Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ORIENTALISME DAN OKSIDENTALISME

STRUKTUR DAN RESTRUKTUR ORIENTALISME

Dosen Pembimbing: Drs. H. Rohibin, MSI

Disusun Oleh:

1. Durohman

2. Maksum

3. Salman Alfaris

4. Sri Hastuti

5. Uci Rahayu

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BHAKTI NEGARA (STAIBN)


TEGAL

TAHUN AKADEMIK 2016/2017


BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui, orang eropa (barat) menganggap timur sebagai barang
temuan mereka. Bahkan sejak zaman dahulu, timur telah menjadi tempat yang penuh
romansa, mahluk-mahluk eksotik, kenangan, panorama yang indah, dan pengalaman-
pengalaman yang mengesankan. Namun, itu dulu. Saat ini, timur telah mengalami perubahan.
Kisahnya telah usang. Masanyapun juga telah usai.
Meski demikian, hal ini bukan berarti bahwa timur lepas dari dominasi eropa. Saat
ini, timur memang tidak lagi menanggung penderitaan atas apa yang ditulis Chateaubriand
dan Nerval, namun apa yang mereka tulis seolah masih menyisakan jejak-jejak kekuatan
yang mampu mempengaruhi orang-orang eropa dalam memandang timur. Hal ini terlihat
jelas dalam diri wartawan perancis itu. Bagi seorang wartawan, yang terpenting adalah
representasi (khas) eropa terhadap timur dan nasibnya; sebuah representasi yang nantinya
diharapkan member makna komunal bagi dirinya sendiri dan para pembaca perancisnya.
Sebaliknya, pemahaman amerika tentang timur tampak jauh lebih longgar daripada
perancis dan inggris (meskipun saat berada dijepang, korea dan indo-china, saya telah
berusaha menumbuhkan kesadaran tentang Dunia Timur yang lebih jernih dan realistis).
Bahkan peran politik dan ekonomi Amerika yang semakin meluas ditimur dekat (Timur
Tengah) telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang Dunia
Timur saat ini.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur orientalisme ?

2. Bagaimana restruktur orientalisme ?

C.Tujuan dan Manfaat

Melalui penulisan ini diharapkan nantinya bisa mengungkapkan struktur dan


restruktur orientalisme, sehingga nantinya hasil dari ulasan penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Orientalisme

