gubernurnya yang bernama Barjawan. Barjawan terlibat konflik
bersama panglima militer Ibn Ammar. Setelah berhasil menyingkirkan sang
panglima, Barjawan menjadi pelaku utama pemerintahan al-Hakim. Di
kemudian hari al-Hakim mengambil tindakan menghukum bunuh terhadap
Barjawan lantaran penyalahgunaan kekuasaan negara.

Pemerintahan al-Hakim ditandai dengan sejumlah insiden kekejaman. Ia


menghukum bunuh pejabat-pejabat yang cakap tanpa alasan yang jelas.
Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, umat Yahudi dan Nasrani
merasakan kehilangan hak-haknya sebagai warga negara sehingga timbullah
perlawanan dari mereka. Al-Hakim seger mengeluarkan maklumat umum
untuk menghancurkan seluruh gereja Kristen di Mesir serta menyita tanah
dan harta kekayaan mereka. Ibn Abdun, seorang mentri sekretariat negara
yang beragama Keristen, dipaksa menandatangani maklumat tersebut. Umat
keristen dipaksa memilih tiga alternatif: menjadi muslim, atau
meninggalkan tanah air, atau berkalung dengan salib raksasa sebagai simbul
kehancuran mereka.

Al-Hakim merupakan seseorang dengan pribadi muslim yang taat. Ia adalah


pendiri sebuah tempat pemujaan suku aliran Druz di Libanon, yang masih
ada sampai sekarang ini. Aliran ini menganggapnya sebagai ingkarnasi
Tuhan. Ia mendirikan sejumlah mesjid, perguruan, dan pusat observatoria di
Syria. Diantara sejumlah mesjid yang dibangunnya, terdapat sebuah mesjid
yang menjadi lambang kemajuan arsitektur dan akan selalu mengingatkan

14
Dinasti Fathimiyah di Mesir

namanya. Pada tahun 1306 ia merampungkan pembangunan Darr al-Hikam


(gedung pusat ilmu pengetahuan) sebagai sarana penyebaran teologi Syiah,
sekaligus untuk kemajuan kegiatan pengajaran.

Darr al-Hikam ini dilengkapi dengan sebuah perpustakaan besar dan berada
didekat istana kerajaan. Gedung ini terbuka untuk umum. Tamu negara
selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi gedung ini. Di tempat ini lah
para penulis dan pemikir berkumpul.

7. Al-Zahir (412-426 H/ 1021-1036 M)


Al-Hakim digantikan oleh putranya yang bernama Abu Hasyim Ali dengan
gelar Al-Zahir. Ia naik tahta pada usia enam belas tahun, sehingga pusat
kekuasaan dipegang oleh bibinya yang bernama Sitt al-Mulk. Sepeninggal
sang bibi, al-Zahir menjadi raja boneka ditangan menteri-menterinya. Pada
masa pemerintahan ini rakyat menderita kekurangan bahan makanan dan
harga barang yang tidak terjangkau. Kondisi ini diakibatkan terjadinya
musibah banjir terus-menerus.

Paristiwa yang paling terkenang pada masa ini adalah penyelesaian


persengketaan keagamaan pada tahun 1025 di mana tokoh-tokoh madzhab
Malikiyah diusir dari Mesir. Sekalipun demikian secara umum, al-Zahir
cukup toleran terhadap tokoh sunni. Ia bersedia membuat perjanjian dengan
kaisar Romawi yakni Constantine VIII. Sang kaisar diijinkan membangun
kembali gereja Jarussalem yang roboh akibat kerusuhan yang terjadi disana.
Sang khalifah terjangkit pola kehidupan santai dan banyak menikah. Ia
meninggal pada bulan juni 1036 M., setelah memerintah selama 16 tahun.

8. Al-Mustansir (427-487 H/ 1036-1095 M)


Al-Zahirr digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Tamim Maad yang
bergelar al-Mustansir, pemerintahannya selama 61 tahun merupakan masa
pemerintahan terpanjang dalam sejarah Islam. Masa awal pemerintahannya
berada sepenuhnya di tangan ibunya, lantaran ketika dinobatkan sebagai
khalifah ia baru berusia tujuh tahun. Pada masa ini kekuasaan Fathimiyah
mengalami kemunduran secara derastis. Beberapa kali perebutan jabatan
perdanamenteri turut memperlemah ketahanan imperium, disamping

15
Dinasti Fathimiyah di Mesir

terjadinya sejumlah pemberontakan serta peperangan pada masa


pemerintahan ini.

Raja muda Zarida di Afrika yang bernama Muizz ibn Badis melemparkan
penghinaan kepada dinasti Fathimiyah dengan tidak menyebut nama
khalifah Fathimiyah dalam khutbah Jumatnya, melainkan ia menggantinya
dengan menyebut nama khalifah Abbasiyah. Namun al-Mustansari tidak
tertarik untuk memerangi Muizz ibn Badis di Afrika. Sang khalifah lebih
tertarik dengan pemberontakan al-Bassasiri terhadap pemerintahan
Abbasiyah, dan menjadikannya sebagai kesempatan untuk menegakan
kembali kekuasaannya di Asia Barat setelah Tughril menegakkan kekuasaan
Abbasiyah di wilayah ini.

