PENDAHULUAN
1
1.2.1 Bagaimana proses berdirinya Dinasti Umayyah?
1.2.2 Bagaimana kemajuan Dinasti Umayyah I?
1.2.3 Siapa saja khalifah Dinasti Umayyah I?
1.2.4 Apa saja penyebab runtuhnya/kemunduran dari Dinasti Umayyah I?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui proses berdirinya Dinasti Umayyah.
1.3.2 Untuk mengetahui kemajuan Dinasti Umayyah.
1.3.3 Untuk mengetahui runtuhnya Dinasti Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Spanyol. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang
mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah
salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman
Jahiliyah.
Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun
yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan,
dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi
kerajaan turun-temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin Ali bin Abi
Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawwiyah
dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu
sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni
pada peristiwa perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang
Khawarij dan Syiah.
Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika
Muawiyah bin Abi Sufyan mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah.
Muawiyah bermaksud mencontoh sistem dinasti di Persia dan
Bizantium.
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang
bergantian memimpin dalam masa pemerintahan, dimulai dari
Muawwiyah (661 M) sampai dengan Marwan II (750 M).
3
c. Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekayaan
yang melimpah.
Pada waktu Dinasti Umayyah berkuasa, daerah islam
membentang ke berbagai negara yang berada di benua Asia dan
Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta
kekuasaannya ke daerah Afrika Utara pada masa Khalifah Walid
bin Abdul malik, dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair
dan mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut wilayah Andalusia.
Pada masa Dinasti umayyah beberapa kemajuan di berbagai
sektor berhasil dicapai. Antara lain :
2.2.1 Kemajuan Bidang Ilmu Hadits
Menurut ilmu hadits, hadits adalah segala ucapan,
perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW. Hadits
sebagai sumber hukum Islam kedua, proses perkembangan
ilmu hadits sangat panjang, perkembangan ilmu hadits telah
mencapai tujuh periode.
1. Periode Pertama
Periode pertama ialah periode turunnya wahyu,
pembentukan hukum, serta dasar-dasarnya. Periode ini
berlangsung tahun 13 SH-11 H ataumasa kerasulan Nabi
Muhammad SAW.
2. Periode Kedua
Perode kedua disebut periode pembatasan hadits dan
penyelidikan riwayat. Periode ini berlangsung pada masa
Khulafaur Rasyidin (11-41 H).
3. Periode Ketiga
Perode ketiga ialah periode penyebaran riwayat ke
kota-kota. Periode ini berlangsung pada masa sahabat
kecil dan tabiin besar.
4. Periode Keempat
Periode keempat adalah periode penulisan dan
kodifikasi resmi. Periode ini berlangsung tahun 102 H
hingga akhir abad ke-2 H.
5. Periode Kelima
4
Periode kelima adalah periode pemurniaan,
penyehatan, dan penyempurnaan. Periode ini berlangsung
awal hingga akhir abad ke-3 H.
6. Periode Keenam
Periode keenam adalah periode pemeliharaan,
penertiban, penambahan, dan penghimpunan. Periode ini
berlangsung abad ke-4 H sampai pertengahan abad ke-7
H, pada saat Kota Bagdad jatuh ke tangan bangsa Mongol.
7. Periode Ketujuh
Periode ketujuh merupakan periode pensyarah,
penghimpunan, pengeluaran riwayat, dan pembahasan.
Periode ini berlangsung sejak jatuhnya Kota Bagdad
hingga sekarang.
Berdasarkan periodesasi tersebut perkembangan ilmu
hadits pada Dinasti Umayyah meliputi periode ketiga dan
keempat.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
(99-102 H), dilakukan upaya pembukuan hadits-hadits yang
tersebar di berbagai tempat dan banyak para tabiin.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, khalifah umar
bin Abdul Aziz memerintah kepada para gubernurnya dan
para ulama terkemuka untuk mengumpulkan dan
membukukan hadits untuk disebarkan kepada masyarakat
Islam.
Gubernur Madinah, Ibn Hazm dikenal sebagai seorang
ulama yang memiliki pengetahuan keagamaan yang cukup
luas. Karena itu, khalifah member kepercayaan
kepadanyauntuk menghimpun dan membukukan hadits-
hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat lainnya
di kota Madinah. Di antara tugas yang diembannya adalah
mengumpulkan hadis-hadits yang ada pada Amrah bin
Abdurrahmandan al-Qasim bin Muhammad bin Bakar. Karena
Amrah adalah anak angkat Siti aisyah dan orang yang paling
dipercaya untuk menerima hadits dari Siti Aisyah tersebut.