Setidaknya ada beberapa beberapa pemikir yang mempelopori kajian pascakolonial


seperti Aime Cesaire dan Frantz Fanon,. Masing-masing dengan bukunya From Discourse on
Colonialism (1955) dan The Fact of Blacness (1952), akan tetapi kajian pertama yang
mengkritik ideology colonial secara diskursif adalah buku ini, yaitu buku yang berjudul
orientalisme.
Dalam buku ini, terkaji teks-teks orientalis melalui operasi diskursif yang tersaji di
dalamnya, sehingga dapat terungkap relasi ideologis yang terdapat dalam orientalisme
diskursif.
Adapun empat jenis relasi kekuasaan terdapat dalam wacana orientalisme meliputi:
1. Kekuasaan politis (pembentukan kolonialisme dan imperialism)
2. Kekuasaan intelektual (mendidik Timur melalui Sains, linguistic, dan pengetahuan lain)
3. Kekuasaan ultural (kanonisasi, selera, teks, dan nilai-nilai, misalnya Timur memiliki
kategori estetika colonial, yang secara mudah dapat ditemukan di India, Mesir, Negara-
negara ekas koloni lain)
4. Kekuasaan moral (apa yang baik dilakukan dan tidak baik dilakukan oleh Timur).
Relasi tersebut beroperasi berdasarkan model ideology yang disebut Antonio Gramsci
sebagai hegemoni atau suatu pandangan bahwa gagasan tertentu lebih berpengaruh dari
gagasan lain, sehingga kebudayaan tertentu lebih dominan dari kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun orientaisme pada hakikatnya tak lebih sebagai bentuk legitimasi atas
superioritas kebudayaan barat terdadap inferioritas kebudayaan Timur. Sedangkan hegemoni
kultural sebagai praktik tak berkesudahan yang terus berlangsung dalam wacana
orientalisme.
Geografi imagiantif kemudian menjadi salah suatu prakek orientaslis untuk
membedakan identitas Timur dengan Barat, dalam batas-batas teritorialnya yang tegas
(meskipun sedikit imaginer) tanpa peduli apakah mereka( Timur) mengakui identitas
kita(barat) atau tidak.
Timur diyakini sebagai ciptaan atau menurut istilahnya timur yang ditimurkan
dan meyakini bahwa hal-hal semacam itu terjadi semata-mata karena tuntutan imajinasi,
merupakan sikap yang tidak jujur, relasi antara Barat dengan Timur adalah relasi kekuasaan,
dominasi, dan hegemoni yang kompleks.
Pada awal pembahasan ini, terdapat asumsi bahwa Timur bukan sebuah streotip
yang ada dan melekat begitu saja. Kita perlu menghayati pernyataan dari seorang Vico yang
menyataka bahwa manusia mengukir dan menciptakan sejarahnya sendiri. Yang mereka
ketahui adalah hal yang telah mereka perbuat/lakukan. Bila kita memikirkan lebih jauh
tentang asumsi tersebut pada konteks tertentu, misalnya geografi, maka bisa dikatakan bahwa
manusia menciptakan lokalitas, wilayah, dan sector-sektor geografisnya sendiri, seperti ketika
mereka melekatkan istilah Barat dan Timursebagai akibat dari faktor geografis, cultural
dan historisnya.
Proses pencitraan ini membuat Barat dan Timur memiliki sejarah, pemikiran,
kosakata, dan citranya sendiri. Seperti Timur yang tampil sebagai pihak yang nampak eksotik
di dan bagi barat, dan sebaliknya, Barat yang nampak begitu dominan di dan bagi Timur,
singkatnya terciptanya pencitraan sebagai Barat dan Timur sebagai akibat dari factor
geografis, cultural, dan historis.
Selanjutnya, setelah adanya proses penciptaan/pencitraan tersebut, selanjutnya aka
menghasilkan beberapa pandangan yang rasional:
1. Pandangan pertama: Salahnya pendapat yang meyatakan bahwa Timur adalah suatu
gagasan/produk imajiner semata, sejak dahulu tidak sedikit kebudayaan dan bangsa
berada di Timur.beserta dengan kehidupan sejarah dan adat istiadat mereka.
2. Pandangan kedua: bahwa gagasan, kebudayaan, dan sejarah tidak dapat dipahami/
dipelajari dengan sungguh-sungguh tanpa mempelajari pula kekukuatan dan
kekuasaannya,
3. Seharusnya kita tidak pernah beranggapan bahwa struktur orientalisme merupakan struktur
kebohongan atau mitos belakayang seandainya kebenaran tentangnya diungkapkan, akan
mudah lenyap begitu saja. Orientalisme secara khusus lebih bermakna sebagai tanda
kekuasaan Atlantik-Eropa terhadap dunia timur daripada sebagai wacana yang murni dan
jujur mengenai Timur.
Dalam hubungannya dengan orientalisme, dampak aktif dari hegemoni budayalah
yang memberikan ekuatan dan ketahanan bagi orientalisme sejauh ini. Orientalisme tidak
pernah lepas dari apa yang dinamakan Denys Hay sebagai gagasan Eropa, sebuah gagasan
kolektif yang mengidentifikasi kita (orang-orang Eropa) sebagai entitas yang berbeda
dengan mereka(orang-orang non Eropa)
Sedangkan Menurut Edward Said, orientalisme memiliki beberapa fase definisi yang
berbeda-beda sesuai dengan perkembangan gerakan orientalisme itu sendiri:

1. Pada fase pertama orientalisme, Edward Said mendefinisikannya sebagai, Suatu cara
untuk memehami dunia Timur, berdasarkan tempatnya yang khusus dalam
pengalaman manusia Barat Eropa. Definisi ini masih sangat global dan luas, dimana
orang-orang Barat masih dalam tahap pencarian dan pemahaman tentang dunia
Timur.
2. Pada fase kedua Edward Said mendefinisikan orientalisme sebagai Suatu gaya
berfikir yang berdasar pada perbedaan ontologis dan epistemologis yang dibuat antara
Timur (the Orient) dan Barat (the Occident). Perbedaan ontologis dan
epistemolois yang di maksud dalam definisi Edward meliputi seluruh bidang
kehidupan, baik politik, ekonomi, budaya, etika, gaya hudup dan lainnya, dengan
memakai metode akademis dan gaya ilmiah. Pada tahap ini orientalisme dengan gaya
ilmiahnya mencari titik-titik kelemahan dunia Timur untuk dijadikan acuan perbedaan
antara dunia Timur dan Barat, kemudian mengambil yang bermanfaat dari dunia
Timur untuk perkembangan dunia Barat. Pada giliranya kajian yang berlabel
akademik dan ilmiah itu bermuara pada tuduhan dan penghinaan bahwa dunia Timur
adalah primitif dan tidak berperadaban dan harus mengikuti Barat yang
berperadaban.
3. Pada fase ketiga menurut Edward Said, orientalisme adalah suatu yang didefinisikan
lebih historis dan material dari kedua arti yang telah di terangkan sebelumnya. Di
mulai pada akhir abad ke-18 M. dimana orientalisme dapat dibahas dan dianalisa
sebagai lembaga hukum untuk berurusan dengan dunia Timur, dengan membuat
pernyataan-pernyataan tentangnya, mengajarinya, menjadikannya sebagai tempat
pemukiman, dan memerinthanya. Pendeknya, orientalisme sebagai gaya Barat untuk
mendominasi, menata kembali dan menguasai Timur.
4. Fase keempat yaitu sekitar abad ke-19 sampai abad ke-20, telah dibuat asumsi bahwa
dunia Timur dengan segala isinya, jika bukan secara paten inferior terhadap Barat,
maka ia memerlukan kajian koreksif oleh Barat. Dunia Timur dipandang sekan-akan
berada dalam wadah berupa ruang kelas, pengadilan pidana, penjara dan manual
bergambar. Jadi orientalisme adalah pengetahuan mengenai dunia Timur yang
menempatkan segala sesuatu yang besifat Timur dalam mata pelajaran sekolah,
mahkamah, penjara, atau buku-buku pegangan untuk tujuan penelitian, pengkajian,
pengadilan, pendisiplinan, atau pemerintahan atasnya

Dari identifikasi tersebut dapat di simpulkan bahwa memang ada suatu gagasan besar
yang mampu membuat kebudayaan Eropa menjadi perkasa, sehingga kebudayaan tersebut
bisa melakukan hegemoninya, baik secara cultural, politis, maupun tekstual, terhadap
kebudayaan-kebudayaan lain di luar kebudayaan Eropa. Gagasan ini didasarkan pada
identitas Eropa yang dianggap lebih unggul dibandingkan dengan identitas semua bangsa dan
kebudayaan non Eropa. Apalagi disana sini, kita bisa melihat hegemoni gagasan-gagasan
Eropa mengenai dunia Timur itu sendiri, yang seolah-olah menegaskan kembali akan
keunggulan Eropa atas keterbelakangan Timur. Begitu hegemoniknya gagasan tersebut
hingga membuat orang-orang yang berfiir spektispun tidak mampu mengelak dari apa yang
hendak disampaikan oleh gagasan-gagasan yang utuh itu.
B. Restruktur Orientalisme

Dalam perkembangannya sebagai ilmu pengetahuan orientalisme mengalami re-


strukturasi yang dilakukan oleh para orintalis itu sendiri untuk mengembangkan dan
mempublikasikan tulisan (karya sastra) mereka tentang dunia timur, berikut pemaparan
singakat re-strukturasi tersebut :