Mesir dilanda permusuhan antara militer Negro dan militer Turki.


Permusuhan ini semakin kritis sehingga terbongkarlah peperangan. Pihak
militer Turki dengan panglima Nasir berhasil menduduki kota Kairo pada
tahun 1068 dengan menghancurkan istana ke khalifahan. Sungguh
peperangan terus menerus antara dua kubu militer ini sangat
membahayakan imperium Fathimiyah. Selanjutnya, musiibah paceklik
berlangsung setidaknya tujuh tahun sehingga menghabiskan cadangan
perekonomian negara. Sedemikian parah musibah paceklik ini sehingga
manusia saling memakan satu sama lainnya. Daging manusia dijual secara
bebas. Setelah masa paceklik ini berakhir, mesir diserang oleh wabah
penyakit. Gadis-gadis kalangan atas terpaksa menjual perhiasan dan pakaian
mereka untuk dibelikan makanan sehingga mereka harus turun ke jalan
tanpa perhiasan dan bahkan tanpa pakaian yang pantas. Untuk mengatasi
musibah ini, khalifah al-Mustansir meminta bantuan gubernur Acre yang
bernama Badr al-Jamil. Sang gubernur berkenan memberikan bantuan
sehingga wabah ini dapat teratasi.

Sepeninggal al-Mustansir pada tahun 487 H/ 1095 M. Imperium Fathimiyah


dilanda konflik dan permusuhan. Tidak seorangpun khalifah sesudahnya
mampu mengendalikan kemeroseotan imperium ini.

9. Al-Mustail (487-495 H/ 1095-1011 M)

16
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Putra termuda al-Mustansir yang bergelar al-Mustail menduduki tahta


khalifah sepeninggal sang ayah. Nizar, putra al-Mustansir yang tertua,
menentang penobatan adiknya. Ia segera bangkit di Alexandria setelah
memecat gubernur di wilayah ini, namun satu tahun kemudia ia dapat
dipaksa menyerah.

Al-Mustail, setelah meninggal, anaknya yang masih hijau bernama al-Amir


Manshur dengan gelar al-Amir dinobatkan sebagai khalifah oleh al-Afzal.
Al-Afzal meruakan perdana menteri yang berkuasa secara absolute selama
dua puluh tahun masa pemerintahan al-Amir. Ia merupakan raja Mesir yang
sesungguhnya selama hampir lima puluh tahun. Berkat keluwesan dan
keadilannya, Mesir menjadi cukup tenang dan makmur. Afzal tetap
memegang kekuasaan terbesar sekalipun khalifah al-Amir telah dewasa.

Setelah al-Amir menjadi koraban pembunuhan politik, kemenakannya yang


bernama al-Hafiz mempoklamirkan diri sebagai khalifah. Pemerintahan al-
Hafiz ini diwarnai dengan perpecahan antar unsur kemiliteran. Anaknya,
Abul Manshur Ismail dengan gelar al-Zafir, menggantikan kedudukannya
setelah kematian al-Hafiz. Ia adalah pemuda 17 tahun yang tampan dan
sembrono dan lebih mementingkan urusan perempuan dan musik daripada
urusan politik dan pertahanan. Segala unsur negara dijalankan oleh perdana
menteri yang bernama Abul Hasan Ibn al-Salar, sehingga khalifah hanya
sebagai simbol belaka. Al-Zafir menginggal pada tahun 1154 M., terbunuh
oleh Nasir Ibn Abbas.

Anak al-Zafir yang masih belita menggantikan kedudukan ayahnya dengan


bergelar al-Faiz. Ia keburu meninggal dunia sebelum dewasa dan digantikan
oleh kemenakannya yang bernama al-Azid. Sewaktu naik tahta khalifah
berusia sembilan tahun. Ia merupakan khalifah Fathimiyang yang ke-empat
belas dan mengakhiri masa pemerintahan Fathimiyah selama lebih kurang
dua setengah abad. Al-Azid berjuang keras untuk menegakan
kedudukannya dari serangan raja Yarusalem yang pada saat itu telah berada
digerbang kota Kairo. Dalam kondisi yang sempoyongan datang sultan
Salahudin, pejuang dalam perang salib. Sultan Salahudin menurunkan
khalifah Fathimiyah terakhir ini yakni al-Azid pada tahun 1171 M. Dengan

17
Dinasti Fathimiyah di Mesir

demikian dinasti Fathimiyah yang didirikan oleh Ubaydullah al-Mahdi ini


berakhir.

C. POLA PEMERINTAHAN DINASTI FATHIMIYAH


Pemahaman syiah pada masa Daulah Fatimiah sangatlah kental terlihat dalam
kebijakan politik kenegaraannya, mereka menguatkan pendapat yang sesuia
dengan mazhab syiah dan mendahulukan pengamalan agama dengan mengikut
pendapat para imamnya dari pendapat para imam sunni, walaupun kebanyakan
penduduk Mesir Saat itu bermazhab sunnah.

