MAY 7Pendahuluan Penyerbuan pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang telah
menghancurkan kota Baghdad di Iraq merupakan akhir dari Daulah Bani Abbasiyah. Kehancuran
Baghdad merupakan akhir kekuatan politik Islam yang selama ini telah memegang peranan penting
dalam mewujudkan kebudayaan dan peradaban dunia. Bahkan khazanah ilmu pengetahuan pun
ikut lenyap dan dihanguskan dan sejak itu pun dunia Islam mengalami kemunduran secara drastis.
Selanjutnya, politik umat Islam mulai mengalami kemajuan kembali setelah berdiri dan
berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu: Pertama: Utsmani di Turki sebagai benteng kekuatan
Islam dalam menghadapi ekspansi Eropa ke Timur, maka dengan itu Turki Utsmani menjadi hal
sangat penting dalam kajian Sejarah Islam walaupun dalam buku-buku sejarah tidak mendapat
porsi yang banyak sebagaimana Dinasti Umaiyah dan Abbasiyah. Kedua: Mughal di India dan
dengan kehadiran Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya nyaris
tenggelam. Ketiga Safawi di Persia sebagai penganut Syi’ah yang dijadikan sebagai madzhab
negara. Kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran
sekarang ini. Dari ketiga dinasti di atas Dinasti Utsmani adalah yang pertama berdiri sekaligus yang
terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua dinasti lainnya. Perjalanan panjang dan berliku
selama 643 tahun kerajaan Turki Utsmani telah menampilkan 39 orang Sultan dengan model
kepemimpinan yang berbeda-beda. Tetapi seperti Dinasti lainnya, hukum sejarah juga berlaku,
bahwa masa pertumbuhan yang diiringi dengan masa perkembangan dan masa gemilang biasanya
berakhir dengan masa kemunduran atau bahkan kehancuran. Makalah ini akan membahas sejarah
berkembangnya dinasti Turki Utsmani serta kemajuan-kemajuan yang dicapai baik dalam bidang
SUMBER :
https://aagun74alqabas.wordpress.com/2011/05/07/dinasti-turki-
utsmani-1281-1924/
SEJARAH KERAJAAN TURKI USMANI
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam
mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan
kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak
yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu, Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru
mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya
Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia (Iran). Kerajaan Usmani ini adalah yang pertama
berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Dalam perkembangannya dunia islam selalu mengalami pasang surut dan disini saya akan memaparkan
tentang periode-periode yang ada pada kerajaan Turki Usmani mulai dari awal berdirinya sampai
keruntuhannya, karena kerajaan Turki Usmani inilah yang menjadi sebuah pionir dalam perkembangan
dunia islam pada masanya dan juga kehancurannya menjadi sebuah pembuka masuknya era
industrialisasi ke dunia islam.
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah,
yang termasuk suku kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi, Sulaiman
Syah, mengajar anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dari lari ke arah
barat. Bangsa Turki Usmani berasal dari keluarga Qabey salah satu kabilah Al-Ghaz Al-Turki, yang
mendiami daerah Turkistan. Pemimpinnya yang terkenal bernama Sulaiman yang membawa kabilahnya
sesuai perang milaz kurd, mengembara ke Asia kecil. Akan tetapi ditengah perjalanan, tepatnya di
daerah perbatasan Halb, Sulaiman meninggal dunia, sehingga rombongan pengembara tersebut menjadi
bimbang apakah terus melanjutkan pengembaraannya atau pulang kembali ke tempat asal mereka.
Rombongan pengembara tersebut akhirnya pecah menjadi dua kelompok. Kelompok kedua yang
melanjutkan perjalanannya dan memilih putra Sulaiman, Ertoghrul sebagai pimpinan mereka.
Sesampainya di asia kecil rombongan Ertoghrul mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk bernama Sultan
Alauddin II yang mana saat itu berperang dengan Byzantium, maka Ertoghrul bersama rombongan pun
segera membantu pasukan tentara Alauddin.
Setelah mendapatkan kemenangan, mereka mendapatkan hadiah berupa sebuah wilayah yang
berdekatan dengan Byzantium. Sejak saat itulah mereka menetap disana. Pada 1289 Masehi, Ertoghrul
meninggal dunia dan posisinya digantikan oleh anaknya, Utsman. Ditangan Utsman inilah berdiri
kerajaan Turki Utsmani. Kemudian pada 1300 M, ada serangan dari Mongol terhadap Seljuk, dan
kerajaan Seljuk mengalami kekalahan. Sejak saat itu Seljuk mengalami kemunduran. Maka Utsman
menyatakan bahwa dia berkuasa penuh atas wilayah yang ditempatinya itu dan mengangkat dirinya
sebagai raja dan mendapatkan sebutan sebagai Raja Utsman.
Periode Kemajuan Turki Utsmani
Sepeninggal Sultan Usman pada Tahun 1326 M, Kerajaan di pimpin oleh anaknya Sultan Orkhan I (1326-
1359 M). Pada masanya berdiri Akademi Militer sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sehingga
mampu menciptakan kekuatan militer yang besar dan dengan mudahnya dapat menaklukan sebagian
daerah benua Eropa yaitu, Azmir (Shirma) tahun 1327 M, Tawasyanli 1330 M, Uskandar 1338 M, Ankara
1354 M dan Galliopoli 1356 M. Ketika Sultan Murad I (1359-1389 M) pengganti Orkhan naik. Ia
memantapkan keamanan dalam negeri dan melakukan perluasan ke benua Eropa dengan
menaklukan Adrianopel (yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan baru) , Macedonia, Sopia, Salonia,
dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas dengan kesuksesan Kerajaan Usmani, negara Kristen
Eropa pun bersatu yang dipimpin oleh Sijisman memerangi kerajaan, hingga terjadilah pertempuran di
Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat di pukul mundur dan di hancurkan.
Pada tahun 1389 M, Sultan Bayazid (1389-1403 M) naik tahta. Perluasan berlanjut dan dapat menguasai
Salocia, Morea, Serbia, Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun 1394 M, memperoleh kemenangan
dalam perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi musuh-musuh Eropa, Kerajaan juga dipaksa
menghadapi pemberontak yang bersekutu dengan raja islam yang bernama Timur Lenk di Samarkand.
Pada tahun 1402 M pertempuran hebat pun terjadi di Ankara, yang pada akhirnya Sultan Bayazid dengan
kedua putranya Musa dan Ertoghrul, tertangkap dan meninggal di tahanan pada tahun1403 M. Sebab
kekalahan ini Bulgaria dan Serbia memproklamirkan kemerdekaannya.Setelah Sultan Bayazid
meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putranya (Muhammad, Isa dan Sulaiman) namun
di antara mereka Sultan Muhammad I (1403-1421 M) yang naik tahta, di masa pemerintahannya ia
berhasil menyatukan kembali kekuatan dan daerahnya dari bangsa mongol, terlebih setelah Timur Lenk
meninggal pada tahun 1405 M. Pada tahun 1421 M, Sultan Muhammad meninggal dan di teruskan oleh
anaknya, Sultan Murad II (1421-1484 M) hingga mencapai banyak kemajuan pada masa Sultan
Muhammad II/Muhammad Al Fatih (1451-1484 M) putra Murad II. Pada masa Muhammad II, tahun 1453
M ia dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel. Setelah Beliau meninggal
digantikan oleh putranya Sultan Bayazid II berbeda dengan ayahnya, Sultan Bayazid II (1481-1512
M) lebih mementingkan kehidupan tasawuf dari pada penaklukan wilayah, sebab itu muncul kontroversial
akhirnya ia mengundurkan diri dan di gantikan putranya Sultan Salim I.
Pada masa Sultan Salim I (1521-1520 M) terjadi perubahan peta arah perluasan, memfokuskan
pergerakan ke arah timur dengan menaklukan Persia, Syiria hingga menembus Mesir di Afrika Utara
yang sebelumnya dikuasai mamluk. Setelah Sultan Salim I Meninggal, Muncul putranya Sultan Sulaiman I
(1520-1566 M) sebagai Sultan yang mengantarkan Kerajaan Turki Usmani pada masa keemasannya,
karena telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania,
Hongaria dan Rumania, Afrika Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia,
Amenia, Syiria. Meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga daerah-daerah di
sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest dan Yaman.
Periode Kemunduran
Setelah Beliau meninggal di gantikan putranya Sultan Salim II (1566-1573 M) yang mana sejarah
mencatat sebagai titik awal masa kemunduran Kerajaan Turki Usmani setelah berkuasa lebih dari 2
setengah abad. Pada masa pemerintahan Salim II, Terjadi pertempuran dengan Armada Laut Kristen
yang dipimpin oleh Don Juan dari Spanyol di Selat Liponto, Yunani. Turki Usmani kalah yang
mengakibatkan Tunisia dapat direbut musuh. Pengganti Salim II adalah Sultan Murad III ((1574-1595
M) ia dapat menyerbu Kaukasus, dan menguasai Tiflis di laut Hitam pada tahun 1577 M, merebut
kembali Tabriz, dan menundukan Georgia. Namun karena berkepribadian jelek dan suka
memperturutkan hawa nafsunya, muncul kekacauan dalam negeri. Kekacauan pun menjadi-jadi
setelah Sultan Muhammad III (1595-1603 M) naik tahta. Austria berhasil memukul kerajaan yang
menjadikan wibawa Kerajaan Turki Usmani hilang di mata bangsa-bangsa Eropa.
Selanjutnya Sultan Ahmad I (1603-1617 M) naik tahta. Ia bangkit kembali berusaha memperbaiki situasi
dalam negeri, namun hasilnya kurang maksimal. Sesudah Sultan Ahmad I, keadaan semakin memburuk
setelah naiknyaSultan Mustafa (1617-1618 M dan 1622-1623 M) pada awalnya dia hanya setahun
menjabat karena tidak bisa mengatasi gejolak politik dalam negeri sehingga di paksa turun melalui Fatwa
Syaikh Al Islam. Setelah Mustafa turun, digantikan oleh Sultan Usman II (1618-1622 M), Namun Ia juga
tidak mampu memperbaiki keadaan, hingga Persia lepas dari kekuasaan. Dan di lanjutkan kembali oleh
Sultan Mustafa namun hanya setahun, Ia pun di gantikan oleh Sultan Murad IV (1623-1640M) yang
kemudian mampu memperbaiki, menyusun dan menertibkan pemerintahan kembali. Namun situasi
kembali berubah setelah Sultan Ibrahim (1640-1648 M) naik tahta pada masanya, orang-orang Venesia
berhasil mengusir Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645 M.
Sebab kekalahan itu kekuasaan yang dipegang oleh Muhammad Koprulu sebagai perdana menteri yang
diberi kekuasaan absolut, berhasil mengupayakan stabilitas negara. Sepeninggal Koprulu, kerajaan
dipegang oleh anaknya, Ibrahim. Sejak di pimpin Ibrahim, kerajaan selalu kalah dalam peperangan
sehingga banyak wilayah yang melepaskan diri dari kerajaan dan terebut oleh Bangsa Eropa. Pada tahun
1699 M, terjadi perjanjian Korlowith yang memaksa Kesultanan Turki Utsmani melepaskan Hongaria,
Slovenia, Kroasia kepada Hapsburg dan Hemenietz. Podolia, Ukraina, Morea, dan Dalmatia kepada
bangsa Venetia. Pada tahun 1770 M, Bangsa Rusia pun dapat mengalahkan Turki Usmani di sepanjang
pantai Asia kecil. Walaupun kelak dapat di kuasai kembali pada masaSultan Mustafa III (1757-1774
M) Setelah sultan Mustafa III, digantikan oleh Sultan yang lemah, yaitu Sultan Abdul Hamid (1774-1789
M). Ia mengadakan perjanjian Kinarja dengan Catherine II dari Rusia. Yang mana Kerajaan diharuskan
menyerahkan benteng-benteng yang ada di laut hitam, mengizinkan armada Rusia melewati Selat antara
laut hitam dan putih, dan mengakui kemerdekaan Crimea.
Sejak itu kemunduran terus berlanjut hingga muncul pergerakan Turki Muda sebagai oposisi, dari
kalangan pelajar perguruan tinggi yang berusaha menjatuhkan sistem monarki kesultanan Turki Usmani.
Gerakan ini dipelopori oleh Murad Bey, Ahmad Reza, dan pangeran Salahudin pada tahun 1920 M,
muncul pula pergerakan militer yang di kepalai oleh Mustafa Kemal Attaturk berserta tokoh nasionalis
lainya seperti Yusuf Akcura dan Zia Gokalp, mereka mendirikan Dewan Nasional di Ankara. Pada tahun
1924 M, majelis ini pun mengeluarkan deklarasi yang mengangkat Mustafa Kemal Attaturk sebagai
presiden dan merubah kerajaan menjadi negara republik.
Peradaban yang berkembang
Pada bidang militer dan pemerintahan
1. Adanya Akademi militer sebagai pusat pendidikan dan pelatihan.
2. Terbentuknya tentara tangguh Jenissari dan Taujiah.
3. Adanya Kitab Muqtadha Al-Abhur, sebagai Undang-Undang Pemerintahan.
4. Adanya perdana menteri sebagai pembantu raja dalam pemerintahan, dan disetiap daerah terdapat
kepemimpinan lokal yang setara dengan gubernur sekarang.
Pada Bidang Ilmu Pengetahuan dan seni budaya
Sebab Turki Usmani kurang fokus terhadap ilmu pengetahuan, maka bidang ilmu pengetahuan pun
kurang menonjol tidak seperti dinasti islam sebelumnya. Adapun beberapa tokoh termasyhur
dari beberapa disiplin ilmu yang muncul kala itu, di antaranya :
1. Abdulrauf Al Manawy dan Abdul Wahab Syaqrany , sebagai ahli hadis dan tasawuf.
2. As Shadar bin Abdurrahman Al Akhdhary, sebagai ahli Filsafat dan mantiq.
3. Daud Inthaqy dan Sahabudin bin Salamah Qaliyuby, ahli dalam bidang kedokteran.
4. Ibnu Hasan Samarkandy, sebagai ahli ilmu politik.
5. Qari Al Harawy, sebagai ahli musik.
6. Ibnu Diba Az Zabidy dan Abdul Ghani An Nablusy, sebagai ahli sejarah.
7. Aisyah Baquniyah dan Ali khan, sebagai ahli sastra.
8. Abdulqadir Baghdady dan Az zabidy, sebagai ahli bahasa.
9. Muammar Sinan, sebagai ahli di bidang arsitektur.
10.Musa Azam, Sebagai ahli seni.
Adapun mengenai budaya sosial, budaya Turki Usmani sangat dipengaruhi oleh tiga budaya. Dari
kebudayaan Persia mereka mengambil ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana. Ajaran tentang
prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan, dan keilmuan mereka mengambil dari Bangsa Arab.
Sedangkan pemerintahan dan organisasi kemiliteran mereka banyak mengambil dari Byzantium.
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya: Mesir sebagai
pusat produksi kain sutra dan katun, Anatolia selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan
pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.
SUMBER:
http://fm.gontor.co.id/tsaqafah/sejarah-kerajaan-turki-utsmani.html
Sejarah Runtuhnya Kerajaan Turki Usmani
Runtuhnya Kerajaan Turki Usmani pasca Sultan Sulaiman, diakibatkan karena perebutan
kekuasaan antara putra-putranya sendiri. Para pengganti Sultan Sulaiman, sebagian orang-
orang yang lemah dan mempunyai sifat dan keperibadian yang buruk. Juga karena lemahnya
semangat perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan dalam menghadapi
beberapa peperangan, ekonomi semakin memburuk, sifat pemerintahan tidak berjalan
semestinya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, tidak terlepas
dari watak para penguasanya.Kerajaan Turki Usmani mengalami kemajuan di saat
penguasanya adalah orang-orang yang memiliki komitmen memajukan bangsanya, sehingga
selain mengadakan perluasan wilayah kekuasaan, juga tidak melupakan penataan dalam
negeri yang telah dikuasainya. Memperbaiki administrasi pengelolaan negara, kemajuan
pertahanan dan militer, kemajuan di bidang ilmu pengatahuan dan kebudayaan sebagai syarat
untuk mengisi pembangunan bangsa, kehidupan bidang keagamaan yang dapat membentengi
negara dari hal-hal yang bersifat amoral, merupakan persyaratan bagi tegaknya sebuh negara.
Sebaliknya, sebuah negara dengan wilayah yang sangat luas, heterogenitas penduduk,
kelemahan penguasa, akhlak pejabat yang rusak, dan terjadinya stagnasi dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, merupakan bayangan akan kehancuran sebuah pemerintahan, dan
ini pula yang dialami oleh Kerajaan Turki Usmani.
Kenyataan-kenyataan seperti itu telah menjadi momok bagi setiap kekuasaan. Titik lemah
suatu negara atau kekuasaan, jika dalam negara atau kekuasaan tersebut telah tumbuh sifat-
sifat yang demikian. Sifat rakus kekuasaan wilayah tanpa ada pengaturan yang baik,
penghianatan internal, moral tidak menjadi ukuran dalam pengambilan keputusan, para
penguasa berpoya-poya dengan uang rakyat dan mengabaikan kesejahteraan rakyat, membuat
rakyat semakin tidak berdaya, padahal rakyat adalah tulang punggung suatu negara. Inilah
yang titik kelemahan Kerajaan Turki Usmani.
Turki Usmani berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang multi-etnis
dan multi-religi yang berasilimilasi secara lentur. Kebebasan dan otonomi kultural yang
diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim, adalah suatu bukti bagi dunia
kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan konsep Islam telah mempertunjukkan sikap
toleransi dan keadilan yang luhur.
Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang jabatan
sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki Usmani didukung oleh kekuatan ulama (Syeikhul
Islam) sebagai pemegang hukum syariah (Mufti) dan Sad’rul A’dham (perdana Mentri) yang
mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang Dunianya. Disamping juga didukung
kekuatan tentara, yang dikenal dengan sebutan tentara Janisssari. Kekuatan militer yang
disiplin inilah yang mendukung perluasan Imperium Usmani, dan juga yang menyebabkan
keruntuhannya pada abad ke-20.
Kegagalan pasukan Turki dalam usaha penaklukan Wina pada tahun 1683, merupakan suatu
awal memudarnya kecermelangan Imperium Turki. Kekalahan tersebut dimaknai sebagai
melemahnya kekuatan pasukan Turki dan menguatnya pasukan Eropa. Lebih disadari lagi
bahwa kekalahan itu menandai kelemahan teknik dan militer pasukan Turki. Inilah yang
menjadi awal munculnya upaya mencontoh teknologi militer Barat yang dianggap telah maju.
Selanjutnya kondisi ini membawa Turki Usmani pada suatu masa pembaruan atau modernisasi.
Perintis modernisasi (pembaharuan) adalah Sultan Mahmud II, kemudian dilanjutkan oleh
Tanzimat. Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat,
yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki. Istilah ini dimaksudkan untuk
menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada
pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh
pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum,
administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya. Tanzimat merupakan suatu
gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan
Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan
yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839
M).
Pembaharu pasca-Usmani Muda adalah Turki Muda. Mereka adalah kalangan intelektual yang
lari ke luar negeri dan dari sana melanjutkan oposisi mereka. Gerakan dikalangan militer
menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi dari berbagai kelompok inilah yang
kemudian dikenal dengan Turki Muda. Tokoh utamanya adalah Ahmed Riza (1859-19310,
Mahmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1877-1948). Ide pembaharuanya
adalah bahwa yang menyebabkan kemunduran Turki Usmani adalah terletak pada sultan yang
mempunyai kekuasaan absolut. oleh karena itu, kekuasaan sultan harus dibatasi. Pada tataran
ide pembatasan inilah, ide-ide Barat mulai masuk dalam aspek mencari format pemerintahan
yang konstitusional.
Kondisi porak porandanya Imperium Turki Usmani akibat peperangan yang terus menerus,
serta ekonomi negara yang devisit inilah menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi
muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitasa bangsa dan pentingnya suatu negara
nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi wacana yang banyak diperdebatkan.
Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh
Turki, Imperium Turki Usmani mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu
persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki
Usmani. Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah
kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka.
Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki setelah Turki Muda di bawah pimpinan Mustafa
Kemal. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal Attaturk dalam peperangan, yang dikenal
sebagai perang kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara
gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu merupakan leburan
dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk
mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada
perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan.
Attaturk melanjutkan akademi militernya di Istanbul dan sejak itu menjalani karier di bidang
kemiliteran. Karena kemampuannya di bidang militer serta pandangan politiknya yang menonjol
dan disukai banyak orang, ia memperoleh pendukung dalam jumlah besar, terutama dikalangan
militer.
Mustafa Kemal Attaturk mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan
kekhalifahan Turki Usmani dengan prinsip pembaharuannya Westwenalisne, Sekularisme, dan
Nasionalisme. Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali
memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak
mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokald (1875-1924), seorang sosiolog Turki yang diakui
sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur
yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam serta Modernisme.
1. Aliran Westerenisasi dipimpin oleh Taufiq Fekrit (1867-1950) dan Abdullah Jewdat
(1869-1932). Mereka berpendapat bahwa untuk mengembalikan kejayaan Turki harus:
b) Islam dikembalikan pada asal kemurniaannya, yaitu Al-Quran dan Sunnah rosul sebagai
sumbernya.
2. Gerakan Islam dipimpin Muhamed Akif (1875-1924 M). mereka berpendirian bahwa
Turki jatuh, karena tidak konsekuen dalam menjalankan hukum Islam dalam segala aspek
kehidupan.
Mustafa Kemal Attaturk, saat itu berada di dunia militer dengan jabatan militer komandan
wilayah turki. Dia sudah lama mempersiapkan anak buahnya untuk melakukan revolusi di Turki.
Karena itu jabatannya sebagai komandan militer, ia memanfaatkan untuk mewujudkan
gagasannya yang berupa revolusi di Turki. Cita-cita dalam revolusinya adalah mendirikan
negara berbentuk republik Turki Merdeka. Cita-cita itu terwujud pada tahun 1924 M. Pada
tahun 1924, Mustafa Kemal Attaturk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengusir semua tentara asing yang menduduki wilayah Turki dan berhasil pada tahun
1924.
2. Setelah negrinya bersih dari Negara asing, pada tanggal 3 Maret 1924 dia
memproklamasikan Republik Turki Merdeka.
b) Mengganti hukum-hukum Islam dengan hukum-hukum Italia, jerman, dan Swiss;
Pada tahun 1928 M, Negara Turki Merdaeka menjadi 100% Negara sekuler.
Kronologi sejarah di atas, penulis uraikan untuk menerangkan suatu kondisi sosial politik
Imperium Usmani yang pada ujungnya membentuk pemikiran dan gerakan sekuler Mustafa
Kemal Attaturk. Politik Kemalis ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu
supaya Turki dapat masuk dalam peradaban Barat.
Pada tanggal 3 Maret 1924 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan
jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid sebagai khalifah terakhir diperintahkan meninggalkan
Turki. Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun
kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di tahun 1937,
Republik Turki dengan resmmi menjadi Negara sekuler.
Perlu dipahami bahwa, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai
menghilangkan agama. Sekulerisasinya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal
negara dan dalam soal politik. Yang terutama ditentangnya ialah ide negara Islam dan
pembentukan negara Islam. Negara mesti dipisahkan dari agama. Institusi-institusi negara,
sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus bebas dari kekuasaan syari’at. Namun,
negara tetap menjamin kebebasan beragama bagi Rakyat. Sejak saat itu ideologi Islam benar-
benar terkubur ditandai dengan dihilangkannya institusi khilafah oleh majelis nasional Turki dan
diusirnya Khalifah terakhir.
Itulah akhir dari masa keemasan kerajaan Turki Usmani, pada masa selanjutnya kelemahan
kerajaan ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki derah-
daerah muslim yang dulunya berada dalam kekuasaan kerajaan Usmani. meskipun demikian
kerajaan ini telah menjadi kerajaan muslim terbesar pada masa modern dan juga menjadi
kerajaan muslim terlama sepanjang sejarah, dan berkuasa dari tahun 1300 M. sampai tahun
1924 M.
Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Azumardi Azra, bahwa kebangkitan dan
keruntuhan peradaban merupakan semacam political sociology dan sekaligus sociological
politics. Menurut ibnu Khaldun, elan vital bagi kebangkita dan kemajuann peradaban adalah
apa yang disebut ashabiyah dengan makna yang berbeda dari makna awal kemunculannya
pada pra-Isalam. Ashabiyah dalam makna Ibnu Khaldun mengandung arti “rasa solidaritas”,
“kesetiaan kelompok”, bahkan juga dimaknai dengan “nasionalisme.”
Turki dalam konteks negara sekuler merupakan lahan kajian sejarah yang amat menarik dan
berharga bagi dunia Islam.Hal ini disebabkan karena pembahasan tentang turki dalam
melakukan “eksperimen sejarah” yang secara terang-terangan menyatakan negara sekular
serta mengambil Barat sebagai model modernisasinya.
Kata sekular pada dasarnya mempunyai dua konotasi, yaitu waktu dan lokasi. Waktu
menunjukkan pada pengertian sekarang, dan lokasi mengandung arti dunia. Sedangkan kata
sekularsisasi diartikan sebagai pembebasan manusia atas agama atau metafisik.
Menurut Fazlur Rahman, istilah Sekularisasi dalam dunia pembaharuan mengandung dua
makna praktis, yaitu “pembedaan” ayang kultur dan yang doktrinal dalam agama, sekaligus
“pemisahan” antara keduanya. Sesuatu yang bersifat kultur diatur dengan menggunakan
prinsip-prinsip sekuler –duniawi- yang terlepas dari doktrin agama. Dan Turki adalah satu-
satunya negara Islam yang dengan semangat menolak lembaga-lembaga Islam dalam
melaksanakan masalah-masalah politik dan pemerintahan.
Untuk menilai bagaimana corak negara sekuler Turki, penulis mengambil pendapat Donald
Eugene Smith. Menurutnya sekulerisasi pemeriintahan ditandai oleh:
Dengan demikian, sekularisasi yang timbul di Turki berada pada taraf pendekatan, yakni proses
sosial politik menuju sekulerisme dengan aplikasinya yang kuat yakni adanya pemisahan
antara agama dan negara. Akan tetapi bila digunakan analisis Donald Smith, maka sekulerisasi
yang terjadi di Turki belum mencapai pada tingkat sekulerisasi budaya politik dalam arti
tercabutnya nilai-nilai agama (Islam) dalam praktek politik.
Kedatipun bara sekulerisasi di Turki telah lama di sulut dalam beberapa aspek kehidupan
rakyat Turki, namun tidak berhasil menghanguskan religuitas bangsa Turki, Rasa keagamaan
yang mendalam di kalangan rakyat Turki tidak tidak menjadi lemah karena sekularisasi yang
dilakukan. Islam telah memiliki akar yang begitu kuat dalam kehidupan masyarakat Turki. Dan
inilah yang dapat memperkokoh asumsi bahwa konsep sekularisasi Barat tidak akan tumbuh
subur ketika mencoba diterapkan dalam masyarakat Muslim.
Demikian pula para pembaharu Turki, khususnya pada Kemal Attaruk, tidaklah bermaksud
menyirnakan Islam dari masyarakat Turki, yang mereka kehendaki adalah de-ideologi Islam,
yaitu memisahkan kekuasaan (lembaga) Islam dari bidang politik dan pemerintahan. Sebab
ideologisasi Islam yang pernah dikembangkan penguasa Turki Utsamani dan mampu
mengantarkan Turki Utsnami pada puncak kejayaannya dinilai para pembaharu Turki tidak
cukup efektif lagi untuk mendongkrak kelumpuhan Turki Usmani dalam menghadapi Barat.
Oleh karena itu, langkah ini –yang menurut penagagasnya adalah langkah terbaik- mereka
tempuh dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam di Turki.
Di lain pihak, sejak memproklamirkan diri menjadi negara sekuler pada tahun 1924, Musthafa
Kemal dinilai telah melampaui nilai-nilai sekulerisme. Bagimana tidak, masyarakat seolah
dijauhkan dari symbol dan nilai-nilai agama. Pelarangan Pemakaian jilbab bagi wanita, huruf-
huruf Arab diganti dengan huruf latin, busana khas bagi laki-lakai diganti dengan busana ala
Eropa, dll. adalah bentuk dan bukti yang menguatkan asumsi ini. Singkatnya, semua yang
berkaitan dengan symbol-symbol Arab dan Islam dilarang.
http://selviavi.blogspot.co.id/p/runtuhnya-kerajaan-turki-usmani-
pasca.html