1. Wajah suram Orientalisme Abad XVIII


Kita sebenarnya sudah bisa memproyeksi ruang lingkup umum pemikiran eropa
mengenai timur yang menjadi warisan intelektual orientalisme selama periode pertengahan
dan renaisans, dimana Ilsam pada saat itu dianggap sebagai islam yang esensial. Akan tetapi
selama abad XVIII, ada sejumlah unsure baru yang saling bertaut dan mengisyaratkan
datangnya fase evangelis. Garis-garis besar dalam fase ini kembali dilukiskan oleh faulbert
dalam beberapa agagasannya sebagai berikut.
Pertama, dunia Timur dianggap sebagai kawasan yang sangat jauh berbeda dengan
tanah-tanah Islam. Anggapan ini sebagian besar dipengaruhi oleh penjelejahan Eropa yang
berkelanjutan dan terus meluas kesebagian besar kawasan di dunia.
Kedua, Sikap yang lebih cerdas terhadap hal-hal yang asing dan eksotik ternyata tidak
hanya dimiliki oleh penjajah saja, tetapi juga oleh para sejarawan Eropa yang pada waktu itu
tidak saja mampu membandingkan pengalaman eropa dengan peradaban-peradaban lain,
tetapi juga mampu membandingkannya dengan peradaban-peradaban yang lebih tua. Hal ini
sekaligus menjadi pertanda berkembangnya ntropologi sejarah abad XVIII yang oleh para
cendikiawan diilustrasikan sebagai konfrontasi dewa-dewa.
2. Sacy dan Renan: antropologi Rasional vs Laboraturium
Jika kita mempelajari kehidupan Silvestre de Sacy, ada dua tema besar yang akan kita
temukan: Pertama, Usaha intelektualnya yang terkenal heroic, dan Kedua, kesadarannya
akan manfaat pedagogis dan rasional dari kajian yang ia lakukan. Dilahirkan pada 1757 dari
keluarga Jensenis yang secara turun-temurun berprofesi sebagai seorang notaries, Antoine-
Isaac-Silvestre- demikian nama Sacy- memperoleh pelajaran prifat disebuah biara benedict.
Dibiara ini Sacy mula-mula memperoleh bahasa arab, Syria, dan Chaldea, kemudian bahasa
Ibrani. Bagi sacy bahasa arab merupakan bahasa yang mampu membuka matanya terhadap
dunia Timur. Kenyataan ini tentu tidak berlebihan mengingat bahasa arab menurut Joseph
Reinaud- merupakan satu-satunya bahasa yang, jika orang menguasainya, akan mampu
memahami materi-materi ketimuran secara komprehensif, baik yang sacral maupun yang
profane, bahkan dalam bentuknya yang paling tua dan paling instruktif sekalipun.

Orisinalitas genealogis Sacy adalah bahwa ia telah memperlakukan timur sebagai sesuatu
yang harus dipugar, bukan hanya karena, tapi juga walaupun dengan adanya kekacauan
timur modern dan kehadirannya yang sulit ditangkap. Ssacy menempatkan orang-orang Arab
di timur dalam tablo umum pengetahuan modern. Dari sini pula muncul semacam asumsi
bahwa orientalisme merupakan hak kecendikiaan Eropa meskipun bahan bakunya terlebih
dahulu harus diciptakan kembali oleh seorang orientalis sebelum ia naik panggung dan
berjejer dengan latinisme dan hellenisme. Setiap orientalis menciptakan kembali Timurnya
masing-masing berdasarkan hokum-hukum dasar epistemologis untung-rugi yang untuk
pertama kalinya diperkenalkan oleh Sacy.
Perbedaan antara sacy dan renan hanyalah soal peraayaan dan kesinambungan.
Sementara sacy adalah pelopor (originator) yang karyanya mampu mencerminkan
kemunculan orientalisme untuk pertamakalinya dan mampu mengangkat status orientalisme
sebagai disiplin abad XIX yang berakar dari romantisme Revolusioner, maka Renan adalah
memantapkan discourse resmi orientalisme. Mensistematisasi wawasan-wawasan
orientalisme, sekaligus menegakkan pranata-pranata intelektual disiplin tersebut.
Dengan fifiologinya, renan memang tampak sebagai tokoh orientalis yang
independen, tapi ia bukanlah tokoh orisinil total dan bukan pula tokoh dengan pemilikan
mutlak.
3. Fragmen(tasi): Timur yang Imajiner Timur yang Ilmiyah
Pandangan Renan mengenai kaum semit tentu saja tidak hanya tergolong dalam
prasangka popular dan anti semitisme, tetapi juga dalam bidang filologi Timur yang Ilmiyah.
Jika kita melihat Renan dan Sacy kita akan segera melihat bagaimana regeneralisasi
kebudayaan yang dilakukan oleh keduanya mulai memperoleh pondasi pernyataan Ilmiyah
dan lingkungan kajian korektif.
Sebagaimana bidang-bidang akademis lainnya pada fase-fase awal, orientalisme
modern juga memperketat ruang lingkup pembahasannya, yang sampai saat ini masih
terpelihara dengan baik. Dari sinilah bagaimana proses perbendaharaan kata Barat dan
Timur menjadi berkembang.
4. Inggris dan Perancis: Dari Ziarah Menuju Rivalitas (Ilmiah)
Ziarah merupakan aktifitas yang tak pernah dilupakan oleh orang eropa yang hendak
menelaah Timur. Mereka tak hanya cukup mengkaji Timur dari Teks-teks imajinatif. Lebih
dari itu, mereka harus mengunjunginya, memotretnya, dan jika perlu mengurusnya secara
konsisten. Dari perziarahan ini, mereka menulis pengalaman-pengalaman pribadi mereka
selama berada ditimur. Dan seperti yang kita ketahui, tulisan pribadi itu yang nantinya akan
menjadi sejenis tulisan ilmiah yang bisa dikutip secara resmi oleh mereka yang
berkepentingan.
Namun demikian, setiap orang Eropa yang menjelajah dan menetap ditimur harus
melindungi dirinya dari pengaruh-pengaruh luar yang bermunculan tiada henti. Jika tidak,
mereka akan gagal melahirkan tulisan-tulisan sensasional tentang timur.
BAB III