Ya'qub bin Kalas seorang wazir pada pemerintahan Fatimiah menyusun sebuah
kitab fiqh yang disusun berdasarkan mazhab Syiah Isma'iliyah dengan arahan
langsung khalifah Al Mu'iz Lidinillah yang berkuasa saat itu. Kitab ini dijadikan
sebagai pedoman dalam memustuskan perkara di pengadilan dan fatwa lainnya.
Sehingga siapa saja yang menjadi qadhi mesti berpodoman pada kitab ini.

Al Mu'iz Lidinillah memerintahkan bawahannya agar di buat rumah khusus


disamping universitas Al Azhar untuk pelatihan dalam rangka memahami kitab
tersebut. Wazirnya di perintahkan untuk mendatangkan para fuqaha' yang saat itu
berjumlah 35 orang kemudian di beri fasilitas dan gaji yang mencukupi, bukan
hanya itu para fuqaha' juga di sediakan tunjangan hari raya dan fasilitas di istana
untuk tujuan mengajarkan kitab tersebut kepada masyarakat. Semua itu sebagai
motivasi kepada para du'ah yang memberikan pemahaman pada masyarakat
mengenai kitab tersebut dan seluruh biaya tersebut di tanggung oleh khalifah.
Sebab khalifah tau bahwa pemerintahannya akan bertahan lama jika ilmu tersebut
disebarkan pada masyarakat.

D. ADMINISTRASI, KEMASYARAKATAN DAN KEBUDAYAAN PADA


MASA DINASTI FATHIMIYAH

1. Adminstrasi
Preiode dinasti Fathimiyah menandai era baru sejarah bangsa Mesir.
Sebagian khalifah dinasti ini adalah pejuang-pejuang dan penguasa besar
yang berhasil menciptakan kesejahtraan dan kemakmuran di Mesir.

Administrasi kepemerintahan dinasti Fathimiyah secara garis besarnya tidak


berbeda dengan administrasi dinasti Abassiyah, sekalipun pada masa ini

18
Dinasti Fathimiyah di Mesir

muncul beberapa jabatan yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala


negara baik dalam urusan keduniaan maupun urusan spiritual. Ia berwenang
mengangkat dan sekaligus menghentikan jabatan-jabatan di bawahnya.

Kementerian negara (wazir) terbagi menjadi dua kelompok: Pertama adalah


orang-orang ahli pedang dan Kedua adalah orang-orang ahli pena.
Kelompok pertama menduduki urusan militer dan keamanan istana serta
pengawal pribadi sang khalifah. Sedanng kelompok ke dua menduduki
beberapa jabatan kementerian sebagai berikut: 1) hakim, 2) pejabat
pendidikan sekaligus sebagai pengelola lembaga ilmu pengetahuan atau Dar
al-Hikmah, 3) inspektor pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan, 4)
pejabat keuangan yang menangani segala urusan keuangan negara, 5) regu
pembantu istana, 6) petugas pembaca al-Quran. Tingkat rendah kelompok
ahli pena terdiri kelompok pegawai negri yang terdiri petugas penjaga dan
juru tulis dalam berbagai departemen.

Di luar jabatan istara di atas, terdapat jebatan-jabatan tingkat daerah yang


meliputi tiga daerah: Mesir, Syria, dan daera-daerah di Asia kecil. Khusus
untuk daerah Mesir terdiri empat propinsi, propinsi Mesir bagian atas, Mesir
wilayah timur, Mesir wilayah barat, dan wilayah Alexandria. Segala urusan
yang berkaitan dengan daerah dipercayakan pada kepemimpinan penguasa
setempat.

Dalam kemiliteran terdapat tiga jabatan pokok: 1) Amir yang terdiri pejabat-
pejabat tinggi militer dan pengawal khalifah, 2) Petugas Keamanan, 3)
Berbagai resimen. Pusat-pusat armada laut dibangun di Alexandria,
Damika, Ascaton, dan dibeberapa pelabuhan Syria. Masing-masing
dikepalai seseorang Admiral tinggi.

2. Kemajuan di Bidang Ekonomi


Kemajuan bidang ekonomi sangat nyata bagi rakyat Mesir di masa
pemerintahan Fathimiyah, penghasilan utama mereka, dari bidang pertanian
karena tanahnya sangat subur-subur, bidang perdagangan dan perindustrian.
Mesir merupakan negara agraris yang amat subur maka perhatian pemerinta
disektor ini besar sekali, irigasi dibangun untuk mengalirkan air dari sungai
Nil kelahan-lahan pertanian, endapan lumpur dari sungai Nil ini

19
Dinasti Fathimiyah di Mesir

menyuburkan tanaman mereka. Penghasilan meraka kurma, gandum, kapas,


gula dari tebu, bawang, dan lainnya. Mereka juga mengusulkan kayu yang
digunakan untuk membangun dermaga dan kapal-kapal laut atau kapal
dagang.

Perindustrian Mesir, menghasilkan tekstil, kain sutra, dan wol yang mereka
eksport ke negara Eropah. Industri kerajinan Mesir menghasilkan karya
yang bermutu seperti kiswah Kabah yang sulam dengan benang emas.
Pembuatan Kristal dan keramik, mereka juga mendapatkan incam dari hasil
tambang besi, baja, dan tembaga.

Khalifah al-Muiz memprakarsai berdirinya pabrik tekstil yang


memproduksi pakaian para pegawai pemerintah.

Bidang perdangangan berkembang pesat dan mendapat dukungan dari


pemerintah, tidak pernah ada hambatan dan kerusuhan dalam kehidupan
mereka, maka para pedagang dari berbagai penjuru berdatangan ke daerah
ini, jadilah Mesir sebagai sentral dagang. Pusat perdagangan itu kota Fustat,
Kairo, Diniyat, dan Quas dan Iskandariah sebagai kota pelabuhan juga pusat
perdagangan internasional. Yaqub ibn Killis, membuat sistem pajak yang
dijalankan Dinasti Fathimiyyah di zaman al-Muiz, hasil pajak diFustat satu
hari mencapai 50.000 sampai 120.000 dirham.

Dari Dimyat, Asymun diperoleh hasil pajak lebih dari 220 dirham per hari.
Pada masa Wazir al-Hasan ibn. Ali al-Yazuri, hasil pajak yang
diperolehnya 2.000.000 dinar per tahun. Dari Syam 1 juta dinar per
tahun. Dapat disimpulkan: Di bawah Fathimiyyah, Mesir dan Kairo
mengalami kemakmuran ekonomi dan vitalitas kultural yang mengungguli
Irak dan Bahgdad.

3. Kondisi Sosial
Mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat dan penuh perhatian
kepada urusan agama non-islam. Selama masa ini pemeluk Kristen Mesir
diperlakukan secara bijaksana, hanya khalifah al-Hakim yang bersifat agak
keras terhadap mereka. Orang-orang kristen Kopti dan Armenia tidak
pernah merasakan kemurahan dan keramahan melebihi sikap pemerintahan

20
Dinasti Fathimiyah di Mesir

muslim. Pada masa al-Aziz bahkan mereka lebih diuntungka dari pada umat
islam dimana mereka ditunjuk menduduki jabatan-jabatan tinggi di istana.
Demikian pula pada masa al-Mustansir dan seterusnya, mereka hidup penuh
kedamaian dan kemakmuran. Sebagian besar jabatan keuangan dipegang
oleh orang-orang Kopti. Pada khalifah generasi akhir, gereja-gereja kristen
banyak yang dipugar, pemeluk keristen juga semaking banyak yang
diangkat sebagai pegawai pemerintah. Demikianlah, semua ini menunjukan
kebijaksanaan penguasa Fathimiyah terhadap umat kristiani.

Mayoritas khalifah Fathimiyah berpola hidup mewah dan santai. Al-


Mustansir, menurut satu informasi, mendirikan semacam pavilion di
istananya, sebagai tempat memuaskan meminum arak bermasa dengan
sejumlah penari rupawan. Salah seorang propaganda Ismailiyyah
berkebangsaan Persia, Nasir al-Khusraw, yang mengunjungi Mesir antara
tahun 1046-1049 M., meninggal catatan tentang kehidupan Kairo. Pada saat
itu ia mendapatkan kota Kairo sebagai kota makmur dan sentosa.
Menurutnya, toko-toko perhiasan dan pusat-pusat penukaran uang
ditinggalkan oleh pemiliknya begitu saja tanpa dikunci, rakyat menaruh
kepercayaan penuh terhadap pemerintah, jalan-jalan raya diterangi beragam
lampu. Penjaga toko menjual barang-barang dengan harga jual yang telah
diputuskan dan jika seorang terbukti melanggar ketentuan harga jual akan
dihukum dengan diarak di atas unta sepanjang jalan dengan diiringi bunyi-
bunyian.

Pada sebuah festival (peringatan hari besar) Nasir al-Khusraw menyaksikan


khalifah kelihatan sangat mempesona dengan pakaian kebesarannya. Istana
khalifah dihuni 30.000 orang, diantara mereka terdapat 12.000 orang
pembantu dan 1.000 orang pengawal berkuda dan pengawal jalan kaki. Kota
Kairo dihiasi dengan sejumlah mesjid, perguruan, rumah sakit, dan
perkampungan kalifah. Tempat-tempat pemandian umum yang cukup indah
dapat dijumpai di berbagai penjuru kota, baik pemandian khusus untuk laki-
laki maupun untuk perempuan. Pasar-pasar yang memuat 20.000 pertokoan
padat dengan produk-produk dunia. Nasir al-Khusraw sangat takjub atas
kesejahtraan dan kemakmuran negeri ini, sehingga dengan sangat menarik
ia menyatakan: saya tidak sanggup menaksir kesejahtraan dan

21
Dinasti Fathimiyah di Mesir

kemakmuran negeri ini, dan saya belum pernah melihat kemakmuran


sebagai mana yang terdapat di negeri ini.

4. Bidang kebudayaan dan Keagamaan


Menjadikan mesjid sebagai tempat pendidikan agama walaupun yang
dimaksud untuk mengembangkan ideology mereka. Ada sebuah mesjid
yang yang kemudiannya menjadi universitas Al Azhar. Khalifah juga
membiayai para fuqaha dan du'ah yang menyebarkan ilmu pengetahuan. Hai
ini membuktikan bahwa khalifah mencintai ilmu dan suka pada kemajuan.

5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kesusastraan


Kecenderungan para Khalifah Fatimiah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan, terlihat sejak zaman al-Muiz, usaha untuk merealisasikan
tujuan mereka dijalankan dengan cara melakukan propaganda yang padat
keseluruh propinsi para dai secara terstruktur dikepalai oleh seorang daI
Dakwah yang disamapikan bertujuan untuk menyampaikan doktrin agama
dan mengimbau rakyat agar berpendidikan tinggi.

Pendidikan tersebut diutamakan pada sains-sains Yunani, keterbukaan pada


pemikiran filsafat Yunani membawa kepada pencapaian ilmiah yang
tertinggi di Kairo di bawah pemerintahan Bani Fathimiyyah, meraka
mengembangkan Risalat Ikhwanus Safa, sebuah karya dihasilkan di Basrah.
Risalat ini merupakan sebuah ensiklopedia mengenai saint Yunani, yang
bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana cara memperoleh kebahagiaan
di dunia masa datang. Karya yang dihasilkan masa Fathimiyyah itu lebih
ilmiah dan lebih filsafati. Pada masa Khalifah al-Aziz (975 M), semangat
intelektual dan pengembangan kualitas pemikiran orang Mesir, dapat
mengungguli lawan-lawannya. Al-Aziz berusaha merubah fungsi Mesjid al-
Azhar yang dibangun oleh Jauhar, menjadi sebuah Universitas yang
pertama di Mesir, yang merupakan waqaf dari al-Azizi sendiri. Universitas
ini direktrut mahasiswa dari seluruh negara Islam dengan fasilitas yang
lengkap, asrama mahasiswa, makanan, dan beasiswa. Di Universitas ini

22
Dinasti Fathimiyah di Mesir

diajarkan berbagai cabang ilmu pengetahuan: fikih, sejarah,dan sastra.


Sampai saat ini Universitas al-Azhar sangat terkanal dan lebih maju.

Pada masa Khalifah al-Hakim (996 M), didirikan dar al-Hikmah yaitu
tahun1005 M, akademi ini dilengkapi dengan perpustakaan (Dar al-Ulum);
di sini diajarkan ilmu pengetahuan agama dan sains seperti fisika,
astronomi, kedokteran. Akademi ini didirikan untuk menandingi Universitas
di Cordova, ia juga membangun observatorium, di Mesir di al-Muqatan dan
Siria.

Di masa al-Mustansir dibangu perpustakaan negara yang memiliki 200.000


eksemplar buku; Fiqih, Sastra, fisika, kimia, dan kedokteran. Ibn Killis
seorang pecinta ilmu mendirikan sebuah akademi dan menyediakan dana
beribu dinar setiap bulannya untuk pengembangan ilmu. Kegiatan ilmiah
diadakan di Dar al-hikmah, dalam bentuk penelaahan, diskusi, mengarang
dan menulis. Beberapa ilmuan yang aktif dimasa ini: Abu Hanifah al-
Maghribi, ahli agama dan ulama Syiah Ismaili. Di bidang sejarah, Hasa Ibn
ali bin Zulhag, Abu Hasan Ali al-Syabsyata, Ibn Hammad, Muhammad ibn
Yusuf al-Kindidan Ibn Salamah al-Qudai.

Di bidang filsafat al-Razi, al-Kindi, Abu Yaqub, Jakfar ibn Mansur, tokoh
ilmu kedokteran, Abu abd allah, tokoh matematika abu Ali Muhammad al-
Haitami, tokoh ilmu kimia , fisika, dan optik, Ibn haisyam dan yang
Mansyur di bidang ilmu bintang (astronomi), Ali bin Yunus dan Jiz bin
Yunus.

Ahli optik yang menulis buku tentang penyakit mata ke dalam bahasa Latin
antara lain; Ibn Haitami dikenal juga dengan al-Hazan bukunya Al-
Manazir, Amri Ali al- Muntakhab fi Ilaj al-Aini, Isa Tazkirah.
Tokoh di bidang sastra, Abu al-Hamid ai-Anthaqi, Ibn Hani, Ibn Abi Jar,
Abu hamid Ahmad dan Abdu al-Wahhab ibn Nashr. Arsitektur Fathimiyyah
dipengaruhi gaya seni Persia tercermin dalam bangunanbangunan Mesjid al-
Azhar, al- Hakim, al-Shalih lalu tergambar juga pengaruh Tulun, Afrika
Utara, yaitu pada kuburan yang dibangun. Kubur Athiqah, al-jafari. Wazir
Badr al Jamali membangun tembok kota Kairo dengan tiga buah pintu
gerbang yang indah yang dinamainya dengan Bab Zuwayli, Ba, an-Nasr dan

23
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Bab al-Futuh. Dari segi seni sastra dan arsitektur Mesir belum bisa
mengalahkan keindahan seni di Bahgdad.

Sumbangan dinasti Fathimiyah dalam kemajuan ilmu pengetahuan tidak


sebesar sumbangan Abbasiyah di Baghdad dan Umayah di Spanyol. Masa
ini kurang produktif dalam menghasilkan karya tulis dan ulama besar
kecuali dalam jumlah yang kecil, sekalipun banyak diantara khalifah dan
para wazir menaruh perhatian dan penghormatan kepada para ilmuan serta
pujangga. Ibn Killis merupakan salah seorang wazir Fathimiyah yang sangat
mempedulikan bidang pengajaran. Ia mendirikan sebuah akademi dan
memberinya subsidi besar setiap bulan. Pada masa Ibn Killis ini didalam
istana al-Aziz terdapat seorang fisikawan besar yang bernama Muhammad
al-Tamimi. Al-Kindi, sejarawan dan topografer terbesar hidup di Fusthat
dan meninggal di tahun 961 M. Pakar terbesar pada masa awal Fathimiyah
adalah Qazdi al-Numan dan beberapa keturunannya yang menduduki
jabatan Qazi dan keagamaan tertinggi selama lima puluh tahun semenjak
penaklukan Mesri sampai pada masa pemerintahan al-Hakim. Para Qazi ini
tidak hanya pandai dalam bidang hukum, melainkan juga cakap dalam
berbagai disiplin pendidikan tinggi. Di antara pegawai pemerintahan pada
masa al-Hakim terdapat seorang Mesir yang berkarya dalam penulisan
sejarah dan karya-karya lain tentang keislaman, syair, dan astrologi.

Beberapa diantara khalifah Fathimiyah adalah tokoh pendidikan dan orang


yang berperadaban tinggi. al-Aziz termasuk diantara khalifah yang mahir
dalam bidang syair dan mencintai kegiatan pengajaran. Ia telah mengubah
mesjid agung al-Azhar menjadi sebuah akademi. 1
Kekayaan dan
kemakmuran dinasti Fathimiyah dan besarnya perhatian para khalifahnya
merupakan paktor pendorong para ilmuan untuk berpindah ke Kairo. Istana
al-Hakim di hiasi dengan kehadiran Ali Ibn Yunus. Pakar terbesar dalam
bidang astronomi. Dan Ibn Ali al-Hasan Ibn al-Haitami seorang fisikawan
muslim terbesar dan juga ahli dibidang optik. Selain mereka berdua terdapat
sejumlah satrawan dan ilmuan yang berkarya di istana Fathimiyah.

Khalifah Fathimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan,


mendirikan perpustakaan umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Darr al-

24
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Hikmah merupakan prakarsa terbesar untuk mengembagkan ilmu


pengetahuan, sekalipun pada awalnya lembaga ini dimaksudkan sebagai
sarana penyebrangan dan pengembangan ajaran Syiah Ismailiyyah.
Lembaga ini didirikan oleh khalifah al-Hakim pada tahun 1005 M. al-
Hakim juga besar minatnya dalam penelitian astronomik. Untuk itu ia
mendirikan lembaga observatori di bukit al-Mukattam. Lembaga
observatori seperti ini juga didirikan dibeberapa tempat lain.

Khalifah Fathimiyah pada umumnya juga mencintai berbagai seni termasuk


seni bangunan (arsitektur). Mereka mempercantik ibu kota dan kota-kota
lainnya dengan berbagai bangunan megah. Mesjid agaung al-Azhar dan
mesjid agung al-Hakam menandai kemajuan arsitektur jaman Fathimiyah.
Khalifah juga mendatangkan sejumlah arsitek Romawi untuk membantu
menyelesaikan tiga buah gerbang raksasa di Kairo, dan benteng-benteng di
wilayah perbatasan dengan Bizantine. Semua ini merupakan sebagian dari
peninggalan sejarah pemerintahan Syiah di Mesir.

6. Universitas Islam Al Azhar Kairo


Jami al-Azhar didirikan bersamaan dengan masuknya kekuasaan Fatimiyin
di Kairo, tepatnya setelah beberapa bulan kekuatan fatimiyin memasuki
Kairo, pembangunan jami al-Azhar memakan waktu kurang lebih dua
tahun, yang kemudian dibuka secara resmi oleh Jauhar al-Shaqali dengan
shalat jumat pada tanggal 7 Ramadhan 361 H / 21 Juni 972 M. Sedang al-
Muiz Lidinillah baru datang dari Maroko masuk Kairo setahun kemudian.

Jami al-Azhar mempunyai penghargaan tersendiri dari para khalifah


fatimiyin, dibalik itu mereka ingin menjadikannya markas penyebaran
faham syiah. Di sekitarnya dibangun rumah bagi mereka yang mengajar
pada Al azhar, dari sinilah dimulainya pengajaran di jami al-Azhar.

Dalam blantika dunia keilmuan, al-Azhar merupakan universitas tertua,


tidak hanya di dunia Islam, namun di seluruh dunia. Karena universitas-
universitas di Amerika dan Eropa baru didirikan dua abad setelah berdirinya
Al Azhar, seperti Universitas Paris didirikan pada abad ke-12 Masehi,
Universitas Oxford di Inggris pada abad ke-13, demikian juga universitas-
universitas Eropa lainnya. Universitas yang mengimbangi al-Azhar dari segi

25
Dinasti Fathimiyah di Mesir

sejarahnya adalah Universitas Qarawain di Kota Fas Maroko, bahkan ada


yang mengatakan bahwa Jami al-Qarawain adalah Universitas tertua di
dunia, karena pengajarannya sudah bermula sejak didirikannya yaitu sejak
tahun 245 H/ 859 M. dan sampai sekarang masih eksis.

Al-Azhar merupakan Univesitas pertama yang para pengajarnya didanai


oleh negara, serta posisi Mesir yang strategis di tengah dunia Islam,
menjadikan al-Azhar tempat tujuan menimba ilmu agama dari para
masyayikhnya, hanya saja besarnya kedudukan al-Azhar bukan karena
tertua atau tidaknya, namun karena mutunya yang unggul.

Dalam kekuasaan daulah Fatimiah Jami al-Azhar mengalami beberapa kali


renovasi, seperti pada masa al Hakim Biamrillah, al Mustanshir Billah, dan
Al Hafidz Lidinillah. Terlihat hingga sekarang hasil renovasi yang
dilakukan oleh al-Hafidz Lidinillah dengan peninggalannya qubah yang
dihiasi dengan tulisan ayat-ayat al-Quran dengan khath kufi dan bermacam-
macam hiasan yang indah.

E. MASA KEMUNDURAN DAN RUNTUHNYA DINASTI FATIMIYAH.


Gejala-gejala yang menunjukkan kemunduran dinasti Fatimiyah telah terlihat di
penghujung masa pemerintahan Al-Aziz namun baru kelihatan wujudnya pada
masa pemerintahan al-Muntasir yang terus berlanjut hingga berakhirnya
kekuasaan Fatimiyah pada masa pemerintahan al-Adid 567 H / 1171 M.

Adapun faktor yang menyebabkan kemunduran dan runtuhnya dinasti Fatimiyah


dapat diklarifikasikan kepada faktor internal dan eksternal:

1. Faktor Internal
Faktor internal yang paling signifikan dalam menghantarkan kemunduran
dinasti Fatimiyah adalah di karenakan lemahnya kekuasaan pemerintah.
Menurut Ibrahim Hasan, para khalifah tidak lagi memiliki semangat juang
yang tinggi seperti yang ditunjukkan para pendahulu mereka ketika
mengalahkan tentara Berber di Qairawan. Kehidupan para khalifah yang
bermewah-mewah merupakan penyebab utama hilangnya semangat untuk
melakukan ekspansi.

26
Dinasti Fathimiyah di Mesir

Selain itu, para khalifah kurang cakap dan memerintah sehingga roda
pemerintahan tidak bejalan secara efektif, ketidak efektifan ini dikarenakan
khalifah yang diangkat banyak yang masih berusia relatif muda sehingga
kurang cakap dalm mengambil kebijakan. Tragisnya mereka ibarat boneka
ditangan para wajir karena peranan wajir begitu dominan dalam mengatur
pemerintahan. Fenomena ini muncul pasca wafatnya al-Aziz, setelah al-
Aziz wafat ia digantikan puternya bernama Abu Mansur al-Hakim yang
pada saat pengangkatannya masih berusia 11 tahun. Kebijakan dalam
pemerintahannya sangat tergantung kepada keputusan Gubernur bernama
Barjawan yang meskipun pada akhirnya dihukum al-hakim karena
penyalahgunaan kekuasaan.

Bukti lain ketidakcakapan khalifah adalah munculnya perlawanan orang


Kristen terhadap penguasa. Perlawanan ini muncul dikarenakan orang
Kristen tidak senang dengan maklumat al-Hakim yang dianggap
menghilangkan hak-hak mereka sebagai warga negara. Maklumat tersebut
berisikan tiga alternatif pilihan yang berat bagi orang Kristen. Masuk Islam,
atau meninggalkan tanah air, atau berkalung salib sebagai simbol
kehancuran.

Setelah al-Hakim wafat, ia digantikan puteranya bernama Abu Hasyim Ali


yang bergelar al-Zahir. Pada saat pengangkatannya al-Zahir masih berusia
16 tahun dan kebijakan pemerintahan berada ditangan bibinya bernama Siti
al-Mulk, sepeninggalan bibinya al-Zahir menjadi raja boneka ditangan para
wajirnya. Pengangkatan khalifah dalam usia relatif muda masih terus
berlanjut hingga masa akhir pemerintahan daulah Fatimiyah, bahkan
khalifah ke tiga belas yang bernam al-Faiz dinobatkan pada saat masih
balita nanun keburu meninggal dunia sebelum berusia dewasa. Sementara
khalifah terakhir bernam al-Adid dinobatkan disaat berusia sembilan tahun.

Faktor lainnya diperparah oleh peristiwa alam. Wabah penyakit dan


kemarau panjang sehingga sunagi Nil kering, menjadi sebab perang
saudara. Setelah meninggal Abu Tamim Maad al Muntashir diganti oleh
anaknya al Mustali. Akan tetapi Nizar, (anak Abu Tamim Maad yang

27
Dinasti Fathimiyah di Mesir

tertua) melarikan diri ke Iskandariyah dan menyatakan diri sebagai khalifah.


Oleh sebab ini fatimiyah terpecah menjadi dua.

Selain itu, faktor internal lainnya sebagai penyebab kehancuran dinasti


Fatimiyah adalah persaingan dalam memperoleh jabatan dikalangan wajir.
Pada masa al-Adid sebagai khalifah terakhir misalnya, terjadi persaingan
antara Abu Sujak Syawar dan Dargam untuk merebutkan jabatan wajir yang
akhirnya dimenangkan Dargam. Karena sakit hati, Syawar meminta bantuan
Nur Al-Din al-Zanki untuk memulihkan kekuasannya di Mesir, jika berhasil
ia berjanji untuk menyerahkan sepertiga hasil penerimaan negara
kepadanya.

Tawaran ini diterima Nur al-Din, lalu ia mengutus pasukan dibawah


pimpinan Syirkuh dan keponakannya Salah al-Din al-Ayyubi. Pasukan ini
mampu mengalahkan Dargam sehingga Syawar kembali memangku jabatan
wazir dan memenuhi janjinya kepada Nur al-Din. Perebutan kekuasaan
ditingkat wazir ini merupakan awal munculnya kekuasaan asing yang pada
akhirnya mampu merebut kekuasaan dari tangan dinasti Fatimiyah dan
membentuk dinasti baru bernama Ayyubiyah.

2. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal yang menjadi penyebab runruhnya dinasti
Fatimiyah adalah menguatnya kekuasaan Nur al-Din al-Zanki di Mesir. Nur
al-Zanki adalah Gubernur Syiria yang masih berada di bawah kekuasaan
Bani Abbasiyah. Popularitas al-Zanki menonjol pada saat ia mampu
mengalahkan pasukan salib atas permohonan khalifah al-Zafir yang tidak
mampu mengalahkan tentara salib.

Dikarenakan rasa cemburunya kepada Syirkuh yang memiliki pengaruh


kuat di istana dianggap sebagai saingan yang akan merebut kekuasaannya
sebagai wazir, syawar melakukan perlawanan. Agar mampu menguat
kekuasannya, Syawar meminta bantuan tentara Salabiyah dan menawarkan
janji seperti yang dilakukannya terhadap Nural-Din. Tawaran ini diterima
King Almeric selaku panglima perang salib dan melihatnya sebagai suatu
kesempatan untuk dapat menaklukkan Mesir. Pertempuran pun pecah di
Pelusium dan pasukan Syirkuh dapat mengalahkan pasukan salib.Syawar

28
Dinasti Fathimiyah di Mesir

sendiri dapat ditangkap dan dihukum bunuh dengan memenggal kepalanya


atas perintah khalifah Fatimiyah.

Dengan kemenangan ini, maka Syirkuh dinobatkan menjadi wazir dan pada
tahun 565 H / 1117 M. setelah Syirkuh wafat, jabatan wazir diserahkan
kepada Salah al-Din Ayyubi. Selanjutnya Salah al-Din mengambil
kekuasaan sebagai khalifah setelah al-Adid wafat. Dengan berkuasanya
Salah al-Din, maka diumumkan bahwa kekuasaan daulah Fatimiyah
berakhir. Dan membentuk dinasti Ayyubiyah serta merubah orientasinya
dari paham syiah ke sunni.

Khalifah Fatimiyah berakhir pada tahun 567 H / 1117 M. Untuk


mengantipasi perlawanan dari kalangan Fatimiyah, Salah al-Din
membangun benteng bukit di Muqattam dan dijadikan sebagai pusat
pemerintahan dan militer. Yang kini bangunan benteng tersebut masih
berdiri kokoh di kawasan pusat Mishral qadim (Mesir lama) yang terletak
tidak jauh dari Universitas dan juga dekat dengan perumahan Mahasiswa
Asia di Qatamiyah.

29

Anda mungkin juga menyukai