5
Sementara itu al-Qasim adalah salah seorang dari tujuh
ulama fiqih di Madinah. Selain mengirim surat perintah
kepada para gubernur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga
memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri (wafat tahun 124 H) dan
ulama lainnya untuk mengumpulkan dan membukukan hadits
yang ada pada mereka serta mengirimkannya kepada
khalifah. Bahkan beliau sendiri ikut terlibat di dalam
mendiskusikan dan menghimpun hadits-hadits. Az-Zuhri
adalah seorang ulama terkemuka di Hijaz dan Syria pada
masa itu. Karena itu, tidak salah apabila Khalifah Umar bin
Abdul Aziz meminta kepada mereka untuk mengumpulkan
dan membukukan hadits-hadits. Uasaha yang dilakukan para
ulama dan tokoh terkemuka ketika itu di dalam upaya
pembukuan hadits cukup berhasil. Sebab az-Zuhri telah
merampungkan upaya pembukuan hadits tersebut, meskipun
khalifah Umar bin Abdul Aziz belum melihat secara langsung
hasilnya. Karena khalifah sangat percaya dengan kemampuan
dan keahlian mereka di bidang hadits.
Usaha pembukuan hadits terus dilakukan setelah masa
kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz (102 H). Di
antara para ulama yang terus berjuang mengumpulkan dan
membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (wafat tahun 150 H) di
Mekah. Muhammad bin Ishak (wafat tahun 151 H) di Madinah.
Said bin Urwah (wafat tahun 156 H) di Basrah. Sufyan As-
Saury (wafat tahun 161 H) di kufah. Al-Awail (wafat tahun
157 H) di Syria.
Kemudian abad ketiga hijriah (ke-3 H) dan keempat (ke-
4 H) usaha pembukuan hadits mengalami masa kejayaan.
6
Quran melalui lafal dan makna serta mejelaskan hukum-
hukum yang dikandungnya sesuai dengan kemampuan
mufasir (ahli tafsir).
Ilmu ini penting karena di samping mengandung kata-
kata yang mudah dan terperinci, Al-Quran juga memuat
ayat-ayat yang sulit di pahami atau ayat-ayat yang hanya
memuat prinsip umum. Usaha-usaha untuk menafsirkan Al-
Quran sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW adalah orang yang memiliki otoritas
dan tugas utama dalam menjelaskan Al-Quran. Oleh karena
itu, penafsiran yang diberikan oleh nabi Muahammad SAW
adalah penafsiran yang paling benar.
Setelah Nabi Muhammad SAW meninggal, penafsiran
al-Quran dilakukan oleh para sahabat, yaitu Abu Bakar As-
Sidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin abi Thalib,
Ibnu Masud, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Muasa
al-Asyari, dan Abdullah bin Zubair.
Abdullah bin Abbas merupakan seorang yang hidup
hingga masa Dinasti Umayyah. Beliau wafat pada masa
pemerintahan Abdul malik bin Marwan. Keahliannya dalam
ilmu tafsir membuatnya dijuliki Tarjuman al-Quran (Juru
Bicara Al-Quran).
Pada masa berikutnya, tafsir para sahabat itu
berkembang di berbagai kota dan memunculkan generasi ahli
tafsir dari kalangan tabiin. Di Mekah, tafsir Ibnu Abbas
dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Said bin Jabir,
Mujahid, Ata bin Abi Rabah, dan Ikrimah bin Abu Jahal.
Di Kufah muncul generasi ahli tafsir yang bersumber
dari Ibnu Masud. Di Madinah muncul pula para ahli tafsir,
seperti Abdurrahman bin Aslam dan Malik bin Anas. Pada
masa itu, penafsiran ayat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, menafsirkan
Al-Quran dengan hadit-hadits Nabi Muhammad SAW, serta
7
menefsirkan Al-Quran dengan ijtihad sahabat. Metode tafsir
yang terakhir itu disebut dengan tafsir bil-masur. Hasil-hasil
penafsiran Al-Quran pada masa itu belum ada yang
dibukukan. Hasil karya para ulama di berbagai bidang
tersebut baru mulai dibukukan pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah.
8
berbeda. Dengan demikian, makin banyak pula hasil ijtihad
yang muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat.
Di Irak, ibnu Masud berperan sebagai sahabat yang
menjawab berbagai persoalan di sana. System masyarakat di
Irak berbeda dengan sistem masyarakat di Mekah atau
Madinah. Hal itu karena masyarakat irak lebih heterogen
dibanding masyarakat Mekah dan Madinah sehingga
permasalahan yang mereka hadapi juga lebih kompleks.
Dalam berijtihad, Ibnu Masud mengikuti cara-cara Umar bin
Khattab yang mengedepankan nalar dan akal. Dari sinilah
munculnya aliran ahlur-rayi di Irak.
Adapun ilmu fiqih dikembangkan oleh Zaid bin Tsabit
dan Abdullah bin Umar di madinah. Dalam berijtihad, mereka
mengedepankan dalil-dalil Al-Quran dan Hadits. Hal itu
merupakan cikal bakal munculnya aliran ahlul-hadits.
Murid-murid Ibnu Masud, Zaid bin Tsabit, dan Adullah
bin Umar selanjutnya meneruskan usaha mereka. Di antara
murid-murid itu adalah Said bin Musayyab di Madinah, Ata
bin Abi Rabah di Mekah, Ibrahim an-NakhaI di Kufah, Makhul
di Suriah, dan Tawys bin Kisan al-Yamani di yaman. Mereka
dalah generasi tabiin yang mengembangkan ilmu fiqih pada
periode selanjutnya.
9
rekayasa umat Islam mengambil pola Persia, Romawi, dan
Arab.
10
Istana yang diukir dengan khat Arab. Misal Qushair
Amrah.
11
mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun
pusat militer di kota Qayrawan.
Muawwiyah juga berusaha untuk menaklukkan
Konstantinopel, ibukota Romawi Timur yang selalu menjadi
ancaman kedaulatan islam sebanyak dua kali. Walaupun
mengalami kegagalan, namun tentara Muawwiyah berhasil
menguasai pulau Rodes, Sijikas, Kreta, dan pulau-pulau lain di
laut tengah.
Muawwiyah juga seorang administrator ulung, dalam
banyak hal ia melakukan perubahan. Ia menerapkan untuk
pertama kalinya Diwan Al Khotim dan Diwan Al Barid, diwan-
diwan ini kemudian berkembang maju pada masa
pemerintahan Abdul Malik, dan ia juga yang pertama kali
membentuk pasukan pengawal pribadi yang terkenal dengan
pasukan bertombak pengawal raja.
Muawwiyah meninggal dunia pada bulan Rajab, tahun
60 H. bagi khalifah Bani Umayyah, Muawwiyah merupakan
teladan dalam hal kelembutan, semangat, kecerdasan, dan
kenegarawanan. Bukan saja raja pertama, tetapi raja arab
yang terbaik.
12
Karbala menyebabkan golongan Syiah lahir secara sempurna
dan menjadi penentang utama kekuasaannya 1.Kedua,
pasukan Yazid dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah
menyerang kota Madinah dalam peperangan di Harra, hal itu
disebabkan ketidak setujuan warga Madinah atas
pemerintahan Yazid2. Ketiga, penyerangan dan pengepungan
kota Mekkahserta pengrusakan Kabah (yang pada waktu itu
mengakui Abdullah bin Zubair sebagai khalifah mereka) oleh
tentara Yazid yang masih dibawah pimpinan Hushain bin
Numair. Namun saat pengepungan dan penyerangan terjadi
terdengar kabar bahwa Yazid meninggal dunia pada tahun
683, maka para tentara tersebut menghentikan penyerangan
dan pengepungan kota Mekkah serta kembali ke
Damaskus3.Keempat, mengangkat kembali Uqbah bin Nafi
menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah.
Pemerintahan pun dipegang oleh putera Yazid,
Muawwiyah II.Ia tidak terlalu tertarik dengan kekuasaan, dan
setelah memangku jabatan selama beberapa bulan
Muawwiyah II meninggal dunia, dialah khalifah terakhir dari
keluarga Abu Sufyan.
13
Periode pemerintahannya adalah periode emas dinasti
Umayyah.Ia mengadakan berbagai macam pembaruan,
diantaranya penggunaan Bahasa arab secara resmi sebagai
Bahasa Negara setelah sebelumnya kekhalifahan
menggunakan Bahasa Qibti, Suryani dan Yunani dalam
pemerintahan.Ia juga mencetak mata uang dengan nama
Dinar, Dirham dan Fals. Kemudian ia mendirikan kantor kas
Negara di Damaskus. Selain itu, pertama kali dalam sejarah
Bahasa arab menggunakan (.) dan (,) dan pembaharuan
kaidah yang telah dimulai pada masa khalifah Ali bin Abi
Tholib.
Pelayanan pos dan telekomunikasi juga ditingkatkan
dnegan menugaskan seorang dinas pos yang akan segera
mengirim berita penting.
Khalifah Abdul Malik terkenal sebagai seorang yang
suka arsitektur, ia mendirikan masjid Qubbatus Syaqra dan
istana-istana serta bangunan yang indah4.
14
berat.Ucapannya yang terkenal ketika menerima amanh itu
ialah Innalillah Wainna Ilaihi Rojiun, seperti orang sedang
ditimpa mushibah.
Setelah menjadi khalifah ia kirimkan seluruh harta
kekayaan ke kantor kas Negara, termasuk perhiasan pribadi
istrinya, Fathimah binti Abdul Malik yang didapat dari
pemberian ayahnya.Ia menanggalkan semua kemewahan
hidupnya demi memikul amanah ini.
Suatu ketika ia pernah terlmabat perg ke masjid di hari
jumat, karena pakaian satu-satunya yang dipenuhi tempelan
jahitan belum kering dicuci. Di lain hari anak bungsunya
menghadap kepadanya karena sudah tidak tahan dengan
makanan-makanan kasar yang menjadi konsumsi mereka, ia
berkata: wahai anakku, apakah kau senang makan makanan
lezat sedangkan yahmu masuk neraka?.
Kebijakan Umar dalam menata adminstrasi terfokus
untuk memberikan jaminan keamanan bagi rakyat, demi
memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat ia
meninggalkan kebijakan-kebijakan pendahulunya yang
memfokuskan pada perluasan dan penguasaan Negara.
Kebijakan yang ditetapkan; mengatur para penguasa
dan pejabat daerah. Netral dan adil dalam pemberian hak
dan kewajiban kepada orang arab dan mawali. Mereka yang
tidak cakap dan mampu, ber-KKN dan Zalim serta tidak
memihak kepada kepentingan rakyat dipecat tanpa pandang
bulu.
Ia adalah satu-satunya khalifah Bani Umayyah yang
mampu meredam konflik antar golongan dan sekte, para daI,
alim ulama, dan sufi berbondong-bondong dating dari
berbagai kawasan, masa itu betul-betul masa keemasan
islam.
15
Umar pun telah memikirkan penggantinya yang lain
dari pada yang diwasiatkan Abdul Malik yakni Yazid bin Abdul
Malik. Ia sadar Yazid bin Abdul Malik tidak layak untuk
memangku jabatan itu. Tetapi sebelum ia melakukan apa
yang sebaiknya dilakukan maut telah menyambutnya, ia
meninggal pada tahun 720.
2.3.6 Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (101-105 H /
717-720 M)
Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman
berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan
kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi
terhadap pemerinyahannya.
16
a. System pergantian khalifah melalui garis keturunan
adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih
menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak
jelas. Ketidakjelasan system pergantian khalifah
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalankan keluarga istana.
b. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah
tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang
terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syiah dan Khawarij terus
menjadi gerakan oposisi. Penumpasan terhadap
gerakan-gerakan ini menyedot perhatian kekuatan para
pemerintah.
c. Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays)
dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak
zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa mendapat kesulitan
untuk menggalang persatuan dn kesatuan.
d. Ketidakpuasan golongan mawali, terutama di Irak dan
wilayah bagian timur lainnya, terhadap perbedaan
tingkat sosial.
e. Lemahnya pemerintahan juga disebabkan oleh sikap
hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak
khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di
samping itu, golongan agama banyak yang kecewa
karena perhatian para pemerintah sangat kurang
terhadap perkembangan agama.
f. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh
keturunan Al-Abbas Ibn Abdul Muthalib.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah
kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang
memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di
Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia,
Spanyol. Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90
tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi
Sufyan. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang
mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah
18
salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman
Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya Hasyim bin Abdimanaf.
Umayyah dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses-
proses sosial-politik pada zaman Jahiliyah, namun Umayyah lebih
dominan.
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang
bergantian memimpin dalam masa pemerintahan, dimulai dari
Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II (750).
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, pemerintahan
agama Islam mengalami banyak kemajuan baik dalam politik, seni
budaya, maupun ilmu pengetahuan. Tetapi, pemerintahan Dinasti
Umayyah runtuh akibat banyaknya penguasa yang berfoya-foya
dan adanya pemberontakan dari golongan yang tidak puas.
19