PENUTUP

Para oriental benar-benar dipublikasikan di dunia Eropa terutama melalui karya sastra
mereka. Tanah Oriental dan perilaku yang sangat romantis oleh para penyair dan penulis
Eropa dan kemudian dipresentasikan kepada dunia barat. Para orientalis telah membuat
panggung ketat untuk pemirsa Eropa, dan mengarahkan disajikan kepada mereka dengan
warna persepsi penulis orientalis atau lainnya. Bahkan, tanah orientasi begitu sangat romantis
bahwa penulis sastra barat merasa perlu untuk menawarkan ziarah ke tanah ini eksotis cahaya
matahari murni dan samudra bersih untuk mengalami ketenangan pikiran, dan inspirasi untuk
tulisan mereka. Timur sekarang dirasakan oleh orientalis sebagai tempat budaya manusia
murni tanpa kejahatan yang diperlukan di masyarakat.Sebenarnya inilah kemurnian oriental
yang membuat mereka kalah dengan Eropa pintar, cerdas, diplomatik, berpandangan jauh,
dengan demikian itu hak mereka untuk memerintah dan belajar seperti ras bersalah. Orang-
orang Eropa mengatakan bahwa orang-orang ini terlalu naif untuk berurusan dengan dunia
yang kejam, dan bahwa mereka membutuhkan peran kebapakan Eropa untuk membantu
mereka.
Silvestre de Sacy dan Ernest Renan bekerja dan memberikan orienatlism dimensi
baru. Bahkan, Edward Said pujian kontribusi yang dibuat oleh Sacy di lapangan. Dia
mengatakan Sacy yang mengorganisir semuanya dengan mengatur informasi sedemikian rupa
sehingga juga bermanfaat bagi orientalis masa depan. Dan kedua, prasangka yang diwariskan
oleh orientalis setiap adalah sangat rendah di dalam dirinya. Di sisi lain, Renan yang
mengambil keuntungan dari pekerjaan itu Sacy itu sebagai bias seperti halnya orientalis
sebelumnya. Dia percaya bahwa ilmu orientalisme dan ilmu filologi memiliki hubungan yang
sangat penting, dan setelah Renan ide ini diberi perhatian banyak orientalis dan masa depan
banyak bekerja dari dalam lini.
DAFTAR PUSTAKA

Henri Deherain, Silvestre De Sacy: Ses Contemporains et Ses Disciples, (Paris: Paul
Geuthner, 1938).
Edward Gibbon, The History of The Deceline and fall of the roman Empire, (Boston:
Little, Brown & Co, 1855).
R.W. Southern, Western Views of islam in Middle Ages, (Cambridge, Mass,: Harvard
University Press, 1962).
Edward W. Said, Orientalisme, Menggugat Hegemoni Barat dan Menundukkan Timur
Sebagai Subyek,Cetakan I, Yogyakarta (Pustaka Pelajar: 2010).
Buchari, A. Mannan. Minyikap Tabir Orientalisme. Jakarta: Amzah. 2006.
http\\:www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai