Anda di halaman 1dari 2

Daulah Umayyah: Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)

Hisyam bin Abdul Malik adalah khalifah kesepuluh Daulah Umayyah. Ketika dilantik menjadi
khalifah menggantikan saudaranya, Yazid bin Abdul Malik, usianya baru 35 tahun. Ia menjabat
khalifah selama hampir 20 tahun. Para ahli sejarah menyebutnya negarawan yang ahli dalam
strategi militer. Pada masa pemerintahannya, selain memadamkan kemelut internal, ia juga
meluaskan wilayahnya ke luar.

Ketika imperium Romawi Timur berada di bawah kekuasaan Kaisar Leo III. Ia berhasil
memulihkan wewenang pemerintahan pusatnya di daerah Balkan. Kini Kaisar Leo III kembali
ingin merebut wilayah Asia Kecil dari kekuasaan Daulah Umayyah yang sedang dipimpin
Hisyam bin Abdul Malik. Jadi, dua kekuatan siap berhadap-hadapan.

Sementara itu, sepeninggal Empress Wu yang mengalami kemelut berkepanjangan, Dinasti Tang
di Tiongkok berhasil memulihkan diri di bawah kekuasaan Kaisar Hsuan Tsung. Setelah kondisi
internal pulih, ia bermaksud merebut daerah Sinkiang (Turkistan Timur) yang berhasil
ditaklukkan oleh Panglima Qutaibah bin Muslim.

Di wilayah Andalusia, Khalifah Hisyam mengukuhkan Panglima Anbasa bin Syuhain sebagai
gubernur menggantikan Sammah bin Malik Al-Khaulani yang gugur. Dengan pasukan cukup
besar, Panglima Anbasa menyeberangi pengunungan Pyren dan menaklukkan wilayah Narbonne
di selatan Prancis. Selanjutnya ia maju ke Marseilles dan Avignon serta Lyon, menerobos
wilayah Burgundy. 

Kemenangan itu membangkitkan semangat Anbasa. Ia terus maju ke arah utara dan
menaklukkan beberapa daerah sampai ke benteng Sens di pinggir sungai Seine yang jaraknya
hanya sekitar 100 mil dari Paris, ibukota wilayah Neustria kala itu.

Karel Martel, yang menjadi pejabat wilayah Neustria, segera maju menghadang pasukan kaum
Muslimin. Terjadi pertempuran sengit. Panglima Anbasa gugur, dan pasukannya bertahan di
wilayah selatan Prancis.

Peristiwa itu segera sampai ke Damaskus. Khalifah Hisyam segera mengangkat Panglima Besar
Abdurrahman Al-Ghafiqi untuk menggantikan Panglima Anbasa. Dalam hal melanjutkan cita-
cita pendahulunya, Panglima Abdurrahman Al-Ghafiqi sangat hati-hati. Ia mempersiapkan
pasukannya semaksimal mungkin. Tak hanya bekal makanan, tetapi juga fisik tentara untuk
menghadapi cuaca dingin di daerah lawan.

http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/04/23/lk41nt-daulah-umayyah-
hisyam-bin-abdul-malik-724743-m-dekat-dengan-ulama
Enam tahu kemudian, pasukan itu berangkat ke arah utara. Mereka berhasil merebut Toulouse,
ibukota wilayah Aquitania kala itu. Karel Martel terpaksa mundur dan bertahan di benteng
Aungoleme.

Nama Panglima Al-Ghafiqi tersebar luas di daratan Eropa. Karel Martel dan Raja Teodorick IV
menyerukan seluruh rakyatnya untuk memberikan perlawanan. Sementara itu, pasukan Islam
berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Pasukan Islam terlalu terbuai dengan harta
rampasan. Ketika perang pecah, pasukan kaum Muslimin terdesak. Panglima Abdurrahman Al-
Ghafiqi gugur. 

Sementara itu, kemelut yang terjadi di kawasan Asia Kecil berhasil dipadamkan. Pasukan
Romawi Timur yang ingin merebut daerah itu bisa dihalau setelah Khalifah Hisyam mengirim
panglima Said Khuzainah dari wilayah Khurasan untuk membantu Panglima Maslamah bin
Abdul Malik. Namun, dalam suatu peperangan Said gugur.

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik wafat dalam usia 55 tahun. Namanya cukup harum dalam
sejarah. Dalam ketegasannya, ia senang menerima masukan dari para ulama.

http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/04/23/lk41nt-daulah-umayyah-
hisyam-bin-abdul-malik-724743-m-dekat-dengan-ulama

Anda mungkin juga menyukai